Anda di halaman 1dari 127

0

TESIS

PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM


PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH
PENDEKATAN FENOMENOLOGI

PERSONAL TAXPAYER BEHAVIOR IN USING OF e-Filing


INFORMATION SYSTEM : A PHENOMONOLOGICAL
APPROACH

disusun dan diajukan oleh

ADIL SETIAWAN
P3400213037

kepada

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
TESIS

PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM


PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH
PENDEKATAN FENOMENOLOGI

PERSONAL TAXPAYER BEHAVIOR IN USING OF e-Filing


INFORMATION SYSTEM : A PHENOMONOLOGICAL
APPROACH

disusun dan diajukan oleh

ADIL SETIAWAN
P3400213037

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, November 2017

Komisi Penasehat

Ketua Anggota

Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM Dr. Darwis Said, S.E., Ak., M.SA.
NIP 195912081986011003 NIP 196608221994031009

Ketua Program Studi Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin

Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si.


NIP 196305151992031003

ii
TESIS

PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI e-Filing : SEBUAH PENDEKATAN FENOMENOLOGI

disusun dan diajukan oleh

ADIL SETIAWAN
Nomor Pokok P3400213037

Telah dipertahankan di depan Panitia UjianTesis

Pada tanggal, 27 November 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat

Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM. Dr. Darwis Said, S.E., Ak., M.SA.
Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis


Magister Akuntansi Universitas Hasanuddin
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin

Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si. Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, SE.,M.Si

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

nama : ADIL SETIAWAN

NIM : P3400213037

jurusan/program studi : MAGISTER AKUNTANSI

menyatakan dengan ini sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul

PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM PENGGUNAAN SISTEM


INFORMASI e-Filing : SEBUAH PENDEKATAN FENOMENOLOGI

Adalah karya ilimiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/diterbitkan
sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan
dalam sumber kutipan dan pustaka.

Apabila dikemudian hari ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 05 Desember 2017

Yang membuat pernyataan,

ADIL SETIAWAN

iv
PRAKATA

Peneliti panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini disusun guna
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh derajat Starata Dua (S2) Pada
Pasca Sarjana Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.
Peneliti mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya tesis ini. Ucapan awal terima kasih peneliti
kepada Ayah dan Ibu, serta saudara-saudara peneliti yang selalu memberikan
iringan doa dan perhatiannya selama ini.
Pada kesempatan ini pula, peneliti mengucapkan terima kasih atas
bimbingannya kepada bapak Dr. Alimuddin, S.E., Ak., MM. dan bapak Dr. Darwis
Said, S.E., Ak., M.SA. selaku komisi panasihat. Disamping itu, terima kasih juga
kepada tim penguji diantaranya Dr. R. A. Damayanti, S.E., Ak., M.Soc., Sc., CA.,
Prof. Dr. Mediaty, S.E., Ak., M.Si., CA., dan Dr. Yohanis Rura, S.E., Ak., M.SA.,
CA. dan kepada ketua Prodi Maksi FEB., Bapak Dr. H. Hamid Habbe, S.E., M.Si.
yang telah memberikan saran-saran untuk penyempurnaan tesis ini.
Dukunagan teman kuliah, Nur Fadhila Amri, Zulkifli Abu, Abd. Gaffar,
Alfiah Dahlan, Nekstriani, Halim Usman, Hj. Sitti Fatmawati, Muh. Abdi Imam, Ria
Zulkha Ermayda, Muh. Afwan Ismayanto dan Sulfianty. rekan, Dr. Firman Menne,
S.E., M.Si., Ak., CA., Dr. Farida, S.E., M.Si., Ak., CA. dan Dr. Lukman Setiawan,
S.E., M.Si. civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin, Dewi Chairani, S.E., Burhanuddin, Neni, Udin, Jamal, Hatta, Evo,
Limbas, Suaib, H. Tarru, Aso, budi, Safar dan Sahari bulan, dan semua pihak
yang terlibat secara langsung membantu peneliti menyelesaikan tesis ini.
Dukungan, bimbingan dan kepeduliannya dalam proses penyelesaian studi ini.
Terima kasih, itulah kata yang bisa peneliti ucapkan semoga bisa Allah SWT.
melimpahkan keberkahan kepada semua yang telah membantu.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak begitu pula dengan tesis ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang sifatnya membangun akan lebih
menyempurnakan tesis ini.

v
ABSTRAK

ADIL SETIAWAN. Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Penggunaan


Sistem Informasi e-Filing : Sebuah Pendekatan Fenomenologi (dibimbing oleh
Alimuddin dan Darwis Said)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku wajib orang pribadi pajak
dalam penggunaan Sistem Informasi perpajakan (e-filing).

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan


fenomenologi untuk memahami fenomena secara komprehensif dan mendalam
dengan menekankan pada subjektifitas dan pengungkapan inti dari pengalaman
melalui penggabungan antara noema (obyektifitas) dan noesis (subyektifitas)
informan. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan
observasi langsung terhadap informan wajib pajak yang menggunakan sistem
e-Filing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku “enggan” dalam penggunaan


sistem informasi e-Filing disebabkan karena kurangnya pemahaman wajib pajak
terkait penggunaan e-Filing, selain itu Wajib Pajak acuh tak acuh dalam
penggunaan e-Filing karena faktor keisbukkan. Wajib pajak merasa belum
memahami sepenuhnya dalam penggunaan e-Filing, sehingga animo atau minat
wajib pajak untuk menggunakan e-Filing itu sangat rendah. rasa takut yang
dirasakan wajib pajak atas penggunaan e-Filing merupakan dampak dari tidak
tersedianya bandwidth atau kecepatan internet.

Kata kunci: sistem informasi e-filing, perilaku, wajib pajak, SPT Tahunan.

vi
ABSTRACT

ADIL SETIAWAN. Personal Taxpayer Behavior in Using of e-Filing Information


Systems : A Phenomenological Approach (supervised by Alimuddin and Darwis
Said).

This study aims to determine the compulsory personal behavior of the


taxpayer in using taxation information systems (e-filing).

It is qualitative study with phenomenological approach to investigate


comprehensively and in depth the phenomena by focusing on the subjectivity and
core disclosure of experience by merging the noema (objectivity) to noesis
(subjectivity). The data were collected through interview and direct observation of
the taxpayer informants using e-Filing information system.

The study indicates that the "reluctant" behavior in using e-Filing


information system is due to the lack of understanding of the taxpayers of the use
of e-Filing, the taxpayer also ignore the use of e-Filing because of their daily
business factors. Therefore, their interest to use e-Filing system is really low.
They were afraid to use the system because they did not have access to
broadband internet speed.

Keywords: e-filing information system, behavior, taxpayer, tax return.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
ABSTRAK .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ........................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 12
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 12

BAB II PERILAKU DAN PENERIMAAN TEKNOLOGI INFORMASI ....... 14


2.1 Perilaku Atas Penerimaan Sistem Informasi e-Filing ............ 14
2.2 Penerimaan e-Filing Oleh Wajib Pajak .................................. 19
2.2.1 Kemajuan Layanan e-filing ......................................... 21
2.2.2 Teori Perilaku Dalam Implementasi Teknologi Informasi 22
2.2.3 Perilaku Wajib Pajak ................................................... 22
2.2.3.1 Sikap Terhadap Penggunaan e-filing (Attitudes
Toward Use Of e-filing) Dalam Kepatuhan men-
Yampaikan SPT-Tahunan ............................... 26
2.2.3.2 Niat Penggunaan e-filing (IntentionTo Use
e-filing) ........................................................... 29
2.3 Penggunaan Sistem Informasi Pajak .................................... 30
2.3.1 User e-filing ................................................................ 30
2.3.2 e-filing ......................................................................... 32
2.4 Layanan Fiskus Terhadap Wajib Pajak ................................. 36
2.4.1 Kemauan Membayar Pajak ......................................... 37
2.4.2 Kesadaran Membayar Pajak ....................................... 37
2.4.3 Kualitas Layanan terhadap Wajib Pajak ...................... 38
2.5 Mendongkrak Kepatuhan Penyampaian SPT ....................... 39
2.5.1 Inovasi untuk Meningkatkan Kepatuhan ...................... 40
2.5.2 Edukasi dan Mempertegas Sanksi Terhadap
Wajib Pajak ................................................................. 41

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 43


3.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 43
3.2 Fokus Objek Penelitian dan Setting Lokasi ........................... 46
3.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan ................................... 47
3.4 Tahap-Tahap Penelitian ....................................................... 48
3.5 Sumber Data ........................................................................ 50
3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 50
3.7 Alat Bantu Pengumpulan Data .............................................. 53
3.8 Keabsahan dan Kehandalan Penelitian ................................ 54
3.9 Teknik Analisis Data ............................................................. 56

viii
BAB IV KETERBATASAN DAN KURANGNYA PEMAHAMAN MERUBAH
PERILAKU WAJIB PAJAK ATAS PENGGUNAAN e-Filing .... 59
4.1 Pengantar ............................................................................. 59
4.2 Menelisik Pengetahuan Informan dalam menggunakan e-Filing 60
4.2.1 Kurangnya Pemahaman : Enggan penggunaan e-Filing 64
4.2.2 Acuh Tak Acuh Karena Kesibukkan ............................ 66
4.2.3 Rendahnya Minat Wajib Pajak Dalam Penggunaaan
e-Filing ....................................................................... 69
1.2.4 Rasa Takut Yang Menghantui Penggunaan e-Filing ... 73
4.3 Pola Pikir Wajib Pajak Jadi Tantangan Sukseskan e-Filing .. 76
4.4 Ringkasan ............................................................................. 78

BAB V PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS KEWAJIBAN PENGGUNAAN


SISTEM INFORMASI e-Filing .................................................... 82
5.1 Pengantar ............................................................................ 82
5.2 Tumpang Tindih Antara Kewajiban dan Kesulitan Wajib Pajak
Menggunakan e-Filing. ........................................................ 83
5.2.1 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Mendapatkan e-FIN . 84
5.2.2 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Menggunakan e-Filing 87
5.3 Munculnya Persepsi Atas Kewajiban Penggunaan e-Filing .. 91
5.3.1 Persepsi Kebermanfaatan Terhadap Penggunaan
e-Filing ....................................................................... 92
5.3.2 Persepsi Kemudahan Terhadap Penggunaan e-Filing 94
5.3.3 Persepsi Kepuasan wajib Pajak Terhadap Penggunaan
e-Filing ....................................................................... 97
5.4 Kewajiban e-Filing : Kerumitan Dalam Bingkai Ketaatan ...... 99
5.5 Ringkasan ............................................................................ 101

BAB VI KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN


PENELITIAN.............................................................................. 104
6.1 Kesimpulan .......................................................................... 104
6.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................... 106
6.3 Rekomendasi ....................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 109

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi ............................................... 75

x
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendapatan negara yang berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak,

dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara tersebut. dimana

penghasilan tersebut yaitu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya

juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat,

pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Mungkin, masyarakat menganggap

bahwa dengan pungutan pajak dapat mengurangi penghasilan atau kekayaan

individu. Namun justru sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang

kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat, melalui pengeluaran-

pengeluaran rutin, seperti pembayaran gaji pegawai negeri dan pengeluaran-

pengeluaran pembangunan, seperti pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit,

sekolah, dan lain-lain. Selain itu, pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam

rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti subsidi

BBM.

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling potensial.

Ditinjau dari komposisi penerimaan negara, sektor pajak menempati urutan

teratas bahkan per 31 Oktober Tahun 2015 mencapai angka 59,41% atau

sekitar Rp 768,957 triliun, dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai

APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun dari total pendapat negara

(Kementrian Keuangan RI, 2015). Pajak sendiri merupakan sumber

penghasilan negara yang dipungut dari warga Negara Indonesia yang diatur

dalam undang-undang dan bersifat memaksa. Disebabkan pajak memberikan

1
2

konstribusi tertinggi dalam negara maka pemerintah senantiasa melakukan

berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan

penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan reformasi

perpajakan, di antaranya yaitu dengan melakukan reformasi peraturan

Perundang-undangan Perpajakan serta sistem administrasi perpajakan agar

basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang

tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan

sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak (WP). Pajak

dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), di bawah naungan Kementrian

Keuangan Republik Indonesia.

Dalam mengemban tugasnya, DJP memerlukan kecepatan dan ketepatan

data dan informasi mengenai subjek dan objek pajak yang ditangani untuk

menentukan pengenaan pajak terutang. Penanganan data dan informasi

tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan sistem informasi yang baik. Dalam

dunia perpajakan, perkembangan yang terjadi meliputi tidak hanya dalam

kuantitas dan kualitas sistem perpajakan, melainkan meliputi seluruh aspek dari

sistem administrasi perpajakan.

Kemajuan teknologi informasi juga telah banyak mengubah paradigma dan

perilaku manusia modern, sehingga berbagai terobosan terkait dengan aplikasi

teknologi informasi dalam sistem perpajakan terus dilakukan (Ibrahim, 2009:35).

Salah satunya adalah perbaikan business process yang mencakup metode,

sistem, dan prosedur kerja, yang diarahkan pada penerapan full automation

dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Rahayu, 2010:112).

Mengacu pada hal tersebut di atas, tidak mengherankan apabila tahun ini

Pemerintah telah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara


3

Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi melalui e-

filing. Seruan Pemerintah ini hendaknya juga diikuti oleh karyawan BUMN/BUMD

dan juga seluruh tenaga kerja di berbagai sektor, baik profit maupun non-profit.

Dunia dahulu hanya mengenal sistem pembayaran pajak manual, dimana

para petugas pajak mendatangi wajib pajak untuk menagih pajak bagi wajib

pajak. Seiring dengan berjalannya waktu, dikembangkan pula model-model

sistem pemungutan pajak yang lebih efektif, serta efisien dalam hal pemenuhan

asas-asas perpajakannya seperti halnya kepatuhan Wajib Pajak untuk

membayar pajak.

Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat dilihat dari patuh-

tidaknya seorang Wajib Pajak dalam mendaftarkan dirinya, kepatuhan untuk

menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan Wajib Pajak dalam

penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam membayar

tunggakan (Lisa, dkk., 2013:43). Kepatuhan perpajakan meliputi kepatuhan

formal dan kepatuhan material (substansi), dimana kepatuhan formal artinya

melaksanakan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan

kepatuhan material (substansi) berarti SPT itu disampaikan dengan benar

(Danny, 2011).

Masalah kepatuhan Wajib Pajak merupakan masalah masyarakat

dan negara baik di negara maju maupun negara berkembang, sehingga

setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti harus berurusan

dengan pajak agar tidak timbul tindakan penghindaran, pengelakan,

penyelundupan, dan pelalaian pajak (Mahdi, 2012:67 dan Rahayu,

2010:140). Salah satu masalah kepatuhan Wajib Pajak yang menjadi tolak ukur
4

kinerja Dirjen Pajak adalah kepatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan, karena

SPT Tahunan adalah siklus awal dari pekerjaan DJP (Anandita, 2012).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam

menyampaikan atau melaporkan SPT-nya, Direktorat Jenderal Pajak selalu

berupaya mengoptimalkan pelayanan sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib sebagai Wajib Pajak. salah

satunya yaitu dengan menghadirkan sebuah Sistem Informasi Direktorat

Jenderal Pajak (SIDJP) yaitu pengembangan dari Sistem Administrasi

Perpajakan Terpadu (SAPT). SIDJP merupakan suatu sistem informasi dalam

administrasi perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang

dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat yang terdiri dari empat

komponen utama, yaitu: core system; organisasi pendukung yang dapat

dilakukan secara sistem, aplikasi administrasi dan manajemen kasus; workflow

system; serta profil wajib pajak.

SIDJP dirancang untuk mengelola data transaksi wajib pajak seperti

pendaftaran dan pelaporan (e-SPT/e-Filing) yang sifatnya terintegrasi dengan

menggunakan modul - modul utama adminstrasi perpajakan dan database KPP

yang ada di dalam core system informasi. SIDJP bertujuan menyediakan sarana

pendukung terciptanya data wajib pajak yang akurat dengan adanya partisipasi

aktif tiap seksi dalam melakukan monitoring terhadap data wajib pajak. SIDJP

pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar khususnya diharapkan

dapat menghasilkan output dan outcome yang lebih baik dan berkualitas, sesuai

dengan tujuan awal dibangunnya SIDJP.

Sebelum adanya reformasi perpajakan seluruh kegiatan perpajakan

dilakukan secara manual seperti pengisian, pelaporan dan pembayaran yang

dilakukan langsung pada kantor pajak. Kemudahan dalam sistem administrasi


5

perpajakan modern dapat juga diterapkan dalam hal pelayanan administrasi

perpajakan. Contoh nyata dari kemudahan sistem administrasi perpajakan yaitu:

1) Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri secara online dengan menggunakan e-

Registration di manapun berada tanpa harus melalui kantor pajak langsung. 2)

Wajib Pajak dapat juga mengisi SPT dengan memanfaatkan media komputer

secara e-SPT, dengan adanya e-SPT pengiriman data Surat Pemberitahuan

(SPT) dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja baik di dalam maupun di luar

negeri, tidak tergantung pada jam kantor dan dapat pula dilakukan di hari libur

dan tanpa kehadiran Petugas Pajak. 3) Melaporkan SPT secara online melalui

(e-Filing), dalam penggunaan (e-Filing) dapat mengurangi beban proses

administrasi laporan pajak menggunakan kertas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi langkah penerapan bentuk

pelayanan perpajakan berbasis internet dan full automation adalah pemahaman

masyarakat atas teknologi internet dengan menerapkan e-system perpajakan

yang salah satunya adalah ( e-Filing) (Ibrahim, 2009:35 dan Rahayu, 2010:131).

(E-filing) merupakan layanan pengiriman atau penyampaian SPT secara

elektronik baik untuk orang pribadi maupun badan (perusahaan, organisasi) ke

DJP melalui sebuah ASP (Application Service Provider atau Penyedia Jasa

Aplikasi) dengan memanfaatkan jalur internet secara online dan real time,

sehingga Wajib Pajak tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua formulir

laporan dengan gaya pemborosan dan menunggu tanda terima secara manual

yang membutuhkan waktu yang lama (Risal, 2013:45).

Penggunaan (e-Filing) di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan

dengan negara lain (Iwan, 2013 15:48 WIB). Kurangnya minat masyarakat dalam

menggunakan ( e-Filing) dikarenakan masyarakat yang masih belum peka

pada penggunaan teknologi berupa internet, (e-Filing) dianggap mahal dan


6

tidak praktis, masyarakat yang masih kesulitan serta belum mengerti dalam

menggunakan (e-Filing), faktor proteksi keamanan pada media internet yang

relatif masih rendah, serta kapasitas (e-Filing) yang hanya menerima SPT

sekitar 2.000 lampiran per hari (Iwan, 2013; Muktia, 2013; Ahmad, 2014;

Adjat, 2014; Bambang, 2012; dan Kismantoro, 2014).

Pemahaman terhadap hakikat dari minat perilaku sangat diperlukan oleh

DJP untuk meningkatkan intensitas minat perilaku Wajib Pajak dalam

penggunaan e-filing, karena dengan pemahaman terhadap minat perilaku

tersebut, DJP dapat membuat keputusan untuk mengendalikan faktor-faktor

yang mempengaruhi minat perilaku tersebut (Jackson et al.,1997:358).

Selain itu, pemahaman terhadap hakikat dari minat perilaku ini akan memberikan

wawasan bagi DJP dalam mengembangkan strategi khusus untuk meningkatkan

penggunaan sistem e-filing oleh Wajib Pajak (Ibrahim, 2012:2).

Disamping itu, Aplikasi dan layanan (e-Filing) belum diketahui secara luas

oleh masyarakat Indonesia, sehingga Wajib Pajak yang menggunakan (e-

Filing) masih sangat rendah (Kismantoro Petrus, 2014 : 13:07 WIB). Sebagian

Wajib Pajak yang sudah menggunakan (e-Filing) tidak akan melanjutkan

penggunaan sistem tersebut dan akan kembali ke pelaporan secara manual,

dikarenakan (e-Filing) masih sulit digunakan untuk sebagian Wajib Pajak.

Mengapa harus e-filing? e-Filing merupakan bagian dari modernisasi

pajak yang terjadi di seluruh dunia. e-Filing memanfaatkan perkembangan

teknologi internet untuk pelaporan pajak perusahaan maupun pribadi. Media

internet dipilih untuk menjawab tuntutan wajib pajak akan efektifitas dan efisiensi

waktu maupun biaya. Dengan menggunakan media internet pelaporan dapat

dilakukan secara online dan realtime, sehingga memangkas waktu dan biaya

yang timbul dari prosedur-prosedur birokrasi perpajakan. Tidak dapat dipungkiri,


7

e-filing adalah sebuah produk inovasi perkembangan teknologi informasi yang

disediakan untuk memudahkan sekaligus meningkatkan pelayanan kepada para

pembayar pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban

perpajakannya. Dengan e-filing, kegiatan mengisi dan mengirim SPT tahunan

dapat dilakukan dengan mudah dan efisien karena telah tersedia formulir

elektronik di layanan pajak online yang siap memandu para pengguna layanan.

Selain itu, layanan pajak online dapat diakses kapan pun dan dimana pun,

sehingga penyampaian SPT melalui e-filing dapat dilakukan setiap saat selama

24 jam. Dan tentunya, dalam e-filing tidak diperlukan lagi dokumen fisik berupa

kertas-kertas karena semua dokumen akan dikirim dalam bentuk dokumen

elektronik.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT tahunan dengan

menggunakan (e-Filing) tergantung dari kenyamanan Wajib Pajak dalam

penggunaan Sistem Informasi (e-Filing). Olehnya itu perilaku Wajib Pajak

terhadap penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) dapat dipengaruhi oleh

kemudahan Wajib Pajak dalam mengakses atau menggunakan Sistem Informasi

(e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan SPT tahunan. Menurut Titis (2011),

Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut. Dalam hal ini yaitu

e-filing, perilaku penerimaan pengguna untuk menggunakan e-filing ditentukan

oleh minat yang dibentuk dari sikap.

Dalam kesiapan teknologi informasi wajib pajak mempengaruhi keinginan

dalam menggunakan sistem informasi. Dimana akan timbul minat untuk

menggunakan sistem informasi yaitu berupa pelaporan pajak secara elektronik

(e- Filing) apabila pada pribadi individu tersebut bersedia menerima sebuah

teknologi baru dimana teknologi tersebut mampu memiliki manfaat dan memudah

penggunanya dalam pelaporan pajaknya. Oleh karena itu dapat disimpulkan, jika
8

kesiapan teknologi informasi wajib pajak itu semakin banyak yang

memanfaatkan teknologi dari pelaporan elektronik (e-Filling) dikarenakan

sangat membantu dalam proses penggunaannya maka tingkat penggunaan

akan semakin tinggi, sehingga minat penggunaan semakin meningkat. Dalam

peningakatan yang terjadi tersebut akan mempengaruhi penggunaan sistem

secara berkelanjutan.

Dalam tataran teoritik, perilaku wajib pajak dalam penggunaan sistem

informasi (e-Filing), merupakan hal yang sangat mendasar dan menjadi penentu

dalam menentukan keyakinan yang diperoleh menegenai konsekuensi dari suatu

perilaku (Ajzen, 2005). Kalau kita melihat dari sudut pandang perilaku seseorang

dalam menentukan atau memilih apa yang diinginkan untuk mencapai suatu

kepuasan bagi dirinya, hal ini merupakan hal yang lumrah bagi setiap individu

ketika ingin melakukan atau memilih sesuatu sesuai keinginanya, seseorang

tersebut akan memilih apa yang menjadi kesenangan bagi dirinya dan tentunya

ada dorongan yang kuat sehinggan seseorang tersebut dapat menentukan

pilihan atau sikapnya. Sama halnya perilaku wajib pajak dalam menentukan

sikap diterima atau tidaknya penggunaan sistem informasi (e-Filing) dalam

penyapaian SPT Tahunan tergantung dari sistem informasi tersebut apakah

sistem informasi tersebut dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak

karena hal tersebut menjadi penentu sikap seseorang (bagi wajib pajak) diterima

atau tidaknya penggunaan sisitem informasi (e-Filing) dalam penyampaiam SPT

Tahunan.

Terlepas dari sikap atau perilaku seseorang (wajib pajak) menentukan

sikapnya dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing), Dirjen Pajak berharap

penuh agar semua wajib pajak sudah menggunakan Sistem Informasi (e-Filing)

sendiri dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan tanpa harus datang
9

langsung ke KPP Pratama Makassar. Inilah yang menjadi Pekerjaan Rumah bagi

Pemerintah setempat dengan Dirjen Pajak dalam memberikan pelayanan yang

memadai kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak.

Di Era modern ini, tuntutan penggunaan teknologi dari berbagai elemen

Negara untuk penyelenggaraan teknologi yang modern. Seperti kota-kota besar

yang ada di Indonesia salah satunya kota Makassar, dimana kota Makassar

sudah termasuk kota Metropolitan yang seharusnya dapat memberikan

pelayanan yang maksimal bagi masyarakat khususnya dalam pemanfaatan

teknologi dengan mengahadirkan fasilitas-fasilitas yang mendukung jalannya

teknologi modern, seperti, pelayanan internet dengan bandwich yang tinggi,

listrik yang memadai dll. Dengan hal tersebut maka permasalahan dalam

pelayanan secara teknologi modern dapat teratasi. Tidak seperti yang terjadi

dalam pelayanan teknologi modern yang ada di Kota Makassar, contoh, dari segi

pelayanan internet, masih banyak keluhan-keluahan dari masyarakat dalam

penggunaan internet yang jaringan internetnya tidak memadai sehingga keluh

kesah dikeluarkan oleh sebagiaan masyarakat kota Makassar, terlebih khusus

dalam lingkungan Dirjen Pajak atau di KPP Pratama Makassar, Dimana tempat

penelitian yang saya lakukan terkait dengan judul yang saya angkat. salah satu

contoh pelayanan sistem informasi (e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan

SPT Tahunan. Dengan Kondisi yang dirasakan oleh wajib pajak tidak semulus

harapan Dirjen Pajak yang mengharapkan semua wajib pajak sudah

menggunakan sistem informasi (e-Filing) dalam penyampaian atau pelaporan

SPT Tahunan. Tapi apalah daya, karena itu tadi, pelayanan internet tidak

memadai, sehingga ketika wajib pajak ingin melaporkan SPT Tahunan sering

terjadi hang atau error, belum lagi masalah-masalah lain yang dirasakan oleh

wajib pajak secara pribadi dalam penguasaan teknologi, kemudian sistem


10

informasi (e-Filing) yang masih mengharuskan wajib pajak datang langsung ke

KPP Pratama Makassar ketika wajib pajak ingin melakukan regitrasi untuk

mendapatkan e-Fin. ilustarasi atau pendapat saya, “seharusnya sistem informasi

(e-Filing), ketika wajib pajak ingin melakuakan registrasi untuk mendapatkan e-

Fin, cukup dengan menggunakan KTP atau NPWP pada saat login, dengan

begitu wajib pajak tidak harus datang lagi ke KPP Pratama Makassar untuk

mendapatkan e-FIN dengan antrian yang panjang”. Inilah sebagian kecil alasan

kenapa wajib pajak masih harus datang langsung dan mengantri ke KPP

Pratama Makassar untuk menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan,

sehingga pandangan Dirjen Pajak tidak seindah pemandangan yang ingin dilihat

di KPP Pratama Makassar tanpa melihat wajib pajak masih melakukan antrian

panjang dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan, tentunya ini

bukanlah suatu pemandangan yang enak bagi Dirjen Pajak yang ada di KPP

Pratama Makassar.

