Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

TUTORIAL LBM 2 “ORGAN PEMBANTU”


BLOK DIGESTIF I

Disusun Oleh:

Nama : Tilka Ayattullah


NIM : 020.06.0083
Blok SP : Digestif I
Kelas/SGD : B/11
Tutor : dr. Mirzaulin Leonaviri, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
LBM 2 “ORGAN PEMBANTU” Blok Digestif I dan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Mirzaulin Leonaviri, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 11 atas segala
masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan kami.

3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini sampai dengan selesai masih
banyak kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 4 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................................2


Daftar Isi ...................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................17
Kesimpulan...............................................................................................................................17
Daftar Pustaka.........................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO

LBM 2
ORGAN PEMBANTU

Seminggu sudah Dora menjalani blok Sistem Digestif. Banyak hal yang dipelajarinya
mulai dari organ pencernaan cavum oris sampai anus dan proses pencernaan makanan dari
ingesti hingga defekasi. Namun masih banyak pertanyaan di benak Dora bagaimana bisa
warna feses sebagian besar orang berwarna kuning, apakah itu normal? Tidak heran kenapa
Dora mempertanyakan hal tersebut karena seminggu yang lalu adik Dora Bernama Diego
baru saja lahir, dan Dora melihat warna fesesnya dan Diego berbeda. Saat kuliah, Dora
memberanikan diri untuk bertanya kepada dosennya terkait hal tersebut, kemudian dosen
mengarahkannya untuk mencari tau tentang organ asesoris.

Dalam skenario ini didapatkan beberapa topik permasalahan yang perlu dibahas di antaranya:

Permasalahan pertama yaitu mengenai mengapa feses berwarna kuning dan apakah
warna feses yang normal. Feses umumnya berwarna kuning dikarenakan Bilirubin (sel darah
merah yang mati, yang juga merupakan zat pemberi warna pada feses dan urin). Bilirubin
adalah pigmen kuning yang dihasilkan karena pemecahan hemoglobin di dalam hepar.
Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Fungsinya untuk
memberikan warna kuning kecoklatan pada feses. Selain itu, warna dari feses ini juga dapat
dipengaruhi oleh kondisi medis, makanan serta minuman yang dikonsumsi. Oleh karena itu,
sangat memungkinkan warna feses akan berubah sesuai dengan makanan yang dikonsumsi
Permasalahan kedua yaitu mengenai apakah peranan dari organ saluran cerna bagian
bawah dalam pembentukan feses. Usus besar memiliki fungsi yang sangat penting dalam
proses pencernaan manusia. Usus besar merupakan bagian akhir alias ujung dari saluran
pencernaan. Hal itulah yang membuat usus besar memiliki peran penting dalam sistem
pencernaan, yaitu mengeluarkan zat sisa dari makanan yang dicerna. Fungsi usus besar juga
mencakup penyerapan cairan dan vitamin hingga memproduksi antibodi dan mencegah
infeksi. Fungsi usus besar yang paling penting adalah sebagai “pintu keluar” dari zat sisa
proses pencernaan. Asupan makanan maupun minuman yang masuk ke dalam sistem
pencernaan akan diserap tubuh, sementara sisanya dibuang keluar, salah satunya melalui
proses buang air besar (BAB).
Permasalahan ketiga yaitu mengenai apakah peran organ aksesori dalam pembentukan
feses.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari saluran cerna bagian bawah?


JAWAB:
 Anatomi Usus Halus
Usus halus merupakan bagian terpanjang dari traktus gastrointestinalis dan
terbentang dari ostium pyloricum gaster sampai plica ileocaecale. Struktur
berupa tabung ini panjangnya sekitar 6-7 meter dengan diameter yang
menyempit dari permulaan sampai ujung akhir, yang terdiri dari duodenum,
jejunum dan ileum.
a. Duodenum merupakan tabung berbentuk C dengan panjang sekitar 25 cm dimulai
dari sfingter pilorus lambung hingga flexura duodenojejunalis. Duodenum terbagi
menjadi 4 bagian, yaitu :
- Duodenum pars superior, Bagian ini bermula dari pylorus dan berjalan ke sisi
kanan vertebrae lumbal I.
- Duodenum pars descendens, Merupakan bagian dari duodenum yang berjalan
turun setinggi Vertebrae Lumbal II – III. Pada duodenum bagian ini terdapat
papilla duondeni major dan minor, yang merupakan muara dari ductus
pancreaticus major dan ductus choledocus, juga oleh ductus pancreaticus minor
yang merupakan organ apparatus biliaris yang merupakan organ system
enterohepatic.
- Duodenum pars horizontal, Merupakan bagian dari duodenum yang berjalan
horizontal ke sinistra mengikuti pinggir bawah caput pancreas dan memiliki
skeletopi setinggi Vertebrae Lumbal II
- Duodenum pars ascendens, Merupakan bagian terakhir dari duodenum yang
bergerak naik hingga pada flexura duodenujejunales yang merupakan batas antara
duodenum dan jejunum. Pada flexura duodenojejunales ini terdapat ligamentum
Treitz yang merupakan batas yang membagi saluran cerna atas dan saluran cerna
bawah.
b. Jejunum dan ileum yang merupakan usus penyerapan membentang dari flexura
duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis. Jejunum dan ileum ini
merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki penggantung yaitu
mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding posterior abdomen dan disebut
denga radix mesenterii. Pada bagian akhir dari ileum akan terdapat sebuah katup
yaitu valvulla ileocaecal yang merupakan suatu batas yang memisahkan antara
intestinum tenue dengan intestinum crassum. 
Untuk vaskularisasi dari usus halus berasal dari A. mesenterika superior
kecuali pada duodenum. Pada duodenum divaskularisasi oleh A. gastroduodenalis.
 Anatomi Usus Besar
Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix vermiformiis,
colon, rectum dan canalis analis.

a. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon
ascendens. Caecum adalah ujung proksimal dari usus besar di mana ia bergabung
dengan usus kecil di persimpangan ileocecal. Panjangnya kurang lebih 6-7 cm.
Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale. Appendix Vermiformis sepanjang 8-9 cm berupa pipa
buntu yang berbentuk cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal. Caecum dan appendix vermiformis mendapatkan vaskularisasi
dari A. ileocolica.
b. Colon yang panjangnya sekitar 1,5-1,8 m dan terdiri dari empat bagian yaitu colon
ascendens, transversum, usus descendens, dan sigmoid.
 Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm dan terbentang dari
caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar yang
kemudian membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi
colon transversum. Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra
berasal dari arteri ileocolica dan arteri colica dextra cabang arteri
mesenterica superior. Vena ileocolica dan vena colica dextra cabang
mesenterika superior yang mengalirkan balik darah dari colon ascendens.
 Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan
paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut
membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm. Pendarahan
colon transversum berasal dari arteria colica media cabang arteria
mesenterica superior, arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Aliran
balik darah dari colon transversum terjadi vena mesenterica superior.
 Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens
melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan
disini beralih menjadi colon sigmoideum. Colon descendens diperdarahi
oleh A. colica sinistra.
 Colon sigmoideum yang panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk
lengkungan huruf S. colon sigmoideum diperdarahi oleh A. colica sinistra
dan Aa. Sigmoideum.
c. Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi yang merupakan
tabung lurus berotot. Rectum memiliki panjang sekitar dengan panjang 12-13 cm
yang ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis analis. Rectum mendapatkan
vaskularisasi A. rectalis superior, A. rectalis media, A. rectalis inferior dan oleh
V. rectalis superior, V. rectalis media, V. rectalis inferior.
d. Canalis analis yang merupakan 2–3 cm terakhir dari saluran pencernaan. Lapisan
otot polos saluran anus membentuk sfingter anal internal pada ujung atasannya.
Sfingter anal eksternal di ujung inferior saluran anal dibentuk oleh otot rangka.
Canalis analis mendapatkan vaskularisasi dari A. rectalis superior, A. rectalis
media, A. rectalis inferior dan oleh V. rectalis superior, V. rectalis media, V.
rectalis inferior. Rectum dan canalis analis mendapat persarafan dari saraf
simpatis T10-L3 dan saraf parasimpatis S2-S4.

Usus besar memiliki empat perbedaan khas dibanding usus halus:


 Taenia yang terdapat pada caecum dan colon yang merupakan lapisan otot
longitudinal berkurang menjadi tiga pita. Pada lapisan tersebut, Taenia libera
dapat dilihat, sedangkan Taenia mesocolica menempel pada Mesocolon
transversum dan Taenia omentalis berhubungan dengan Omentum majus.
 Haustra dan Plicae semilunares yang terdapat pada caecum dan colon. Haustra
coli adalah sakulasi dinding usus yang berhubungan dengan lipatan mukosa
berbentuk sabit (Plicae semilunares) pada permukaan dalam.

2. Bagaimana proses pembentukan dan fisiologi dari organ asesorius? (bilirubin)


Bilirubin merupakan produk akhir degradasi hemoglobin dan dibentuk dalam
sistem retikuloendotelial. Bilirubin beredar dalam dua bentuk yaitu terkonjugasi
(direk) dan tak terkonjugasi (indirek). Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein
yang mengandung heme dalam sel darah merah. Ketika dilepaskan kedalam sirkulasi,
bilirubin segera berikatan dengan albumin. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat
kemudian diubah dalam retikulum endoplasma hepar menjadi bentuk terkonjugasi.
Begitu diubah bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air memasuki cabang – cabang
biliaris, berjalan ke usus, dan diekskresi dalam tinja (Halamek, 1997).
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem
retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses
konjugasi (secara langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan
dieksresikan ke dalam empedu. Bilirubin terbagi menjadi dua jenis di dalam tubuh
yaitu bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut, dan bilirubin tidak terkonjugasi atau
memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang berada dalam kisaran normal tidak perlu
dianalisis bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai bilirubin yang
dilaporkan mewakili nilai bilirubin total (Kee, 2007).
Bilirubin diekskresikan ke dalam empedu dan masuk ke dalam usus, bilirubin
direduksi dan menjadi tetrapirol yang tidak berwarna oleh mikroba di usus besar.
Sebagian dekonjugasi terjadi di dalam usus kecil proksimal melalui kerja β-
glucuronidase. Bilirubin tidak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke
dalam sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi,
konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik.
Proses ini berlangsung sangat panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang
terbatas pada hari - hari pertama kehidupan (Mathindas, 2013).
3. Kandungan apa saja pada empedu
JAWAB:
Kantung empedu merupakan salah satu organ kecil berbentuk seperti buah pir
yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cairan empedu (cairan yang berperan
penting dalam proses pencernaan). Struktur permukaan luar kantung empedu adalah
peritoneum visceral. Bagian tengahnya merupakan dinding yang terdiri dari serat otot
halus. Kontraksi dari otot ini dipengaruhi oleh sistem hormonal tubuh dan berfungsi
untuk mengeluarkan cairan empedu menuju ke duodenum. Permukaan dalamnya
merupakan membran mukosa yang terdiri dari sel – sel epitel sederhana yang
berbentuk silinder (Nurhikmah Rizky, 2016).
Cairan empedu dibentuk oleh hepatosit sekitar 600 mL per hari, terdiri dari air,
elektrolit, garam empedu, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu. Getah empedu
berfungsi untuk membantu penyerapan lemak oleh tubuh dengan cara memfasilitasi
jalurnya menembus membran sel. Pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan
kolesterol merupakan salah satu komponen yang tidak dibutuhkan serta dapat
berbahaya bagi tubuh. Komponen ini yang akan dibuang dari tubuh dengan bantuan
cairan empedu. Pembuangan kolesterol dilakukan dengan mengikat kolesterol dan
lesitin untuk membentuk agregasi kecil yang disebut micelle yang kemudian akan
dibuang melalui feses (Nurhikmah Rizky, 2016).
Cairan empedu bersumber dari pencernaan hemoglobin eritrosi yang telah
kadaluwarsa ataupun berumur. Hemoglobin maka akan merekah berupa hemin, zat
besi dan globin. Zat besi dan globin akan dikandung di dalam hati dan mentransfer ke
sumsum tulang untuk sebagai bahan utama pembuatan sel darah merah baru. Hermin
akan menguraikan sebagai bilirubin dan biliverdin. Kedua zat tersebut ialah zat
penerima warna bagi cairan empedu sehingga cairan empedu berwujud hijau biru. Zat
warna tersebut akan menjalani oksidasi sebagai urobilin. Lalu urobilin dieksresikan ke
luar badan melalui feses dan urin. Zat inilah yang membagikan warna kekuningan
pada feses dan urin (Nurhikmah Rizky, 2016).
4. Apa saja hubungan dari masing-masing kelenjar asesorius
5. Bagaimana pembentukan dari feses
JAWAB:
Setiap harinya, sekitar 750 cc kimus masuk ke kolon dari ileum. Sebagian
besar air dan elektrolit di dalam kimus ini diabsorbsi di dalam kolon, biasanya
meninggalkan kurang dari 100 ml cairan untuk diekskresikan dalam feses. Juga, pada
dasarnya semua ion diabsorbsi, hanya meninggalkan 1 sampai 5 mEq masing -
masing ion natrium dan klorida untuk hilang dalam feses. Di kolon, kimus tersebut
mengalami proses absorbsi air, natrium, dan sekresi elektrolit. Dan juga untuk
pembusukan makanannya akan dibantu oleh bakteri e coli dalam usus selain
membantu dalam pembusukan makanan bakteri e coli juga akan menghasilkan zat
yang bermanfaat bagi tubuh seperti : biotin, asam folat, vitamin K, dan beberapa
vitamin B (Asmadi, 2008).
Pada mukosa usus besar seperti juga mukosa usus halus, mempunyai
kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi, dan gradien potensial listrik yang
diciptakan oleh absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida. Taut erat di
antara sel-sel epitel dan epitel usus besar jauh lebih erat daripada taut erat di usus
halus. Keadaan tersebut mencegah difusi kembali ion dalam jumlah bermakna melalui
taut ini, sehingga memungkinkan mukosa usus besar untuk mengabsorbsi ion natrium
jauh lebih sempurna yaitu, melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih tinggi dari
pada yang terjadi di usus halus. Hal ini terutama terjadi saat terdapat sejumlah besar
aldosteron karena aldosteron sangat meningkatkan kemampuan transpor natrium.
Selain itu, seperti yang berlangsung di bagian distal usus halus, mukosa usus besar
menyekresi ion bikarbonat sementara secara bersamaan mengabsorbsi ion klorida
dalam jumlah yang sama dalam proses transpor pertukaran yang telah dijelaskan
sebelumnya. Bikarbonat membantu menetralisasi produk akhir asam dan kerja bakteri
di dalam usus besar. Absorpsi ion natrium dan klorida menciptakan gradien osmotik
di sepanjang mukosa usus besar, yang kemudian menyebabkan absorpsi air. Colon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa tinja yang sudah
berkurang kandungan cairannya sampai dengan proses defekasi berlangsung (Asmadi,
2008).

6. Kandungan apa saja yang terdapat pada feses


JAWAB:
Normalnya feses terdiri atas tiga perempat air dan seperempat bahan-bahan padat
yang tersusun atas 30 persen bakteri mati, 10 sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20
persen bahan anorganik, 2 sampai 3 persen protein, dan 30 persen serat-serat makanan
yang tidak dicerna dan unsur-unsur kering dari getah pencernaan, seperti pigmen
empedu dan sel-sel epitel yang terlepas. Warna cokelat feses disebabkan oleh
sterkobilin dan urobilin, yang berasal dari bilirubin. Bau feses terutama disebabkan
oleh produk kerja bakteri; produk ini bervariasi dari satu orang ke orang lainnya,
bergantung pada flora bakteri kolon masing-masing orang dan pada jenis makanan
yang dimakan. Produk yang benar-benar mengeluarkan bau meliputi indol, skatol,
merkaptan, dan hidrogen sulfida.

7. Factor apa saja yang membuat feses menjadi warna kuning


JAWAB:
Feses umumnya berwarna kuning dikarenakan Bilirubin (sel darah merah yang
mati, yang juga merupakan zat pemberi warna pada feses dan urin). Bilirubin adalah
pigmen kuning yang dihasilkan karena pemecahan hemoglobin di dalam hepar.
Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Fungsinya untuk
memberikan warna kuning kecoklatan pada feses. Selain itu, warna dari feses ini juga
dapat dipengaruhi oleh kondisi medis, makanan serta minuman yang dikonsumsi.
Oleh karena itu, sangat memungkinkan warna feses akan berubah sesuai dengan
makanan yang dikonsumsi (Fitri Helmalia, 2019).
8. Bagaimana refleks atau mekanisme dari defekasi
JAWAB:
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat
dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan
sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi
dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh
sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi,
berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).
Proses defekasi di awali dengan adanya mass movement dari usus besar
desenden yang mendorong tinja ke dalam rectum. Mass movement timbul +/- 15
menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja
dalam rectum menyebabkan peregangan rectum dan pendorongan tinja kea rah
sfingter ani. Reflek defekasi timbul saat tinja memasuki rektum, maka peregangan
rektum selanjutnya menimbulkan rangsangan sensoris pada dinding usus dan pelvis,
sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid dan
rektum, mendorong tinja kearah anus. Distensi rektum menimbulkan impuls pada
serat-serat sensoris asendens yang selanjutnya dibawa ke kortek yang menimbulkan
kesadaran tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi kontraksi sementara otot
lurik sfingter ani eksternus, puborectal sling (bagian dari muskulus levator ani).
Dengan demikian terjadilah reflek yang disebut reflek inflasi.

Pengantaran impuls saraf ke arah distal melalui pleksus mienterikus pada


bagian kaudal dinding rektum akan menyebabkan reflek inhibisi otot polos muskulus
sfingter ani internus. Peristiwa ini disebut reflek relaksasi rektosfingter. Relaksasi
sfingter ani internus ini terjadi secara proposional terhadap volume dan kecepatan
distensi rektum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan spingter ani eksternus, yang
melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal. Reflek puborektalis akan
mengakibatkan melebarnya sudut anorektal (normal 60 – 1050 menjadi 1400)
menyebabkan jalur anus tidak terhalangi. Peningkatan tekanan abdomen dihubungkan
dengan peristaltik pada dinding abdomen, menyebabkan keluarnya tinja sehingga
terjadi pengosongan rektum. Setelah tinja keluar, maka segeraterjadi reflek
penutupan, aktivitas ini terjadi sangat cepat yaitu kembalinya otot dasar panggul,
sudut anorektal dan tonus spingter ke posisi semula.

Anda mungkin juga menyukai