Anda di halaman 1dari 8

Permasalahan Muatan Lokal di Provinsi Jawa

Permasalahan Muatan Lokal di Jawa Timur

Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa di SD Mojolangu 1 Malang dan SDN


Torongrejo 01 Batu masih belum berlangsung sesuai sesuai dengan prinsip 4 pembelajaran
Bahasa Jawa seperti yang disebutkan dalam Pergub Jatim No. 19 Tahun 2014. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal yang hampir sama diantaranya yaitu pembelajaran Bahasa Jawa
sekolah dasar diampu atau diajarkan oleh guru kelas. Berdasarkan informasi yang diperoleh
yang disampaikan oleh wali kelas IV akan lebih baik dan maksimal apabila pembelajaran
Bahasa Jawa diampu oleh guru khusus yang memiliki kompetensi di bidang Bahasa Jawa.

Selain itu kemampuan guru dalam menyampaikan materi belum maksimal


dikarenakan dari pihak peserta didik juga kesulitan dalam menerima materi yang
disampaikan sehingga terjadi kendala dalam pembelajaran. Kesulitan peserta didik SDN
Mojolangu 1 disebabkan karena kemampuan berbahasa Jawa peserta didik sangat rendah,
bahasa ibu yang digunakan peserta didik yaitu bahasa Indonesia, selain itu bahasa yang
digunakan di lingkungan sekolah yaitu bahasa Indonesia sehingga peserta didik asing
terhadap pembelajaran bahasa Jawa. Pada pembelajaran Bahasa Jawa guru berupaya
menggunakan dan mengenalkan bahasa Jawa kepada peserta didik, namun dikarenakan
peserta didik kesulitan ketika guru hanya menggunakan pengantar bahasa Jawa maka guru
juga menggunakan bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman peserta didik.

Peserta didik SDN Torongrejo 01 sebenarnya memiliki kemampuan berbahasa Jawa,


namun bahasa Jawa malang-an dengan tanda kutip “bahasa Jawa kasar” sebagaimana yang
disampaikan oleh wali kelas IV. Sehingga untuk kemampuan mengenai tingkatan berbahasa
Jawa, pengenalan kosakata khusus bahasa Jawa masih rendah sama peserti peserta didik SDN
Mojolangu 1. Selain itu alokasi waktu untuk pembelajaran Bahasa Jawa terbatas, yaitu satu
pertemuan setiap minggunya dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran. Dengan alokasi waktu
tersebut dianggap kurang oleh guru dikarenakan materi yang diajarkan tidak sedikit. Pada
pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa sumber belajar yang digunakan oleh guru yaitu
berupa buku pegangan guru dan peserta didik, dan 2 buku penunjang.

Sumber belajar berupa buku tersebut sudah cukup menunjang pembelajaran, namun
guru belum pernah menggunakan media yang dapat menunjang pembelajaran serta
menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Jawa
yang menyebabkan pembelajaran masih bersifat pasif dan monoton.
Permasalahan Mulok di Jawa Tengah

Permasalahan di SMK Bagimu Negeriku Semarang.

Identifikasi kendala dalam implementasi kurikulum muatan lokal bahasa jawa di


SMK Bagimu Negeriku diantaranya yaitu: 1) Kurangnya kesiapan sekolah dalam
pelaksanaan kurikulum muatan lokal bahasa jawa. 2) Kurangnya tenaga pendidik atahu guru
muatan lokal bahasa jawa. 3) Belum ada media pembelajaran yang sesuai untuk siswa yang
berasal dari luar jawa atahu yang tidak bisa bahasa jawa. 4) Pendampingan siswa yang dari
luar jawa.

Kendala yang sering dihadapi yaitu penyampaian materi oleh guru yang sulit
dipahami oleh siswa. Berikut kutipan wawancaranya.