Fakta yang terjadi dalam pelaporan dan pembayaran pajak khususnya di

lingkungan KPP Pratama Makassar, masih sekitar 47% Wajib Pajak (WP) yang

melaporkan SPT tahunan secara manual dengan datang langsung ke Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan,

dan Konsultasi Pajak (KP2KP), dimana WP terdaftar, (data KPP Pratama

Makassar, 2016). Menurut Dirjen Pajak, angka atau persentase tersebut masih

sangat tinggi dan menjadi masalah besar bagi Dirjen Pajak, karena harapan

Dirjen Pajak semua wajib pajak sudah harus menggunakan e-Filing sendiri tanpa

harus datang lagi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengantri untuk melaporkan

SPT Tahunan. mungkin mereka (wajib pajak) belum mengerti sehingga masih

menggunakan cara manual (Adjat, 2014). Notabenenya salah seorang Wajib

Pajak di KPP Pratama Makassar, mengaku bahwa masih kesulitan dalam


11

menggunakan Sistem Informasi (e-Filing), masih sulit untuk mengakses

pelaporan SPT secara online karena disebabkan jaringan internet yang masih

lambat, sering mengalami kegagalan dalam pengirimanan SPT Tahunan

disebabkan sistem yang masih sering error. Hal ini tentu tidak sejalan dengan

tujuan yang ingin dicapai oleh Dirjen Pajak dari segi pemanfaatan teknologi

informasi dengan adanya SIDJP (e-Filing), dimana sistem informasi ini dirancang

untuk mempermudah Wajib Pajak dalam memberikan informasi pajak secara

efektif, begitupula mengurangi antrian dan menghemat waktu. Bagi Dirjen Pajak,

(e-Filing) dapat mengurangi kesalahan input data karena dilakukan sendiri oleh

Wajib Pajak, mengurangi volume proses penerimaan SPT dan mengurangi

berkas fisik dan dokumen perpajakan.

Oleh karena itu penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan

pendekatan fenomenologi yang meneliti tentang perilaku wajib pajak orang

pribadi dalam Penggunaan Sistem Informasi (e-Filing). Yang dimana Wajib Pajak

masih banyak yang datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk

melaporkan SPT-nya. berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

menggunakan pendekatan kuantitatif, Suryadi (2006), melakukan penelitian

tentang model hubungan kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak

dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak di Jawa Timur, dengan

responden sebanyak 800 Wajib Pajak pembayar pajak terbesar yang terdaftar di

8 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam lingkungan Kerja Kantor Wilayah Dirjen

Pajak Jawa Timur. Dari 8 KPP tersebut masing- masing ditentukan 100

pembayar pajak terbesar yang diurut berdasarkan ranking, sehingga jumlahnya

menjadi 800 Wajib Pajak. Dimana salah satu dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas

SDM dan sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap


12

kinerja penerimaan pajak.

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Perilaku Waib Pajak Orang Pribadi Dalam Penggunaan Sistem

Informasi e-Filing : Sebuah Pendekatan Fenomenologi".

1.2 Pertanyaan Penelitian

Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan menjadi sebuah

keharusan yang rutin dilakukan tiap tahunnya, sehingga pemerintah membangun

sebuah sistem informasi (e-Filing) dengan tujuan untuk mempermudah bagi wajib

pajak dalam menyampaikan SPT tahunannya. namun dalam proses

penyampaian SPT Tahunan masih ada beberapa yang menghambat atau

menjadi masalah dalam penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak sehingga

wajib pajak masih banyak yang memilih untuk datang langsung ke Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pertanyaan yang

ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : bagaimana perilaku

wajib pajak orang pribadi dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) saat

menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, yang dimana wajib pajak masih banyak yang

datang lansung ke KPP Pratama Makassar untuk menyampaikan atau

melaporkan SPT Tahunan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perilaku wajib pajak orang pribadi dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing).

1.4 Kegunaan Penelitian

Harapan peneliti dalam penelitian ini yaitu dapat memberikan manfaat bagi

semua kalangan dan memberikan beberapa kontribusi baik secara teori maupun
13

praktis. Kegunaan secara teoritis maupun praktis yang dapat diperoleh dari hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menggali lebih dalam teori-teori yang

sudah ada seperti, Teori perilaku yang direncanakan (theory of Planned

Behavioral) dan Teori Fenomenologi (Phenomenology Theory) bagi para

akademisi khususnya para peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan

penelitian ini, bahkan diharapkan mampu melahirkan teori/konsep baru

sebagai pengembangan dari teori-teori yang sudah ada yang menjadi acuan

dalam penelitian ini.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) untuk mengetahui kelemahan dari Sistem Informasi (e-Filing) yang

menyebabkan Wajib Pajak (WP) masih banyak yang datang langsung ke

Kantor Pelayanan Pajak (KPP), untuk melaporkan SPT Tahunannya.

3. Dengan hasil penelitian ini diharapkan semua keluhan dari Wajib Pajak

terkait penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) yang masih terdapat banyak

masalah dalam penyampaian SPT Tahunan agar diketahui dan direspon

baik oleh Direktorat Jenderal Pajak.

4. Implikasi praktis dalam penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi

kemudahan bagi WP dalam pengisian dan penyerahan SPT tanpa harus

datang langsung dan mengantri ke KPP Pratama Makassar.


14

BAB II

PERILAKU DAN PENERIMAAN TEKNOLOGI INFORMASI

2.1 Perilaku Atas Penerimaan Sistem Informasi (e-Filing).

Minat atau intensi (intention) adalah keinginan untuk melakukan

perilaku. Menurut Fisbein dan Ajzen (1975), Minat perilaku adalah suatu ukuran

tentang kekuatan tujuan seseorang untuk melakukan tindakan khusus. Dapat

dikatakan, minat perilaku penggunaan e-filing adalah ukuran kekuatan dari minat

seseorang untuk menunjukan perilaku terhadap adanya sistem e-filing. Theory of

Planned Behavior (TPB) didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah

makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin

baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka

sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-

perilaku tertentu.

TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden

terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang

untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia

melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang

penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu

akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena

waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar

kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak

hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya,

mereka mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi

berperilaku. Mereka berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua

14
15

penentu utama, yaitu a) sikap terhadap perilaku dan b) norma subjektif dari

perilaku.

TPB memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali

dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dalam suatu

kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai sepenuhnya di luar kendali.

Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan

apapun untuk menampilkan suatu perilaku. Dalam keadaan ekstrim yang

sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk

mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak

adanya sumber daya atau ketrampilan. Teori ini membuat model prilaku

seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan prilaku. Tujuan prilaku di tentukan

oleh sikap atas prilaku tersebut (Sarana, 2000). Dengan demikian dapat di

pahami reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan

mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan TI, yaitu salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pengguna atas kemanfaatan

dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam

konteks penggunaa TI, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan

kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima

penggunaan Teknologi Informasi.. Tindakan atau perilaku yang dimaksud disini

adalah perilaku dalam menggunakan e-filing.

Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan fasilitas e-Filing ini

dengan maksud untuk menyediakan suatu layanan pelaporan pajak bagi

WP secara online dan realtime. Sistem e-Filing harus memberikan banyak

manfaat, mudah dipahami, bersifat praktis sehingga WP tertarik atau

berminat terhadap e-Filing.


16

Mempertimbangkan fenomena Sistem Informasi (e-Filing) sebagai sistem

yang bisa dikatakan terpopuler di kalangan direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat

ini, maka DJP mengharapkan agar semua Wajib Pajak sudah menggunakan (e-

Filing) dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan. Teknologi dan

komunikasi memang sudah seharusnya digunakan untuk mempermudah

penggunanya. Seperti halnya Sistem Informasi (e-Billing) yaitu pembayaran

pajak secara elektronik. menawarkan kemudahan pembayaran pajak melalui

metode pembayaran elektronik dengan cepat, mudah, nyaman dan fleksibel.

Semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh

Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.

Peran program e-Filing dapat dilihat dari seberapa efektif e-Filing dapat

menghilangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak

dalam melaporkan atau menyampaikan SPT Tahunan (Sri, 2011 : 49). Faktor

tersebut terdiri dari perbedaan perilaku individu, perasaan ketidakadilan,

persepsi risiko rendah dan pengambilan resiko. Faktor pertama adalah faktor

perbedaan individu, wajib pajak yang berusia lanjut atau orang tua cenderung

enggan melakukan e-Filing, mereka lebih suka melaporkan SPT secara manual

atau datang langsung ke kantor pajak, hal ini disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan mereka tentang IT. Selain faktor umur, faktor geografis Wilayah

Makasssar yang merupakan wilayah yang sangat berpengaruh besar terhadap

pengguna e-Filing. kurangnya fasilitas e-Government yang berupa sarana dan

prasana untuk akses internet yang lambat menjadikan masyarakat di Makassar

lebih memilih untuk melaporkan SPT nya secara manual.

Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pengguna Sistem

Informasi e-Filing akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan

Sistem Informasi e-Filing, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah
17

persepsi pengguna atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan e-Filing

sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks penggunaan Sistem

Informasi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan

penggunaan Sistem Informasi e-Filing menjadikan tindakan orang tersebut dapat

menerima penggunaan Sistem Informasi e-Filing. Model TPB yang

dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan prilaku pengguna komputer,

yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), intensitas

(intention) dan hubungan prilaku pengguna (user behavior relationship). Tujuan

model ini untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional

terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu

sendiri. Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap

perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang

adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu

perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut

dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan

mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif,

kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.

Wiethoff (2004) menggunakan TPB sebagai acuan dalam merancang

suatu model pelatihan. Ia mencoba mengaplikasikan TPB untuk mempengaruhi

motivasi belajar dalam suatu program pelatihan. Ia menterjemahkan TPB ke

dalam aspek-aspek yang terkait dengan suatu pelatihan, keberhasilan dan

pengukurannya, meskipun yang dilakukannya masih terbatas pada motivasi

untuk belajarnya saja. Misalnya ia menterjemahkan komponen norma subjektif

(mengenai kehadirannya dalam pelatihan) menjadi persepsi mengenai dukungan

menajemen dan teman sekerja terhadapnya untuk mengikuti pelatihan dan

bagaimana motivasinya untuk mematuhi mereka. Dengan menggunakan


18

asumsi-asumsi dalam TPB, untuk meningkatkan motivasi belajar para

peserta pelatihan, dapat dilakukan melalui peningkatan komponen-komponen

tersebut. Meskipun demikian, dari rancangan yang diajukannya, Wienthoff juga

masih mempertanyakan bagaimana hasil pelatihan nanti akan ditransfer ke

tempat kerja.

Dari perspektif penggunaan sistem informasi (e-Filing) bagi wajib pajak

yang masih kurang paham dalam penggunaan sistem informasi tersebut, maka

perlu adanya pelatihan khusus atau sosialisasi terkait penggunaan sistem

informasi (e-Filing) bagi wajib pajak secara merata. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Wietholf (2004), yang dimana ia mencoba mengaplikasikan TPB

untuk mempengaruhi motivasi belajar dalam suatu program pelatihan. Sebab

penelitian kali ini akan menguak permaslahan yang terjadi dalam penggunaan

sistem informasi (e-Filing) bagi wajib pajak, nah salah satu maslah yang dihadapi

oleh wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing) dalam pelaporan

SPT Tahunan yaitu kurangnya pengetahuan dalam penggunaan sistem informasi

tersebut, maka penelitian kali ini, peneliti akan mencoba menerapkan teori TPB

dalam mengatasi salah satu masalah yang dirasakan oleh wajib pajak yaitu

dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi khusus terkait penggunaan

sistem informasi (e-Filing), walaupun masih banyak masalah-maslah yang

dirasakan oleh wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi (e-Filing), yang

peneliti akan kuak dalam penelitian kali ini, namun peneliti hanya memberikan

salah satu konstruk penerapan TPB dalam pelatihan atau sosialisasi untuk

mengatasi masalah bagi wajib pajak yang belum memahami sepenuhnya dalam

penggunaan sistem informasi (e-Filing).

Sambuu and Chuluunbat (2010 : 183-188) melakukan penelitian tentang

inisiatif e-government di Mongolia dan menyoroti kebutuhan untuk modernisasi


19

sistem informasi, inisiatif yang dimaksud adalah kontribusi untuk modernisasi

sistem informasi pajak seperti data-sharing protokol antara instansi pemerintah

dan Bank Dunia. penelitian ini juga menjelaskan dampak positif dari perbaikan

sistem Informasi Pajak dalam sistem pajak dan pelaksanaan keseluruhan e-

governance di Mongolia. Serta menyajikan tantangan masa depan modernisasi

sistem pajak dan rekomendasi yang berkaitan, tidak hanya untuk sistem

informasi administrasi pajak baru, tetapi juga pengembangan e-government

umum. sebagai lembaga utama penanganan dengan pendaftaran wajib pajak

orang pribadi dan bisnis, administrasi pajak dapat menjadi sumber yang baik di

mana lembaga pemerintah lainnya dapat mengandalkan untuk data yang akurat

pendaftaran dan informasi terkait yang pada gilirannya, dapat sangat berguna

dalam meningkatkan pelayanan dari pemerintah baik melalui cara tradisional

atau elektronik.

2.2 Penerimaan e-Filing Oleh Wajib Pajak

Fenomena yang terjadi di KPP Pratama Makassar mengenai aplikasi e-

Filing yaitu walaupun aplikasi e-Filing bertujuan untuk memudahkan Wajib Pajak

untuk melaporkan Surat Pemberitahuannya tetapi masih banyak Wajib Pajak

yang memilih menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan cara datang

langsung ke KPP Pratama Makassar. Wajib Pajak merasa takut ketika mereka

menggunakan aplikasi e-Filing bermasalah dengan jaringan error dan akses

yang kurang fleksibel memungkinkan data yang mereka masukan tidak

terekam, hilang dan justru tidak masuk ke database DJP, sehingga

mengancam kemanan data dari setiap Wajib Pajak (Ayi, 2015).

Penggunaan e-Filing ini dilakukan bertujuan agar Wajib Pajak

memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehingga pemenuhan

kewajiban perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk


20

menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat

dicapai (Dewi, 2009). Dewi pun mengungkapkan bahwa tujuan utama dari

pelaporan e-Filing adalah memangkas biaya dan waktu Wajib Pajak untuk

mempersiapkan, memproses dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara benar dan tepat waktu.

Sebelum melakukan pembayaran pajak, wajib pajak harus melaporkan

terlebih dahulu jumlah pajak yang terhutang melalui surat pemberitahuan pajak

(SPT) secara online yaitu dengan menggunakan Sistem Informasi (e-Filling).

Surat pemberitahuan ini berisi informasi perpajakan yang benar dan akurat

mengenai besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak

Persepsi tentang kemudahan penggunaan sebuah teknologi didefinisikan

sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut

dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Arief, 2006). Persepsi

kemudahan penggunaan menjadi penentu suatu sistem dapat diterima atau

tidak, Wajib Pajak yang beranggapan bahwa e-Filing itu mudah digunakan

akan mendorong mereka untuk terus menggunakan sistem tersebut,

kemudahan yang diberikan oleh e-Filing akan menyebabkan Wajib Pajak

senang dalam menggunakannya dan akan mengesampingkan kekurangan yang

ada dalam e-Filing (Hastuty, 2006).

E-Filing juga sangat menguntungkan Wajib Pajak antara lain

memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT dengan biaya

cenderung lebih murah dibanding secara manual dan dengan proses yang

lebih cepat karena Wajib Pajak merekam sendiri Surat Pemberitahuannya

sehingga bisa lebih akurat, efektif dan efisien (Livari, 2005).

Suryadi (2006), melakukan penelitian tentang model hubungan kausal

kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak dan pengaruhnya terhadap


21

kinerja penerimaan pajak di Jawa Timur dengan responden sebanyak 800 Wajib

Pajak pembayar pajak terbesar yang terdaftar di 8 Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) dalam lingkungan Kerja Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur. Dari 8

KPP tersebut masing- masing ditentukan 100 pembayar pajak terbesar yang

diurut berdasarkan ranking, sehingga jumlahnya menjadi 800 Wajib Pajak. Hasil

penelitian menunjukkan, kesadaran wajib pajak yang diukur dari persepsi wajib

pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan

perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak.

Pelayanan perpajakan yang diukur dari ketentuan perpajakan, kualitas SDM dan

sistem informasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja

penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak,

penegakan hukum dan kompensasi pajak berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan pajak.

2.2.1 Kemajuan Layanan E-Filing

Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Dirjen Pajak Iwan Djuniardi

menyatakan bahwa sejak diluncurkan pada tahun 2004 perkembangan sistem e-

filing terus mengalami kemajuan. Menurut Iwan Djuniardi pada tahun 2004, wajib

pajak hanya dapat mengakses sistem e-filing melalui perusahaan penyedia jasa

aplikasi (Application Service Provider) seperti www.pajakku.com,

www.laporpajak.com, www.layananpajak.com serta www.spt.co.id. Sejak tahun

2012 wajib pajak telah dapat mengakses sistem e-filing melalui website resmi

Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) (Syukro, 2013).

Pada tahun 2015 wajib pajak dapat menggunakan e-filing dalam

penyampaian SPT melalui aplikasi mobile android untuk e-filing Surat

Pemberitahuan (SPT) 1770 SS. Aplikasi ini dapat memberikan kemudahan

dalam pengisian dan penyampaian SPT karena wajib pajak dapat lebih praktis
22

menggunakan android yang mudah dibawa kemana-mana, sehingga tidak

perlu menggunakan perangkat komputer untuk menggunakan e-filing. Aplikasi e-

filing dapat diunduh melalui aplikasi android yaitu Play Store dengan kata kunci

„efiling 1770 SS atau melalui browser dengan menggunakan link

https://play.google.com/store/apps/details?id=id.go. pajak.efiling. (Kemenkeu,

2015). Untuk meningkatkan kualitas layanan e-filing, Direktorat Jenderal Pajak

menyediakan tutorial penggunaan e- filing untuk SPT 1770 S dan SPT 1770 SS.

2.2.2 Teori Perilaku dalam Implementasi Teknologi Informasi

Malone (1997) dalam Laudon dan Laudon (2005), berdasarkan teori

keperilakuan, diajukan teori yang mengatakan bahwa teknologi informasi mampu

mengubah hierarki dari pengambilan keputusan pada organisasi dengan cara

menekan biaya yang diperlukan oleh informasi dan memperluas distribusi

informasi. Terkait dengan e-filing, dengan diciptakannya e-filing dalam DJP

dapat merampingkan posisi-posisi dalam organisasi tersebut. Teknologi

informasi mampu membawa informasi langsung dari unit-unit operasi ke atasan,

dengan demikian mengurangi pekerja data yang terkait. Teknologi informasi juga

dapat mendistribusikan informasi secara langsung kepada para pekerja di

level yang lebih rendah. Aspek keperilakuan dalam impelementasi teknologi

informasi berkaitan juga dengan penerimaan pengguna terhadap teknologi

informasi yang diterapkan. Beberapa model telah dibangun untuk menganalisis

dan memahami faktor-faktor diterimanya penggunaan teknologi informasi.

Salah satu teori penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi informasi

disebut dengan TAM.

2.2.3 Perilaku wajib pajak

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of

Reasoned Action (TRA). Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap
23

perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan

subjective norms Fishbein dan Ajzen, (1975), sedangkan dalam TPB

ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral control (Ajzen, 1991).

TPB sangat sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku di dalam

kewirausahaan. Sebagaimana dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa TPB is

suitable to explain any behavior which requires planning, such as

entrepreneurship (TPB cocok untuk menjelaskan perilaku apa pun yang

memerlukan perencanaan, seperti kewirausahaan).

Manusia biasanya berperilaku dengan cara yang masuk akal, mereka

mempertimbangkan perilakunya berdasarkan informasi yang tersedia, dan

secara implisit atau eksplisit juga mempertimbangkan akibat dari tindakan

mereka Ajzen, (2006). Ajzen (2005) menjelaskan, perilaku didasarkan faktor

kehendak yang melibatkan pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan atau

tidak melakukan suatu perilaku; dimana dalam prosesnya, berbagai

pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku.

TPB ini menggunakan tiga konstruk sebagai anteseden dari intensi, yaitu

sikap kita terhadap perilaku tersebut, norma subjektif, dan perasaan kita

mengenai kemampuan mengontrol segala sesuatu yang mempengaruhi apabila

hendak melakukan perilaku tersebut. Sehingga konstruk yang digunakan dalam

menyusun aitem-aitem berbasis TPB selayaknya diperoleh dari studi

pendahuluan. niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1)

Behavioral Beliefs atau sikap terhadap perilaku ini ditentukan oleh keyakinan

yang diperoleh mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau disebut juga

behavioral beliefs Ajzen (2005). Belief berkaitan dengan penilaian-penilaian

subjektif seseorang terhadap dunia sekitarnya, pemahaman mengenai diri dan

juga lingkungannya. Bagaimana cara mengetahui belief ini? Nah ternyata dalam
24

teorinya TPB ini, Ajzen cerita bahwa belief dapat diungkap dengan cara

menghubungkan suatu perilaku yang akan kita prediksi dengan berbagai

manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila kita melakukan atau tidak

melakukan perilaku itu. Keyakinan ini dapat memperkuat sikap terhadap perilaku

itu apabila berdasarkan evaluasi, diperoleh data bahwa perilaku itu dapat

memberikan keuntungan bagi kita pelakunya. (2) normatif beliefs, yaitu

keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi

harapan tersebut (normatif beliefs and motivation to comply). sikap terhadap

perilaku merupakan fungsi dari keyakinan terhadap perilaku yang akan dilakukan

(behavioral belief) maka norma subjektif adalah fungsi dari keyakinan seseorang

ini yang diperoleh atas pandangan orang-orang lain yang berhubungan

dengannya dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal

yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control

beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan

menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Persepsi kontrol perilaku

atau disebut saja kontrol perilaku adalah perasaan seseorang mengenai mudah

atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Untuk

menjelaskan mengenai perasaan yang berkaitan dengan kontrol perilaku ini,

Ajzen membedakannya dengan locus of control atau pusat kendali yang

dikemukakan oleh Rotter‟s. Pusat kendali berkaitan dengan keyakinan

seseorang yang relatif stabil dalam segala situasi. Persepsi kontrol perilaku dapat

berubah tergantung situasi dan jenis perilaku yang akan dilakukan. Pusat kendali

berkaitan dengan keyakinan individu bahwa keberhasilannya melakukan segala

sesuatu tergantung pada usahanya sendiri (Rotter‟s, 1966). Jika keyakinan ini

berkaitan dengan pencapaian yang spesifik, misalnya keyakinan dapat


25

menguasai keterampilan menggunakan komputer dengan baik disebut kontrol

perilaku (perceived behavioral control).

Konsep lain yang agak dekat maksudnya dengan persepsi kontrol

perilaku adalah self efficacy atau efikasi diri yang dikemukakan Bandura (dalam

Ajzen, 2005). Efikasi diri adalah keyakinan individu untuk berhasil menguasai

ketrampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Konsep

persepsi kontrol perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen ini banyak sekali

dipengaruhi oleh riset yang dilakukan oleh Bandura mengenai efikasi diri.

Dalam TPB, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa persepsi kontrol

ditentukan oleh keyakinan individu mengenai ketersediaan sumberdaya berupa

peralatan, kompatibelitas, kompetensi, dan kesempatan (control belief strength)

yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan diprediksi dan besarnya

peran sumber daya tersebut (power of control factor) dalam mewujudkan perilaku

tersebut. Semakin kuat keyakinan terhadap tersedianya sumberdaya dan

kesempatan yang dimiliki individu berkaitan dengan perilaku tertentu dan

semakin besar peranan sumberdaya tersebut maka semakin kuat persepsi

kontrol individu terhadap perilaku tersebut.

Individu yang mempunyai persepsi kontrol tinggi akan terus terdorong dan

berusaha untuk berhasil karena ia yakin dengan sumberdaya dan kesempatan

yang ada, kesulitan yang dihadapinya dapat diatasi. Misalnya jika ada dua orang

yang sama-sama ingin belajar menggunakan komputer, walaupun keduanya

mencoba dan berlatih, individu yang mempunyai kontrol perilaku tinggi tahu

mengenai tindakan yang perlu diambilnya pada saat mengalami kesulitan. Ia

tahu mengenai beberapa hal yang perlu dipersiapkan, kepada siapa ia meminta

bantuan apabila mengalami kesulitan sehingga individu ini akan terus berusaha

lebih keras. Itulah sebabnya Ajzen (2005) mengemukakan bahwa kontrol perilaku
26

ini bersama dengan intensi erat hubungannya dengan dilakukan atau tidak

dilakukannya sebuah perilaku.

Penelitian dari Tarjo dan Indra Kusumawati (2006) meneliti tentang

analisis perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap pelaksanaan Self

Assessment System. Hasilnya penerapan Self assessment system di

Bangkalan belum berjalan secara baik, meski pada fungsi membayar sudah

baik. Untuk fungsi melapor WP sudah melaksanakan fungsinya, namun mereka

melapor bukan karena kesadaran tapi karena adanya denda. Dari fungsi fiskus,

self assessment system yang diterapkan di Bangkalan belum berjalan dengan

baik, ini dibuktikan dengan informasi tentang penyuluhan yang tidak merata.

Selain itu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh fiskus sulit diukur dari

persepsi WP. Untuk fungsi pelayanan, ternyata mereka sering datang ke KPP

adalah WP yang fungsi perhitungannya dilakukan oleh fiskus.

2.2.3.1 Sikap Terhadap Penggunaan e-filing (Attitudes Toward Use of

e -filing) dalam kepatuhan menyampaikan SPT-Tahunan.

Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti

sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu Ismail & Zain,

(2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau

negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.

Menurut Gagne dan Briggs dalam Ajzen, (2002), sikap merupakan suatu

keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu

terhadap objek, orang atau kejadian tertentu. Sikap merupakan kecenderungan

kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk berespon secara positif

maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep atau seseorang. Sikap

merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah
27

laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek Eagly & Chaiken,

(1993).

Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari

keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang

diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan

terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa

atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu

perilaku. Dengan kata lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku

dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki

sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan Theory Of Planned Behavior, seseorang yang percaya

bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang positif

akan memiliki sikap favorable terhadap ditampilkannya perilaku, sedangkan

orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu akan

mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan memiliki sikap unfavorable

Ajzen, (1988). Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu Penelitian yang

dilakukan Amoroso dan Gardner (2004) menemukan bahwa pengguna mungkin

memiliki sikap yang positif jika mereka percaya bahwa penggunaan

teknologi akan meningkatkan kinerja dan produktivitas mereka. Studi dari Lee

et al (2003) juga menyatakan bahwa sikap berpengaruh signifikan positif

terhadap penggunaan teknologi. Dengan adanya sikap yang positif dari

pengguna saat menggunakan suatu teknologi dalam hal ini e-filing maka

kecenderungan untuk memakai e-filing akan selalu ada dibandingkan dengan

pengguna yang memiliki sikap negatif. oleh Erwin (2009) dalam penelitiannya

yang berjudul “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”. Beberapa kesimpulan

dari hasil penelitian adalah Endang Novi Hastuty dan Siti Ismijati Jenie (2006)
28

sebagai berikut. Pertama, persepsi kontrol perilaku tidak signifikan berpengaruh

langsung pada kepatuhan pajak. Kedua, persepsi kontrol perilaku mempunyai

pengaruh positif yang signifikan terhadap niat. Ketiga, kondisi keuangan

mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Kepatuhan Pajak.

Keempat, kondisi fasilitas perusahaan mempunyai pengaruh positif yang

signifikan terhadap kepatuhan pajak. Kelima, kondisi iklim organisasi

mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan pajak. Keenam,

niat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pajak.

Endang dan Siti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi

Elektronik Filing Sistem (E-Filing) Dalam Praktek Perpajakan Di Indonesia”.

Penelitiannya menyimpulkan bahwa e-filing belum cukup efisien bagi wajib

pajak sampai dengan diberlakukannya hukum telematika (cyberlaw) karena

dengan diberlakukannya hukum telematika (cyberlaw) yang mengatur

keabsahan dokumen yang ditandatangani secara elektronik maka wajib pajak

tidak lagi diwajibkan menyampaikan induk surat pemberitahuannya kembali.

Sri dan Ita (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

(Survei Atas Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Bandung “X”). Hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan

modern pada perpajakan modern tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Alabede, Ariffin, dan Idris (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “The

Moderating Effect of Financial Condition on The Factors Influencing Tax Payers‟

Compliance Behaviour in Nigeria”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa

kondisi finansial terbukti memiliki efek moderasi. Tingkat kepatuhan wajib pajak

sangat dipengaruhi oleh determinannya


29

Saipei dan Abdullah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “The

Compliance Cost of The Personal Income Taxation in Malaysia”. Hasil penelitian

tersebut menunjukan bahwa biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh wajib

pajak perorangan adalah biaya waktu untuk menyimpan data-data atau dokumen

perpajakan. Apabila mengacu pada biaya moneter, maka biaya terbesar yang

harus dikeluarkan wajib pajak adalah biaya untuk menyewa konsultan pajak.

indikator dari sikap terhadap penggunaan (attitude toward using) terdiri dari:

1. Metode atau ide yang baik adalah penilaian wajib pajak bahwa

menggunakan e-filing merupakan metode yang baik dalam melaporkan pajak.

2. Disukai adalah penilaian bahwa menggunakan e-filing disukai oleh wajib pajak

untuk melaporkan pajaknya.

3. Menyenangkan adalah penilaian wajib pajak bahwa menggunakan e-filing

akan menjadi pengalaman yang menyenangkan

2.2.3.2 Niat Penggunaan E-Filing (Intention To Use E-Filing)

Dalam TPB (Theory Planned Behavior), niat penggunaan adalah suatu

ukuran mengenai kemauan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Berdasarkan penelitian terdahulu, indikator untuk mengukur niat penggunaan e-

filing adalah sebagai berikut :

1. Berencana atau melanjutkan penggunaan adalah adanya rencana

penggunaan e-filing bagi wajib pajak yang belum menggunakannya.

Sedangkan bagi wajib pajak yang telah menggunakan e- filing akan

melanjutkannya di masa mendatang.

2. Menjadi prioritas adalah wajib pajak lebih memilih menggunakan e-filing

dibandingkan secara manual dalam melaporkan pajaknya.

3. Menginformasikan kepada orang lain adalah wajib pajak akan

merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan e-filing.


30

2.3 Penggunaan Sistem Informasi Pajak

2.3.1 User (e-filing)

Pengguna (e-filing) adalah Wajib Pajak, sebagaimana dijelaskan dalam

Undang-Undang No. 28/2007 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-

Undang No. 6/1983 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Wajib Pajak dibedakan menjadi tiga (Muldjono, 2008 : 1) yaitu :

1. Wajib Pajak Pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki

penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap

orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam Undang-Undang.

2. Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik

daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi,

dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk

badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3. Wajib Pajak Bendaharawan adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, Lembaga Negara

lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri, yang

membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan


31

nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan

objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan

kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada

wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang

dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Bisa dikatakan NPWP

merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan

sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Oleh karena itu, setiap

wajib pajak dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan

mencantumkan NPWP pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak

untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak

dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT dibedakan menjadi

dua, yang pertama SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa yaitu surat

pemberitahuan yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran

pajak bulanan. Ada beberapa jenis pelaporan SPT Masa yaitu PPh pasal 21,

PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh pasal 4 (2), PPh

pasal 15, PPN dan PPnBM. Sementara SPT Tahunan yaitu Surat

Pemberitahuan yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Dalam penelitian ini

yang diteliti adalah pelaporan SPT Masa yang dilakukan oleh Wajib Pajak

Badan.
32

2.3.2 (e-filing)

(e-filing) adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) baik

SPT Masa, maupun SPT Tahunan atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT

Tahunan oleh Orang Pribadi maupun Badan ke Direktorat Jenderal Pajak yang

dilakukan secara online dan realtime melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau

Application Service Provider (ASP). Online berarti bahwa wajib pajak dapat

melaporkan pajak melalui internet dimana saja dan kapan saja, sedangkan kata

realtime berarti bahwa konfirmasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

dapat diperoleh saat itu juga apabila data-data Surat Pemberitahuan (SPT) yang

diisi dengan lengkap dan benar telah sampai dikirim secara elektronik.

Pada awalnya terjadi kesimapangsiuran mengenai angka-angka

penerimaan pajak yang disampaikan antara satu pejabat dengan pejabat lain

termasuk Departemen Keuangan. Hal ini rupanya disebabkan sistem Modul

Penerimaan Negara (MPN) yang merupakan sistem informasi di Departemen

Keuangan yang mengintegrasikan penerimaan DJP, Direktorat Jenderal Bea

Cukai, serta pengeluaran Direktorat Jenderal Anggaran belum solid

(Wiyono,2008). Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

mensosialisasikan fasilitas baru untuk pelaporan pajak yaitu (e-filing), dalam

rangka untuk meminimalisasi ketidakakuratan sistem yang terjadi oleh MPN.

Secara garis besar (e-filing) juga sangat menguntungkan Wajib Pajak antara lain

memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT dengan biaya

cenderung lebih murah dibanding secara manual dan dengan proses yang lebih

cepat karena wajib pajak merekam sendiri Surat Pemberitahuannya sehingga

bisa lebih akurat, efektif dan efisien. Serta dengan adanya data silang

pajak akan menciptakan keadilan pajak dan transparansi sehingga dapat

meminimalisasi segala kecurangan, kebocoran dan penyimpangan dalam


33

penerimaan pajak.

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008

tentang “Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dan Penyampaian

Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik

(e filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)” sebelumnya ada

beberapa hal yang perlu diketahui mengenai alat kelengkapan (e-filing) yaitu

meliputi :

1. Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan yang telah ditunjuk

dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat

menyalurkan penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT

Tahunan secara elektronik ke DJP. Perlu diketahui bahwa tidak semua

Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) diperkenankan untuk bertindak

sebagai mediator, melainkan hanya ASP yang telah memenuhi syarat dan

ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak saja. Adapun syarat-syarat yang

harus dipenuhi oleh Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi adalah sebagai

berikut:

a. Berbentuk badan

b. Memiliki izin usaha penyedia jasa aplikasi

c. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

d. Menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Menurut Novarina (2005) terdapat 17 Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi

(ASP) yang telah ditunjuk oleh DJP, namun baru 8 ASP yang sudah aktif melalui

websitenya masing-masing, yaitu :

a. http://www.tax-tel.com

b. http://pajakmandiri.com
34

c. http://mitrapajak.com

d. http://www.spt.co.id

e. http://www.pajakku.com

f. http://laporpajak.com

g. http://setorpajak.com

h. http://www.ic-rekayasa.co.id/espt/default.html

2. Electronic Filing Identification Number (e-FIN) adalah nomor identitas

yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar

kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-

Filing.

3. Digital Certificate (DC) adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang

memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status

subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Sertifikat ini digunakan untuk proteksi

data SPT dalam bentuk encryption (pengacakan) yaitu hanya bisa dibaca

oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan DJP)

dan dengan nama serta NPWP tertentu pula. Sehingga terjamin

kerahasiaannya.

4. e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat

oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan

oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan tata cara dalam penggunaan (e-filing) :

a) Pengajuan permohonan untuk mendapatkan e-FIN (Electronic

Filing Identification Number) :

1) Wajib Pajak mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk

mendapatkan Electronic Filing Identification Number (e-FIN), dengan


35

mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak terdaftar sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal

Pajak, dengan melampirkan Fotocopy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak

atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Namun jika Wajib Pajak

adalah Pengusaha Kena Pajak maka disertai dengan Surat

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

2) Permohonan sebagaimana dimaksud diatas disetujui apabila

alamat yang tercantum pada permohonan adalah sama dengan

alamat yang tercantum dalam masterfile (database) Wajib Pajak

di Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan harus memberikan

keputusan atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak untuk

memperoleh Electronic Filing Identification Number (e-FIN) paling lama

2 (dua) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

4) Jika e-FIN hilang, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

pencetakan ulang dengan syarat menunjukkan kartu NPWP atau Surat

Keterangan Terdaftar yang asli. Dan dalam hal Pengusaha Kena Pajak

harus menunjukkan Surat Pengusaha Kena Pajak yang asli.

b) Pendaftaran

1) Wajib Pajak yang sudah mendapatkan e-FIN dapat mendaftar

melalui ASP yang telah ditunjuk resmi oleh DJP

2) Setelah Wajib Pajak mendaftarkan diri, ASP akan memberikan :

a. User ID dan Password

b. Aplikasi e-SPT disertai dengan petunjuk penggunaan dan

informasi lainnya

c. Sertifikat (digital certificate) yang diperoleh dari DJP berdasarkan


36

e-FIN yang didaftarkan oleh Wajib Pajak pada ASP. Digital

Certificate ini akan berfungsi sebagai pengaman data Wajib Pajak

dalam setiap proses (e-filing)

c) Penyampaian e-SPT secara (e-filing)

1) Dengan menyampaikan aplikasi e-SPT yang telah di dapat maka

Surat Pemberitahuan (SPT) dapat diisi secara offline oleh Wajib Pajak

2) Setelah pengisian SPT lengkap maka Wajib Pajak dapat mengirimkan

secara online ke Direktorat Jenderal Pajak melalui ASP.

Kemudian Wajib Pajak berhak menerima tanda bukti elektronik yang diberikan

oleh DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak meliputi nama, Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP), tanggal transaksi, jam transaksi, Nomor Tanda Terima

Elektronik (NTTE), Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), serta nama

Perusahaan Penyedia Aplikasi (ASP) yang tertera pada hasil cetakan SPT Induk

dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

2.4 Layanan Fiskus Terhadap Wajib Pajak

Pelayanan berkualitas yang diberikan kepada wajib pajak antara lain:

Pertama, prosedur administrasi pajak dibuat sederhana agar mudah dipahami

oleh semua wajib pajak, pendaftaran NPWP, adanya sistem informasi

perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, sehingga sistem ini pelayanan

prima kepada wajib pajak menjadi semakin nyata. Kedua, petugas pajak atau

Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam skill, knowledge, dan experience

dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan

perpajakan, pelayanan petugas bank tempat pembayaran wajib melayani dan

memberikan penjelasan terhadap wajib pajak dengan ramah agar wajib pajak

benar-benar paham sesuai yang diharapkan atau diinginkan. Ketiga, KPP

memberikan kemudahan dalam pembayaran yang dilakukan melalui e-Banking


37

yang bisa dilakukan dimana saja, Penyampaian SPT melalui drop box yang

dapat dilakukan dimana saja, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar,

disediakan sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-Filling. NPWP yang dapat

dilakukan secara online melalui e-Register dari website pajak. Keempat, KPP

memberikan perluasan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), dengan perluasan ini

dapat meningkatkan pelayanan wajib pajak dengan menetapkan suatu

pelayanan yang terpadu untuk setiap KPP, sehingga dapat memberikan

pelayanan kepada wajib pajak tanpa harus mendatangi masing-masing seksi.

Seperti penelitian yang dilakukan Wiyono (2008) terhadap para wajib pajak yang

telah mencoba atau menggunakan e-filing di Indonesia menunjukkan hasil bahwa

persepsi kemudahan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kegunaan

teknologi. Kemudahan pengguna akan mempengaruhi penggunaan sistem e-

filing. Jika pengguna menginteroretasikan bahwa sistem e-filing mudah

digunakan maka penggunaan sistem akan tercapai.

2.4.1 Kemauan Membayar Pajak

Konsep kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) diartikan

suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan

peraturan) digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara dengan

tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung (Vanessa dan

Hari;2009). Kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada

wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak. (Devano dan

Rahayu 2006).

2.4.2 Kesadaran Membayar Pajak

kewajiban pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat muncul

persepsi positif terhadap pajak. Meningkatnya pengetahuan perpajakan


38

masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan

berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak.

Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan

ekonomi akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam

tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Penyuluhan pajak yang

dilakukan secara intensif dan kontinyu akan dapat meningkatkan pemahaman

wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud kegotong royongan

nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan

dan pembangunan nasional (Suryadi,2006). Meskipun sistem pemungutan pajak

self assessment system sudah dijalankan. Namun dalam prakteknya sulit berjalan

sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan disalahgunakan. Hal ini dapat dilihat

dari banyaknya wajib pajak yang dengan sengaja tidak patuh, kesadaran wajib

pajak yang masih rendah atau kombinasi keduanya, sehingga membuat wajib

pajak enggan melaksanakan kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan

dan kesadaran wajib pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah mereka

yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mereka yang

melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya. (Sadhani, 2004 dalam

Tarjo dan Indra Kusumawati, 2006).

2.4.3 Kualitas Layanan terhadap Wajib Pajak

Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan

kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang

dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Pelayanan

perpajakan dibentuk oleh dimensi kualitas sumber daya manusia (SDM),


39

ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan.

Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan

terpenuhi bilamana SDM melakukan tugasnya secara profesional, disiplin, dan

transparan. Dalam kondisi wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang

diberikan kepadanya, maka mereka akan cenderung akan melaksanakan

kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila

ketentuan perpajakan dibuat sederhana, mudah dipahami oleh wajib pajak,

maka pelayanan perpajakan atas hak dan kewajiban mereka dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien. Dengan demikian sistem informasi perpajakan dan

kualitas SDM yang handal akan menghasilkan pelayanan perpajakan yang

semakin baik.

2.5 Mendongkrak Kepatuhan Penyampaian SPT

Oleh Budi, pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI*

Salah satu hajatan tahunan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)

adalah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan, yang harus

disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi paling lambat 31 Maret dan Badan

Usaha paling lambat 30 April. Sejak awal tahun, petugas pajak mulai disibukkan

dengan berbagai kegiatan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan penyampaian

SPT. Kegiatan yang dilakukan antara lain himbauan agar wajib pajak segera

mengisi SPT sebelum jatuh tempo melalui berbagai media, kampanye

simpatik dan sosialisasi penyampaian SPT, penempatan drop box SPT di

perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan, sampai seremonial penyampaian

SPT oleh kepala negara dan para pejabat tinggi pemerintah.

Tahun ini, penyampaian SPT oleh Presiden Joko Widodo dilaksanakan

pada 19 Maret 2015 di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak. Sebelumnya,

Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menyampaikan SPT pada akhir Februari lalu
40

di Makassar. Penyampaian kewajiban pajak oleh Presiden dan Wakil Presiden

tersebut diharapkan menjadi teladan kepatuhan kewajiban pajak di Indonesia.

2.5.1 Inovasi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Tingkat kepatuhan SPT merupakan syarat utama bagi tercapainya target

penerimaan pajak. Terlebih, pada tahun 2015 Dirjen Pajak menanggung target

penerimaan pajak sebesar Rp1.489,3 triliun, meningkat Rp109,3 triliun dibanding

target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015 sebesar Rp1.380 triliun.

Namun demikian, tingkat kepatuhan penyampaian SPT masih rendah. Dari 75

juta penduduk yang harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), baru

sekitar 20 juta yang terdaftar memiliki NPWP. Dari jumlah tersebut, baru 10 juta

saja yang melaporkan SPT. Hal ini berarti lebih dari setengah wajib pajak tidak

melaporkan SPT tahunan pajaknya.

Untuk itu, Dirjen Pajak melakukan berbagai cara antara lain dengan

menciptakan kemudahan cara dalam penyampaian SPT. Selain datang

langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, Wajib Pajak dapat

memasukkan dokumen SPT melalui drop box yang banyak ditempatkan di

berbagai perkantoran dan pusat perbelanjaan. Dengan semakin berkembangnya

penggunaan internet di Indonesia, Dirjen Pajak telah melakukan terobosan

untuk mempermudah penyampaian SPT melalui aplikasi e-SPT yang

dikembangkan sejak 2004. Menurut Pandiangan (2008:35), e-SPT adalah

penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan

menggunakan media komputer. Penerapan e-SPT ini sejalan dengan

semangat e-Government untuk pencapaian efisiensi kerja pemerintah dalam

waktu singkat, dan pembentukan mekanisme pemerintahan yang bersih dan

transparan. E-SPT merupakan salah satu bagian dari proses modernisasi

administrasi perpajakan agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam


41

memenuhi kewajibannya.

Pengembangan dari e-SPT adalah e-filing. Sejak dikembangkan pada

tahun 2014, pelapor SPT melalui e- filing mencapai 1,7 juta orang pada 2014

dan sebanyak 500 ribu pada awal Maret 2015. Dengan fitur kemudahannya,

dapat dipastikan pengguna e-filing akan melonjak sampai dengan 31 Maret

2015. Keuntungan dari penggunaan e-filing bagi Wajib Pajak antara lain

mengurangi antrian dan menghemat waktu. Bagi Dirjen Pajak, e-filing dapat

mengurangi kesalahan input data karena dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak,

mengurangi volume proses penerimaan SPT dan mengurangi berkas fisik dan

dokumen perpajakan. Inovasi baru yang dilakukan Dirjen Pajak pada 2015

adalah pengisian SPT melalui gawai (gadget) dengan mengunguh aplikasi

android e-filing dari Play Store. Aplikasi tersebut tersedia untuk pengisian dan

pelaporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana

(Formulir 1770 SS), yang diperuntukkan untuk Wajib Pajak yang mempunyai

penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah

penghasilan bruto maksimal Rp60 juta setahun.

2.5.2 Edukasi dan Mempertegas Sanksi Terhadap Wajib pajak

Berbagai upaya yang telah dilakukan Dirjen Pajak untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk menyampaikan SPT perlu disosialisasikan dan

dilakukan upaya edukasi yang pasif kepada masyarakat. Edukasi yang

dilakukan bukan hanya menjelang akhir penyampaian SPT, namun perlu

dilakukan sepanjang tahun. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dari

bulan Januari sampai dengan Maret (untuk orang pribadi) dan April (untuk

Badan Usaha).

Selanjutnya, edukasi yang dilakukan dalam rangka peningkatan kesadaran

masyarakat untuk mengisi SPT dan edukasi bagaimana mengisi SPT dengan
42

benar. Selain itu, kebijakan Dirjen Pajak yang meniadakan sanksi administratif

bagi wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT tahun pajak sebelumnya

perlu disosialisasikan agar Wajib Pajak dapat dengan sukarela membetulkan

SPT tahun sebelumnya apabila terdapat kesalahan. Selain penekanan bahwa

Wajib Pajak tidak akan dikenai sanksi administratif, pesan lain yang

disampaikan adalah sanksi yang tegas apabila pada waktu dilakukan

pemeriksaan ternyata ditemukan kasus kurang bayar.

Selain berbagai kegiatan edukasi SPT, Dirjen Pajak telah menghimbau

kepada para wajib pajak, bahwa keterlambatan penyampaian SPT dapat

menyebabkan Wajib Pajak terkena sanksi baik berupa denda sampai pidana.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi akan dikenakan sanksi administrasi sebesar

Rp100.000 dan untuk Wajib Pajak Badan dikenakan sanksi sebesar

Rp1.000.000. Berdasarkan pasal 13 A Undang-Undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (KUP), untuk Wajib Pajak yang baru pertama alpa atau

lalai menyampaikan SPT tidak dikenakan sanksi pidana. Namun, apabila

melakukan keterlambatan penyampaian SPT lebih dari sekali, Wajib Pajak bisa

dikenakan sanksi pidana dan denda. Hal ini merujuk Pasal 38 UU KUP,

apabila wajib pajak alpa atau lalai tidak menyampaikan SPT, atau

menyampaikan SPT tetapi dengan isi tidak benar, dan merupakan laporan

setelah kali pertama atau untuk kali kedua dan seterusnya, maka Wajib

Pajak akan dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit satu kali dan paling

banyak dua kali jumlah pajak terutang, atau pidana kurungan paling singkat

tiga bulan, dan paling lama satu tahun.


43

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan

fenomenologi untuk memahami fenomena secara komprehensif dan mendalam

dengan menekankan pada subjektifitas dan pengungkapan inti dari

pengalaman melalui penggabungan antara noema (obyektifitas) dan noesis

(subyektifitas) informan. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

wawancara dan observasi langsung terhadap informan wajib pajak orang

pribadi yang menggunakan sistem e-Filing. Sementara itu, pemilihan

Fenomenologi transdental Husserl yaitu karena menekankan pada subjektifitas

dan mengungkap inti dari pengalaman melalui penggabungan antara fakta dan

ideal (Kuswarno, 2009:40). Fenomenologi transdental Husserl sangat sesuai

dengan penelitian ini, karena penelitian ini berusaha memahami inti dari

pengalaman informan yang dimana melihat dari sisi wajib pajak dalam pengalaman

menggunakan Sistem Informasi e-Filing yang selama ini mereka hadapi dan

memenuhi relung-relung kealamiahan dari sebuah persepktif Fenomenologi.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, penelitian kualitatif tidak

dimaksudkan untuk mencari pola atau hukum universal (universal law/) dalam

fenomena untuk tujuan generalisasi. Pemnelitian kualitatif dilakukan dengan

setting yang alami dengan tujuan mengungkap fenomena sebagaimana adanya.

Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2005:5) :

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah


untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dengan menggunakan metode
yang ada. Penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah, metode
alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif memili ki maksud untuk

43
44

memahami fenomena sosial dengan cara mendalami latar ilmiah yang ada
.
Trasedental Phenomenologi yang diluncurkan oleh Edmund Huserl

dalam Kamayanti (2016:150) berfokus pada suatu studi kesadaran. Sebuah

buku hasil kompilasi kuliah-kuliahnya tahun 1910-1920, mengerucutkan diskusi

tentang fenomenologi pada konsep “Aku”/”I”. jika ada yang mengatakan bahwa

fenomenologi, karena berakar pada kesadaran, adalah studi psikologi, Huserl

menolak keras pendapat ini.

“Aku”, jelas Husserl (2006) adalah pusat dari seluruh lingkungan

(Umgebung) yang dengan penegasan keberadaan “Aku” membedakan satu

manusia dengan manusia yang lain karena pengalaman setiap “Aku” akan

membentuk persepsi, ingatan, ekspektasi, serta fantasi yang berbeda. Oleh

karena itu “Aku” disini bukan pengalaman, namun yang mengalami; “Aku”

bukan aksi namun yang melakukan. Seorang fenomenolog berkeinginan untuk

memahami apa yang dialami oleh “Aku” sehingga “Aku” melakukan

pemaknaan atas suatu hal tertentu. Mengupas “Aku” ini adalah tugas

fenomenolog, yang tentu akan sangat melelahkan. Oleh Karen itu, jika anda

memilih fenomenologi, tidak mungkin anda mengambil lebih dari 10 inform an.

Bahkan 3 atau 4 informan sudah akan sangat melelahkan peneliti jila

fenomenologi benar-benar dilakukan.

Asumsi bahwa “Aku” dalam fenomenologi adalah pusat dari lingkungan

(the zero point) (Husserl, 2006 : 6), akhirnya mengarah pada bagaimana “Aku”

dalam tubuh”ku” (lived body) yang mengambil ruang dan tempat tertentu

mendapatkan pengalaman. Pengalaman ini membentuk intuisi “Aku”. Asumsi

inilah yang akan diturunkan ke metode penelitian yang menekankan pada

pemahaman akan pentingnya intensi (niat).

Adapun komponen konseptual dalam fenomenologi transendental Husserl


45

adalah sebagai berikut:

2. Kesengajaan (Intentionality)

Kesengajaan adalah sesuatu yang diawali dari kesadaran yang

menuntun manusia dalam berhubungan dengan objek tertentu, baik itu

berwujud, maupun tidak. Kesengajaan menurut Husserl dipengaruhi oleh

kesenangan (minat), penilaian awal, dan harapan pada objek. Contoh

konsep kesengajaan adalah Mr. X melakukan pendekatan pada Mrs. Y

karena Mr. X memiliki harapan untuk dapat menjadikan Mrs. Y sebagai

istrinya. Dalam penelitian ini, kesengajaan ditunjukkan dengan bagaimana

informan menjalani profesinya sebagai praktisi di bidang perpajakan

sehingga dapat memahami perilaku Wajib Pajak berdasarkan pendapat

mereka masing-masing. Proses menjalani profesi sebagai praktisi di bidang

perpajakan merupakan suatu kesengajaan (intentionality).

3. Noema dan Noesis

Kesengajaan dibentuk oleh dua konsep utama, yakni noema dan

noesis. Noema dan noesis memiliki prinsip yang berbeda. Noema adalah

sisi objektif dari fenomena yang dapat kita lihat, dengar, rasa, pikir, dan

cium, sedangkan noesis adalah sisi subjektif dari fenomena yang menjadi

bahan dasar pemikiran manusia dalam mempersepsi, mengingat, menilai,

merasa, dan berpikir. Meskipun pada prinsipnya noema dan noesis

berbeda, akan tetapi keduanya memiliki keterkaitan yang sangat tinggi.

Noesis tidak akan ada sebelum ada noema. Pengidentifikasian noesis

yang menjadi inti dari penelitian ini. Inti dari fenomena tidak ditekankan

pada ciri fisik yang melekat padanya, akan tetapi terletak pada esensi dari

fenomena tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemahaman

esensi dari suatu fenomena, kita harus melihat noema dan noesis dari setiap
46

informan.

4. Intuisi

Menurut Descrates dalam Starthern (2001 : 26), intuisi diartikan sebagai

kemampuan manusia untuk membedakan yang murni dan yang

diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisi

membimbing manusia memperoleh pengetahuan. Dengan intuisi, noema

dan noesis dapat terhubung, sehingga esensi dari suatu noema akan

tercermin dalam noesis. Dalam penelitian ini, yang dimaksud intuisi adalah

kemampuan peneliti dalam memahami setiap pernyataan yang diberikan

oleh informan tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas.

5. Intersubjektivitas

Fenomenologi transdental memperbolehkan adanya keterlibatan

intersubjektif dalam proses pembentukan makna. Intersubjektif dipengaruhi

oleh empati yang seseorang miliki pada orang lain. Hal ini wajar karena

manusia memiliki kecenderungan untuk membandingkan pengalamannya

dengan pengalaman orang lain. Intersubjektif muncul ketika terdapat

kesamaan pemahaman antara peneliti dan informan terhadap suatu

fenomena yang ditelaah.

3.2 Fokus Objek Penelitian dan Setting lokasi

Dalam upaya memeroleh keabsahan dan kedalaman data dan informasi

dari objek penelitian, maka setting lokasi penelitian sedapat mungkin dilakukan

pada area yang bersentuhan langsung dengan implementasi sistem informasi

perpajakan (e-Filing) yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Dengan demikian

lokasi yang representative adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Makassar yang beralamat di Jalan Urip Sumoharjo Km. 4 Gedung Keuangan

Negara 1 Makassar, yang berbatasan langsung dengan Kantor Dewan


47

Perwakilan Rakyat Makassar. Lokasi penelitian sangat mudah untuk dijangkau

dan dekat dengan tempat kerja peneliti, sehingga memberi kemudahan dalam

pemerolehan data.

Namun demikian fokus objek penelitian dan setting lokasi pada saat

penelitian dan penggalian informasi kepada informan, maka yang menjadi objek

penelitian hanya terfokus pada Wajib Pajak Orang Pribadi dan PPh Pasal 21,

dan lokasi pengambilan data dari informan tidak harus pada KPP Pratama

Makassar, tetapi bisa saja di tempat lain yang dirasakan nyaman oleh informan,

termasuk di rumah informan atau di tempat lain yang memungkinkan.

3.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan

Teknik pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive sampling.

Menurut Notoadmodja, (2010), purposive sampling Yakni salah satu teknik

sampling non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan

sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi

ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik ini dipilih karena

memberikan kefleksibelan pada peneliti untuk mencari informan yang dianggap

kompeten dan mengetahui permasalahan secara mendalam. Adapun syarat

dalam menentukan sampel dari purposive sampling yaitu, petama, penentuan

karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan,

kedua, pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat, atau

karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, dan ketiga, subjek

yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak

mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi. Menurut Sanders, 1982 dalam

Mulia (2013), dalam penelitian fenomenologi, banyak informan belum

tentu akan menghasilkan informasi yang berkualitas. Peneliti fenomenologis

harus sedapat mungkin mendalami informan yang sedikit untuk mendapatkan


48

informasi yang berkualitas. Informasi yang berkualitas idealnya dapat diperoleh

melalui tiga sampai dengan enam informan. Berdasarkan pendapat dari Sanders

tersebut, dalam penelitian ini saya melakukan wawancara terhadap beberapa

orang informan didasarkan pada kecukupan data atau inlormasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini. Peneliti mengambil informan diantaranya dari profesi

pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak dan Konsultan Pajak. Jumlah

informan dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan teknik snow-ball,

yaitu salah satu metode dalam pengambilan sampel dari suatu populasi dengan

cara berantai. Neuman, (2003). yakni suatu metode penentuan informan yang

dilakukan bersamaan dengan penggalian data melalui wawancara mendalam

dari seseorang informan ke informan lainnya dan seterusnya sampai peneliti

tidak menemukan informasi lain lagi yang ditandai dengan adanya jawaban yang

berulang dari informan yang menandakan pertanyaan sudah berada pada titik

jenuh.

Karakteristik informasi didedikasikan pada pencapaian tujuan penelitian

yakni untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat bagi Wajib Pajak

dalam penggunaan Sistem Informasi (e-Filing) dengan pendekatan

Fenomenologi, dalam lingkup KPP Pratama Makassar, sehingga informan bisa

hanya satu atau dua orang saja atau bahkan lebih sebagaimana teknik snwo-ball

tadi. Informan terutama diharapkan bersumber dari user (pengguna) sistem

informasi baik dari sisi pelayan maupun pelanggan (Wajib Pajak).

3.4 Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun

berdasarkan dimensi kebermanfaatan (usefulness) sistem informasi perpajakan


49

dengan permasalahan yang dihadapi oleh informan. Pedoman wawancara ini

berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam

wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang

lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan

mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi

dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara

dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan

selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun

berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku informan selama wawancara dan

observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya

terhadap kepuasan informan dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat

peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti

sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai.

Peneliti selanjutnya mencari informan yang sesuai dengan karakteristik

objek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya

kepada informan tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah informan

bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan informan

tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap pelaksanaan penelitiaan

Peneliti membuat kesepakatan dengan informan mengenai waktu dan

tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang telah dibuat.

Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman

berdasarkan wawancara dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan

analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang

dijabarkan pada bagian metode analisis data. setelah itu, peneliti membuat
50

dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-

saran untuk penelitian selanjutnya.

3.5 Sumber Data

Sumber data adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan

penelitian. Tanpa sumber, penelitian tidak akan berjalan, karena tidak memiliki

dasar yang jelas. Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2005:157),

sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,

sumber data tertulis, foto, dan data statistik.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 sumber data, yaitu kata-kata

dan tindakan, dan sumber data tertulis. Kata-kata dan tindakan peneliti peroleh

dari proses wawancara dengan informan dan perolehan informasi dari

pembicara seminar yang diikuti oleh peneliti. Sumber data tertulis diperoleh

peneliti dari jurnal, buku, artikel, dan peraturan perundang- undangan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data,

yakni teknik wawancara dan observasi, kedua teknik pengumpulan data ini

merupakan teknik yang paling cocok diterapkan dalam penelitian fenomenologi

ini. Kedua teknik pengumpulan data ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Wawancara

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data

dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang informan, caranya adalah

dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan

pedoman wawancara. Dalam proses wawancara dengan menggunakan

pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang


51

sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan

urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Pedoman wawancara digunakan untuk memandu peneliti mengenai

aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list)

apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan

pedoman demikian peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut

akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan

pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung. Berikut 6 point

yang menjadi kunci utama pertanyaan yang diajukan kepada informan. Pertama,

apakah bapak / ibu sudah menggunakan sistem informasi e-Filing atau belum

dalam pelaporan SPT Tahunan? jika belum apa yang menyebabkan bapak / ibu

belum menggunakan e-Filing? Kedua, menurut bapak / ibu apa saja yang

menjadi kendala dalam penggunaan sistem informasi e-Filing? Ketiga,

bagaimana perilaku bapak / ibu ketika diperhadapkan dengan sistem informasi e-

Filing? Keempat, bagaimana menurut bapak / ibu terkait penggunaan sistem

informasi e-Filing? Kelima, apakah menurut bapak / ibu dengan hadirnya sistem

informasi e-Filing dapat memberikan dorongan kepatuhan dalam pelaporan SPT

Tahunan? Keenam, apa saran bapak kepada Ditjen Pajak terkait penggunaan

sistem informasi e-Filing?

Kerlinger (dalam Hasan 2000 : 23) menyebutkan 3 hal yang menjadi

kekuatan metode wawancara :

a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang

diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer

dengan memberikan penjelasan.

b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.


52

c. Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak

dapat dilakukan.

Menurut Yin (2003 : 12) disamping kekuatan, metode wawancara juga

memiliki kelemahan, yaitu :

a. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang

penyusunanya kurang baik.

b. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.

c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang

akurat.

d. Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar

oleh interviewer.

2. Observasi

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi.

Menurut Nawawi & Martini (1991 : 45) observasi adalah pengamatan dan

pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu

gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses

terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya.

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap Kantor Pelayanan

Pajak, perilaku informan selama wawancara, interaksi informan dengan peneliti

dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan

terhadap hasil wawancara.

Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998 : 67) tujuan observasi adalah

mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,

orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari

perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Salah satu
53

hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati

hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil

observasi menjadi data penting karena :

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal

yang diteliti akan atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada

penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk

mendekati masalah secara induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian

sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang

karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara

terbuka dalam wawancara.

e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif

terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan

menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk

memahami fenomena yang diteliti.

3.7 Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (1998 : 68) peneliti sangat berperan dalam seluruh

proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut,

mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan

hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data peneliti membutuhkan alat

Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini menggunakan alat bantu

pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan 3 alat, yaitu :

1. Pedoman wawancara
54

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak \hanya

berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan

sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan

hasil observasi terhadap perilaku informan selama wawancara dan observasi

terhadap lingkungan atau setting lokasi wawancara, serta pengaruhnya

terhadap perilaku informan dan informasi yang muncul pada saat

berlangsungnya wawancara.

3. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti

dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti

untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat

perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari informan untuk

mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3.8 Keabsahan dan Kehandalan Penelitian

Yin (2003 : 56) mengajukan empat kriteria keabsahan dan kehandalan

yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut

adalah Sebagai berikut :

1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa

yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini

juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu

caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan


55

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan

pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut Patton

(dalam Sulistiany 1999 : 45) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik

pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:

a. Triangulasi data

Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil

wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu

informan yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.

b. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan

data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai

pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil

pengumpulan data.

c. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data

yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori

telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya

data tersebut.

d. Triangulasi metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode

wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat

wawancra dilakukan.

2. Keabsahan Internal (Internal validity)

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa

jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.


56

Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.

Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya

akan memengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji

keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang

berbeda.

3. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)

Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki

sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, tetapi dapat dikatakan bahwa penelitian

kualitatif memiliki keabsahan eksternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus

tersebut memiliki konteks yang sama.

4. Kehandalan (Realibilitas)

Kehandalan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh

penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang

penelitian yang sama. Dalam penelitian ini, kehandalan mengacu pada

kemungkinan peneliti selanjutnya memeroleh hasil yang sama apabila penelitian

dilakukan sekali lagi dengan informan yang sama. Hal ini menunjukan bahwa

konsep kehandalan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain

penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

3.9 Teknik Analisis Data

Marshall dan Rossman dalam Kabalmay (2002 : 72) mengajukan teknik

analisa data kualitatif untuk proses analisis data yang dapat digunakan dalam

penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa metode

dan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya :

1. Mengorganisasikan Data
57

Peneliti mendapatkan data langsung dari informan melalui wawancara

mendalam (indepth interveiw), dimana data tersebut dicatat dan direkam dengan

tape recorder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkripnya dengan

mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara

verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar peneliti mengerti

benar data atau hasil yang telah didapatkan.

2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,

perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar

apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara,

peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman

dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali

membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data

yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan

penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan

analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.

Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-

hal yang diungkapkan oleh informan. Data yang telah dikelompokkan tersebut

oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema

penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman,

permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data

tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap

ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan
58

landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokkan

apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,

peneliti masuk ke dalam tahap penjelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang

telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau

alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam

penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil

analisis, ada kemungkinan terdapat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau

yang tidak terfikirkan sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan

alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat

berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data informan yang telah berhasil dikumpulkan merupakan hal

yang sangat membantu peneliti untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan

yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah

presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian

berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan informan dan

significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari informan dan

significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar

permasalahannya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai

penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara

keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari

hasil penelitian.
59

BAB IV

KETERBATASAN DAN KURANGNYA PEMAHAMAN MERUBAH

PERILAKU WAJIB PAJAK ATAS PENGGUNAAN e-Filing

4.1 Pengantar

Awal tahun 2016, Pebruari-April siklus tahunan hajatan besar kota

Makassar yaitu warga Makassar yang telah ber NPWP wajib melaporkan surat

pemberitahuan (SPT) tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi selambat-

lambatnya tanggal 31 Maret dan Wajib Pajak Badan adalah 30 April. Di bulan

Maret fenomena tahunan kembali terjadi yaitu banyak Wajib Pajak yang

mengantri untuk melaporkan SPTnya, mereka berjubel mendatangi Kantor-

Kantor Pelayanan Pajak, dan saat itu pula Kantor Pajak sibuk dalam memberikan

pelayanan termasuk dalam mengatur antrian, menejemen penerimaan SPT dan

membuka meja-meja konsultasi, bahkan layanan penerimaan SPT pun dilakukan

melebihi jam kerja termasuk hari libur sabtu-minggu.

Fenomena tahunan 2016 sebenarnya telah diantisipasi dari tahun ke

tahun, berbagai layanan penerimaan SPT diterapkan sesuai ketentuan yang ada

seperti WP langsung ke KPP/KP2KP, atau ke tempat lain yang ditentukan yaitu

dengan diadakannya Drop Box, Pojok Pajak, dan Mobil Pajak Keliling, WP pun

sebenarnya bisa dengan melaporkan melalui pos atau dengan cara lain melalui

perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, selain itu dengan berkembangan

teknologi informasi, penyampaian SPT dapat melalui internet yang dikenal

dengan Sistem Informasi e-Filing baik melalui penyedia jasa aplikasi atau ASP

(Application Service Provider) dan juga menggunakan aplikasi pada situs DJP

(www.pajak.go.id) berupa aplikasi e-Filing (efiling.pajak.go.id). Khusus Wajib

Pajak Badan untuk tahun 2015, sudah wajib melaporkan dengan e-SPT.

59
60

Penyampaian SPT melalui internet dengan aplikasi e-Filing akan sangat

membantu Wajib Pajak, selain dapat melaporkan kapan saja (24 jam),

menghemat kertas dan tidak perlu ke Kantor Pajak (KPP dan KP2KP) atau

tempat lain yang ditunjuk (Drop box dll), dan yang pasti hemat waktu karena tidak

perlu mengantri. Saat ini e-Filing melalui website DJP masih terbatas pada

penerimaan SPT WP OP yang melaporkan dengan formulir 1770S (WP yang

mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dan atau yang

dikenakan pajak penghasilan final/bersifat final), atau dengan formulir 1770SS

(WP yang memperoleh pengahasilan dari satu pemberi kerja dengan

penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 60.000.000,-).

Oleh karena itu, bab ini disuguhkan untuk menguraikan persepsi wajib

pajak terkait penggunaan Sistem Informasi e-Filing dalam pelaporan SPT

Tahunan di KPP Pratama Makassar, yang menurut Dirjen Pajak untuk

melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) dengan Sistem

Informasi e-Filing itu mudah. Dalam bab ini Pendekatan fenomenologi

trasedental dibangun dengan makna dunia objektivitasnya (noema) berangkat

dari kegiatan intensional (noesis) kesadaran murni yang digunakan untuk

mengetahui apakah berdasarkan pengalaman wajib pajak dalam penggunaan

teknologi informasi itu dapat mempermudah dan mendorong minat perilaku wajib

pajak dalam penggunaan Sistem Informasi e-Filing untuk menyampaikan atau

melaporkan SPT Tahunan.

4.2 Menelisik Perilaku Wajib Pajak dalam menggunakan e-Filing

Seperti salah satu kenalan peneliti panggil saja nama akrabnya “Arif” dia

adalah salah satu karyawan swasta Bosowa Berlian Motor yang sudah tergolong

wajib pajak, hssssst… kebetulan satu naungan Bosowa dengan Peneliti “wah

kesempatan bagus” (dalam hatiku), awal perkenalan dengan Arif itu tepatnya di
61

ruang mesin ATM Bukopin yang terletak di lingkungan kantor Bosowa Berlian

Motor “yaaa maklum sama-sama karyawan Bosowa nabungnya di Bank

Bukopin”, kebetulan kami pada waktu itu ingin melakukan transaksi di mesin

ATM Bukopin.

Lanjut cerita, Arif ternyata adalah seorang wajib pajak, namun pada awal

perkenalan kami, peneliti tidak punya niat untuk melakukan penelitian dengan

wawancara langsung kepada Arif, tapi karena Arif adalah seorang wajib pajak

maka peneliti berinisiatif untuk malakukan wawancara. Penelitipun langsung

menawarkan kepada Arif untuk melakukan wawancara langsung terkait dengan

judul penelitian yang peneliti angkat.

Menurut informan (Arif), sebagai perilaku Wajib Pajak yang enggan

menyampaikan SPT Tahunan ada dimana-mana, tidak hanya di Makassar saja.

“Ya sebetulnya orang enggan menyampaikan SPT Tahunan itu ada dimana-
mana, gak hanya di Makassar. Mereka masih menganggap penyampaian SPT
dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing adalah hal tabu. Tapi kan kita
aturan ada ya?” (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).

Kemudian peneliti menanggapai statemen dari Arif bahwa benar atuaran itu

ada sebagaimana tahun ini pemerintah telah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil

Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia

menyampaikan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi atau badan

melalui Sistem Informasi e-Filing. Aturan pemerintah ini hendaknya juga diikuti

oleh karyawan BUMN/BUMD dan juga seluruh tenaga kerja di berbagai sektor,

baik profit maupun non-profit.

Berdasarkan pernyataan awal (noema) informan Arif, bahwa

kecenderungan perilaku Wajib Pajak adalah enggan menyampaikan SPT

Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Dijelaskan lebih lanjut

oleh Arif (noesis), maksud dari kata “enggan” adalah berusaha menyampaikan

SPT Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Masalah ini


62

tentunya tidak hanya dirasakan oleh “saya” kata “Arif”, akan tetapi masih banyak

wajib pajak yang lain yang ada di kota Makassar merasakan hal serupa yaitu

wajib pajak menganggap e-Filing masih terlalu asing (tabu) bagi mereka,

sehingga wajib pajak masih enggan untuk menggunakan sistem informasi e-

Filing. Sebagai mana yang kita ketahui bahwa bagi wajib pajak terutama bagi

ASN, POLRI dan TNI sudah diwajibkan dalam penggunaan e-Filing. Jadi mau

tidak mau mereka harus menggunakan sistem tersebut.

Kemudian peneliti kembali bertanya lebih spesifik terkait dengan

permasalahan Wajib dalam penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan

Sistem Informasi e-Filing.

“Sama saja, saya juga masih kurang paham teknisnya bagaimana, karena
selama ini saya belum pernah dapat sosialisasi secara langsung terkait
penggunaan Sistem Informasi e-Filing, ya mungkin karena kami ini pegawai
swasta jadi kami belum dapat sosialisasi secara merata. tapi saya mau tahu
juga penggunaan e-Filing itu bagaimana? (kata Arif), karna selama ini saya
hanya nebeng ke bendahara dalam penyampaian SPT Tahunan”. (Wawancara :
Tanggal 01 September 2016).

Dari penjelasan lebih lanjut (noesis) oleh Arif, terlihat bahwa permasalahan

yang sering dihadapi oleh Wajib Pajak adalah kurang mengerti teknis

penggunaan Sistem Informasi e-Filing. Wajib Pajak mempunyai waktu yang

terbatas untuk memahami Sistem Informasi tersebut secara menyeluruh. Wajib

Pajak menginginkan sesuatu yang mudah bagi mereka. Menjelaskan peraturan

secara keseluruhan akan membuat Wajib Pajak bingung. Pegawai pajak harus

bisa menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, Kemudian lanjut pertanyaan

kepada informan tentang harapan kepada pemerintah setempat atau kepada

Direktorat Jenderal Pajak? Terkait Penggunaaan Sisitem Informasi e-Filing

dalam penyampaian SPT Tahunan. seperti harapan dari informan (Arif) bahwa :

“Harapan saya adalah supaya pemerintah setempat menyediakan sarana dan


prasarana dalam pemanfaatan Sitem Informasi e-Filing, sedangkan harapan
saya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu melakukan sosialisasi
secara merata baik kepada wajib pajak pribadi maupun badan terkait dengan
Sitem Informasi e-Filing.” (Wawancara : Tanggal 01 September 2016).
63

Peneliti mencoba menegaskan (noesis) bahwa penjelasan peraturan

penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan e-filing tidak akan efektif

untuk dipahami oleh Wajib Pajak apabila tidak ada sosialisasi secara langsung,

kalaupun wajib pajak ada yang memahami tanpa ada sosialisasi itupun hanya

satu atau dua wajib pajak yang mengerti. Maka dari itu peneliti melihat bahwa

Direktorat Jenderal Pajak memang sudah melakukan sosialisasi dalam

penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan Sistem Informasi e-Filing

namun tidak secara keseluruhan atau merata.

Lanjut pertanyaan, Kalaupun pak Arif sudah memahami penggunaan

Sistem Informasi e-Filing kemudian “apakah pak Arif (Informan) mau

memanfaatkan Sistem Informasi e-Filing dengan sendiri dalam penyampaian

SPT Tahunan, Tanpa harus datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

lagi untuk menyampaikan SPT Tahunan?” Arif secara spontan menjawab :

“Belum tentu seh.. karena bisa saja kan? kita mendapatkan masalah dalam
pneggunaan e-Filing secara online jadi yaaa mau tidak mau kalau dapat
masalah ya harus ke KPP lagi untuk melaporkan atau menyampaikan SPT
Tahunan secara langsung. Karena waktu istrahat terbatas pak Arif langsung
mengakhiri wawancara tersebut “maaf pak adil saya harus kembali ke kantor
dulu karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, nanti di lain waktu
bisa ngobrol-ngobrol lagi kok” penelitipun mempersilahakan pak Arif dengan
ucapan terima kasih banyak serta budaya salam jabat tangan tidak terlupakan”.
(Wawancara : Tanggal 01 September 2016).

Dari hasil wawancara terakhir dari informan (Arif), (noema) “belum tentu

seh.. karena bisa saja kan? kita mendapatkan masalah dalam pneggunaan e-

Filing secara online jadi ya, mau tidak mau, kalau dapat masalah ya harus ke

KPP lagi untuk melaporkan atau menyampaikan SPT Tahunan secara langsung”.

Dari jawaban Informan (noesis) bahwa informan belum sepenuhnya percaya diri

dengan menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri. Kemampuan

Informan yang terbatas dalam penggunaan e-Filing memberikan responsif

terhadap perilaku Informan sendiri dalam penggunaan e-Filing. Informan tidak


64

berani mengambil sebuah resiko ketika terjadi kesalahan dalam penggunaan

sistem informasi e-Filing. Sehingga informan lebih memilih datang langsung ke

KPP untuk melaporkan SPT Tahunannya. (Notoatmodjo, 2010).

4.2.1 Kurangnya Pemahaman : Enggan Menggunakan e-Filing

Di zaman modern yang serba elektronik digital sekarang ini tidak menutup

kemungkinan bahwa semua orang akan mengikuti perkembangan zaman

tersebut dan semua akan tahu dalam penggunaan teknologi. Masyarakat kota

Makassar, khususnya para wajib pajak maupun badan masih banyak yang awam

atau tidak tahu dalam penggunaan teknologi terkhusus penggunaan sistem

informasi e-Filing. hal tersebut disebabkan tidak dilakukannya sosialisasi secara

merata sehingga wajib pajak bermasabodoh dalam hal sistem infornasi e-Filing,

karena dalam penyampaian SPT tahunan secara e-Filing mereka selalu

mengharapkan dan menitipkan SPT ke pada bendahara perusahaan untuk

pelaporan SPT Tahunannya, tanpa disadari kebiasaan buruk ini akan berdampak

pada dirinya sendiri dengan ketidaktahuan dalam penggunaan sIstem informasi -

e-Filing. Dari kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan ketidaktahuan

penggunaan sistem informasi e-Filing secara terus menerus.

Ketidaktahuan wajib pajak dalam penggunaan e-Filing merupakan hal yang

lumrah, mengapa tidak? Dari regulasi pajak yang ada di Indonesia atau di

Negara manapun dalam hal penyampaian atau pelaporan SPT Tahunan itu

dilakukan hanya satu kali dalam setahun. Itu artinya penggunaan atau

pengaplikasian e-Filing juga hanya sekali dalam satu tahun, jadi tidak menutup

kemungkinan bahwa wajib pajak akan terus mengingat tata cara penggunaan e-

Filing dalam pelaporan SPT Tahunan walaupun pada waktu pertama kalinya

wajib pajak pernah tahu tata cara penggunaan e-Filing. Tanpa menentukan

range umur atau usia informan, rata-rata umur wajib pajak pribadi yang dijadikan
65

sebagai informan dalam penelitian ini adalah 40 tahun ke atas, dengan usia

tersebut tentunya daya ingat sesorang tidak lagi sama dengan anak yang

belasan tahun yang mudah mengingat sesuatu. Hal ini yang banyak dirasakan

oleh wajib pajak yaitu mudah lupa dalam penggunaan e-Filing yang dimana

hanya dilakukan atau diaplikasikan sekali setahun, yang mengharuskan mereka

harus belajar lagi tiap kali ingin menggunakan atau mengaplikasikan e-Filing.

Hal tersebut dirasakan oleh salah satu Guru SMAN 3 Makassar yaitu

bapak Zainal Arifin :

Maaf, untuk masalah penggunaan Sistem Informasi e-Filing memang


saya masih kurang paham dan jadinya saya enggan menggunakam e-Filing
namun, saya tetap patuh dalam penyampaian SPT Tahunan. Awalnya saya
pernah belajar menggunakan e-Filing yang dibantu oleh seorang pegawai
pajak, disamping belum memahami penggunaan e-Filing dengan benar
kemudian karena faktor umur, jadi saya kurang nangkap apa yang diajarkan
terkait penggunaan e-Filing. Sehingga untuk tahun selanjutnya saya tidak ingat
lagi langkah-langkah penggunaan e-Filing, karena kita gunakan e-Filing hanya
setahun sekali yaitu pada saat pelaporan SPT Tahunan saja, jadi memang
mudah untuk kita lupa. (wawancara : 04 Oktober 2016).

Pengakuan yang ditegaskan oleh Zainal di atas merupakan sebagian kecil

dari fenomena yang terjadi pada lingkungan wajib pajak, kalau merujuk pada

kendala yang dirasakan oleh informan Zainal, (noema) bahwa dari

ketidakpahaman informan terkait penggunaan e-Filing, bukan berarti informan

tidak patuh dalam pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan. Di sini dapat

dilihat bahwa informan sebenarnya tidak lalai dalam memenuhi kewajibannya

sebagai wajib pajak. Namun seringkali wajib pajak larut dalam ketidakpahaman

dan kerumitan, sehingga wajib pajak enggan menggunakan e-Filing itu sendiri.

Informan menyadari bahwa untuk penggunaan e-Filing setahun satu kali akan

lebih mudah untuk dilupa. menurut informan, disamping belum memahami

penggunaan e-Filing dengan benar kemudian karena faktor usia yang tidak muda

lagi dan tidak adanya kebiasaan untuk selalu mengingat dan mengulang-ulang
66

kembali penggunaan e-Filing dalam kurun waktu satu tahun, sehingga untuk

tahun berikutnya dalam penggunaan e-Filing informan lupa lagi.

Masalah ketidakpahaman dalam penggunaan e-Filing dan dalam

melaporkan SPT Tahunan yang dirasakan oleh informan Zainal. Dari sudut

pandang (neosis) informan lebih dipicu oleh ketidakbiasaan dalam menggunakan

e-Filing. sehingga informan mudah lupa ketika di tahun berikutnya barulah

informan mencoba kembali untuk menggunanakan e-Filing dalam pelaporan SPT

Tahunan. namun, karena rumitnya mekanisme pelaporan SPT berbasis e-Filing

bagi sebagai wajib pajak, yang tidak dibarengi dengan membiasakan diri untuk

seseringkali mungkin mengulang kembali penggunaan e-Filing. Dengan demikian

ketidakpahaman wajib pajak, bahkan bisa dikatakan ketidak-mau-tahuan (cuek),

dan adanya pelayanan ekstra yang diberikan oleh aparat KPP terutama di masa-

masa injury time pelaporan pajak dengan alasan sibuk dengan pekerjaan kantor.

Kesemuanya menjadi fenomena tersendiri dalam pemanfaatan e-Filing sebagai

sarana yang seharusnya memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT

Tahunannya, bukan malah menjadi aplikasi yang tak bermakna dan malah

menyusahkan diri sendiri. Hal ini yang harus menjadi perhatian pengguna dan

aparat perpajakan khususnya Ditjen Pajak dalam mengantisipasi masalah ini

untuk periode-periode berikutnya, agar tercipta keselarasan antara ekspektasi

dan tujuan dari keberadaan sistem aplikasi pajak online ini.

4.2.2 Acuh Tak Acuh Karena Kesibukkan

Penyampaian SPT Tahunan PPh pada saat-saat yang mepet menimbulkan

kesulitan tersendiri. Memang sudah terbukti masyarakat Indonesia kebanyakan

suka yang menunda-nunda waktu atau budaya kita senangnya yang mepet-

mepet. Contoh, dalam melakukan pembayaran biasanya baru dilakukan pada

saat terakhir jatuh tempo. Seperti bayar rekening listrik, rekening telepon, tagihan
67

kartu kredit dan sebagainya. Demikian juga terkait dengan pemenuhan

kewajiban perpajakan berupa penyampaian atau pelaporan Surat Pemberitahuan

(SPT) Tahunan yang jauh jauh hari sudah dihimbau sejak awal tahun baru dan

sampai batas akhir 31 Maret. Ternyata masih mendapati antrian yang panjang,

disaat berada di hampir penghujung batas akhir penyampaian SPT. (Wagimin,

Pegawai Direktorat Jenderal Pajak : 2016).

Adanya tradisi Wajib Pajak dalam penyampaian SPT pada batas akhir

penyampaian SPT Tahunan, hal ini belum dipelajari dengan baik oleh KPP

Pratama Makassar, akibatnya pada saat batas akhir penyampaian SPT terjadi

antrian panjang dan petugas kewalahan menanganinya sehingga pelayanan

menjadi lama dan kurang menyenangkan, (Wagimin, Pegawai Direktorat

Jenderal Pajak : 2016). Perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya dan melaporkan SPT Tahunannya tepat waktu ditentukan oleh

banyak faktor diantaranya, faktor kesadaran dari wajib pajak sebagai warga

Negara yang baik dengan melakukan selft assessment dengan benar, faktor

informasi mengenai segala resiko bila melakukan selft assessment tidak benar,

faktor kasus-kasus pajak di media dan faktor lainnya. Kepatuhan melaporkan

SPT Tahunan adalah terkait dengan bagaimana melaporkan semua informasi

yang diperlukan tepat pada waktunya, mengisi secara benar jumlah pajak

terutang, memmbayar dan melaporkan pajak pada waktunya.

Khusus untuk pegawai Kementerian Keuangan, diharapkan dapat

memberikan teladan bagi masyarakat dengan menyampaikan SPT Tahunan

lebih awal lagi. Karena berbagai alasan, sering baru menyadari kewajiban untuk

menyampaikan SPT Tahunan pada Hari -1 atau tepat pada hari terakhir batas

waktu penyampaian. Seperti yang dialami oleh teman saya pada tahun yang lalu

tepatnya tahun 2015, Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Makassar.
68

Karena terdapat hal-hal yang kurang jelas dia datang langsung ke KPP dan

bertanya beberapa hal. Waktunya sudah sangat mepet, karena dia datang

tanggal 30 Maret 2016 yang jatuh pada hari Rabu. Berarti dia baru dapat

menyampaikan SPT Tahunannyanya besok, hari Kamis tanggal 31 Maret 2016

yang juga merupakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan 2015. Agar dapat

menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu, maka dia harus menyampaikannya

secara langsung ke KPP yang jaraknya lumayan jauh atau ke kantor pos tertentu

yang buka pada hari Kamis.

Berbagai kegiatan atau aktifitas yang menjadi rutinitas tiap hari adalah

salah satu kebiasaan yang sudah mendarahdaging bagi pekerja kantoran,

kesibukkan pun tak terhindarkan dari pekerjaan-pekerjaan yang harus

diselesaikan. Terkadang di hari yang sibuk, 24 jam sehari rasanya tidak cukup

untuk menyelesaikan semua pekerjaan, baik pekerjaan di kantor atau pekerjaan

di rumah. Belum terselesaikan pekerjaan hari ini, ternyata esok hari telah datang

dan pekerjaan baru sudah datang. Tanpa disadari satu tahun terlewati dengan

penuh kesibukkan pelaporan pajakpun sudah tiba di penghujung bulan maret,

namun karena faktor kesibukkan biasanya pelaporan SPT Tahunan dilaporkan

pada akhir-akhir bulan maret bahkan kadang wajib pajak terlambat dalam

pelaporan SPT Tahunan.

Lanjut informan bapak Zainal Arifin mengatakan bahwa :

“Jadi selain kurangnya pemahaman penggunaan e-Filing saya juga sangat


sibuk dengan pekerjaan sehingga dalam penyampaian SPT Tahunan Di awal-
awal bulan itu biasa terlupakan, hingga pada akhirnya, biasa saya melaporkan
SPT Tahunan itu di akhir-akhir Bulan Maret dengan datang langsung ke KPP,
memang kesibukkan saya ini yang membuat saya terlena dengan waktu, bukan
hanya pada menyampaian SPT Tahunan saja yang sering terlambat tapi seperti
bayar air, listrik dll. Yang menjadi kewajiban juga sering terlambat, tapi kalau air
dan listrik biasanya anak atau istri yang urus semuanya”. (wawancara : 04
Oktober 2016).

Dari sudut pandang (noema) bahwa dari kurangnya pemahaman dari

informan terkait penggunaan e-Filing yang ditambah lagi dengan kesibukan wajib
69

pajak sehingga terlena, malas dan gagal fokus kembali pada e-Filing

menyebabkan waktu pelaporan SPT Tahunan menjadi tertunda bahkan

terlambat. Seperti yang diungkapkan oleh informan bahwa hal ini yang menjadi

boomerang bagi dirinya karena pada akhirnya akan berdampak pada pengenaan

sanksi dan denda administrasi jika informan terlambat dalam pelaporan SPT

Tahunan. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi Direktorat Jenderal

(Ditjen) Pajak dan menjadi pertimbangan agar semua wajib pajak dapat

menggunakan e-Filing sendiri dengan mudah dan simple.

Memaknai kalimat dari informan “terlena dengan waktu” di sini (noesis)

menjelaskan yaitu tumpang tindihnya waktu pelaporan SPT dengan berbagai

kegiatan lain yang menyita waktu wajib pajak, sehingga wajib pajak terpaksa

menggunakan pola manual dengan meminta tolong kepada petugas pajak atau

mungkin tetap menyelesaikan pelaporan pajaknya dengan memanfaatkan e-

Filing tetapi dalam kondisi sudah terlambat.

4.2.3 Rendahnya Minat Wajib Pajak Dalam Penggunaaan e-Filing

Pemanfaatan e-Filing seharusnya menghadirkan sejumlah kemudahan dan

keuntungan, disamping relatif simple juga murah karena tersusun dalam

rangkaian sistem informasi yang berbasis online yang feature-nya cukup jelas

dan detail dari sisi panduan dan formulir-formulir yang terstruktur juga berdampak

pada efisiensi penggunaan kertas (paperless), sehingga sejatinya e-Filing ini

memberikan kemanjaan yang ekstra fasilitas bagi penggunanya. Meski demikian

“bagai api jauh dari panggang”, kemudahan dan keunggulan sistem e-Filing ini

justru tidak disadari dan tidak diminati dengan baik oleh sebagian wajib pajak

dengan berbagai alasan sebagaimana dikemukakan dalam poin sebelumnya.

Rendahnya minat wajib pajak dalam memanfaatkan e-Filing dibuktikan

dengan data KPP Pratama Makassar 2016, yang menunjukkan bahwa minat
70

perilaku wajib pajak masih rendah. Sebaliknya wajib pajak yang melaporkan SPT

Tahunan dengan datang langsung ke KPP Pratama Makassar masih cukup

tinggi pada kisaran 47%. Angka ini menjadi tidak proporsional mengingat

intensitas penggunaan internet yang cukup tinggi oleh masyarakat Indonesia

yang sebagian besarnya adalah wajib pajak. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya

angka pengguna internet di Indonesia yakni mencapai angka 82 juta orang

(Kominfo, 2014). Seharusnya media pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak

secara online tinggi, seiring dengan tingginya pengguna internet di Indonesia.

Namun kenyataannya sistem online ini hanya didominasi oleh user pada wilayah

media sosial semata seperti facebook, twitter, dan search engine google lainnya.

Berdasarkan fenomena dan kenyataan di lapangan menyebutkan e-Filing

ini belum mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan secara nasional (Pegawai pajak

“Irfan” : 2016). Jumlah SPT e-Filing yang diterima Ditjen Pajak hingga saat ini

ditengarai berasal dari wajib pajak yang memang sudah patuh menyampaikan

SPT Tahunan dan bukan berasal dari wajib pajak baru atau wajib pajak yang

belum patuh yang kemudian dengan adanya e-Filing menjadi patuh secara

formal. Lanjut pernyataan informan bapak Zainal mengatakan bahwa :

“Terkait e-Filing memang belum ada sosialisasi secara marata, yang


diutamakan hanya para wajib pajak badan, kalau sudah ada petunjuk dari DJP
kami para wajib pajak pribadi pasti akan langsung menerima. Jadi DJP harus
lebih intens secara personal approach untuk melakukan sosialisasi, karena
tanpa ada legal action secara personal approach maka saya rasa tidak akan
efektif. jangan menganggap semua wajib pajak itu sudah mengerti dengan
sosialisasi e-Filing yang ada di media visual seperti tv, radio atau yang lain”.
(Wawancara : Tanggal 04 Oktober 2016).

Dalam pernyataan informan Zainal (noema) bahwa belum adanya

sosialisasi secara keseluruhan atau merata kepada wajib pajak pribadi oleh

Ditjen Pajak terkait penggunaa e-Filing. Sehingga hal tersebut dapat

menyebabkan rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing. Seperti


71

apa yang dirasakan oleh informan memang seharusnya Ditjen Pajak tidak boleh

memilih-milih wajib pajak ketika melakukan sosialisasi karena wajib pajak baik

pribadi maupun badan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam

penggunaan sistem informasi e-Filing dalam melaporkan SPT Tahunan inilah

yang menjadi salah satu penyebab rendahnya minat wajib pajak dalam

penggunaan e-Filing..

Ditjen Pajak harus lebih intens dalam melakukan sosialisasi secara

personal approach atau pendekatan pribadi secara legal action kepada wajib

pajak yang sama sekali belum mengetahui penggunaan sistem informasi e-Filing.

Yang dimaksud personal approach oleh informan di sini adalah pendekatan

secara pribadi ketika melakukan sosialisasi, jadi petugas dari pajak harus

melakukan metode private kepada wajib pajak yang belum tahu sama sekali

dalam penggunaan sistem informasi e-Filing selama sosialisasi berlangsung.

Karena tanpa ada sosialisasi atau imabauan dari DJP sendiri maka wajib pajak

dalam hal ini tidak terdorong untuk menggunakan e-Filing, atau akan

berpengaruh terhadap rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing.

Jadi tidak hanya melakukan sosialisasi dengan hanya menyampaikan

bahwa keharusan dalam penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan,

tapi bagaimana bersosialisasi dengan wajib pajak yaitu dengan mengajarkan

secara praktisi langkah-langkah penggunaan e-Filing dalam pengisian formulir

SPT Tahunan secara elektronik dengan begitu wajib pajak pasti akan lebih

terdorong dan mau menggunakan e-Filing. pihak Ditjen Pajak jangan

menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukan melalui media visual seperti, tv,

radio, koran atau yang lain itu dapat diterima atau dipahami oleh wajib pajak

secara langsung karena kemampuan seseorang dalam hal penggunaan

teknologi informasi itu berbeda-beda bahkan ada orang yang tidak tahu sama
72

sekali dalam penggunaan teknologi informasi atau biasa diistilahkan (GapTek)

atau Gagap Teknologi.

Dari pernyataan informan (noesis) bahwa pendekatan secara personal

approach dalam sosialisasi e-Filing itu lebih efektif, Karena untuk mengukur

kemampuan seseorang dalam penggunaan teknologi informasi memang

seharusnya ada pendekatan secara pribadi (personal approach) yang dilakukan

oleh pihak Ditjen Pajak, sehingga wajib pajak manapun kalau merasakan

pendekatan seperti ini oleh pihak DJP maka secara tidak langsung hubungan

emosional anatara wajib pajak, e-Filing, dan petugas sosialisasi akan tercipta,

dengan begitu wajib pajak yang tadinya enggan menggunakan e-Filing, pada

akhirnya wajib pajak cenderung menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT

Tahunan.

Di zaman modern yang serba elektronik digital sekarang ini tidak menutup

kemungkinan bahwa semua orang akan mengikuti perkembangan zaman

tersebut dan semua akan tahu dalam penggunaan teknologi. Masyarakat kota

Makassar khususnya para wajib pajak maupun badan masih banyak yang awam

atau tidak tahu dalam penggunaan teknologi terkhusus penggunaan sistem

informasi e-Filing. hal tersebut disebabkan tidak dilakukannya sosialisasi secara

merata sehingga wajib pajak bermasabodoh dalam hal sistem infornasi e-Filing,

karena dalam penyampaian SPT tahunan secara e-Filing mereka selalu

mengharapkan dan menitipkan SPT ke pada bendahara perusahaan untuk

pelaporan SPT Tahunannya, tanpa disadari kebiasaan buruk ini akan berdampak

pada dirinya sendiri dengan ketidaktahuan dalam penggunaan sIstem informasi -

e-Filing. Dari kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan pengaruh rendahnya

minat wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.


73

Dari sudut pandang Direktorat Jenderal Pajak (DJP), penerapan e-Filing

dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pelaporan SPT

Tahunannya, tinggal bagaimana peran DJP untuk meningkatkan kemauan atau

minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing. Kepatuhan dalam hal ini adalah

kepatuhan menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan dengan

menggunakan sisitem informasi e-Filing. Salah satu cara diantaranya adalah

dengan meningkatkan sosialisasi secara terus menerus. Selain itu, wajib pajak

juga harus mempunyai kemauan sendiri untuk memanfaatkan e-Filing secara

maksimal. Dengan demikian terdapat konsistensi bahkan akselerasi informasi

dari DJP kepada wajib pajak yang dilakukan secara terus menerus yang akan

memicu terjadinya loncatan minat dan kepatuhan wajib pajak dalam merengkuh

mudahnya memanfaatkan e-Filing. Demikian sebaliknya bila DJP tidak serius

melakukan sosialisasi dan himbauan apalagi bila diperparah dengan kemalasan

wajib pajak untuk menggunakan e-Filing, maka akan semakin menurunkan

eksistesnsi e-Filing dari sisi keberadaan „minat‟ para penggunanya (wajib pajak).

Menurut Crow dan Crow (1976) bahwa seharusnya minat dapat membantu

seseorang untuk memutuskan apakah ia akan melaksanakan aktivitas yang ini

atau aktivitas yang lain dan juga dapat dipahami bahwa minat menunjukkan

kekuatan motif yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian kepada

orang, benda atau aktifitas tertentu.

4.2.4 Rasa Takut Yang Menghantui Penggunaan e-Filing

Internet adalah jendela dunia, tak terjangkau oleh batasan apapun. Kita

bisa membuka wawasan lebih terbuka dengan mencari seluas-luasanya

informasi dari berbagai belahan dunia. Pemerintah patut memikirkan hal ini

karena memang jika berkaca pada dunia luar, akses internet yang disediakan

sudah sangat memadai sehingga pantas jika masyarakat dengan berbagai


74

macam kalangan bisa memanfaatkan akses tersebut untuk keperluan yang lain.

Seperti wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan

SPT Tahunan. soal pengguna (wajib pajak), bukan masalah mereka bisa atau

tidak menggunakan eFiling. karena yang menjadi kendala adalah akses jaringan

internet ada atau tidak dan apakah cukup memadai bagi keperluan semua wajib

pajak dalam pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing. Masalah bisa

mengoperasikan e-Filing sebenarnya hanya butuh waktu saja. Seperti

pernyataan dari Informan bapak Zainal mengatakan bahwa :

“Kami sebagai wajib pajak diharuskan menggunakan sistem informasi e-Filing,


tanpa ada dukungan jaringan internet yang memadai. seperti yang saya
rasakan. ketika saya mengakses sistem informasi e-Filing, biasanya saya
mengalami gangguan jaringan di tengah-tengah pengisian formulir SPT,
bahkan sering pula terjadi jaringan error. Daripada terjadi kesalahan dalam
pengisisan formulir SPT Tahunan maka saya lebih memilih ke KPP untuk
melaporkan SPT tahunan dengan bantuan petugas pajak, itupun di KPP saya
biasanya menunggu cukup lama karena disebabkan jaringan internet yang
kurang kencang, dengan alasan banyaknya wajib pajak secara serentak
menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan”. (Wawancara : Tanggal
04 Oktober 2016).

Dari pernyataan Informan (noema) bahwa sulitnya mengakses sistem

informasi e-Filing, karena disebabkan jaringan internet yang tersedia tidak

memadai, Informan katakan pula bahwa mereka lebih memilih ke KPP untuk

melaporkan SPT Tahunan ketimbang menggunakan e-Filing secara mandiri. Dari

kendala yang dialami oleh informan kali ini, menunjukkan bahwa, kendala utama

dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan,

adalah tidak tersedianya jaringan internet yang memadai. Sehingga hal tersebut

dapat pula menjadi salah satu pemicu rendahnya minat wajib pajak dalam

penggunaan sistem informasi e-Filing Seperti pernyataan informan pada sub bab

sebelumnya.

Lanjut, (noesis) bahwa tidak tersedianya jaringan internet yang memadai

dalam penggunaan sistem informasi e-Filing, merupakan kendala utama yang

perlu diperhatikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Jaringan internet yang tidak
75

memadai, maksudnya adalah bandwidth atau kecepatan jaringan yang ada

kurang maksimal. Jadi ketika sebagian besar para user atau pengguna (wajib

pajak) secara serentak mengakses jaringan server sistem informasi e-Filing,

maka secara otomatis jaringan internet mengalami gangguan, bahkan terjadi

error disaat menginput formulir elektronik dalam pelaporan SPT Tahunan secara

online. Inilah kendala yang menjadi kegelisahan atau ketakutan sehingga wajib

pajak merasa waswas menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri.

Kondisi tersebut membuat wajib pajak khawatir apakah mereka sudah

melakukan dengan benar dalam pengisian formulir atau justru tidak dan malah

tejadi selisih bayar. Hal ini yang menggiring wajib pajak masih datang langsung

ke KPP untuk melakukan pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak berpendapat

bahwa mereka lebih memilih untuk datang langsung ke KPP karena wajib pajak

takut terkendala dengan jaringan internet yang sering terjadi error sehingga

mengalami kegagalan disaat pengisian formulir SPT online. Hal tersebut menjadi

perhatian bagi DJP dan Pemerintah agar penggunaan e-Filing secara mandiri

dapat dilakukan oleh wajib pajak secara merata.

Keempat perilaku wajib pajak orang pribadi dalam penelitian ini dapat

dilihat pada table berikut :

PERILAKU NOEMA NOESIS PENYEBAB

- Enggan - wajib pajak larut - informan lebih - Faktor Usia


dalam dipicu oleh
ketidakpahaman dan ketidakbiasaan
kerumitan dalam
menggunakan e-
Filing. sehingga
informan mudah
lupa ketika di tahun
berikutnya barulah
informan mencoba
kembali untuk
menggunanakan e-
Filing dalam
pelaporan SPT
Tahunan.
76

- tumpang tindihnya
- Acuh Tak - Terlena dengan waktu pelaporan - Sibuk dengan
Acuh waktu dan gagal SPT dengan pekerjaan
fokus dengan e-Filing berbagai kegiatan sehari-hari, baik
lain baik di rumah di kantor
maupun di kantor maupun di
yang menyita waktu rumah
wajib pajak,
sehingga wajib
pajak terpaksa
menggunakan pola
manual dengan
meminta tolong
kepada petugas
pajak.

- Kecemburuan sosial - Wajib pajak orang


- Rendahnya dari wajib pajak pribadi butuh - Tidak
Minat orang pribadi kepada perhatian khusus melakukan
wajib pajak badan dengan adanya sosialisasi
sosialisasi yang secara merata
lebih intens secara
personal approach
atau pendekatan
pribadi secara legal
action

- Sulitnya mengakses - Wajib pajak takut


sistem informasi e- terkendala dengan
- Takut Filing jaringan internet - Bandwidth atau
yang sering terjadi kecepatan
error sehingga internet ke
mengalami server e-Filing
kegagalan disaat kureng
pengisian formulir maksimal
SPT online dan
wajib pajak takut
jika pelaporan SPT
tidak terlapor
karena adanya
gangguan jaringan
internet.

Tabel 1 : Perilaku wajib pajak orang pribadi, olah data (2017)

4.3 Pola Pikir Wajib Pajak Jadi Tantangan Sukseskan e-Filing

Sampai sekarang kesadaran wajib pajak untuk menggunakan e-Filing

masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya wajib

pajak kurang respon dan kurang percaya diri terhadap penggunaan sistem

informasi e-Filing karena masih merasa awam dengan sistem tersebut. Banyak
77

wajib yang sudah lama bekerja kemudian tiba-tiba diperhadapkan dengan sistem

informasi e-Filing, mau tidak mau wajib pajak harus beradaptasi dan bersentuhan

dengan sistem informasi e-Filing. Berbagai perilakupun muncul di antara wajib

pajak terhadap penggunaan e-Filing seperti rendahnya minat perilaku wajib pajak

untuk menggunakan e-Filing, sikap acuh tak acuh terhadap e-Filing,

terdorongnya motivasi wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan dll.

Sehubungan hal tersebut terkait belum maksimalnya respon masyarakat

terhadap penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan

tentunya beberapa keluhanpun muncul dari wajib pajak seperti keluhan dari

Informan yaitu bapak Zainal bahwa.

“Dahulu dalam pelaporan SPT Tahunan masih secara manual, kamipun enjoy
ketika harus ke KPP untuk melaporkan SPT Tahunan, tapi sekarang dengan
hadirnya e-Filing justru kami tidak merasa enjoy lagi karena saya sendiri belum
memahami penggunaan sistem informasi e-Filing jadi saya masih harus tetap
ke KPP lagi dan lebih ribetnya lagi karena sekarang pelaporan SPT diharuskan
menginput formulir secara elektronik, karena saya belum memahami jadi harus
meminta bantuan kepada pegawai pajak untuk diajari dalam penginputan
formulir tersebut, namun tidak semudah itu karena harus antri karena
banyaknya wajib pajak yang senasib dengan saya, ya.. jadi harus sabar
menunggu sampai giliran kita yang dibantu untuk menginput formulir secara
elektronik”. (wawancara : Tanggal 04 Oktober 2016)

Berdasarkan masalah yang dihadapi oleh informan (Zainal), (noema),

bahwa dengan hadirnya e-Filing justru informan merasa tambah ribet dan tidak

enjoy dalam pelaporan SPT Tahunan. Hal tersebut disebabkan karena di KPP

harus mencari pegawai pajak yang siap membantu dalam pengimputan formulir

elektronik (e-Filing) dan lebih ribetnya lagi selain membutuhkan waktu yang lama

dalam pengimputan formulir juga harus disiplin mengantri panjang karena dalam

pengimputan secara elektronik membutuhkan waktu yang lama apalagi kalau

jaringan yang kurang bagus atau lambat. Lanjut (noesis) bahwa untuk mengubah

mindset itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena pada dasarnya

informan belum tahu sama sekali dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.
78

Tapi sebagai pegawai pajak harus siap dan sabar menghadapi informan seperti

ini, karena wajar saja wajib pajak lupa dengan pengisian formulir walaupun pada

awalnya sudah diajarkan tetapi jika tidak dibiasakan maka akan lupa cara

pengisian formulir tersebut, apalagi pelaporan SPT dilaporkan satu tahun sekali.

Disinilah bagaimana peran Ditjen Pajak yang harus betul-betul memperhatikan

informan apabila mendapatkan masalah seperti ini, agar terus diberikan dorong

untuk lebih mandiri dalam penggunaan e-Filing..

4.4 Ringkasan

Berangkat dari sebuah fenomena yang terjadi, yang kemudian

menggambarkan sebuah perilaku dari berbagai paradigma wajib pajak dalam

memandang sebuah sistem informasi e-Filing yang dimana para pelaku atau

wajib pajak yang awam dengan e-Filing tentunya hal tersebut menjadi hal baru

bagi mereka. Dengan hadirnya sistem informasi e-filing, mau tidak mau para

wajib pajak harus berbaur dengan sistem tersebut, karena hal tersebut

merupakan tujuan dan harapan besar dari Ditjen Pajak (DJP) guna

mempermudah bagi para wajib pajak dalam menyampaikan atau melaporkan

SPT Tahunannya dan hal tersebut sudah menjadi regulasi dari Ditjen Pajak

(DJP) maupun Pemerintah terkait pelaporan SPT Tahunan. Namun demikian

tidak berjalan mulus sesuai apa yang menjadi keinginan atau harapan dari DJP

sendiri. Mengapa tidak? tidak semua para wajib pajak dapat menggunakan

sistem informasi e-Filing secara mandiri. Hal ini yang menjadi tantangan bagi

DJP bersama pemerintah dalam mewujudkan smart e-Filing di kalangan wajib

pajak. Dengan carut marutnya kehadiran sistem informasi e-Filing diberbagai

kota di Indonesia terkhusus di Kota Makassar merupakan trending topic di

kalangan pajak saat ini.


79

Bab kali ini menelisik perilaku wajib pajak terkait penggunaan sistem

informasi e-Filing, bahwa perilaku wajib pajak muncul karena masih adanya

kendala-kendala yang dirasakan oleh wajib pajak atas penggunaan sistem

informasi e-Filing. Perilaku tersebut teraktualisasi ketika wajib pajak mengalami

kendala dalam pelaporan SPT Tahunan secara online. seperti Pertama,

kurangnya pemahaman wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing

sehingga wajib pajak enggan untuk menggunakan e-Filing secara mandiri. Wajib

Pajak lebih memilih untuk datang langsung ke KPP Pratama Makassar guna

pelaporan SPT Tahunan. Hal ini merupakan masalah besar bagi DJP dan harus

melakukan perbaikan atau restorasi rupa agar penggunaan e-Filing bisa secara

menyeluruh dan mandiri. Salah satu penyebab kurangnya pemahaman wajib

pajak dalam penggunaan e-Filing yaitu karena faktor ketidakbiassan “bisa karena

biasa” dan sebaliknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pengguanaan sistem

informasi e-Filing hanya digunakan dalam setahun sekali yaitu pada saat

menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan saja. Jadi tidak menutup

kemungkinan para wajib pajak dapat mengingat secara terus menerus

penggunaan e-Filing. Misalkan tahun ini wajib pajak dipandu atau didampingi

oleh petugas pajak dalam pengisian formulir SPT Tahunan secara online atau e-

Filing dalam pelaporan SPT Tahunan sampai selesai di saat itu juga wajib pajak

tahu-menahu sedikit tentang e-Filing. Setelah penyampaian SPT Tahunan sudah

dilaporkan maka pada saat itu pula wajib pajak mulai untuk melupakan

penggunaan e-Filing yang diisi dengan kesibukkan pekerjaan sehari-harinya di

kantor tanpa mengulang-ulang kembali tata cara pengisisan formulir SPT

Tahunan secara online. Dengan begitu pelaporan atau penyampaian SPT

Tahunan berikutnya, wajib pajak jadi lupa atau tidak tahu-menahu sehingga wajib
80

pajak akhirnya enggan menggunakan sistem informasi e-filing yang disebabkan

ketidaktahuannya sendiri.

Kedua, hadirnya sikap acuh tak acuh terhadap pemanfaatan sistem

informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan karena faktor kesibukkan.

Sehingga pelaporan SPT Tahunan secara online awal bulan terlupakan bahkan

terlewatkan dari batas waktu yang telah ditentukan dalam pelaporan SPT

Tahunan. Mau tidak mau wajib pajak harus datang langsung ke KPP jika waktu

pelaporan SPT Tahunan sudah lewat. Hal seperti ini banyak dirasakan oleh wajib

pajak dan sudah menjadi kebiasaan sehingga mereka acuh tak acuh atau gagal

fokus dalam penggunaan sistem informasi e-Filing serta mereka sudah merasa

enjoy dengan keadaan seperti itu walaupun mereka harus dikenakan sanksi

berupa denda karena keterlambatan dalam pelaporan SPT Tahunan, karena

dengan datang langsung ke KPP mereka berharap dapat dibantu oleh petugas

pajak dalam pelaporan SPT Tahunan secara online atau e-Filing.

Ketiga, rendahnya minat wajib pajak dalam penggunaan e-Filing karena

tidakadanya sosialisasi secara merata sehingga para wajib pajak merasa tidak

adanya perhatian khusus dari DJP ataupun Pemerintah setempat. Wajib pajak

memang perlu adanya dorongan berupa sosialisasi secara khusus dan merata

dari DJP dalam penggunaan e-Filing, agar para wajib pajak tidak merasa

terkucilkan. Karena wajib pajak akan merasa terkucilkan jika tidak ada perhatian

dari seseorang yang dibutuhkan, dalam hal ini adalah Ditjen Pajak (DJP). Hal

tersebut dapat menyebabkan kekecewaan yang sangat mendalam sehingga

berdampak kepada hal yang terkait dengan DJP, seperti wajib pajak yang acuh

tak acuh atas regulasi yang dikeluarkan oleh DJP. misalakan rendahnya minat

dalam penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.


81

Keempat, rasa takut yang menghantui wajib pajak ketika menggunakan e-

Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Ketakutan yang diraskan wajib pajak

ketika melakukan pengisian formulir elektronik secara online, wajib pajak takut

melakukan kesalahan dalam pengisian formulir yang dapat menyebabkan

terjadinya selisih bayar. Hal ini dikarenakan jaringan internet yang sering

menglami gangguan seperti lambatnya jaringan internet bahkan terjadi error.

Sehingga menyulitkan bagi para wajib pajak dalam mengakses sistem informasi

e-Filing.

Kelima, hadirnya pemikiran-pemikiran dari wajib pajak terkait penggunaan

e-Filing yang dimana pola pikir wajib pajak yang selalu menghadirkan rasa

was-was atau rasa takut dalam penggunaan e-Filing, rasa takut akan

kesalahan ketika pengisian formulir SPT Tahunan secara online yang

akan berdampak pada kurang bayar, selisih bayar, tidak terlapornya

sebagian item yang tertera pada formulir elektronik ataukah pelaporan

tersebut tidak terkirim sama sekali karena biasa terjadi gangguan sistem

jaringan yang error. Hal inilah yang menjadi buah pemikiran dari wajib

pajak dengan hadirnya rasa takut ketika mereka diperhadapkan langsung

dengan sistem informasi e-Filing. Sehingga hal tersebut menjadi

tantangan tersendiri akan kesuksesan e-Filing secara menyeluruh pada

kalangan wajib pajak.


82

BAB V

PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS KEWAJIBAN PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI e-Filing

5.1 Pengantar

Pada bab sebelumnya telah diuraikan berbagai keuntungan dalam

pemanfaatan e-Filing. Yang perlu diingat semua terobosan dalam bidang

perpajakan yang dikeluarkan Ditjen Pajak takkan bertaring tanpa dukungan dari

pemerintah. Seperti halnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk Ditjen

Pajak terkait aturan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib

pajak yang sudah terdaftar.

Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat

dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai

sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda

pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya. Namun yang berstatus sebagai karyawan, kewajiban memiliki

NPWP tidak selalu timbul. Ada syarat khusus yang menjadi dasar kapan

timbulnya kewajiban ber-NPWP.

Oleh karena itu pada bab ini, peneliti akan menggali persepsi Wajib Pajak

untuk mengetahui peran dan status pekerjaan dalam melaksanakan

kewajibannya yakni melaporkan SPT Tahunan dengan penggunaan e-Filing

berdasarkan status pekerjaan. status wajib pajak yang dimaksud dalam hal ini

yaitu peran atau pekerjaan wajib pajak yang sesuai aturan dan ketentuan yang

berlaku pada DJP untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dalam

pelaporan atau penyampaian SPT Tahunan dengan menggunakan sistem

informasi e-Filing. Status pekerjaan wajib pajak tidak dapat digeneralisasi secara

82
83

umum, karena dari status pekerjaan wajib pajak nantinya yang akan

membedakan formulir SPT Tahunan secara elektronik atau e-Filing. Seperti

yang berstatus ASN/TNI/Polri dan Dokter serta pegawai Swasta. Dalam bab ini

juga akan menjelaskan perilaku Wajib Pajak yang dihadapi oleh masing-masing

wajib pajak berdasarkan status pekerjaan mereka dalam melaksanakan setiap

kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

5.2 Tumpang Tindih Antara Kewajiban dan Kesulitan Wajib Pajak

Menggunakan e-Filing.

Demi mendukung kesuksesan sistem e-Filing, mulai tahun 2016, e-Filing

pajak diwajibkan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pengguna e-Faktur untuk

melakukan e-Filing SPT Tahunan Badan (Pengumuman DJP nomor PENG-

04/PJ.09/2016). Kebijakan ini juga berlaku untuk TNI, Polri dan PNS atau ASN

juga PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, pengacara dan lainnya yang memiliki

penghasilan sendiri di luar dari gaji pegawai tidak termasuk usaha dagang. Hal

ini diharapkan bisa mendorong masyarakat yang lainnya di beberapa daerah,

mulai dari pegawai swasta dan BUMN untuk menyampaikan SPT tahunan

melalui e-Filing.

Dari keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Rabu

(24/2/2016), Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia

(TNI), dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di seluruh Indonesia

diminta melaporkan pajak dengan menggunakan e-Filing. Ketentuan ini sesuai

dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi (PAN RB) Nomor 8 tahun 2015. Dengan adanya peraturan tersebut

yang mewajibkan ASN, TNI dan Polri untuk menggunakan e-Filing dalam

melaporkan SPT Tahunannya, namun, bukan hanya Aparatur Sipil Negara, TNI

dan Polri saja yang dapat memanfaatkan e-Filing tapi semua wajib pajak namun,
84

e-Filing adalah sarana pelaoran SPT Tahunan yang beretikad memudahkan

wajib pajak. maka mau tidak mau mereka yang termasuk dalam golonagan

tersebut yang harus menggunakan e-Filing.

5.2.1 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Mendapatkan e-FIN

Era manual telah lewat, kini zamannya serba teknologi, begitu juga dalam

melaksanakan kewajiban perpajakan Adapun wajib pajak datang kekantor pajak

karena belum bisa masuk ke aplikasi efiling dikarenakan belum mendapatkan

elektronik e-Filing identification number (e-FIN) baik itu dari kalangan

PKP,ASN,TNI,POLRI serta PNS pekerjaan bebas maupun wajib pajak yang

belum diwajibkan menggunakan e-Filing namun bukan berarti tidak bisa

menggunakan aplikasi efiling tapi karena belum registrasi e-FIN, karena itu masih

banyak wajib pajak datang kekantor pajak untuk meregistrasi elektronik e-Filing

identification number (e-FIN) karena pada dasarnya kontribusi wajib pajak bukan

hanya dari kalangan pengusaha kena pajak (PKP) maupun ASN,TNI/Polri akan

tetapi semua wajib pajak yang telah memiliki NPWP.

Seperti salah seorang Polri yang bertugas di SPN Batua Makassar sebut

saja nama panggilannya bapak “Ardi” beliau mengatakan bahwa :

“Bukan persoalan tidak tahu dalam prosedur untuk mendapatkan e-FIN, tapi
disini saya menilai bahwa aplikasi e-Filing ini masih ada kekurangan dan masih
menyulitkan kita ketika mau mendapatkan e-FIN, seperti yang saya alami ketika
saya mendapatkan e-FIN, saya musti ke KPP lagi untuk mendaftarkan diri
dengan mengisi formulir secara manual. Yang lebih parahnya lagi ketika
mendaftar untuk mendapatkan e-FIN, itu tidak boleh diwakili oleh orang lain,
repot kan..? kenapa sih tidak online saja daftarnya tanpa harus ke KPP lagi?
Inilah alasan kami masih ke KPP walau harus menambah kuota antrian”.
(wawancara : 9 November 2016).

Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayan prima yang disediakan direktorat

jenderal (Ditjen) Pajak, selain yang diwajibkan pelaporan dengan menggunakan

e-Filing masih diberikan kebabasan melapor baik manual maupun e-Filing

sehingga masih banyak yang datang kekantor pajak untuk menyampaikan surat
85

pemberitahuan masa / tahunan langsung ke kpp khusunya yang belum

mendapatkan sosialisasi penggunaan e-Filing DJP online dan wajib pajak yang

tergolong ASN,TNI dan POLRI pun masih banyak yang datang langsung ke KPP

melaporkan SPT dengan meminta bantuan pegawai Pajak.

Berdasarkan pernyataan awal (noema) informan (Ardi), dapat dilihat bahwa

informan mendapatkan keganjalan disaat ingin mendapatkan e-FIN, yaitu

informan merasa bahwa dirinya dipersulit, karena ketika informan ingin

mendapatkan e-FIN informan musti datang ke kantor pajak untuk registrasi e-

FIN dan terlebih lagi karena disaat untuk mendapatkan e-FIN tidak boleh

diwakili oleh orang lain baik teman maupun saudara. Dijelaskan lebih lanjut

(noesis) oleh informan (Ardi), bahwa dengan sulitnya mendapatkan e-FIN

informan akan berusaha mencari cara atau mencari waktu kosong untuk

datang ke KPP guna mendapatkan e-FIN disebabkan faktor kesibukan dengan

pekerjaan sehingga harus mencari waktu kosong. Menurut informan

kemungkinan besar wajib pajak yang lain juga merasakan hal yang sama

seinngga ditengah-tengah kesibukkan kita memang harus menyiapkan waktu

kosong guna mendapatkan e-FIN karena prosesnya juga lama tergantung dari

kecepatan akses internet belum lagi antrian yang begitu panjang yang

memang sangat menyita waktu. Kemudian pernyataan informan berikut

menyadarkan kita semua terkhusus kepada wajib pajak lain bahwa,

“Kembali lagi dari kita sendiri, kita bisa memberi edukasi, bahwa dengan adanya
kesibukan di kantor bukan berarti kita menuruti kesibukan tersebut dan tidak
menyempatkan diri untuk ke KPP, jangan sampai kita terlena dengan kesibukan
sehingga untuk mendapatkan e-FIN saja selalu tertunda bahkan inilah penyebab
wajib pajak tidak menggunakan e-Filing ketika melaporkan SPT Tahunan.
(Wawancara, 9 November 2016)”.

Menyikapi hal tersebut informan memberikan edukasi dengan menyadarkan

wajib pajak lainnya agar tidak terlena dengan kesibukan karena kewajiban

seorang wajib pajak untuk mendapatkan e-FIN harus terpenuhi agar


86

pemanfaatan e-Filing pun berjalan sesuai harapan Ditjen Pajak. Meskipun

informan (Ardi) sudah memberikan edukasi belum tentu semua wajib pajak

memiliki pemikiran yang sama dan tidak dapat dipungikri bahwa wajib pajak

pada dasarnya ingin mendaptkan kemudahan dalam urusan pajak seperti

dengan kemudahan mendapatkan e-FIN tanpa harus ke KPP lagi. Sambung oleh

Informan Ardi bahwa,

“Beberapa di antara teman yang awalnya bermasa bodoh untuk mendapatkan


e-FIN karena dengan alasan tidak ada waktu untuk ke KPP. Sehingga pada
akhirnya ketika ada pemeriksaan barulah mereka sadar dan mau berusaha
untuk mendapatkan e-FIN dan ada beberapa teman yang dikenakan sanksi
berupa denda disebabkan sudah sekian lama tidak pernah melaporkan SPT
Tahunan. Dengan begitu kami para wajib pajak selalu berharap agar proses
seperti ini lebih dimudahkan lagi seprti untuk mendapatkan e-FIN tadi.
(Wawancara, 9 November 2016)”.

Wajib Pajak mulai menyadari bahwa untuk menggunakan e-Filing dalam

melaporkan SPT Tahunan haruslah mendapatkan e-FIN terlebih dahulu sebagai

nomor register untuk menggunakan Sistem Informasi e-Filing. Yang menjadi

kendala di sini bagi Wajib pajak yang tergolong PNS/TNI/Polri bahwa langkah

awal yaitu untuk mendapatkan e-FIN cukup menyulitkan bagi wajib pajak.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Baytiomo, (2016) dalam media info

kompasiana bahwa :

“Lalu saya jadi berpikir, apa gunanya e-FIN. Makhluk ini malah mempersulit
untuk lapor SPT Tahunan secara online. Untuk mendapatkannya sudah sulit,
setelah di dapatkan harus disimpan, dijaga dengan baik, jangan sampai
menghilang.
Mengapa Dirjen Pajak tidak membuat sistem lapor pajak online, selayaknya
memaintain akun media sosial? ketika kita membuat akun baru media sosial,
cukup memasukan data pribadi, e-mail dan password. Hal yang sama bisa
diterapkan saat registrasi lapor pajak online. Kita bisa input NPWP, email dan
password. Lalu kita dikirimkan e-mail dari dirjen pajak untuk verifikasi email.
Selesai verifikasi, langsung lapor pajak deh. Data pribadi kita kan sudah
tersimpan saat mendaftarkan NPWP. Jadi tidak perlu input data pribadi lagi.
Kalau begini mekanismenya, Ngapain harus ada e-FIN?”

Di sisi lain para wajib pajak yang tergolong ASN memang dituntut dan

diwajibkan untuk menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Tidak

sampai dsitu, setelah para wajib pajak mendapatkan e-FIN dan sudah dapat
87

mengakses e-Filing. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah mereka

semua wajib pajak akan menggunakan e-Filing sendiri tanpa datang lagi ke KPP

dan tanpa ada masalah lagi? Tentu saja tidak, masih banyak kendala yang

dirasakan wajib pajak ketika menggunakan e-Filing sendiri. Yang tentunya akan

dibahas dan digalih lebih dalam lagi maslah yang dirasakan wajib pajak tersebut

terkait dengan teori dan judul penelitian yang diangkat pada sub-sub berikutnya.

5.2.2 Sulitnya Bagi Wajib Pajak Untuk Menggunakan e-Filing

Setelah menyelesaikan pelaporan melalui e-Filing, biasanya program akan

mengeluarkan survei kepuasan, dengan bertanya apakah wajib pajak tersebut

merasa puas ataukah tidak dengan adanya program pemerintah ini. Jika menurut

wajib pajak sistem e-Filing DJP Online masih rumit. Silahkan pilih “TIDAK PUAS”,

itu adalah feedback (masukan) untuk DJP. Namun jika menurut wajib pajak e-

Filing itu bagus dan mudah serta cukup membantu wajib pajak dalam

melaporkan SPT Tahunan, maka pilihlah “PUAS”.

Pilihan tersebut sangatlah sensitif karena sesekecil apapun keganjalan yang

wajib pajak dapatkan dalam pengisian Formulir SPT Tahunan secara elektronik

(e-Filing) seperti halnya gangguan internet yang dapat menyebabkan sistem

error sehingga wajib pajak mengulang-ulang kembali sampai pengisian formulir

berhasil, maka wajib akan merasa tidak puas dalam pelayanan sistem tersebut

walapun sebenarnya keganjalan tersebut bukan kesalahan sistem e-Filing

melainkan gangguan internet. Seperti yang dirasakan oleh wajib pajak atau

informan “Ardi” bahwa:

“Kadang saya merasa kessel ketika saya sedang mengisi formulir SPT
Tahunan secara online (e-Filing), di tengah-tengah pengisian formulir tiba-tiba
ada gangguan internet yang menyebabkan sistem error dan saya menunggu
sampai jaringan internet kembali normal kemudian saya mengulang kembali
mengisi formulir dari awal lagi.” (Wawancara, 9 November 2016)”.
88

Berbeda dengan kerumitan atau kesulitan yang didapatkan dalam sistem e-

Filing itu sendiri yang menyebabkan wajib pajak tidak menggunakan sistem

informasi e-Filing secara mandiri, yaitu penyediaan formulir wajib pajak yang

tergolong PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, Pengacara dan profesi sejenis

lainnya yang menggunakan kode formulir 1770, hal tersebut tidak ditemukan

dalam sistem aplikasi e-Filing. Untuk memudahkan wajib pajak dalam hal

pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing, mesti menggunakan fitur formulir 1770,

yang tidak tersedia dalam aplikasi e-Filing. Namun demikian, situs e-Filing

memberikan fitur upload untuk mengunggah formulir 1770. Formulir yang

diunggah harus sudah diisi dan dalam bentuk format file .CSV. Untuk melakukan

hal tersebut, ada serangkaian persiapan yang harus dilakukan di komputer yaitu

dengan cara menginstal aplikasi tersebut dalam komputer. jika ke situs

pajak.go.id, wajib pajak akan kesulitan, pertama karena (mungkin) traffic ke situs

ini begitu tinggi, performa koneksi situs pajak kurang baik. Kedua, meskipun

kelihatannya sederhana, bila wajib pajak ikuti langkahnya, kemungkinan banyak

error yang wajib pajak temui dan wajib pajak kemungkinan akan frustrasi setelah

15 menit mengutak-atik komputer. Kesulitan seperti ini yang dirasakan oleh wajib

pajak yang tergolong PNS pekerjaan bebas seperti Dokter, Pengacara dan

perofesi sejenis lainnya sehingga wajib pajak enggan menggunakan e-Filing

dalam pelaporan SPT Tahunan.

Seperti yang dirasakan oleh salah satu Dokter PNS pekerjaan bebas sebut

saja nama panggilannya “dr. Alwi” yang punya usaha klinik di Makassar bahwa :

“Dalam pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing sebenarnya sangat membantu


dan memudahkan kita sebagai wajib pajak untuk melaporkan SPT, tapi sistem
e-Filing yang ada sekarang ini masih ada beberapa kekurangannya salah
satunya adalah tidak adanya fitur formulir 1770 tersedia dalam e-Filing.
Sehingga kita wajib pajak ini kesulitan ketika ingin mengupload berkas yang
berformat CSV karena harus menggunakan aplikasi tersendiri di luar e-Filing
sehingga sangat sulit bagi saya ketika saya ingin melaporkan SPT Tahunan.
89

Lebih mudah, ketik SPT, taruh amplop lalu serahkan ke kantor POS atau ke
KPP langsung”. (Wawancara, 13 Desember 2016).

Dari pernyataan di atas (noema) informan menjelaskan bahwa dalam

sistem aplikasi e-Filing masih terdapat kekurangan sehingga dapat menyulitkan

para wajib pajak dalam penggunaan sistem tersebut untuk pelaporan SPT

Tahunan. Wajib pajak yang berstatus PNS Pekerjaan bebas (dokter), berbeda

dengan status PNS tanpa pekerjaan bebas atau dengn kata lain PNS yang tidak

mempunyai usaha lain. Perbedaan tersebut dapat diliat dari kode formulir antara

PNS Pekerjaan bebas dan PNS Tanpa pekerjaan bebas, yang dimana formulir

SPT Tahunan PNS Pekerjaan bebas dengan kode 1770 sedangkan PNS tanpa

pekerjaan bebas yaitu dengan kode 1770 S. dari perbedaan tersebut sehingga

dapat mengukur kekurangan dari sistem aplikasi e-Filing, yaitu dimana formulir

secara elektronik dengan kode 1770 tidak ditemukan atau tidak tersedianya pada

sistem aplikasi e-Filing. Pada saat wajib pajak ingin mengupload berkas yang

diminta oleh formulir 1770 maka wajib pajak harus terlebih dahulu menginstal

aplikasi khusus formulir 1770 di masing-masing komputer.

Lanjut (noesis) bahwa dengan keadaan tersebut yang terdapat pada

sisitem aplikasi e-Filing dapat menyulitkan bagi wajib pajak untuk melaporkan

SPT Tahunannya dengan menggunakan sistem informasi e-Filing secara

mandiri. sehingga dengan kesulitan yang ada, dapat menyurutkan minat bagi

wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.

Dari kekurangan sistem tersebut di atas, sudah jelas bahwa salah satu

alasan bagi wajib pajak enggan menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT

Tahunan. Tidak hanya sampai disitu, di luar dari kekurangan sistem informasi e-

Filing juga dapat dilihat dari gangguan jalannya e-Filing yaitu kecepatan internet

atau banwich tidak secara maksimal. Sehingga berdampak bagi user atau sistem

informasi e-Filing itu sendiri. Mengapa tidak? Seperti yang sudah dibahas pada
90

bab sebelumnya, penggunaan sistem informasi e-Filing biasanya serentak

digunakan pada batas bulan pelaporan SPT Tahunan. Di bulan tersebut para

wajib pajak secara serentak untuk menggunakan e-Filing terkait penyampaian

atau pelaporan SPT Tahunan yang akan segera berakhir. banyaknya pengguna

e-Filing secara bersamaan di bulan Maret sehingga menyebabkan sistem e-Filing

terganggu, seperti terjadinya error pada sistem dan sulitnya pagi para wajib pajak

untuk masuk di situs pajak e-Filing. Dengan begitu wajib pajak terpaksa harus ke

KPP untuk menyerahkan atau melaporkan secara manual kepada petugas pajak.

Seperti halnya yang dirasakan oleh informan “Alwi” bahwa:

Biasanya di awal-awal bulan Maret saya coba-coba untuk online dengan


membuka situs pajak e-Filing, tapi apalah daya, untuk masuk di situsnya saja
sudah berat n loadingnya sangat lama dan kadang saya sudah sampai di form
pengisian SPT dan sementara pengisi form bahkan sudah dipertengahan, eh..
tiba-tiba jaringan ngadat atau error, ya mau tidak mau kembali dari awal lagi
ngisi formnya, kan kesel tuh…!!!”. (Wawancara, 13 Desember 2016).

Kendala yang muncul di permukaan, terkait dengan fasilitas jaringan

internet yang kurang memadai, khususnya jaringan server DJP kota Makassar.

Merupakan sebuah realitas atau fenomena yang menjadi salah satu pokok

permasalahan dalam menggunakan e-Filing bagi wajib pajak. Kemudian kendala

yang dirasakan oleh dr. Alwi (noema) bahwa informan merasa kesel atau tidak

nyaman dengan jaringan internet yang tersedia, yang dimana jaringan

berfluktuasi kadang cepat kadang juga lambat, bahkan bisanya jaringan terputus,

sehingga semua sistem aplikasi online yang sedang berjalan akan terhenti atau

error. Inilah yang dirasakan oleh informan dr. Alwi sehingga informan merasa

tidak nyaman disaat mengaplikasikan sistem e-Filing. Jaringan internet

merupakan hal yang utama dalam mengakses sistem informasi e-Filing. tanpa -

jaringan internet sistem tersebut tidak dapat dijalankan atau diakses.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gusma at. all, (2016) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa :
91

“Pelaksananaan e-Filing ini menggunakan sistem online, dimana jaringan


internet menjadi elemen penting dalam pelaksanaannya. Tanpa jaringan
internet maka tidak dapat terlaksananya sistem pelaporan ini (SPT Tahunan).”

Kendala Yang dirasakan oleh dr. Alwi adalah hal yang juga banyak

dirasakan oleh wajib pajak lainnya, dari sudut (noesis) bahwa dari fasilitas

jaringan internet yang tersedia dari segi kecepatan atau bandwich-nya terbukti

belum terpenuhi sesuai kebutuhan di kalangan pajak. Sehingga pemerintah

dapat mengukur kecepatan internet atau bandwich yang dibutuhkan oleh

masyarakat di kota Makassar khususnya bagi wajib pajak.

5.3 Munculnya Persepsi Atas Kewajiban Penggunaan e-Filing

Pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 8 Tahun 2015 mewajibkan

Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik

Indonesia (ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan

perpajakan dengan diwajibkannya mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak,

membayar pajak, serta mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui

e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh melalui e-Filing oleh ASN/TNI/Polri

harus disampaikan dengan benar, lengkap, jelas dan tepat waktu. pimpinan unit

kerja diminta untuk melakukan koordinasi dengan unit kerja DJP tempat

bendahara pemerintah terdaftar sebagai Wajib Pajak sehingga pelaksanaan

sosialisasi pelaporan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing dapat berjalan dengan

lancar. ASN/TNI/Polri, Bendahara Pemerintah, dan Pejabat yang tidak mentaati

peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut akan dijatuhi hukuman

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Intinya agar segenap jajaran Ditjen Pajak baik di tingkat Kantor Wilayah

(Kanwil) maupun di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) segera

mensosialisasikan ke perusahaan dan instansi pemerintah lain maupun kesatuan


92

TNI/Polri tentang yang wajib dan tidak wajib dalam penggunaan e-Filling untuk

melaporkan SPT Tahunan. Untuk membedakan antara ASN, TNI, Polri dan

Dokter serta Pegawai Swasta (pekerjaan bebas) dalam penggunaan e-Filing

dalam melaporkan SPT Tahunannya kita dapat melihat dari masing-masing

formulir SPT, misalkan, antara pegawai Swasta dan Pegawai Negeri Sipil formulir

SPT yang mereka gunakan sama-sama menggunakan formulir kode SPT 1770S

yang membedakan adalah bukti potong 1721-A1 untuk karyawan swasta dan

1721-A2 untuk Pegawai negeri sipil. Sedangkan formulir untuk Dokter dan

Konsultan memiliki formulir kode SPT 1770.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran sistem informasi e-Filing

merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi para wajib pajak

yang tergolong status PNS / ASN. Maka dari itu pada tahun 2015 ditetapkan

bahwa semua wajib pajak yang berstatus PNS/ASN diwajibkan untuk

menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.

5.3.1 Persepsi Kebermanfaatan Terhadap Penggunaan e-Filing

Pelaporan pajak di Indonesia semakin mudah semenjak adanya sebuah

terobosan cara lapor pajak online yang dikenal dengan sebutan e-Filing.

Meskipun metode yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ini memberikan

banyak keuntungan bagi pemakainya, namun masih banyak Wajib Pajak yang

melaporkan SPT secara manual dengan mendatangi Kantor Pelayanan Pajak

(KPP).

Dengan e-Filing, kegiatan mengisi dan mengirim SPT tahunan dapat

dilakukan dengan mudah dan efisien, karena telah tersedia formulir elektronik di

layanan pajak online yang akan memandu para pengguna layanan. Selain itu,

layanan pajak online juga dapat diakses kapan dan di mana pun, sehingga

penyampaian SPT dapat dilakukan setiap saat selama 24 jam. Dengan e-Filing,
93

tidak perlu lagi dokumen fisik berupa kertas, karena semua dokumen akan

dikirim dalam bentuk dokumen elektronik.

Kalau kita menelisik lebih jauh manfaat dari e-Filing memang sangat besar

manfaatnya jika seiring dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dalam

pemanfaatan sistem informasi e-Filing. Namun pada kenyataannya seperti apa

yang kita lihat dan rasakan bahwa pemanfaatan teknologi secara online belum

sepenuhnya didukung oleh fasilitas yang memadai. Sehingga tidak menutup

kemungkinan para pengguna (user) e-Filing masih acuh tak acuh dengan

keberadaan e-Filing.

Lanjut informan “Ardi” yang memberikan sebuah persepsi terkait

kebermanfaatan e-Filing bahwa :

“Kalau dikatakan manfaat, berarti manfaat yang dirasakan oleh seseorang dari
sesuatu yang berguna buat dirinya. Okelah e-Filing manfaatnya tidak
menggunakan kertas lagi, tidak perlu jauh-jauh ke KPP lagi untuk melaporkan
SPT dll. Tapi manfaat dari sistem informasi e-Filing tidak didukung oleh fasilitas,
seperti fasilitas jaringan internet yang masih lambat. Terkait dengan
penggunaan e-Filing saya sendiri belum merasakan manfaat sepenuhnya dari
sistem informasi e-Filing itu sendiri, karena saya sendiri masih ke KPP untuk
melaporkan SPT Tahunan dengan bantuan petugas pajak”. (Wawancara, 09
november 2016).

Dari pernyataan informan “Ardi” (noema) bahwa informan belum

merasakan sepenunya manfaat dari sistem e-Filing itu sendiri. Yang dimana

penyebab utamanya adalah jaringan internet yang tidak mendukung sehingga

informan belum mersakan berbagai manfaat dari e-Filing. Lanjut (noesis)

dijelaskan bahwa dengan menggaris bawahi kata “manfaat” yang dimaksudkan

yaitu merasakan berbagai manfaat dari sistem informasi e-Filing. Manfaat dari

sistem informasi e-Filing memang tujuannya untuk mempermudah bagi wajib

pajak untuk melaporkan SPT Tahunan. Dengan manfaat yang dirasakan oleh

para wajib pajak, maka dapat mempengaruhi minat wajib pajak dalam

menggunakan sistem informasi e-Filing. Nurul (2012), dalam penelitiannya yang


94

berjudul “Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan

Penggunaan, Dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan e-Filing Bagi

Wajib Pajak”. Yang mengatakan bahwa,

“Persepsi Kebermanfaatan mempengaruhi tingkat Penggunaan e-Filing.


Semakin tinggi tingkat Persepsi Kebermanfaatan e-Filing, maka wajib pajak
akan semakin sering pula menggunakan e-Filing, terdapat pengaruh positif
antara variabel Persepsi Kebermanfaatan terhadap Penggunaan e-Filing.

Secara subjektif penelitian tersebut terdapat kesamaan yaitu terdapat

pengaruh persepsi kebermanfaatan terhadap penggunaan e-Filing. Namun,

secara objektif Penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang

peneliti dapatkan di lapangan, seperti yang dirasakan oleh informan “Ardi” bahwa

belum merasakan sepenunya manfaat dari sistem e-Filing itu sendiri. seiring

dengan harapan Ditjen Pajak. Namun pada kenyataannya manfaat dari e-Filing

tidak tersalurkan sepenuhnya kepada wajib pajak. Jika manfaat dari sistem

informasi e-Filing tidak dirasakan oleh banyak wajib pajak dikarenakan oleh

sesuatu yang seharusnya bisa terpenuhi, seperti jaringan internet yang masih

lambat, yang dimana pemerintah bersama Ditjen Pajak harusnya dapat

memfasilitasi hal tersebut, maka jauh dari harapan Ditjen Pajak kepada wajib

pajak dalam penggunaan e-Filing secara menyeluruh. bagaikan “harapan yang

tinggal angan-angan”.

5.3.2 Persepsi Kemudahan Terhadap Penggunaan e-Filing

Kemajuan teknologi informasi telah banyak mengubah paradigma dan

perilaku manusia modern. Hal ini disadari oleh Direktorat Jenderal Pajak,

berbagai terobosan terkait dengan aplikasi teknologi informasi dalam sistem

perpajakan (e-Filing) terus dilakukan dalam rangka intensifikasi perpajakan.

Tujuannya adalah guna kemudahan, peningkatan dan optimalisasi pelayanan

kepada Wajib Pajak, sehingga akan diperoleh peningkatan pendapatan negara

dari sektor perpajakan.


95

Secara umum, e-Filing melalui situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang

beralamatkan di www.pajak.go.id, adalah sistem pelaporan SPT menggunakan

sarana internet tanpa melalui pihak lain dan tanpa biaya apapun, yang dibuat

oleh DJP untuk memberikan kemudahan bagi WP dalam pembuatan dan

penyerahan laporan SPT kepada DJP secara lebih mudah, lebih cepat, dan lebih

murah. Dengan e-Filing, WP tidak perlu lagi menunggu antrian panjang di lokasi

Dropbox maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini merupakan salah satu

terobosan baru pelaporan SPT yang digulirkan DJP untuk membuat WP semakin

mudah dan nyaman dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak dengan e-Filing berarti juga

akan memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan

penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan

(juga akurasi data), distribusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak

perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut

telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal

ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.

Kemudahan dalam menggunakan sistem informasi e-Filing hanya diraskan

oleh para wajib pajak yang sebelumnya sudah memahami kegunaan internet,

memiliki alamat surel (e-mail), bermain game secara online, dan melakukan

browsing untuk mencari informasi. Sedangkan wajib pajak yang belum

mempunyai dasar pengetahuan yang sama, sulit bagi wajib pajak untuk

mengetahui penggunaan e-Filing. Sehinnga muncullah persepsi dari sebagian

wajib pajak mengatakan bahwa sistem informasi e-Filing sangat ribet dan rumit.

Rumit dan mudahnya Sistem informasi e-Filing itu relatif, tergantung individunya.

Lanjut informan “dr. Alwi” memberikan persepsinya terkait kemudahan

dalam penggunaan sistem Informasi e-Filing bahwa :


96

“saya tidak bisa katakan mudah dalam penggunaan sistem informasi e-Filing,
karena saya sendiri masih kesulitan, seperti saya ini seorang Dokter punya
usaha lain tentunya berbeda dengan PNS yang lain yang tanpa pekerjaan
bebas atau usaha lain dalam menggunakan sistem informasi e-Filing, ada
beberapa hal yang saya belum pahami, seperti ketika saya ingin mengupload
berkas yang berformat CSV karena harus terlebih dahulu kita menginstal
aplikasi di luar e-Filing agar bisa mengupload berkas yang berformat CSV
belum lagi jika terjadi selisih bayar atau kurang bayar pajak. ini menurut
persepsi saya belum lagi menurut persepsi wajib pajak yang lain yang sama
sekali tidak tahu komputer”. (Wawancara, 13 Desember 2016).

Seperti apa yang dijelaskan oleh informan (noema) bahwa informan masih

kesulitan dan tidak mudah bagi informan untuk menggunakan sistem informasi e-

Filing. Karena masih ada beberapa hal yang belum diketahui oleh informan,

misalkan seperti yang dijelaskan informan pada sub bab sebelumnya. ketika

ingin menggunakan formulir dengan kode 1770 bagi PNS pekerjaan bebas, yang

dimana membutuhkan berkas pelaporan berupa file yang berformat CSV.

Rumitnya disini ketika harus menginstal aplikasi pendukung di luar aplikasi e-

Filing, untuk mengupload berkas atau file yang berformat CSV. Kemudian

informan juga belum mengetahui cara pelaporan SPT ketika terjadi selisih bayar

atau kurang bayar pajak jika terjadi selisih bayar.

Lanjut (noesis) dijelaskan bahwa dari apa yang disamapaikan oleh

informan masih ada beberapa yang belum dimengerti terkait penggunaan sistem

informasi e-Filing oleh informan seperti yang disebutkan di atas. Kalau merujuk

pada penelitian sebelumnya oleh Nurul (2012), dalam penelitiannya bahwa,

“Persepsi Kemudahan Penggunaan mempengaruhi tingkat Penggunaan e-


Filing. Semakin tinggi tingkat Persepsi Kemudahan Penggunaan, maka wajib
pajak akan semakin sering pula menggunakan e-Filing. terdapat pengaruh
positif antara variabel Persepsi Kemudahan Penggunaan terhadap
Penggunaan e-Filing”.

Apabila penelitian tersebut, dilihat dari sisi subjektifnya memang terdapat

pengaruh positif persepsi kemudahan penggunaan terhadap penggunaan e-

Filing. Tetapi secara objektif berbeda dengan penelitian yang peneliti dapatkan di

lapangan. Kita dapat menarik benang merahnya bahwa dalam sistem informasih
97

e-Filing masih terdapat kerumitan ketika ingin melaporkan SPT Tahunan.

Berbagai prosedur dan tata cara dalam pelaporan SPT dengan menggunakan

sistem informasi e-Filing tergantung formulir elektroniknya yang dilihat

berdasarkan kode formulir. Tingkat kemudahan dan kesulitannya pun berbeda-

beda, seperti apa yang dialami oleh informan yang berstatuskan PNS pekerjaan

bebas (dokter), yang dimana informan pada saat mengisi formulir dengan kode

1770 yang menggunakan format file CSV informan mengalami kesulitan karena

harus menginstal aplikasi di luar aplikasi e-Filing.

5.3.3 Persepsi Kepuasan wajib Pajak Terhadap Penggunaan e-Filing

Kepuasan wajib pajak dapat dilihat dari Penilaian kinerja yang

berhubungan dengan penyelesaian pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing

oleh wajib pajak, apakah dalam pelaporan SPT Tahunan pada sistem informasi

e-filing akan berhasil atau gagal. Pencapaian ini juga perlu dikaitkan dengan

perilaku wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing selama proses

pengisian formulir SPT. Kepuasan wajib pajak dalam hal ini berhubungan

dengan pencapaian sistem informasi e-Filing dalam memenuhi kebutuhan

pengguna (user) atau wajib pajak. serta memberikan kemudahan dalam

pelaporan SPT Tahunan dengan e-Filing, dan pada akhirnya wajib pajak akan

merasa puas atas kinerja dari aplikasi pajak (e-Filing), yang tentunya juga

didukung oleh fasilitas yang disediakan oleh pemerintah setempat, terkait fasilitas

yang berhubungan dengan sistem informasi e-Filing, contoh fasilitas jaringan

internet yang harus memadai.

Jadi apabila wajib pajak merasa puas terhadap sistem informasi yang

digunakan (e-Filing), maka wajib pajak akan cenderung untuk merasa nyaman

dan aman selama pengisian formulir SPT Tahunan dengan menggunakan sistem

informasi e-Filing. sehingga wajib pajak juga akan merasa terbantu dalam
98

menyelesaikan pelaporan SPT Tahunan dengan mudah. Oleh karena itu

persepsi kepuasan wajib pajak dalam penggunaan sisitem informasi (e-Filing) ini

mendukung Theory of Planned Behavior (TPB), dapat digunakan untuk

menjelaskan bahwa sikap atau perilaku terhadap penggunaan e-Filing (attitude),

norma subyektif (subjective norms), dan kontrol perilaku persepsian (perceived

behavioral control) mempengaruhi niat atau keinginan untuk menggunakan

teknologi, agar dapat membantu, untuk mengetahui perilaku, persepsi, dan

mengetahui seberapa besar pengaruh sistem informasi e-Filing terhadap niat

atau keinginan wajib pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing untuk

pelaporan SPT tahunan.

Tingkat kepuasan seseorang berbeda-beda dengan apa yang dirasakan

setiap orang, tergantung capaian yang dicapai, seperti halnya informan “dr. Alwi”

mengtakan bahwa:

“Belum tentu semua wajib pajak merasa puas dengan kehadiran sistem
informasi e-Filing dalam memenuhi kebutuhan pelaporan SPT Tahunan. Seperti
apa yang saya rasakan disaat melaporkan SPT, masih ada beberapa yang
belum terpenuhi sesuai keinginan saya ketika menggunakan sistem informasi
e-Filing, seperti untuk mendapatkan e-FIN harus ke KPP untuk mendapatkan
registrasi e-FIN, fitur untuk mengupload berkas yang berformat CSV belum
tersedia, dan jaringan internet yang tidak memadai. Itulah yang saya rasakan
sehingga saya belum bisa mengatakan kalau saya sudah merasa puas dengan
kehadiran e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.” (Wawancara, 13 Desember
2016).

Persepsi dari informan terkait kepuasan dalam menggunakan sistem

informasi e-Filing, hal tersebut tidak dapat diinterfensi karena kepauasan

seseorang itu adalah apa yang dirasakan dari hasil yang dicapai. Seperti yang

dingkapkan oleh Kotler (2008), kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan

harapannya. dari penjelasan informan, (noema) bahwa informan belum merasa

puas dengan apa yang rasakan informan ketika menggunakan e-Filing dalam
99

pelaporan SPT Tahunan. Menurut informan masih terdapat beberapa

kekurangan-kekurangan pada sistem informasi e-Filing.

Lanjut (noesis), bahwa kekurangan-kekurangan sistem informasi e-Filing

yang dialami dan dirasakan oleh informan yang menyebabkan informan belum

merasa puas, bukan berarti sistem informasi e-Filing adalah produk gagal.

Namun sistem tersebut belumlah sempurna menurut informan, karena masih

terdapat kekurangan-kekurangan dalam sistem tersebut. Sehingga informan

belum mendapatkan kepuasan dalam penggunaan sistem e-Filing. Kalau

merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2012) bahwa,

“Kepuasan pengguna mempengaruhi tingkat Penggunaan e-Filing. Semakin


tinggi tingkat Kepuasan Pengguna, maka wajib pajak akan semakin sering pula
menggunakan e-Filing. terdapat pengaruh positif antara variabel Kepuasan
Pengguna terhadap Penggunaan e-Filing”.

Maka secara subjektif penelitian tersebut terdapat kesamaan antara

penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul

(2012). Namun secara objektif berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh

informan dalam penelitian yang peneliti lakukan kali ini. Pernyataan informan

adalah sebuah ungkapan perasaan yang muncul dari ketidakpuasan setelah

sekian kali informan menggunakan sistem informasi e-Filing. Justru dari

kekurangan-kekurangan itulah sehingga dapat menjadi sebuah koreksi informan

terhadap sistem informasi e-Filing kepada Ditjen Pajak.

5.4 Kewajiban e-Filing : Kerumitan Dalam Bingkai Ketaatan

Realitas, buah pemikiran atau persepsi wajib pajak atas kewajiban

penggunaan sistem informasi e-Filing, merupakan dasar pemikiran atau

ungkapan wajib pajak atas apa yang dirasakan. Kalau kita merujuk pada Surat

Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(Menpan RB) Nomor 8 Tahun 2015, yang mewajibkan Aparatur Sipil

Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia


100

(ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan perpajakan dengan

mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, membayar pajak, serta mengisi dan

menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing. Di sini jelas bahwa yang

diwajibkan dalam penggunaan e-Filing hanya para wajib pajak yang tergolong

ASN/PNS. Sedangkan bagi pekerja bebas atau pegawai swasta belum

diwajibkan atas penggunaan sistem informasi e-Filing. Tidak menutup

kemungkinan bahwa mereka tidak boleh menggunakan e-Filing, semua wajib

pajak dibolehkan untuk menggunakan e-Filing. Walaupun pekerja bebas atau

pegawai swasta belum diwajibkan atas penggunaan e-Filing dalam pelaporan

SPT Tahunan namun mereka tetap wajib melaporkan SPT Tahunannya.

Wajib pajak yang tergolong ASN / PNS dan wajib pajak pekerja bebas atau

pegawai swasta, mempunyai persepsi yang berbeda dalam hal penggunaan e-

Filing. Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa yang diwajibkan atas

penggunaan sistem informasi e-Filing itu hanya berlaku kepada wajib pajak yang

tergolong ASN / PNS saja. Menurut beberapa informan yang peneliti dapatkan di

lapangan terkhusus bagi ASN / PNS seperti pak “Ardi” dan pak dr. “Alwi” dan

yang lainnya bahwa, mereka merasakan terjadinya tumpang tindih antara

kewajiban yang mengharuskan mereka dalam penggunaan sistem informasi e-

Filing dan sulitnya mendapatkan e-FIN dan sulitnya menggunakan e-Filing.

Wajib pajak ASN / PNS yang masih asing atau belum familiar dengan e-

Filing, mereka merasa dilema karena di sisi lain mereka diwajibkan untuk

menggunakan e-Filing, di sisi lain mereka masih kesulitan dalam penggunaan e-

Filing. Mau tidak mau wajib pajak harus menggunakan e-Filing. sehingga

berbagai alasanpun muncul, ketika mereka masih datang langsung ke KPP untuk

melaporkan SPT Tahunannya sebagaimana pernyataan informan pada sub-sub

sebelumnya, Terkait kewajiban mereka dalam menggunakan e-Filing.


101

Sedangkan wajib pajak pekerja bebas atau pegawai swasta mereka welcome

saja dengan hadirnya sistem informasi e-Filing, karena mereka belum diwajibkan

untuk menggunakan e-Filing. Namun ada beberapa wajib pajak di antara mereka

yang penasaran dengan penggunaan e-Filing bahkan mereka sudah cenderung

menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan di tiap tahunnya. Seperti

informan “Arif” yang mengatakan bahwa informan belum pernah mendapatkan

sosialisasi secara langsung terkait penggunaan e-Filing, mungkin kami karena

pegawai swasta, sehingga tidak disosialisasikan secara merata. Namun informan

katakan juga bahwa mereka tetap ingin tahu bagaimana cara penggunaan

sistem informasi e-Filing, jadi DJP harus melakukan sosialisasi secara merata.

5.5 Ringkasan

Benang merah yang dapat ditarik dalam pembahasan di atas yaitu

menguraikan persepsi wajib pajak yang tergolong ASN / PNS dari berbagai

pemahaman dan pengetahuan serta pengalaman informan (wajib pajak) terkait

kewajiban atas penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, yang

kemudian dituangkan ke dalam wadah ranah publik sebagai bahan koreksi bagi

DJP yang sifatnya membangun. Fakta memperlihatkan bahwa berbagai persepsi

wajib pajak yang tercermin dalam gelap gemelutnya nilai-nilai e-Filing yang

menjadi sebuah keluhan bagi wajib pajak dalam pelaporan SPT Tahunan. Hal

seperti ini harusnya DJP memberikan perhatian khusus kepada wajib pajak, Jika

keluhan dari wajib pajak terus menerus dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian

dari DJP, maka hal tersebut dapat merubah mindset atau pola pikir wajib pajak

untuk tidak menggunakan e-Filing secara mandiri.

Hadirnya persepsi dari wajib pajak yang menjadi sebuah dilema dalam

menentukan sikap atas penggunaan sistem informasi e-Filing dapat dilihat dari

berbagai kendala seperti, pertama, tumpang tindih antara kewajiban dan


102

kesulitan wajib pajak menggunakan e-Filing, hal ini menjadi dilema tersendiri bagi

wajib pajak, menagpa tidak? Di sisi lain wajib pajak harus mematuhi peraturan

Nomor 8 tahun 2015 atas kewajiban wajib pajak yang tergolong ASN / PNS

dalam menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan. Di sisi lain wajib

pajak mendapatkan kesulitan dalam pelaporan SPT dengan e-Filing, seperti,

sulitnya mendapatkan e-FIN atau nomor registrasi sebagai aktivasi e-Filing.

Sulitnya mendapatkan e-FIN dapat menjadi kendala tersendiri bagi wajib pajak,

seperti beberapa keluhan dari informan bahwa “untuk mendapatkan e-FIN kita

harus ke KPP lagi untuk mendaftarakan diri dengan mengisi formulir manual dan

lebih parahnya lagi karena tidak boleh terwakilkan oleh orang lain. Apa sih

sulitanya kalau di fitur e-Filing Jika disediakan form untuk registrasi e-FIN? Jadi

ketika ingin mendaptakan e-FIN cukup dengan mendaftarkan KTP dan NPWP

secara online tanpa harus ke KPP lagi”. Kemudian sulitnya bagi wajib pajak

untuk menggunakan e-Filing, kesulitan yang didapatkan dalam sistem e-Filing

itu sendiri yaitu penyediaan formulir wajib pajak yang tergolong PNS pekerjaan

bebas seperti Dokter, Pengacara dan profesi sejenis lainnya dengan kode

formulir 1770 itu tidak ditemukan dalam fitur sistem aplikasi e-Filing. Pada saat

wajib pajak ingin mengupload berkas dengan format file CSV yang diminta oleh

formulir 1770 maka wajib pajak harus terlebih dahulu menginstal aplikasi khusus

formulir 1770 di masing-masing komputer.

Kedua, persepsi wajib pajak ASN / PNS terhadap kewajiban penggunaan e-

Filing. Berbagai persepsi pun bermunculan dari berbagai wajib pajak seperti,

persepsi kebermanfaatan terhadap penggunaan e-Filing, informan katakan

bahwa informan belum merasakan sepenuhnya manfaat dari sistem informasi e-

Filing itu sendiri. Yang dimana penyebab utamanya adalah jaringan internet yang

tidak mendukung sehingga informan belum mersakan berbagai manfaat dari e-


103

Filing. Kemudian persepsi kemudahan terhadap penggunaan e-Filing,

informan katakan bahwa masih kesulitan dan tidak mudah bagi informan untuk

menggunakan sistem informasi e-Filing. Karena masih ada beberapa hal yang

belum diketahui oleh informan, misalkan ketika ingin menggunakan formulir

dengan kode 1770 bagi PNS pekerjaan bebas, yang dimana membutuhkan

berkas pelaporan berupa file yang berformat CSV. Rumitnya disini ketika harus

menginstal aplikasi pendukung di luar aplikasi e-Filing di masing-masing

komputer, untuk mengupload berkas atau file yang berformat CSV. Kemudian

informan juga belum mengetahui cara pelaporan SPT ketika terjadi selisih bayar

atau kurang bayar pajak jika terjadi selisih bayar. Kemudian yang terakhir

persepsi kepuasan wajib pajak terhadap penggunaan e-filing, menurut

informan bahwa dari berbagai kendala yang dialami dan dirasakan oleh informan

ketika menggunakan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, itu belum

memberikan kepuasan tersendiri bagi informan.


104

BAB VI

KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi transendental

Edmund Husserl yang memotret perilaku wajib pajak atas penggunaan sistem

informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan, yang dituangkan dalam

sebuah analisis berdasarkan pengalaman informan (wajib pajak) yang memiliki

sisi objektif (noema) dan subyektif (noesis). Berdasarkan pengalaman informan

terkait penggunaan sistem informasi e-Filing (transendental) dapat membuka

cakrawala berfikir dalam memahami perilaku wajib pajak. Fenomena yang terjadi

dapat dilihat dari paradigma atau sudut pandang yang berbeda dari wajib pajak

terkait penggunaan sistem informasi e-Filing yaitu adanya kendala dalam

penggunaan sistem informasi e-Filing yang dapat mempengaruhi perilaku wajib

pajak dalam penggunaan sistem informasi e-Filing dan perilaku hadir ketika

melihat dan merasakan kondisi di lapangan. Hal tersebut dapat dilihat dari

berbagai persoalan.

Pertama, perilaku “enggan” dalam penggunaan sistem informasi e-Filing

disebabkan karena kurangnya pemahaman wajib pajak terkait penggunaan e-

Filing. Wajib Pajak mengaku bahwa mereka enggan menggunakan e-Filing

karena takut ketika melakukan kesalahan dalam pelaporan SPT Tahunan secara

online (e-Filing). Namun, Wajib Pajak tetap patuh dalam pelaporan SPT Tahunan

walaupun mereka (Wajib Pajak) harus ke KPP lagi untuk melaporkan SPT

dengan meminta bantuan kepada petugas pajak. Rumitnya prosedur

penggunaan e-Filing sehingga sebagian Wajib Pajak sering larut dalam

104
105

kerumitan tersebut, tidak lain sebagian besar dari Wajib Pajak yang tergolong

lanjut usia 50 tahun ke atas. Wajib Pajak yang tergolong lanjut usia tersebut, sulit

bagi mereka untuk memahami prosedur penggunaan e-Filing apalagi

penggunaan e-Filing hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun.

Kedua, Wajib Pajak acuh tak acuh dalam penggunaan e-Filing karena

faktor keisbukkan. Kesibukkan di rumah maupun dikantor yang menyebabkan

wajib pajak sehingga terlena, malas dan gagal fokus kembali pada e-Filing

menyebabkan waktu pelaporan SPT Tahunan menjadi tertunda bahkan

terlambat.

ketiga, rendahnya minat Wajib Pajak dalam penggunaan sistem informasi

e-Filing. Wajib pajak merasa belum memahami sepenuhnya dalam penggunaan

e-Filing, sehingga animo atau minat wajib pajak untuk menggunakan e-Filing itu

sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya sosialisasi secara

merata bagi wajib pajak pribadi. Olehnya itu wajib pajak menginginkan adanya

sosialisasi secara intens dan merata dengan melakukan personal approach atau

pendekatan pribadi agar wajib pajak lebih mudah untuk memahami prosedur

penggunaan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan.

Keempat, rasa takut yang menghantui atas penggunaan e-Filing.

Keraguan atau rasa takut yang dirasakan wajib pajak atas penggunaan e-Filing

merupakan dampak dari tidak tersedianya bandwidth atau kecepatan internet

secara maksimal. Sehingga ketika wajib pajak secara serentak mengakses

jaringan server sistem informasi e-Filing, maka secara otomatis jaringan internet

mengalami gangguan, bahkan terjadi error disaat menginput formulir elektronik

dalam pelaporan SPT Tahunan secara online. Hal tersebut yang menjadi

kegelisahan atau ketakutan bagi wajib pajak sehingga wajib pajak merasa

waswas untuk menggunakan sistem informasi e-Filing secara mandiri. Kondisi


106

tersebut membuat wajib pajak khawatir apakah mereka sudah melakukan

dengan benar dalam pengisian formulir atau justru tidak dan malah tejadi selisih

bayar.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain sebagai berikut :

Pertama, penelitian ini belum sepenuhnya mengumpulkan referensi

rujukan semisal teori dan hasil-hasil penelitian yang terkait langsung dengan

perilaku wajib pajak terhadap penggunaan e-Filing. Untuk mengungkap dan

menggali secara mendalam penelitian ini, maka dari itu penelitian ini lebih

menggunakan pendekatan kepada pemahaman informan secara komprehensif

daripada pendekatan regulatif.

Kedua, penelitian ini belum bergerak lebih jauh untuk melacak wajib pajak

yang terdaftar di masing-masing KPP Pratama yang ada di kota Makassar

berdasarkan range umur atau usia masing-masing wajib pajak, penelitian ini

hanya melacak secara umum dan hanya memilih beberapa informan yang benar-

benar berkompeten sebagai wajib pajak dalam melihat carut marutnya

penggunaan sistem informasi perpajakan e-Filing.

6.3 Rekomendasi

Penelitian ini melahirkan beberapa rekomendasi yang sifatnya

membangun, antara lain sebagai berikut :

Pertama, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harusnya melakukan sosialisasi

secara intens dan merata serta melakukan pendekatan khusus (personal

approach) yang menuntun para wajib pajak secara personal baik di kalangan

ASN / PNS maupun di kalangan Swasta atau pekerja bebas. Dengan begitu

wajib pajak akan menggunakan sistem informasi e-Filing dalam pelaporan SPT
107

Tahunan secara mandiri tanpa harus datang ke KPP memenuhi antrian yang

panjang hanya untuk meminta bantuan petugas pajak.

Kedua, Drektorat Jenderal Pajak (DJP) bersama pemerintah memberikan

fasilitas jaringan internet dengan bandwich yang tinggi dan memadai di kota

Makassar khususnya jaringan server lingkup DJP atau lingkup KPP Pratama

Makassar. Dengan begitu jaringan lalod dan error akan terhindarkan disaat wajib

pajak melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online (e-Filing).

Ketiga, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harusnya memeberikan

kemudahan bagi wajib pajak untuk mendapatkan Electronic Filing Identification

Number (E-FIN). Dalam hal ini DJP dengan cara menyediakan fitur pada aplikasi

e-Filing untuk melakukan registrasi e-FIN. Sehingga wajib pajak cukup dengan

menyediakan KTP atau NPWP untuk melakukan registrasi secara online guna

mendapatkan e-FIN, tanpa harus ke KPP lagi untuk melakukan registrasi.

Keempat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penambahan fitur-

fitur pada aplikasi e-Filing sesuai kebutuhan user atau pengguna dalam hal ini

wajib pajak agar dimudahkan dalam penggunaan sistem informasi e-Filing.

Semisal penambahan fitur untuk upload berkas atau file yang berformat CSV

bagi wajib pajak yang tergolong ASN / PNS pekerja bebas dan fitur untuk

mendownload surat setoran pajak (SSP) apabila terjadi selisih bayar atau kurang

bayar, tanpa harus ke KPP lagi untuk meminta surat setoran pajak (SSP) pada

petugas pajak.

Kelima, Wajib Pajak harus mematuhi aturan yang berlaku terkait batas

waktu atau jatuh tempo yang telah ditentukan dalam pelaporan SPT Tahunan

dan lebih berani untuk menggunakan e-Filing secara mandiri dalam pelaporan

SPT Tahunan tanpa harus datang lagi ke KPP.


108

Keenam, Wajib Pajak tidak boleh acuh tak acuh terhadap

penggunaan e-Filing dalam pelaporan SPT Tahunan dan wajib pajak

harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk belajar dalam penggunaan

sistem informasi e-Filing.


109

DAFTAR PUSTAKA

Adjat Djatnika, 2014. Walikota Bandung dan Wakilnya Laporkan SPT via E-
filing. Diakses pada 11 April 2014 dalam
<http://jabar.tribunnews.com/ 2014/03/27/wali-kota-bandung-dan-
wakilnya-laporkan-spt-via-e-filling. Senin, 03 Agustus 2015 | 21:05
WITA.
Ajzen, I. dan Fishbein, M. 1975. Understanding Attitudes and Predicting Social
Behavior. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.

Alabede, Zainol and Idris. 2011. Tax Service Quality and Compliance Behaviour
in Nigeria: Do Taxpayer‟s Financial Condition and Risk Preference
Play Any Moderating Role. Journal of Economics, Finance and
Administrative Sciences, ISSN 1450-2887 Issue 78 (2011)

Anton M. Meliono, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai


Pustaka, Jakarta.

Arief Wibowo, 2006. Kajian tentang Perilaku Pengguna Sistem Informasi dengan
Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM), Universitas Budi
Luhur, Jakarta.

Ari Kamayanti, 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi, Yayasan Rumah


Peneleh, Jakarta Selatan.

Avianto, Rahayu, dan Bayu. 2016. Analisa Peranan E-Filing Dalam Rangka
Meningkatkan Kepatuhan Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan
Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Perpajakan Vol. 9 No. 1
Universitas Brawijaya.

Azhar, Susanto 2008. Sistem Informasi Akuntansi, T. Lingga Jaya : Jakarta.

Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. 1982. Qualitative research for education: An


introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Chr.Jimmy L.Gaol. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Grasindo. Jakarta.

Citra dan Noviandini. 2012. Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi


Kemudahan Penggunaan, Dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap
Penggunaan E-Filing Bagi Wajib Pajak. Jurnal Nominal Vol. 1 No. 1
Universitas Negeri Yogyakarta.

Davis FD., 1989. Perceived Usefullness, Perceived ease of use of


Information Technology. Management Information System Quarterly,
21(3).

109
110

Denzin N.K. 1994. The Art and Politics of Interpretion, in Denzin N.K. and Lincoln
Y.S. (eds)., 1994, Handbook Qualitative Research, New Delhi : Sage
Publication.

Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. 1998. Collecting and interpreting qualitative


material, Thousand Oaks, CA: Sage.

Devano, S dan Siti Rahayu, 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana,
Jakarta.

Dewi, A.A. Ratih Khomalyana. 2009. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Penerimaan Wajib Pajak terhadap Penggunaan E-filling.” Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Djoko Mulyono, 2008. Ketentuan Perpajakan Lengkap Dengan Undang-undang


No. 28 Tahun 2007, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Evi Hindrayana dan Humdiana, 2009. Sistem Informasi Manajemen,


mempersiapkan pekerja berbasis pengetahuan dalam mengelola
system informasi. Mitra Wacana Media, Jakarta.

Fishbein, Martin and Ajzen, Icek, 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior:
An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing
Company Inc, Menlo Park, California.

Focus, Fafa. 2010. Stategi Cerdas Memengaruhi Dan Mempertahankan


Konsumen. visimedia. Jakarta.

Furchan, Arief, 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Penerbit


Usaha Nasional, Surabaya.

Garfinkel, Harold, 1991. studies in ethnometodology, englewood Cliffs, new


Jersey : Pentice Hall.

Garfinkel, Harold, 1988. studies in ethnometodology, englewood Cliffs, new


Jersey : Pentice Hall.

Gefen, D., Karahanna, E. and Straub, D. 2003. Trust and TAM in Online
shopping : an integrated model. MIS Quarterly, 27(1):51-90.

George H. Bodnar, William S. Hopwood, 2000. Sistem Informasi Akuntansi, Buku


Satu, Salemba Empat, Jakarta.

Giddlens, Anthony and Jonathan H.Turner (ed.). 2008. social Theory Today :
Panduan Sistematis Tradisi dan Tren Terdepan Teori Sosial,
Terjemahan Yudi Santoso, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Gordon B. Davis, 1991. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian 1,


PT Pustaka Binamas Pressindo, Jakarta.
111

Harinurdin, Erwin. 2009. Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Bisnis &
Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, ISSN 0854-3844
Hlm. 96-104. Vol. 16 No. 2.

Hastuty, Endang Novi, dan Jenie, Siti Ismijati. 2006. Implementasi


Elektronik Filing Sistem e-Filing Dalam Praktek Perpajakan di
Indonesia. Sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Jurnal
SOSIOSAINS 19 (2) April 2006.

Heritage, John. 1984. Garfinkel and Ethnometodologi. Cambridge: Polity Press.

Ibrahim, I. 2012. Factors Underpinning Usage Behaviour of an Electronic Filing


System: The Case of Malaysian Personal Taxpayer. Paper
presented at Australian Tax Teachers Association (ATTA)
Conference.

Ismadji Suryadi, 2011. Process & Product Innvation For Techno Preneurship,
Teknik Kimia Unika Widya Mandala, vol. 6 No.2

Iwan Djuniardi. 2013. Pelaporan SPT Pajak E-filing Terus Digenjot. Diakses pada
07 September 2015 dalam <http://www.republika.co.id
/berita/ekonomi/keuangan/13/12/06/ mxdn44-pelaporanspt-pajak-
efiling-terus-digenjot, Jumat, 6 Desember 2013 | 5:48>.

Jabbar, Hijattulah Abdul, dan Pope, Jeff. 2008. Exploring The Relationship
Between Tax Compliance Costs and Compliance Issues in Malaysia.
Journal of Applied Law and Policy.

Jackson et. Al., 1997. A Global Budget For Fine Root Biumas, Surface Area, and
Nutrient Contents, Proc. Natl. Acad. SCI. USA, vol. 94 PP.
7362±7366, Ecology.

Jacob Vredenbergt,1985. Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris,


Penerbit Gramedia, Jakarta.

Jogiyanto, HM., 1995. Analisis & disain sistem informasi : pendekatan terstruktur
teori dan praktek aplikasi bisnis. Andi Offset. Yogyakarta.

Joseph W. Wilkinson, Michael J. Cerullo, 1999. Accounting Information Systems:


Essential Concepts and Applications, wiley.

Karanta, Maria., Hakkan Malmer., Ingrid Munck., Gunnar Olsson. 2000. A


Citizen‟s Perspective on Public Sector Performance and Service
Delivery. Progress in Measurement and Modelling of Data from
Swedish Taxpayer Survey. Dipresentasikan di European Evaluation
Society EES Conference, October 12, Loussanne.
112

Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-asas Penelitian Humanioral, FE UGM, Yogyakarta.

Kismantoro Petrus, 2014. Lapor dan Setor Pajak Bisa di BRI, diakses pada
tanggal 07 September 2015, http://bisnis.tempo.co/read/news
/2014/03/24/087564852/ lapor-dan-setor-pajak-bisa-di-bri, Senin, 24
Maret 2014 | 13:07 WIB.

Kroenke, David M., 1992. Management Information System: Second


Edition, Mitchell McGraw-Hill, CA.

Kurniawan, Agung, 2005. Transformasi Pelayanan Publik, Pembaruan :


Yogyakarta.

Landy, F.J. & Becker, W.S. 1987. “Motivation Theory Reconsidered”, in


Cummings, L. L. & Staw, B. M. (Eds.), Research in Organizational
Behavior, Vol. 9: 1-38. Greenwich, Connecticut: JAI Press Inc.

Lani Sidharta, 1995, Pengantar Sistem Informasi Bisnis, P.T. ELEX Media
Komputindo, Jakarta.

Livari, Juhari, 2005. An. Empirical test of the DeLone and McLean, Model of
Information System Succes Database for Advances in Information
System Spring.

Laudon, Kenneth C.,Laudon, Jane P. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Edisi


Enam. Andi. Yogyakarta

Liberty Pandiangan. 2005. “e-Filing permudah pelaporan SPT”. Bisnis Indonesia


14 Agustus 2015.http://www.pajak2000.com/news_detail.php?id=102.
Jakarta.

Lim Ibrahim Nur, 2009. Analisis Penerapan Sistem Pelaporan Pajak dengan
Aplikasi E-Filing secara Online, Universitas Multimedia Nusantara,
ISSN 2085-4579, Ultima Infosys, vol. 1 No. 1

Lisa Humairah, David P.E. Saerang, & Ventje Ilat. 2013. Pengaruh Sistem
Administrasi Perpajakan Modern, Pemeriksaan Pajak, dan
Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Ternate. Jurnal Riset Akuntansi dan
Auditing Volume 4, Nomor 1, Juni 2013. pp43-53.

Livari, Juhani. 2005. “An Empirical Test of The DeLone-McLean Model of


Information System Success” Dataabase for Advance in Information
System (DFA). ISSN: 1532-0936 .Volume 36. ProQuest Company.

Loren Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, p. 307
113

Mahdi Hendrich. 2012. Analisa Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT


Tahunan Orang Pribadi pada KPP Pratama Kayu Agung. Jurnal
Ilmiah Volume V, Nomor 1, 2012. pp66-78.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Penrbit Buku UPP AMP
YKPN, Yogyakarta

Maleong, Lexy Prof.Dr, MA. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja


Rosdakarya, Bandung.

_________ 2005. Metodologi Penelitian. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mardiasmo, 2008. Perpajakan edisi revisi 2008, PT Andi, Yogyakarta.

Marina Lestari, Kertahadi, Imam Suyadi, 2013. Efektifitas Sistem Informasi


Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) (Studi pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Malang), Fakultas Ilmu Administras Universitas
Brawijaya Malang, Vol. 6 No.2.

Marshall and Rossman, 2002. Designing Qualitatitative Research, Sage Publicat


ion, London.

McLeod, Raymond, Jr & schell, George P, 2008. Sistem Informasi Manajemen,


Edisi 10, Terjemahan oleh Ali Akbar Yulianto dan Afia R. Fitriati,
Salemba Empat, Jakarta.

M. Heyvaert, B. Maes, P.Onghena, 2011. Mixed methods research synthesis:


definition, framework, and potential, Springer Science, Business
Media B.V.

Miladia, Novita. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tax


Compliance Pengusaha Kena Pajak Badan Pada Perusahaan
Industri Manufaktur di Semarang. Skripsi Universitas Diponegoro,
Tidak Dipublikasikan.

Moenir, 2006. Manajemen Pelayanan Publik, Bina Aksara : Jakarta.

Muddasir, Ahmad. 2008. Analisis Kesuksesan Penerapan Sistem Informasi


Direktorat Jendral Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta
Menteng Tiga). Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.

Nawawi, dan Martini Hadari, 1991. Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajah
Mada University Press.

Neuman. W. Lawrence. 2003. Social Research Methods. Qualitative and


Quantitative Approaches. AllynandBacon. Boston.
114

Norman K. Denzin, Yuonna S. Lincoln, 2011. Handbook of Qualitative Research,


Sage Publication University of Llionis at orbana-Champaign, USA,
Texas A&M University, ISBN : 9781412974172.

Northcraft, G.B., dan Neale., 1994. Negotiating Successful Research


Collaboration. New Jersey: Prentice Hall.

Notoatmodjo, 2007. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Nurcholis, Hanif., 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah.
Grasindo. Jakarta

Pandiangan, Liberti., 2013. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan


Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, PT Elex Media Komput indo.
Jakarta.

Pandiangan, Liberti., 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan


Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, PT Elex Media Komput indo.
Jakarta.

Paul Starthern, 2001. Descartes in 90 Minutes. Penerbit Erlangga, Jakarta.

P.J.A. Adriani, 1991. Pegantar Ilmu Hukum Pajak. Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.

Poerwandari, E. Kristi, 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,


Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan,
Jakarta.

Pujiani Melli, Effendi Rizal, 2009. Analisis Efektifitas Penggunaan E-System


Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Palembang Ilir Timur,
STIE MDP.

Rahayu, Sri, dan Lingga, Ita Salsalina, 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem.
Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal
Akuntansi Vol. 1 No. 2 Bandung Maranatha University Press.

Risal C.Y. Laihand, 2013. Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan
E-Filing Wajib Pajak Di Kota Manado, Universitas Sam Ratulangi
Manado, ISSN 2303-1174, Jurnal Emba, vol. 1 No. 3.

Ritzer, George, 1996. “Structuralism, Poststructuralism and The Emergence of


Postmodern Social Theory”, dalam Sosiological Theory, New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc.

Ritzer, George. 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Raja


Grafindo Persada : Jakarta.
115

Robbins, Stephen P., 1998. Organization Behavior, Concepts, Controvercies,


Application, seventh edition, Englewood Cliffs.

Robert G Murdick. 2002. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Andi,


Yogyakarta.

Sambuu and Chuluunbat, 2010. Proceedings of the 6th International Conference


on Theory and Practice of Electronic Governance, New York, NY,
USA, ISBN: 978-1-4503-1200-4.

Sari, E., M. 2009. Motivasi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu
Buana : Jakarta

Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, 2010. Perpajakan Indonesia : Teori dan
Teknis Perhitungan, Graha Ilmu : Yogyakarta.

Sondang P. Siagian, 2001. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Penerbit


Rineka Cipta, Jakarta.

_________2003. Sistem Informasi Manajemen, Bumi Aksara : Jakarta.

Sulistiany, 1999. Penelitian Kualitatif, Media Pustaka, Yogyakarta.

Sulistyo-Basuki, 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra


bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.

Suryadi, 2006. Model kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak,dan


pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak:Suatu survey
diwilayah Jatim. Jurnal Keuangan Publik.Volume 4.No.1:105-121.

Tarjo dan Indra Kusumawati 2006. Analisis perilaku wajib pajak orang pribadi
terhadap pelaksanaan self assessment system: Suatu studi di
Bangkalan.JAAI 10 No.1.101-120.

Turban, Efraim., McClean, Ephraim., Wetherbe. James., 2006. Information


Technology for Management Making Coinnections for Strategis
Advantage. 2nd Edition, John Wiley & Sons.Inc.

Vanessa Tatiana, Priyo Hari, 2009. Dampak sunset policy terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Makalah Simposium
Nasional Indonesia Perpajakan II.

Ward J et al, 2006. At a Glance Fisiologi; alih bahasa, dr.Indah RW; Editor,
Amalia Safitri, Rina Astikawati. Jakarta: Erlangga.

Y. Maryono & B. Patmi Istiana. 2008. Teknologi Informasi & Komunikasi 1,


Quadra, Bandung.
116

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Disain dan Metode. M. Djauzi Mudjakir
(Penerjemah), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sumber Lain :

Ahmad Rudi Hartono. 2014. Banyak Masyarakat Indonesia Tak Jujur


Saat Laporkan Pajak. Diakses pada 20 Maret 2014 dalam
<http://www. merdeka.com/uang/banyak-masyarakat-indonesia-tak-
jujur-saat-laporkan- pajak.html . Selasa, 14 September 2015 | 17:05
WITA.

Anandita Budi Suryana. 2012. Dropbox, Reformasi Birokrasi, dan Penerimaan


Pajak. Jakarta. Diakses pada 19 Maret 2014 dalam
<http://www.pajak.go. id/content/article/dropbox-reformasi-birokrasi-
dan-penerimaan-pajak. Jumat, 25 September 2015 | 20.00 WITA.

Bambang Heru Tjahjono. 2012. Heru: Proteksi Keamanan Media TI Masih


Rendah. Diakses pada 20 Maret 2014 dalam <http://www.fokus
manado.com/2012/12/heru-proteksi-keamanan-media-ti-masih.html.
Minggu, 4 Oktober 2015.
Danny Darussalam. 2011. Kepatuhan Wajib Pajak Badan Laporkan SPT
Meningkat 53,2%. Diakses pada 7 April 2014 dalam <http://www.
ortax.org/ortax/?mod=berita&page =show&id =11050&q=&hlm=.
Kamis, 15 Oktober 2015.

Winna Titis Sugihanti. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat


Perilaku Untuk Menggunakan E-filing (Studi Empiris pada Wajib
Pajak Badan Kota Semarang). Diakses pada 22 Mei 2016 dalam
<http:// eprints.undip.ac.id/28634/1/Jurnal.pdf>.

http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl

http://yoyoksiemo.blogspot.com/2007/10/edmund-husserl-1859-1938.html

Iwan Djuniardi. 2013. Pelaporan SPT Pajak E-filing Terus Digenjot. Diakses
pada 20 Maret 2014 dalam <http://www.republika.co.id/ berita/
ekonomi/ keuangan/13/12/06/ mxdn44-pelaporan-spt-pajak-efiling-
terus-digenjot. Selasa, 20 Oktober 2015 | 15:48 WITA.

Kismantoro Petrus. 2014. E-filing - SPT Online?. Diakses pada 31 Mei


2014 dalam <http://finance.detik.com/read/2014/05/12/156474/
2524566/8/efiling-spt-online. Senin, 02 November 2015 | 21.22 WITA.

Muktia Agus Budi Santoso. 2013. „Online‟, Isi SPT Cuma 10 Menit. Diakses pada
9 Oktober 2013 dalam <http://bisniskeuangan.kompas.com/read/
2013/02/22/14030370/Online..Isi.SPT. Cuma.10.Menit . Jumat, 11
September 2015|14:30 WITA.

Saling Sharing Supaya Gak Garing\r\n@baymawarto\r\nwww.catatansibay.web.id.


117

Kamis, 04 Maret 2016. 13.00 WITA.

Syukro, 2013. melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak


(www.pajak.go.id). Kamis, 21 Januari 2016, 21.00 WITA.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012. Anggaran Pendapatan dan Belanja


Negara TahunAnggaran 2013. 16 November 2012. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012Nomor 228. Jakarta

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan. 17 Juli 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 85. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai