8613 20044 1 SM
8613 20044 1 SM
Taufik Suryadi1
1
Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unsyiah Banda Aceh
Email: abiforensa@yahoo.com
Abstrak. Penundaan terapi bantuan hidup adalah menunda pemberian terapi bantuan hidup
baru atau lanjutan tanpa menghentikan terapi bantuan hidup yang sedang berjalan,
sedangkan penghentian terapi bantuan hidup adalah menghentikan sebagian atau semua
terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada pasien. Pengambilan keputusan penundaan
terapi atau penghentian terapi terhadap pasien kritis sangatlah sulit mengingat beberapa
pertimbangan meliputi bidang medis, bioetika, maupun medikolegal. Terapi bantuan hidup
yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang bersifat terapeutik dan/atau
perawatan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary), dan keputusan tindakan tersebut
dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter
yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik serta rencana tindakan harus
diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau yang mewakili
pasien sehingga informed consent dalam bentuk tertulis sangatlah penting dilakukan. (JKS
2017; 1: 60-64)
Kata Kunci: penundaan terapi bantuan hidup, penghentian terapi bantuan hidup, perawatan kritis,
aspek bioetika-medikolegal.
Abstract. Withholding life support is postponing a new or advance life support therapy
without stopping life support therapy that already treated before. Withdrawing life support
is stopping all or half life support therapy that already have treated the patient. Decision
making for withholding and withdrawing life support is so difficult because its depend on
several aspects as medical, bioethical, and medico-legal must be considered. Life support
therapy could be withholding and withdrawing only in therapeutic treatment and
extraordinary treatment and this decision must be performed by doctor’s team who treat
the patient after consult with medical committee or ethical committee then all of decision
must be informed and there was informed consent from patient family and so written
informed consent in hardcopy is very important. (JKS 2017; 1: 60-64)
Keywords: withholding life support, withdrawal life support, critical care, bioethics-medicolegal
aspect.
60
Aspek Bioetika-Medikolegal Penundaan dan Penghentian Terapi
Bantuan Hidup pada Perawatan Kritis Taufik Suryadi
61
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1 April 2017
adil – terutama dilihat dari segi extraordinary menjadi sangat penting agar
distributive-justice.9,10 para dokter dan perawat yakin bahwa
tindakan profesionalnya tidak melanggar
Moral dilemma masih mungkin terjadi
etika maupun hukum.
apabila prinsip moral otonomi dihadapkan
dengan prinsip moral lainnya atau apabila Prinsip ini berasal muasal dari Domingo
prinsip beneficence dihadapkan dengan Bañez (1528-1604), seorang Spanyol. Kita
nonmaleficence, misalnya apabila tahu bahwa amputasi itu sudah lama
keinginan pasien (otonomi) ternyata dijalankan di dunia medis sebagai salah
bertentangan dengan prinsip beneficence satu cara untuk menyembuhkan penyakit.
atau nonmaleficence, dan apabila sesuatu Dia bertanya, “Jika tangan seseorang itu
tindakan mengandung beneficence dan terkena penyakit yang akan menjalar dan
nonmaleficence secara bersamaan seperti membahayakan hidupnya, apakah dia
pada rule of double effect.10 wajib untuk mengamputasi tangan yang
sakit itu atau tidak?”. Pertanyaan ini
Pertimbangan bioetika yang harus menjadi penting sebab waktu itu belum ada
diperhatikan dalam menentukan tindakan anastesi untuk mengurangi sakit sehingga
withholding life support dan withdrawing amputasi itu benar-benar menjadikan
life support adalah kapan, dimana dan kesakitan luar biasa dan resiko terkena
kondisi bagaimana dokter menyampaikan infeksi menjadi besar sekali. Bañez
hal tersebut kepada keluarga pasien. menyatakan bahwa walaupun manusia itu
Pertama sekali dokter harus menghormati mempunyai kewajiban untuk menjaga dan
harkat martabat pasien (otonomi pasien),3 memelihara hidupnya tetapi hal itu hanya
pada kondisi ini pasien maupun bisa diwajibkan dengan mempergunakan
keluarganya harus mempunyai otonomi sarana yang ordinary (makan, pakaian,
untuk menerima informasi yang relevan obatan-obatan yang biasa, dan kesakitan
tentang penyakitnya.1 Dokter harus yang biasa) sedangkan sarana yang
menentukan apakah pasien, keluarga atau extraordinary tidaklah wajib. Jadi dalam
kerabat faham tentang kondisi kesehatan kasus pemotongan tangan itu, karena
terakhir dari pasien.7 Hal terpenting dalam amputasi tangan itu menimbulkan sakit
menentukan kapan tindakan withholding yang luar biasa tak tertahankan, maka
life support dan withdrawing life support amputasi itu tidaklah wajib
adalah ketika suatu tindakan medik itu (extraordinary).12
sudah berubah dari ordinary menjadi Keputusan untuk menghentikan suatu
extraordinary.8 peralatan atau tindakan memperpanjang
Tindakan yang ordinary (biasa) adalah hidup yang telah diterapkan pada
semua tindakan medis, bedah atau obat- seseorang pasien memang tetap merupakan
obatan yang menawarkan harapan masalah, dibandingkan apabila peralatan
“perbaikan keadaan” yang wajar, yang atau tindakan tersebut belum pernah
dapat diperoleh atau dilakukan tanpa biaya dilakukan pada pasien. 9 Pertimbangan
berlebihan, kesakitan/susah payah atau yang ketat harus dilakukan, khususnya
ketidaknyamanan yang lain. Sedangkan pada pengambilan keputusan penghentian
tindakan yang extraordinary (luar biasa) artificial nutrition and hydration, oleh
adalah semua tindakan medis, bedah atau karena tindakan tersebut harus ditentukan
obat-obatan yang tidak dapat diperoleh terlebih dahulu, apakah sebagai bagian dari
/dilakukan tanpa biaya berlebih, susah “care” ataukah “cure”. Apabila merupakan
payah atau ketidaknyamanan, atau yang bagian dari “cure” dan dianggap sebagai
apabila dilakukan tidak menawarkan tindakan medis yang sia-sia maka dapat
harapan “perbaikan keadaan” yang wajar.9 dihentikan, tetapi apabila dianggap sebagai
Penentuan mana yang ordinary atau
62
Aspek Bioetika-Medikolegal Penundaan dan Penghentian Terapi
Bantuan Hidup pada Perawatan Kritis Taufik Suryadi
bagian dari “care” maka oleh alasan Berdasarkan Permenkes RI nomor 290
apapun tidak etis bila dihentikan.10 tahun 2008 bab 4 pasal 16 tentang
persetujuan tindakan kedokteran pada
Aspek medikolegal situasi khusus yaitu tindakan
Peraturan perundang-undangan di withdrawing/withholding life support pada
Indonesia tentang penentuan tindakan seorang pasien harus mendapat persetujuan
withdrawal atau withholding terhadap keluarga terdekat pasien. Berdasarkan
support terapi tercantum dalam Peraturan Permenkes RI nomor 290 tahun 2008 bab
Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik 5 pasal 18 tentang penolakan tindakan
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Bab 3 kedokteran yaitu dapat dilakukan oleh
Pasal 14 dan 15 tentang penghentian atau pasien dan atau keluarga terdekatnya
penundaan terapi bantuan hidup yaitu pada setelah menerima penjelasan tentang
pasien yang berada dalam keadaan yang tindakan kedokteran yang akan
tidak dapat disembuhkan akibat penyakit dilakukan.13
yang dideritanya (terminal state) dan
tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile) Perburukan kondisi pasien terburuk yaitu
dapat dilakukan penghentian atau berakhir dengan kematian. Penentuan
penundaan terapi bantuan hidup. kematian seseorang berdasarkan
Permenkes nomor 37 tahun 2014 dapat
Kebijakan mengenai kriteria keadaan dilakukan dengan menggunakan kriteria
pasien ditetapkan oleh Direktur atau diagnosis kematian klinis/konvensional
Kepala Rumah Sakit. Keputusan untuk atau kriteria diagnosis kematian mati
menghentikan atau menunda terapi batang otak. Berdasarkan Permenkes
bantuan hidup tindakan kedokteran nomor 37 tahun 2014 pasal 8-13 yaitu
terhadap pasien dilakukan oleh tim dokter Kriteria diagnosa kematian
yang menangani pasien setelah klinis/konvensional sebagaimana dimaksud
berkonsultasi dengan tim dokter yang dalam Pasal 7 didasarkan pada telah
ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi
Etik. Rencana tindakan penghentian atau dan system pernafasan terbukti secara
penundaan terapi bantuan hidup harus permanen. Penentuan seseorang telah mati
diinformasikan dan memperoleh batang otak hanya dapat dilakukan oleh
persetujuan dari keluarga pasien atau yang tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang
mewakili pasien.Terapi bantuan hidup dokter yang kompeten dan diagnosis mati
yang dapat dihentikan atau ditunda hanya batang otak harus dibuat di ruang rawat
tindakan yang bersifat terapeutik dan atau intensif (Intensive Care Unit) dan
perawatan yang bersifat luar biasa (extra- pemeriksaan yang dilakukan harus sesuai
ordinary) yaitu Rawat di Intensive Care dengan prosedur dan syarat untuk
Unit, Resusitasi Jantung Paru, menentukan diagnosis mati batang otak.
Pengendalian disritmia, Intubasi trakeal, Berdasarkan pasal 13, setelah seseorang
Ventilasi mekanis, Obat vasoaktif, Nutrisi ditetapkan mati batang otak, maka semua
parenteral, Organ artifisial, Transplantasi, terapi bantuan hidup harus segera
Transfusi darah, Monitoring invasive, dan dihentikan.6
pemberian Antibiotik serta Tindakan lain
yang ditetapkan dalam standar pelayanan Kesimpulan
kedokteran. Terapi bantuan hidup yang Pengambilan keputusan untuk melakukan
tidak dapat dihentikan atau ditunda withholding and withdrawing life support
meliputi oksigen, nutrisi enteral dan cairan pada pasien perawatan kritis harus
kristaloid.6 dilakukan secara hati-hati. Perlu
pertimbangan aspek medik, bioetik dan
medikolegal yang matang. Prinsip dasar
63
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1 April 2017
pengambilan keputusan terletak pada 11. Brock DW. Life Sustaining Treatment
pasien yang secara medik berada dalam and Euthanasia, dalam Stephen G.
keadaan yang tidak dapat disembuhkan Post, Encyclopedia of Bioethics,
akibat penyakit yang dideritanya (terminal Macmillan, New York, 2004, hlm.
state) dan tindakan kedokteran sudah sia- 1410 -20.
sia (futile). 12. Kusmaryanto JB. Ethical problem at
the end of life. Center for Bioethics and
Kepustakaan Medical Humanities. Kursus Bioetika,
1. Levin PD., Sprung CL. Withdrawal Yogyakarta 16 – 20 April 2012
and Withholding life sustaining are not 13. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
the same. Critical care June 2005, Vol Kesehatan Republik Indonesia Nomor
9 No.3. p.230-2. 290 tahun 2008. In. Jakarta: Menteri
2. Peterkova H. Withdrawal and Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
Withholding of Medical Treatment:
Czech Medical Law the Crossroads. In.
Prague: Medicine and Law; 2011. p.
169-78.
3. McLimunn C. Withholding and
withdrawing medical treatment from a
patient: is the best action on omission?.
J NI Ethics Forum 2006, 3:113-22.
4. Hanafiah MJ., Amir A. Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan. In.
Jakarta: EGC; 2009. hal.203.
5. Reichlin M. On the ethics of
withholding and withdrawing medical
treatment.Multidisciplary Respiratory
Medicine. 2014, 9:39.
6. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2014. In. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
7. Aeckermann RJ. Withdrawal and
Withholding life sustaining treatment.
Am Fam Physician. 2000 oct 1; 62(7):
1555-60.
8. Malik MM. Islamic perceptions of
medication with special reference to
ordinary and extraordinary means of
medical treatment. Bangladesh Journal
of Bioethics 2013; 4(2): 22-33.
9. O’Rourke K. A Primer for Health Care
Ethics. Essays for pluralistic society.
Washington DC: Georgetown
University Press; 2000.
10. Beauchamp TL and Childress JF.
Principles of biomedical ethics (4th ed).
New York: Oxford University
Press.1994.
64