ABSTRAK
Puskesmas adalah sebuah fasilitas layanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dimana didalamnya terkait dengan peran apoteker untuk memberikan pelayanan
kefarmasian dengan baik. Pelayanan Kefarmasian merupakan pelayanan langsung yang bertanggung
jawab terkait dengan sediaan farmasi agar dapat mencapai peningkatan kualitas dalam kehidupan pasien.
Tugas pokok dan fungsi apoteker di puskesmas mencakup pelayanan kefarmasian mengenai pelayanan
obat dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada pelaksanaannya belum sepenuhnya
dijalankan dengan baik karena belum dianggap sebagai prioritas. Berbagai kasus penggunaan obat yang
kurang sesuai bermunculan. Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai tupoksi apoteker di puskesmas
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Metode penulisan artikel ini berdasarkan studi pustaka
melalui peraturan dan regulasi yang sah kemudian dikaitkan dengan kasus yang terjadi di masyarakat.
Berbagai undang-undang dibuat pemerintah guna mengatur mengenai tanggung jawab seorang apoteker
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian
seperti pelayanan obat sehingga diharapkan mampu meminimalisir kasus terkait obat yang terjadi di
masyarakat. Tugas dan fungsi apoteker yang diatur dalam undang-undang mencakup pelayanan resep,
konseling, dispensing, PTO, MESO, dan PIO.
Kata kunci: Apoteker, Puskesmas, Peraturan perundang-undangan, Tugas Pokok, Fungsi.
ABSTRACT
Puskesmas is a health service facility that aims to improve public health, which is related to the
role of pharmacists in providing good pharmaceutical services. Pharmaceutical services are direct
services that are responsible for pharmaceutical preparations in order to achieve quality improvement in
patient life. The main duties and functions of pharmacists in health centers include pharmaceutical
services regarding drug services and have been regulated in laws and regulations. In practice, it is not
yet fully implemented because it is not considered a priority. Various cases of inappropriate drug use
have emerged. For this reason, it is necessary to carry out a study on the functions of pharmacists in
health centers based on statutory regulations. The method of writing this article is based on literature
study through legal rules and regulations which are then linked to cases that occur in society. Various
laws have been made by the government to regulate the responsibilities of a pharmacist in carrying out
their duties and functions in matters related to pharmaceutical services such as drug services so that they
are expected to be able to minimize drug-related cases that occur in the community. The duties and
functions of pharmacists which are regulated by law include prescription services, counseling,
dispensing, PTO, MESO, and PIO.
Keywords: Pharmacist, Puskesmas, Legislation, Main Duties, Functions
62
Putu Andika Dhananjaya, Wiwin Mey Tjiang,
Ni Nyoman Adhi Satvika Devi, Ni Putu Ayu Inten Artania, Ni Made Widi Astuti
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2020; 10 (2) : 62 – 70 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
PENDAHULUAN
Puskesmas adalah suatu fasilitas sediaan farmasi serta menerapkan
pelayanan kesehatan tingkat pertama standar pelayanan farmasi klinis [4].
dalam pelayanan kesehatan Pelayanan kefarmasian yang ada
masyarakat maupun perorangan di Puskesmas awalnya masih sangat
dimana mengutamakan aspek terbatas dan jarang, dikarenakan
preventif serta promotif, demi kualitas pelayanan kefarmasian merupakan
kesehatan sebaik-baiknya disuatu minoritas yang masih belum dianggap
wilayah [1]. Tenaga kesehatan penting. Namun, berbagai kasus
merupakan sarana penunjang bermunculan di Puskesmas mengenai
keberhasilan dari tujuan kesalahan pemberian obat, kesalahan
penyelenggaraan kesehatan di informasi obat, penjualan obat
Puskesmas. Salah satu tenaga narkotika dan psikotropika, dan lain
kesehatan yang menunjang sebagainya. Hal inilah yang akhirnya
tercapainya kesehatan di Puskesmas menjadi pertimbangan keluarnya
yaitu pelayanan kefarmasian yang Undang-Undang yang mengatur
baik dan bermutu. pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Pelayanan kefarmasian atau dan mewajibkan setidaknya terdapat
pharmaceutical care merupakan satu apoteker di Puskesmas untuk
pelayanan yang secara langsung dan mendukung regulasi pelayanan
bertanggung jawab terhadap profesi kesehatan khususnya pelayanan
apoteker dalam peningkatan kualitas kefarmasian di Puskesmas.
hidup pasien [2]. Sehingga tenaga Penelitian ini memiliki tujuan
farmasi berkewajiban untuk untuk mengkaji lebih dalam mengenai
meningkatkan kompetensi baik berupa tupoksi dari apoteker sebagai tenaga
pengetahuan, perilaku dan juga kefarmasian dalam upaya untuk
keterampilan agar siap berinteraksi mendukung kinerja Puskesmas untuk
langsung dengan pasien. Pelayanan menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian umumnya meliputi kesehatan kepada masyarakat beserta
pelayanan resep, Monitoring Efek mekanismenya yang telah diatur
Samping Obat (MESO), konseling, dalam peraturan perundangan.
dispensing, Pemantauan Terapi Obat
(PTO), dan Pelayanan Informasi Obat METODE PENELITIAN
(PIO) [3]. Apoteker merupakan Metode
sebuah profesi yang diambil oleh Penelitian yang dilakukan yaitu
sarjana farmasi yang telah lulus dalam non-eksperimental dengan studi
pendidikan profesi Apotekernya serta pustaka dan bersifat deskriptif, dengan
telah mengucapkan sumpah jabatan tujuan mendeskripsikan secara
akan profesi yang dijalani. Standar sistematik, faktual, dan akurat
dari pelayanan kefarmasian di mengenai regulasi sah yang tekait
Puskesmas mencakup standar dari dengan tugas dan fungsi (tupoksi)
pengelolaan bahan medis habis beserta apoteker dalam pelayanan obat di
63
Putu Andika Dhananjaya, Wiwin Mey Tjiang,
Ni Nyoman Adhi Satvika Devi, Ni Putu Ayu Inten Artania, Ni Made Widi Astuti
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2020; 10 (2) : 62 – 70 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
berkaitan dengan keracunan bahkan pasien. Salah satu kasus terjadi ditahun
kematian dilaporkan akibat pemberian 2019 yang diberitakan dalam surat
obat kadaluwarsa. Hal tersebut kabar Jawa Pos bahwa terdapat resep
menandakan bahwa perencanaan obat palsu guna dapat membeli obat keras
di puskesmas tidaklah berjalan dengan yang dibuat oleh oknum-oknum tidak
optimal. Selain itu juga, kasus lain bertanggung jawab [11]. Kasus yang
yang terjadi adalah pasien tidak sama diberitakan kembali oleh BPOM
mendapatkan komunikasi, informasi, pada 15 Mei 2020 dalam surat kabar
dan edukasi (KIE) mengenai obat yang Galamedianews.com mengenai
dikonsumsinya [7]. Undang Undang peredaran dan pembelian obat keras
No. 36 Tahun 2009 dalam Pasal 8 tanpa resep dokter. Obat-obatan ini
menunjukkan setiap orang memiliki banyak dijual bebas dan dapat
hak dalam memeroleh informasi dan ditemukan di toko online [12]. Jelas
pengetahuan mengenai segala bahwa hal ini tidak sesuai dengan
tindakan dan segala bentuk peraturan perundang-undangan yang
pengobatan yang telah diberikan berlaku, dimana obat-obatan ini secara
maupun yang akan diterimanya [8]. tegas diberikan oleh apoteker atas
Hal ini sejalan dengan hak yang adanya resep dari dokter. Tugas dan
dimiliki oleh konsumen atas fungsi sebagai seorang apoteker secara
keselamatan, keamanan, dan tegas dan jelas untuk meninjau
kenyamanan dalam mengonsumsi kembali resep yang dibawa oleh
barang (obat) sebagaimana diatur pasien untuk mengurangi kecurangan
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun pembelian obat keras tanpa resep
1999 terkait perlindungan konsumen dokter. Pelayanan informasi mengenai
[9]. obat sangat penting agar kasus
Menurut Pasal 16 pada PP No. 72 pembelian obat terlarang dan obat
tahun 1998 yang membahas mengenai keras dapat dikurangi, karena adanya
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesadaran masyarakat tentang
kesehatan menyebutkan bahwa pentingnya menjaga kesehatan diri
sediaan farmasi diserahkan untuk sendiri dan orang lain. Hal ini dengan
dapat dipergunakan dalam bidang sangat jelas tercantum pada PP No. 72
pelayanan kesehatan atau untuk tahun 1998 pada pasal 26 mengenai
digunakan dalam ilmu pengetahuan penandaan serta informasi terkait
[10]. Penyerahan sediaan-sediaan dengan sediaan farmasi dilakukan
farmasi dilakukan berdasarkan resep sebagai bentuk perlindungan kepada
dokter atau tanpa resep dokter. Peran masyarakat dalam hal penerimaan
apoteker dalam penyerahan resep informasi yang tidak lengkap dan tidak
kepada pasien di puskesmas dilakukan subjektif serta menyesatkan [10].
berdasarkan peraturan tersebut, UU No. 35 tahun 2009 terkait
hendaknya seorang apoteker narkotika dalam pasal 4, narkotika
memeriksa kembali resep obat diserahkan atau diberikan untuk
sebelum memberikan obat kepada kepentingan dalam melakukan
65
Putu Andika Dhananjaya, Wiwin Mey Tjiang,
Ni Nyoman Adhi Satvika Devi, Ni Putu Ayu Inten Artania, Ni Made Widi Astuti
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2020; 10 (2) : 62 – 70 e-ISSN 2657-0815, p-ISSN 1979-1763
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
70
Putu Andika Dhananjaya, Wiwin Mey Tjiang,
Ni Nyoman Adhi Satvika Devi, Ni Putu Ayu Inten Artania, Ni Made Widi Astuti
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana