Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan di bidang teknologi memberikan pengaruh besar tehadap


perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat. Di zaman yang
semakin modern ini, gaya hidup serba cepat dan praktis mengakibatkan
banyaknya ragam makanan instan yang ditawarkan, seperti produk sereal, sari
buah, margarine, hingga aneka produk susu. Banyak orang yang tertarik untuk
mengonsumsi makanan tersebut. Makanan yang dikonsumsi mengandung zat
– zat gizi atau unsur – unsur yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh,
yang akan berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh dengan catatan harus
seimbang. (Almatsier, 2009)

Pola konsumsi masyarakat saat ini semakin berubah seiring dengan


dengan meningkatnya popularitas berbagai macam makanan siap saji (junk
food). Terjadinya pergeseran pola makan, di kota-kota besar pada umumnya,
dari makanan tradisinal ke pola makan barat yang komposisinya sering terlalu
tinggi kalori dan rendah serat menimbulkan ketidakseimbangan asupan gizi.
Ketidakseimbangan asupan gizi tersebut merupakan faktor risiko yang
sumbangannya sangat besar terhadap munculnya berbagai masalah kesehatan
seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia dan penyakit-penyakit metabolik
lainnya. Penelitian oleh Ismailzadeh pada tahun 2007 mengungkapkan ada
hubungan antara pola konsumsi dengan kejadian sindroma metabolik pada
seseorang. (Wiardani, 2011)

Modifikasi gaya hidup dalam bentuk penurunan berat badan dengan diet
rendah kalori dan juga melakukan aktivitas fisik dengan intensitas moderat
selama 150 menit dalam seminggu telah terbukti merupakan intervensi yang
efektif untuk lebih sehat. Konseling untuk melakukan aktivitas fisik secara

1
teratur dan penurunan berat badan harus dilakukan di pusat medis serta di
rumah. Selain itu yang tidak kalah penting adalah melakukan intervensi
tehadap manajemen dalam bentuk modifikasi menu makan dan memberikan
pendidikan kesehatan untuk mendorong peningkatan asupan buah dan sayuran
yang sebelumnya jarang menjadi perhatian. ( kaur, 2010)

Saat ini telah dikenal beberapa modifikasi pola makan yang bertujuan
unyuk memperoleh kesehatan yang lebih baik. Diantaranya adalah DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension) untuk hipertensi, Delicious Heart
Healthy Recipes oleh NIH (National Heart Institusion) yang ditujukan untuk
menjaga kesehatan jatung, diet mediterrean oleh AHA (American Heart
Association) serta Food Combining.

Food combining merupakan salah satu modifikasi diet yang


mengutamakan keseimbangan zat gizi. Konsep dari food combining ini pada
dasarnya menganggap bahwa usus manusia memiliki kemampuan
terbatas.Pola makan ini dirancang selaras dengan siklus metabolisme tubuh,
supaya proses pencernaan makanan, penyerapan sari makanan,
pemanfaatannya untuk tubuh, serta pembuangan sampah makanan
berlangsung secara efektif dan efisien. (Gunawan, 2001)

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami bagaimana cara penerapan food
combining pada masyarakat
2. Memahami maanfaat dan kerugian dari penerapan food combining

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Food Combining
Dokter William Howard Hay, ahli bedah terkenal di Amerika pada
awal tahun 1990-an, adalah salah seorang pengikut yang juga yang
mempopulerkan Food Combining. Sebagai ilmuwan, Hay sudah
membuktikan sendiri bahwa tubuh manusia memang dikaruniai kemampuan
untuk menyembuhkan diri sendiri. Program pola makan untuk kesehatan ini
mulanya disebut food separation (pemisahan makanan) dan sempat dikenal
sebagai Hay System Diet (Hay’S Diet). Dalam perkembangan selanjutnya,
pola makan ini lebih populer dengan sebutan Food Combining (Gunawan,
2009).
Food Combining adalah suatu cara mengatur asupan makanan yang
diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh, khususnya sistem
pencernaan. Berbeda dengan diet-diet populer lainnya, Food Combining
tetap dapat membuat pelakunya makan enak sampai kenyang tetapi tubuh
semakin sehat dan bahkan ukuran tubuh menjadi ideal. Efek pola makan ini
melancarkan proses pencernaan dan penyerapan, menyebabkan pemakaian
energi lebih efisien, dan penumpukan zat-zat yang tidak dapat dicerna dan
tidak diperlukan tubuh dapat dihindari. Inilah yang membuat tubuh jadi
sehat dan tidak kelebihan berat badan (Gunawan, 2009).
Organ yang sehat dan mendukung kerja seluruh sistem agar lancar dan
terpadu dalam tubuh, membuat kondisi tubuh yang ada dalam kondisi prima
secara psikologis (fungsi mental), fisiologis (fungsi organ dan sistem), dan
anatomis (fungsi muskuloskeletal). Kondisi ideal dalam tubuh saat seluruh
fungsi berjalan dengan sempurna disebut kondisi homeostasis (Lebang,
2015).

3
Homeostasis merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan dalam menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya. Proses
pemeliharaan stabilitas dan adaptasi terhadap terhadap kondisi lingkungan
sekitar terjadi secara terus menerus. Konsep homeostasis menjelaskan
bagaimana tubuh berusaha memerangi penyakit untuk memelihara ketetapan
lingkungan di dalamnya (Hidayat, 2008).
Ada beberapa katalisator kondisi homeostatis. Salah satu yang populer
adalah nilai pH (potential hydrogen). Rentang skala pH tubuh ada pada
angka 1,0 (asam) hingga 14,0 (basa). Kondisi homeostasis tubuh sehat
tercapai saat pada nilai keasaman dan kebasaan yang seimbang (Lebang,
2015).
Keseimbangan asam basa jaringan tubuh dan darah manusia harus
berada pada pH 7,3-7,5 agar sehat dan dapat berfungsi optimal. Oleh sebab
itu, tubuh memerlukan lebih banyak makanan pembentuk basa daripada
makanan pembentuk asam (Gunawan, 2009).
Yang menentukan suatu makanan itu berpotensi membentuk asam
atau basa adalah kandungan mineralnya. Setiap proses pembakaran
makanan di dalam tubuh akan meninggalkan sejumlah residu atau abu
mineral yang mengandung elemen logam dan non-logam di dalam tubuh.
Makanan pembentuk asam mengandung lebih banyak mineral non-logam
seperti sulfur (S), fosfor (P), dan klor (Cl). Sedangkan makanan yang dapat
menurunkan keasaman tubuh atau membentuk efek basa mengandung lebih
banyak mineral logam, seperti potasium/kalium, (K), sodium/natrium (Na),
magnesium (Mg), zat besi (Fe), dan kalsium (Ca) (Gunawan, 2009).
Makanan pembentuk asam umumnya juga mengandung sejumlah
besar protein dan sedikit air. Jadi hampir semua makanan protein dan biji-
bijian (beras, jagung, gandum dan sebagainya) termasuk produk olahannya
merupakan makanan pembentuk asam kecuuali susu mentah, yogurt, kacang
almond, dan millet (sejenis biji-bijian). Sebaliknya, makanan pembentuk
basa cenderung berkadar air tinggi dan mengandung sedikit sekali protein.
Semua jenis buah dan sayur-mayur (termasuk selada, umbi-umbian rendah

4
pati, dan sayuran rambat) adalah makanan pembentuk basa kecuali tomat
(terutama yang masak) (Gunawan, 2009).
Cara pengolahan makanan juga dapat mengubah keasaman dan
kebasaan suatu makanan. Efek makanan yang dimasak tersendiri, kurang
lebih akan tetap sama seperti ketika masih mentah. Contohnya, kentang
yang dikukus atau hanya direbus dengan air, pengaruhnya akan tetap basa
pada tubuh. Lain halnya jika kentang diolah menjadi sambal kentang goreng
hati. Kombinasi hati sapi, minyak dan santan meningkatkan kadar protein
dan lemak pada makanan ini sehingga mengakibatkan efek makanan
menjadi asam bagi tubuh (Gunawan, 2009).
Makanan pembentuk asam tidak ada hubungannya dengan makanan
asam (acidic foods). Makanan asam adalah makanan yang rasanya masam,
asam manis, atau kecut. Asam ini bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak
mempengaruhi tingkat keasaman tubuh, sehingga disebut juga asam bebas.
Sebaliknya, makanan pembentuk asam rasanya belum tentu asam atau bisa
berbeda sama sekali. Contoh makanan pembentuk asam adalah buah-buahan
yang rasanya asam (seperti jeruk, nanas, atau stroberi) memberi pengaruh
basa di dalam tubuh, karena hampir semua buah-buahan segar mengandung
lebih banyak elemen-elemen logam. Bedakan dengan ikan atau daging, ikan
atau daging adalah makanan pembentuk asam, namun tidak meninggalkan
rasa asam di lidah kecuali setelah dibumbui (Gunawan, 2009).
Menu sehari-hari kebanyakan orang sekarang umumnya lebih besar
makanan pembentuk asam, dan hanya sedikit makanan pembentuk basa.
Porsi nasi dan lauk protein seperti daging, ikan, atau telur umumnya lebih
besar dibandingkan buah dan sayuran segar. Sariawan, nyeri lambung, atau
kelebihan berat badan adalah sebagian tanda tingkat keasaman tubuh sudah
mulai tinggi (Gunawan, 2009).
Meski sudah banyak bukti positif, sebagian ahli medis dan gizi masih
saja menentang pola makan ini. Dengan dalih bahwa secara alamiah setiap
makanan mengandung protein dan karbohidrat, dan dicerna melalui saluran
yang sama, mereka bersikukuh bahwa pencernaan manusia pasti mampu

5
mencerna semua makanan sekaligus. Sehingga ide memisah-misahkan
makanan seperti pola Food Combining dianggap sebagai metode yang tidak
masuk akal. Mereka mengatakan kelompok makanan 4 Sehat harus dimakan
bersamaan dengan dasar pemikiran setiap unsur gizi tidak bekerja sendiri-
sendiri di dalam tubuh (Gunawan, 2009).
Setiap unsur gizi memang tidak bekerja sendiri untuk menjaga
kesehatan tubuh kita. Namun harus bekerjasama dengan unsur gizi lainnya
dalam setiap proses dan aktivitasnya. Namun kerjsama itu baru terjadi
setelah makanan terurai sempurna menjadi komponen-komponen yang
sangat halus. Proses penguraian makanannya sendiri tidak selalu bisa
bersaman. Karena baik karbohidrat, protein ataupun lemak memerlukan
jenis enzim yang berbedda, dan setiap enzim memerlukan derajat keasaman
yang berbeda pula agar dapat berfungsi. Penelitian juga sudah membuktikan
bahwa zat-zat gizi akan saling melengkapi dalam satu hari, bukan segera
setelah kita makan. Jadi, kurang tepat jika ada pendapat yang mengatakan 4
Sehat harus dikonsumsi bersamaan setiap kali makan (Gunawan, 2009).
Puncak penyerapan dan asimilasi zat gizi juga berlangsung setelah
pukul 20.00 malam sampai pukul 04.00 pagi, terutama pada saat kita tidur.
Jadi, kalaupun terjadi proses penyerapan dalam waktu-waktu lain,
intensitasnya kecil sekali (Gunawan, 2009).

2. Prinsip Pola Makan Food Combining


Pada prinsipnya, pola makan Food Combining adalah salah satu cara
termudah untuk mencapai kondisi homeostasis. Food Combining
merupakan pola makan yang berbasis pada tiga hal sederhana, yaitu :
a. Apa yang dimakan
Karbohidrat, protein dan lemak adalah zat-zat gizi yang paling
berperan mengendalikan setiap proses pencernaan. Disebut juga zat gizi
makro karena diperlukan dalam jumlah besar. Sedangkan vitamin dan
mineral, yang membantu metabolisme zat-zat gizi makro, disebut zat-zat
gizi mikro karena hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Suatu jenis

6
makanan diklasifikasikan sebagai karbohidrat, protein, atau lemak jika
kandungan unsur gizi minimal sekitar 20% dari total gizi yang dikandung
makanan itu (Gunawan, 2009).
Hampir semua makanan mengandung unsur karbohidrat, protein
dan lemak. Namun proporsi setiap unsur tidak sama pada setiap
makanan. Pada setiap jenis makanan umumnya hanya terdapat satu unsur
gizi makro saja yang sangat dominan. Secara ilmiah, kondisi ini selaras
dengan pencernaan manusia yang tidak memiliki kemampuan mencerna
lebih dari satu gizi dominan berbeda pada saat bersamaan. Campuran
aneka makanan yang unsur-unsur dominannya berbeda akan mengubah
komposisi unsur makanan secara total (Gunawan, 2009).
Jan Dries (ahli gizi Belanda) mengklasifikasikan unsur gizi ke
dalam tiga unsur gizi utama yang dalam ilmu gizi umum dikenal sebagai
karbohidrat, protein dan lemak. Oleh Jan Dries diuraikan lagi menjadi
lima unsur utama yaitugula, pati protein, asam dan lemak (Gunawan,
2009).
Lebang (2015), menyederhanakan unsur makanan yang umum
tersebut menjadi :
1) Pati
Identik dengan pemberi tenaga serta rasa kenyang yanf instan.
Pati yang baik adalah jenis yang masih memiliki zat-zat gizi alamiah
dan minim proses. Dalam bentuk utuhnya, dia masih mengandung
vitamin, serat, enzim, mineral, dan subtansi penting lain yang bisa
dimanfaatkan oleh tubuh secara maksimal.
Pati alami sekalipun sebaiknya hanya dikonsumsi secukupnya
saja, mengingat kemampuan organ hati untuk menampung glikogen
sangat terbatas. Ekstra pati yang tidak terpakai akan diubah menjadi
lemak dan disimpan di hati dan bagian-bagian tubuh lain. Pati alami
sangat bermanfaat bagi penderita kelebihan berat badan dan diabetes,
karena dengan porsi sedikit saja, seratnya cukup membuat rasa

7
kenyang yang lebih lama dan membantu memperlambat penyerapan
gula pada usus halus (Gunawan, 2009).
2) Protein
Merupakan pembentuk sel-sel baru tubuh. Dikelompokkan
menjadi protein hewani dan protein nabati. Kandungan asam amino
dalam protein adalah unsur utama pembentuk sel, bahan utama
pembangunan dan perbaikan jaringan tubuh, hormon, enzim, dan
banyak hal substansial lain terkait tubuh manusia.
Penguraian protein hewani ke dalam bentuk asam amino agar
bisa diserap tubuh berlangsung lama dan memberatkan kerja sistem
cerna. Juga menyedot energi yang seharusnya dialokasikan secara
kolektif untuk mejaga keseimbangan tubuh. Asam amino protein
hewani pun mudah rusak, terutama karena protein hewani harus
diproses panas dulu agar bisa dikonsumsi aman.
Protein nabati bisa disumbangkan dalam bentuk kacang-
kacangan da polong-polongan. Buah dan sayur pun menyumbang
protein dalam bentuk asam amino sederhana yang lebih mudah
diserap oleh tubuh. Mengkonsumsi protein nabati, buah, dan sayur
dalam jumlah cukup sebenarnya bisa meminimalisasi pemakaian
protein hewani dan meningkatkan kualitas kesehatan.
3) Sayuran
Sebagai pembentuk sifat basa, apabila dikonsumsi benar,
sayuran akan mampu menetralkan pH dan menciptakan kondisi
homeostasis. Sayuran kaya akan karbohidrat, serat, vitamin dan
mineral. Warna pada sayuran juga mencirikan vitamin yang bisa
diberikan kepada tubuh. Warna kuning, oranye dan merah mensuplai
beta karoten pembentuk vitamin A, sedangkan warna hijau melimpahi
tubuh dengan zat besi.
Sayuran kaya serat, yang bersifat cukup keras dan padat
mempermudah kerja sistem pencernaa, terutama kerja peristaltik
(mendorong makanan) pada usus. Jika disajikan segar, sayuran juga

8
memberikan asupan enzim berlimpah sehingga secara signifikan
meringankan sistem cerna karena membuat kerja organ penghasil
enzim tidak perlu bekerja keras (Lebang, 2015). Dalam tubuh manusia
memiliki lebih dari 5.000 macam enzim, dan dapat digolongkan
secara umum menjadi enzim pencernaan dan enzim metabolisme.
Enzim pencernaan adalah enzim-enzim yang membantu pencernaan
dan penyerapan makanan, contohnya lipase, protease, dan amilase.
Sedangkan enzim metabolisme adalah enzim-enzim yang
berhubungan secara langsung dengan seluruh aktivitas pendukung
kehidupan, mengatur pembuangan bahan-bahan yang tidak diperlukan
oleh tubuh, pemulihan jantung dan organ-organ lain, serta
metabolisme energi di dalam sel (Shinya, 2015).
Kandungan gula dan sifat asam yang sangat rendah membuat
sayuran bersifat netral dan mudah dikombinasikan dengan makanan
lain. Bahkan berkat sifatnya ini, sayuran mampu menetralisisasi efek
buruk dari beragam makanan yang sejatinya tidak terlali baik untuk
tubuh saat dikonsumsi bersamaan.
Sayuran juga kaya air. Mengkonsumsi sayuran, terutama dalam
keadaan segar, mampu membantu mengisi kebutuhan tubuh akan
asupan cairan harian yang sering kali kurang tanpa disadari.
Sayangnya, budaya kuliner membuat proses memasak sering menjadi
berlebihan, membuat sayuran harus melewati sesi pemanasan yang
merusak cadangan air, enzim, nutrisi dan mineral terkandung.
4) Buah
Kandungan dan manfaat buah sama dengan sayuran. Juga
mempermudah tubuh mencapai kondisi homeostasisnya.
Gula buah atau fruktosa memasok energi yang cepat bagi tubuh.
Namun harus dikonsumsi secara cermat dan tepat karena gula buah
bersifat merusak protein dan lemak. Serat buah juga cenderung lunak
dan tidak serasi saat dipadukan dengan serat sayuran yang lebih keras,
terutama bagi mereka dengan sistem cerna sensitif.

9
Kondisi ini mengharuskan buah dikonsumsi dalam keadaan
perut kosong. Atau beri jarak 15-20 menit sebelum makan. Dan
sesudah makan, sebaiknya tidak menyantap buah hingga 4-5 jam
kemudian. Berlaku juga untuk buah yang dibuat sebagai minuman jus.
Buah sangat cepat memberikan energi sekaligus tidak menguras
energi tubuh. Enzim bawaan buah membantu menguraikan buah
sehingga sistem cerna tidak perlu memprosesnya. Namun, tubuh yang
tersuplai energi buah juga tergolong cepat kehilangan energinya. Itu
sebabnya buah tidak dapat dijadikan pengganti menu makan utama,
seperti makan siang dan makan malam karena ketersediaan energi
tubuh akan tergangguu dan mengakibatkan metabolisme menjadi tidak
berjalan baik.
b. Waktu makan
Food Combining mengacu pada ritme biologis dalam mengatur
waktu dan jenis makanan yang tepat dan sesuai kebutuhan tubuh. Setiap
fungsi tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm) yang jam
kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam sehari. Sistem
pencernaan sendiri terbagi atas tiga fase yang ketiganya secara simultan
aktif selama 24 jam, tapi pada waktu-waktu tertentu masing-masing akan
lebih intensif dibandingkan fase-fase lainnya. Jika salah satu fase
terhambat, fase berikutnya akan ikut terhambat. Hambatan ini besar
pengaruhnya terhadap proses metabolisme (Gunawan, 2009).
Siklus sirkadian yang terkait dengan sistem pencernaan ini berlaku
sebagai berikut :
1) Fase cerna/ pencernaan (pukul 12.00 – 20.00)
Pada fase ini, sistem pencernaan berlaku aktif dalam menerima
makanan yang masuk. Ininlah rentang waktu manusia cenderung lebih
leluasa mengonsumsi makanan. Secara budaya, fase ini sejalan dengan
waktu makan siang, kudapan sore, dan makan malam (Lebang, 2015).
Merupakan saat yang tepat untuk mengkonsumsi makanan padat
karena fungsi pencernaan bekerja lebih aktif. Setelah pukul 8 – 9

10
malam tidak dianjurkan makan makanan padat lagi, karena tidur
dengan perut penuh makanan akan menggangu fungsi tubuh yang
aktif pada fase berikutnya (Gunawan, 2009).
2) Fase penyerapan dan asimilasi (jam 8 malam – 4 pagi)
Pada saat tubuh dan pikiran sedang istirahat total atau tidur,
tubuh mulai menyerap, mengasimilasi, mengedarkan zat makanan dan
detoksifikasi. Makan larut malam atau kurang tidur akan menghambat
fase ini karena energi yang ada terbagi untuk mencerna makanan atau
aktivitas yang dilakukan ketika sedang tidak tidur (Gunawan, 2009).
Pada fase ini, tubuh memanfaatkan secara maksimal apa yang
dimakan pada waktu sebelumnya. Saat inilah berlangsung penyerapan
zat gizi, sirkulasi zat-zat berguna yang diproses dari makanan,
pergantian sel, perbaikan jaringan, dan sebagainya. Dibutuhkan energi
sangat besar dan rumit pada fase ini. Itulah sebabnya secara alamiah,
pada fase ini manusia menurunkan pacu ritmenya dengan memasuki
waktu tidur. Mengganggu fase ini dengan mengonsumsi makanan atau
tidak tidur akan mengganggu proses yang semestinya terjadi dan
membuat kerusakan kesehatan jangka pendek maupun panjang
(Lebang, 2015).
3) Fase pembuangan (jam 4 pagi – 12 siang)
Secara intensif tubuh mulai melakukan pembuangan sisa-sisa
makanan dan sisa-sisa metabolisme. Siklus ini paling banyak
memakai energi. Selagi siklus ini berlangsung sebaiknya tidak
mengkonsumsi makanan berat dan padat karena akan menurunkan
intensitas proses pembuangan, memperlambat proses pencernaan, dan
memboroskan energi (Lebang, 2015).
Berdasarkan ritme ini, pola makan dalam Food Combining diatur.
Makanan dan kudapan yang bersifat lebih padat dialokasikan pada waktu
siang, sore, dan malam; disesuaikan dengan kesiapan tubuh dalam
menerima makanan yang masuk (Lebang, 2015)..

11
Sementara pagi hari, saat alokasi energi dibutuhkan untuk fase
pembuangan, makanan yang lebih ringan dan mudah serap oleh tubuh
sangat disarankan. Inilah sebabnya Food Combining identik dengan
pemanfaatan buah segar sebagai bahan baku makanan untuk sarapan.
Sifat buah adalah ringan, mudah dicerna, tetapi memberikan asupan
energi signifikan (Lebang, 2015)..
Sarapan buah bagi pemula sebaiknya dilakukan berkala pukul
06.00 – 11.00. Makan perlahan, mengunyah dengan baik, dan pastikan
tercampur air liur. Saat perut terasa kenyang, hentikan makan. Konsep
sama juga berlaku saat mengonsumsi buah segar dalam bentuk jus. Cara
ini efektif mencegah rasa mulas, kembung, dan pusing yang acap terjadi
apabila mengkonsumsi buah tergesa-gesa karena buah tidak tercampur
enzim cerna dalam air liur, serta lonjakan gula darah yang mendadak
(Lebang, 2015).
c. Bagaimana memakannya
Lebang (2015), memformulasikan makanan ke dalam tiga unsur
dasar untuk mempermudah pemahaman Food Combining, yaitu pati,
protein, dan sayur. Perpaduan unsur-unsur tesebut adalah yang paling
utama dari metode diary food ala Food Combining.
Berikut kombinasi makanan ideal dalam Food Combining menurut
Lebang (2015) :
1) Protein Hewani – Pati (kombinasi tidak ideal)
Protein hewani apabila dicampur dengan karbohidrat akan
menghasilkan masalah bagi pencernaan manusia. Masing-masing
unsur makanan tersebut memerlukan enzim yang berbeda untuk diolah
oleh tubuh.
Karbohidrat dicerna oleh enzim cerna amilase (terdapat di air
liur) dan protein hewani dicerna oleh enzim pepsin (bekerja begitu
makanan memasuki alat cerna dalam perut). Sayangnya, kedua enzim
ini tidak bisa ekerja saat bertemu satu sama lain. Amilase akan

12
berhenti bekerja sehingga menghasilkan karbohidrat yang belum
terurai sempurna sepanjang proses pencernaan.
Juga dilihat dari sisi waktu cerna atau terurai, keduanya
memiliki waktu yang berbeda. Zat-zat dalam protein hewani
cenderung lebih lama terurai daripada karbohidrat. Belum lagi apabila
sumber protein yang dikonsumsi telah mengalamai proses pembuatan
yang merusak nilai gizinya, seperti hidangan ayam di restoran cepat
saji, atau daging sapi dalam bentuk burger atau sosis.
Paduan itu bisa menimbulkan semacam endapan sisa yang tak
terurai oleh tubuh dengan baik. Endapan ini disimpan dalam usus
besar sebagai pusat penyimpanan zat tidak terpakai dalam tubuh
manusia. Secara akumulatif, endapan ini akan menumpuk dan sulit
dikeluarkan sehingga mengundang bakteri serta parasit yang akan
mengganggu kesehatan secara umum.
2) Protein – Sayuran (kombinasi ideal)
Kombinasi ini iddeal dan sangat melengkapi satu sama lain.
Oleh karena protein hewani adalah pembentuk asam, sayuran
(terutama segar) sangat melengkapi karena sifatnya sebagai
pembentuk basa. Mengkonsumsi keduanya secara bersama akan
meminimalisasi pengaruh buruk protein hewani terhadap tubuh. Serat
yang terdapat pada sayuran segar bersifat solid sehingga membantu
mengurangi kerumitan tubuh dalam mencerna protein hewani,
setidaknya pergerakan protein hewani dari lambung hingga usus
besar.
Dalam hal ini, sayuran yang tinggi patinya, seperti kentang,
talas, ubi, jagung dan jenis umbi-umbian lain, bukanlah jenis sayuran
yang dianjurkan untuk dapat dipadukan dengan protein hewani.
Sayuran masak dalam bentuk proses yang panjang, tergolong sulit
memberikan efek positif komplementer sayuran terhadap protein
hewani, seperti gulai pakis, sayur lodeh dan sup tomat.

13
Catatan berbeda diberikan kepada protein nabati. Protein ini
tergolong netral, terutama dalam bentuk pasca-fermentasi seperti
tempe karena ringan dalam mencernanya. Kandungan lemak pada
protein nabati pun tidak memberatkan. Untuk alasan ini, protein nabati
tidak tergolong dalam kombinasi tidak ideal bila dipadukan dengan
pati.
3) Pati – Sayuran (kombinasi ideal)
Sama dengan kombinasi protein – sayuran, serat sayuran dapat
meminimalisasi efek buruk berlebihan dari pati. Serat sayur
memberikan rasa kenyang sehingga keinginan untuk mengkonsumsi
pati dalam jumlah banyak jadi berkurang. Takaran dalam
mengkonsumsi pati dan sayuran adalah sama.
3. Food Combining Bagi Pemula (carpenter, 2003)
a. Sarapan hanya buah (dijus atau potongan). Porsi sampai cukup
kenyang, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Buah tidak boleh
dimakan sekaligus, tetapi perlahan dan sedikit-sedikit.
b. Buah tidak dimakan sesudah/bersama protein dan pati. Jika dimakan
sebelum makanan lain, tunggu 10-30 menit sebelum makanan lain.
c. Protein untuk menu siang dan pati untuk malam, atau boleh
sebaliknya. Keduanya tidak bisa dikonsumsi jadi satu. Tetapi dalam
satu hari kebutuhan protein dan pati tetap harus dipenuhi.
d. Protein sebaiknya satu macam saja, misal ikan atau daging. Sedangkan
pati boleh lebih dari satu, misal nasi dan perkedel kentang atau nasi
dan bakmi goreng. Perkedel kentang boleh memakai sedikit telur. Bola
daging juga boleh memakai sedikit terigu. Kombinasi dua makanan
tidak serasi masih bisa ditoleransi jika salah satunya dalam porsi yang
jauh lebih kecil.
e. Sayuran harus mendampingi protein dan pati untuk menjaga
keseimbangan asam basa. Porsi sayuran dua atau tiga kali lipat porsi
protein atau pati (kira-kira 75% : 25%). Menu sayuran harus termasuk
sayuran mentah, bisa lalapan, salad, atau jus sayuran mentah.

14
4. CONTOH MENU FOOD COMBINING (carpenter, 2003)
Pagi
1 gelas air putih + sedikit air jeruk nipis/ lemon
1 atau 2 gelas jus buah atau buah potongan

Siang
1 porsi bistik daging masak lada hitam
1 porsi sayuran kukus (wortel & buncis)

Sore
¾ gelas yogurt (acidophilus)/ 1 gelas susu kedelai atau
1 pisang/ 1 porsi koktil buah

Malam
1 porsi nasi
2 potong perkedel tahu
1 porsi cah kailan jamur saus tiram
1 gelas jus wortel

Sebelum tidur
1 cangkir teh herbal + madu

15
KESIMPULAN

1. Food combining adalah metode pengaturan makanan yang diselaraskan


dengan mekanisme alamiah (sistem pencernaan) tubuh kita. Efek pola makan
ini meminimalkan jumlah penumpukan sisa makanan dan metabolisme tubuh
sehingga fungsi pencernaan dan penyerapan zat makanan menjadi lancar dan
pemakain energi tubuh menjadi lebih efisien.
2. Kehidupan modern menempatkan kita pada risiko malnutrisi yang tidak
terdeteksi. Malnutrisi tidak hanya disebabkan kekurangan gizi. Masukan gizi
berlebihan atau tidak seimbang juga dapat menyebabkan malnutrisi.
Kegemukan justru akibat pola makan buruk seperti kebanyakan junkfood,
kelebihan kalori, protein, dan lemak tinggi dan sebagainya.
3. Pola makan dan pola hidup tidak sehat dapat mempengaruhi keseimbangan
metabolisme karena: tidak selaras dengan keseimbangan asam basa tubuh,
tidak selaras dengan cara kerja/kemampuan fungsi perncernaan, dan tidak
selaras dengan siklus sistem pencernaan
4. Agar keseimbangan asam basa tubuh terjaga pada pH 7,3-7,5, komposisi
menu sebaiknya 70% makanan pembentuk basa (alkaline forming foods) dan
30% makanan pembentuk asam (acid forming foods). Pola makan sekarang
justru kebalikannya. Yaitu lebih besar makanan pembentuk asam (nasi dan
aneka lauk daging 80-90%) dan lebih sedikit makanan pembentuk basa (buah
segar dan sayuran 10-20%).
5. Pencernaan manusia tidak mampu mencerna berlebihan dan lebih dari dua
jenis zat gizi utama yang kadarnya sama-sama dominan karena: Setiap
makanan mulai dicerna pada tempat yang berbeda. Pati sudah dimulai di
mulut, sedangkan protein baru mulai di lambung. Setiap makanan dicerna
dalam tempo yang berbeda. Protein sekitar 4 jam, pati 3 jam, sayuran 2 jam,
buah-buahan 10-30 menit, dan lemak 6 jam. Sedangkan kombinasi pati,
protein dan lemak tinggi sekitar 8 jam –di lambung saja.
6. Pati/tepung (hidrat arang kompleks), protein, dan lemak adalah unsur gizi
yang paling dominan mempengaruhi proses pencernaan. Jika semua jenis

16
makanan dikonsumsi bersama-sama, maka total zat pati, protein dan lemak
yang masuk akan menjadi hampir sama dominannya.
7. Pada prinsipnya, pola makan FC adalah salah satu cara termudah untuk
mencapai angka pH ideal 7,35-7,45 yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi
homeostasis. Pola makan FC ini berbasis pada 3 hal sederhana yaitu apa yang
kita makan, waktu makan, dan bagaimana memakannya
8. Food combining mengacu pada ritme biologis dalam mengatur waktu dan
jenis makanan yang tepat dan sesuai kebutuhan tubuh. Ritme biologis atau
biasa disebut Cicardian Rhythm yaitu 12.00-20.00 Waktu Cerna, 20.00-
04.00 Waktu Penyerapan, 04.00-12.00 Waktu Pembersihan
9. Food Combining Bagi Pemula yaitu : Sarapan hanya buah dan tidak
dimakan sesudah/bersama protein dan pati. Jika dimakan sebelum makanan
lain, tunggu 10-30 menit sebelum makanan lain. Protein untuk menu siang
dan pati untuk malam, atau boleh sebaliknya. Keduanya tidak bisa
dikonsumsi jadi satu. Tetapi dalam satu hari kebutuhan protein dan pati tetap
harus dipenuhi. Sayuran harus mendampingi protein dan pati untuk menjaga
keseimbangan asam basa. Porsi sayuran dua atau tiga kali lipat porsi protein
atau pati (kira-kira 75% : 25%). Menu sayuran harus termasuk sayuran
mentah, bisa lalapan, salad, atau jus sayuran mentah.

17
Daftar Pustaka

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka


Utama.Jakarta.

Carpenter Drive, Suite. Sandy Springs. 2003. Food Combining-Beginners. Life


Empowerment Institute. Georgia

Gunawan, A. 2009. Food Combining: Kombinasi Makanan Serasi (Pola Makan


Untuk Langsing & Sehat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kaur,P., Radhakrishnan, E., Rao, S.R., et al. 2010. The Metabolic Syndrome and
Associated Risk Factors in an Urban Industrial Male Population in South
India. JAPI. VOL. 58: 363-366.

Lebang, E. 2015. Food Combining Itu Gampang. Jakarta: Qanita

Wiardani, N.K., Arsana I.W.J. Kejadian sindroma metabolik berdasarakan status


obesitas pada masyarakat perkotaan di Denpasar. 2011. Jurnal Ilmu Gizi.
Vol2 (2) : 129-138.

18

Anda mungkin juga menyukai