“Kendalanya itu mereka kurang paham dengan bahasanya, kalo materi bahasa jawa
itu saya rasa mudah, tapi kalo sudah masuk diaksara jawa itu mereka pada botak semua
karena baru pertama, kendalanya itu. (CL02.G.W.C2)”

Menurutnya guru Bahasa Jawa, siswa mengalami kesulitan dalam hal pemahaman
arti kosa kata dan materi aksara jawa. Karena mereka baru menerima dan mengetahui materi
ini dipelajaran bahasa jawa.

Identifikasi fokus masalah yang muncul dalam implementasi kurikulum muatan lokal
bahasa jawa di SMK Bagimu Negeriku disebabkan oleh beberapa hal.

1. Pertama, siswa merasa kurang paham dan sulit mengerti arti dari bahasa jawa pada
saat pembelajaran maupun diluar pembelajaran. Karena pada dasarnya memang
sebelum masuk di sekolah SMK Bagimu Negeriku, mereka belum diajarkan dan
mengetahui tentang bahasa jawa. Faktor inilah yang menyebabkan mereka kesulitan
dalam belajar bahasa jawa.
2. Kedua, secara tidak langsung siswa dipaksa belajar bahasa jawa karena berada
dilingkungan dan wilayah jawa. Jadi siswa merasa terpaksa pada saat menerima
pelajaran bahasa jawa. Siswa merasa terpaksa karena mau tidak mau mereka harus
paham dan mengerti dengan bahasa jawa, karena teman-teman mereka juga
berkomunikasi menggunakan bahasa jawa.
3. Ketiga, siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh
guru pada saat pembelajaran bahasa jawa. Guru terkadang secara tidak sengaja
menyampaikan materi menggunakan bahasa jawa tanpa memperhatikan siswa yang
berasal dari luar daerah. Hal inilah siswa mengalami kesulitan dalam menerima materi
pelajaran.

implementasi Kurikulum 2013 Muaran Lokal Bahasa Jawa Sekolah Dasar/Sekolah Dasar
Luar Biasa/Madrasah Ibtidaiyah Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa sekurangkurangnya terdapat tiga


problematika pembelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar berkait dengan implementasi
Kurikulum 2013 Muaran Lokal Bahasa Jawa Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar
Biasa/Madrasah Ibtidaiyah Provinsi Jawa Tengah.

Ketiga problematika tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terbitnya Permendikbud RI nomor 160 tahun 2014 tanggal 11 Desember 2014


mengakibatkan sekolah yang semula telah menggunakan Kurikulum 2013 Muatan
Lokal Bahasa Jawa kembali menggunakan KTSP. Padahal menurut Surat Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah nomor 423.5/14995 tanggal 4 Juni
2014 pembelajaran bahasa Jawa mulai jenjang SD/SDLB/MI sampai dengan jenjang
SMA/SMALB/SMK/MA tetap menggunakan Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa
Jawa.
2. Guru SD adalah guru kelas yang tidak dibekali secara khusus tentang matapelajaran
Bahasa Jawa, terutama materi-materi yang bersifat fiksi. Akibatnya, guru-guru
sekolah dasar kurang memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajarkan bahasa
Jawa.

3. Pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah, cenderung tidak mencapai harapan


karena para guru yang telah mengikuti pelatihan dan berkewajiban menyeminasikan
kepada guru-guru lain, pada kenyataanya tidak melakukan kegiatan seminasi. Hasil
angket menunjukkan bahwa terdapat beberapa materi yang kurang dikuasai oleh guru.
Dalam penelitian ini materi pembelajaran bahasa Jawa dikelompokkan dalam lima
kategori, yaitu materi teks sastra dan nonsastra, teks tembang, teks wayang, teks
geguritan, dan teks aksara Jawa. Teks sastra dan nonsastra meliputi sebelas submateri,
teks tembang mencakup tiga submateri, teks wayang meliputi lima submateri, teks
geguritan satu materi, dan teks aksara Jawa mencakup empat submateri.

Studi Bahasa Daerah Diusulkan Dihapus dari Mata Pelajaran Wajib

Andreas Gerry Tuwo


14Des 2014, 06:30 WIB

Menurut anggota DPR Komisi X Teguh Juwarno. bahasa daerah tidak terlalu penting untuk
dijadikan mata pelajaran wajib.

Liputan6.com, Jakarta - Pelajaran bahasa daerah dinilai sudah tidak perlu dijadikan mata
pelajaran wajib. Menurut anggota DPR Komisi X Teguh Juwarno. bahasa daerah tidak terlalu
penting untuk dijadikan mata pelajaran wajib. Bahkan, dia mengusulkan agar mata pelajaran
itu ditiadakan dari mata pelajaran wajib.

"Kita sudah masuk era global sebentar lagi kita masuk masyarakat ekonomi ASEAN,
persaingannya sudah semakin terbuka untuk apa kita masih berkutat dengan persoalan
bahasa daerah,"sebutTeguh.
"Untuk anak-anak usia sekolah dasar, justru lebih penting mereka ditanamkan bahasa global
sehingga kita bisa menjadi bangsa yang kompetitif," sambung anggota Fraksi PAN tersebut.

Mantan penyiar berita ini memberi contoh, dipolmasi internasional bangsa Indonesia kerap
kalah. Ini karena kemampuan bahasa asing bangsa Indonesia tidak sebagus negara lain.
Selain soal diplomasi, TKI juga banyak bermasalah karena faktor bahasa ini. Lebih lanjut,
Teguh menyebut, dengan adanya contoh tersebut, sehingga ia menginginkan peningkatan
pembelajaran bahasa asing mulai dari tingkat dasar.
Walau begitu, pria 41 tahun ini tak ingin pelajaran bahasa daerah dihapus sepenuhnya dalam
kurikulum. Hanya saja, lebih baik bahasa daerah dijadikan opsi bagi siswa. "Bahasa lokal
tetap akan ada tapi bukan pilihan wajib seperti ekstra kulikulet," tandas dia.

Sekarat, Bahasa Sunda di Perbatasan

KUNINGAN, (PR),- Bahasa Sunda di perbatasan kondisinya sangat memprihatinkan.


Sebanyak 8 kecamatan dari 17 kecamatan di Kabupaten Brebes, hanya tinggal 3 kecamatan
yang seratus persen masih menggunakan bahasa Sunda. Lima kecamatan sisanya sudah
bercampur menggunakan bahasa Sunda dan Jawa. Kondisi ini semakin parah ketika
pemerintah provinsi Jawa Tengah mengeluarkan kebijakan Perda Nomor 9 Tahun 2012
tentang keharusan menggunakan bahasa Jawa sebagai muatan lokal (mulok) provinsi. Hal itu
disampaikan Dastam, Kepala SD Ciseureuh II Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes
di tengah-tengah pelaksanaan Kongres Bahasa Sunda di Hotel Horison Tirta Sanita,
Kuningan, Kamis 1 Desember 2016. Menurut dia, sebelum Pemrov Jawa Tengah
memberlakukan Perda tersebut, tidak ada masalah di sekolah. 

Bahasa Sunda tetap diberikan dan para guru nyaman-nyaman saja mengajar. Namun
sekarang indikasinya menunjukkan, beberapa sekolah mengurangi porsi mulok bahasa Sunda
bahkan ada sekolah yang langsung mengganti muloknya dengan bahasa Jawa. Keadaan ini
terjadi karena selain sekolah harus mengikuti kebijakan pemerintah setempat, bahan ajar dan
perangkat pembelajaran pun semakin sulit didapatkan. Guru-guru yang tergabung dalam
MGMP Bahasa Sunda sudah semakin sedikit yang mengupayakan pembelajaran mulok
bahasa Sunda. Bahkan kalau kepala sekolah tidak membuat soal untuk ulangan, mulok
bahasa Sunda tidak ada ulangannya. “Itu yang terjadi di tingkat SD, di di tingkat SMP-SMA
mungkin bahasa Sunda sudah punah karena tidak ada lagi mulok bahasa Sunda,” imbuh dia.
Atas kondisi ini, Datam mengakhawatirkan akan semakin banyak ajen tinajen (nilai-nilai
luhur) budaya Sunda hilang dari kehidupan masyarakat. Padahal kata dia, nilai-nilai
kesundaan sangat penting bagi pembentukan karakter anak didik.
Untuk mengatasi hal itu, Dastam mengaku pihaknya sudah menyampaikan tuntutan
pada Kongres Bahasa Jawa pada 6-12 Desember 2016 lalu di Jogyakarta. Respons positif
telah diberikan pemerintah provinsi Jawa Tengah dengan adanya rencana merevisi Perda
Nomor 9 Tahun 2012 tersebut. Rencananya, Pemprov Jawa Tengah akan memberikan
kebebasan kepada para pemakai bahasa Sunda yang berada di wilayah administrasi Jawa
Tengah untuk tetap memberikan muloknya dalam bahasa Sunda. Kendati demikian, Datam
mengaku, pihaknya belum mendapat perhatian dari pemerintah provinsi Jawa Barat. Bahan
ajar untuk mulok bahasa Sunda yang selama ini tersedia, merupakan upaya bersama guru
MGMP Bahasa Sunda. Pengadaannya merupakan hasil usaha sendiri secara sukarela.

“Walaupun kami ini minoritas, kami ini ingin diaku karena kami juga masyarakat
Sunda yang mengajarkan bahasa Sunda kepada anak didik,” demikian Datam. Pengakuan itu
seharusnya, lanjut Datam, dilakukan dengan cara bekerjasama antara Pemprov Jateng dan
Pemprov Jateng sehingga Pemprov Jabar dapat tetap memfasilitasi bahan ajar dan
memberikan diklat kepada guru-guru pelajaran mulok dalam meningkatkan kompetensi
mereka. Selama ini, kata Datam, Disdik Jabar telah banyak memberikan workshop kepada
guru-guru pelajaran mulok, tetapi mengapa guru-guru di Kecamatan Ketanggungan, Kab.
Brebes tidak pernah dilibatkan. Menanggapi masalah tersebut, Abur Mustikawanto dari
Pelestarian dan Pembelajaran Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Dinas
Pendidikan Jawa Barat mengatakan, mereka tidak dapat membantu masyarakat tersebut
karena terkendala kebijakan perbedaan administratif.

Meskipun masyarakat yang berada di wilayah Pemprov Jawa Tengah tersebut secara
budaya merupakan orang Sunda dan menggunakan bahas Sunda dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini diakui Abur sangat dilematis karena di satu sisi secara budaya merupakan
masyarakat Sunda tetapi secara wilayah administratif berada di wilayah bukan Jawa Barat.
Namun demikian, pihaknya mencoba menjembatani kondisi itu dengan memberikan bantuan
buku-buku bahan ajar mulok bahasa Sunda apabila guru MGMP Bahasa Sunda meminta
kepada Disdik Jabar sehingga lebih bersifat bottom up.

Sedangkan Disdik Jabar sendiri belum ada program untuk mengatasi masalah


perbatasan ini karena terkendala administratif. Ke depan, kata Abur, masalah penanganan
perbatasan terkait bahasa dan budaya yang bersifat top down, akan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat melalui Badan Bahasa. Untuk tingkat provinsi akan dilakukan oleh Balai
Bahasa yang ada di provinsi sebagai wakil Badan Bahasa di tingkat pusat. “Iya, saya
mengakui, bahasa Sunda di perbatasan itu bisa sekarat. Tapi kita memang terkendala
masalah administratif,” ujar Abur.
Daftar pustaka

https://lib.unnes.ac.id/23868/1/1102411067.pdf

http://journal.upgris.ac.id/index.php/jisabda/article/view/4748

http://eprints.umm.ac.id/38368/2/BAB%20I.pdf
https://www.liputan6.com/news/read/2147105/studi-bahasa-daerah-diusulkan-dihapus-dari-
mata-pelajaran-wajib

Anda mungkin juga menyukai