• Buku Prahara Budaya yang disusun oleh D.S Moeljanto dan Taufiq Ismail
diterbitkan pertama kali oleh mizan. Prahara Budaya memotret pergulatan di
bidang seni budaya yang tak lepas dari suasana zaman kemelut 1963-1966.
Diawali dari dua kutub seni budaya yang bertentangan yang diwakili Lembaga
Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang berafiliasi pada pada Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan kelompok budayawan manifes kebudayaan yang dianggap
memegang paham humanisme universal yang menolak komunisme. berikut
merupakan bab pertama yang membahas tentang seni budaya dari sudut
pandang seniman LEKRA.
PRAMOEDYA ANANTA TOER
MENGENAL NIKOLAI LENIN
• Pramoedya adalah seorang sastrawan terkemuka di Indonesia yang telah berhasil dibina
oleh Uni Soviet meenjadi corong propaganda ideologi Marxisme-Leninisme. Bahkan
Pramoedya menulis sebuah artikel yang berjudul “Dengan Datangnya Lenin Bumi Manusia
Lebih Kaya”. Di dalam artikel tersebut, Pramoedya menuliskan tentang Lenin dan
membangga-banggakannya, seperti “salah satu tugas perjuangannya justru menciptakan
sahabat sebanyak-banyaknya, rakyat, dan menghancurkan musuh-musuhnya, musuh rakyat,
golongan kecil, dalam masyarakat yang berkuasa, dan mempergunakan kekuasaanya untuk
menggrogoti harga manusia dan kemakmurannya. Lenin telah mengembalikan rakyat pada
harga dirinya”. Padahal surga dunia di Rusia tahun 1960, yang dipuja oleh Pramoedya itu
tidak ada. Rakyat Rusia yang melarat masih harus antri untuk mendapatkan sandang-pangan
dan yang Makmur hanya para pemuka partai.
TEATER TRADISIONAL KETROPRAK
DIGARAP LEKRA SANGAT SERIUS
• menceritakan tentang seorang pelukis Lekra yang bernama Kuslan Budiman yang
menuliskan surat kepada Tarti, seorang pelaku ketoprak aktif dalam Bakoksi (Badan
Kontak Organisasi Ketoprak seluruh Indonesia). Kuslan mengatakan bahwa
seniman ketoprak bersedia dikirim ke Kalimantan Utara bukan hanya di atas pentas,
tetapi bila perlu angkat senjata. Membangun ketoprak Nasional Demokratis sesuai
dengan revolusi menggunakan tiga tinggi, yaitu tinggi ideologi, tinggi artistik dan
tinggi organisasi. Untuk menciptakan tiga tinggi tersebut membutuhkan tiga baik,
yaitu baik bekerja, baik belajar dan baik moral. Sesuai garis Bakoksi ketoprak harus
menjadi tontonan rakyat yang berguna dan mengabdi kepada rakyat.
JANGAN PUAS DIRI DAN TERUS
DALAMI MARXISME-LENINISME.
• penyair Kusni Sulang mebuat surat yang ditunjukan kepada rekannya yang
bernama Sunardi. Didalam surat tersebut terlihat bahwa penyair Kusni Sulang
menyetujui sinyalemen Sunardi yang mengatakan bahwa terjadi semacam
kemandekan karena adanya rasa puas diri di kalangan seniman Lekra. Akan
tetapi Kusni Sulang tidak cepat-cepat menyetujui dan menerima hal itu.
• Menurutnya, bentuk konkret dari gejala itu di Yogyakarta adalah pementasan
yang berulang-ulang. Pengulangan yang itu-itu saja. Kalua di bidang drama
yang dipentaskan itu-itu saja. Kalau music, repertoire lagu-lagunya itu-itu saja.
Tentu saja gejala pengulaman di satu pihak bisa dibacaka sebagai gejala puas
diri karena ia menganggap kreasinya itu sebagai suatu masterpiece sehingga
membuat ia tidak mencipta lagi. Tetapi, dibalik gejala pengulangan ini
dikarenakan repertoire yang kurang, baik drama, musik, dan sebagainya.
Sehingga repertoir yang dipentaskan yang itu-itu saja.
MELAWAN YANG ABSTRAK, SENI PALING
SEKARAT DI BIDANG SENI RUPA.
• pelukis Marah Djibal yang mengkritik penyelenggaraan pameran seni rupa games
of the new emerging Forces I, yang tidak cocok dengan kehendak pelukis-pelukis
baik, revolusioner, dan patriotik, dimuat dalam Harian Rakjat, 24 November 1963,
yang dikomandani oleh Drs. Asrul Sani.
• Suasana pameran ini adalah suasana paksaan. Warna pameran ini adalah pucat
kuyuk yang di pulas dengan bedak dan gincu. Arah pameran ini akan
mengemukakan kepribadian Indonesia, tetapi latah karena mau disebut “modern”.
Kenyataan yang dihadapkan kepada kita ialah lukisan- lukisan abstrak dan non-
figuratif lainnya dipasang jauh lebih banyak jumlahnya dari jumlah seluruh lukisan-
lukisan pelukis Lekra atau jauh lebih banyak dari jumlah seluruh lukisan-lukisan
pelukis di luar Lekra yang tidak melukis abstrak
BAKRI S IREGAR TENTANG MAHA KAYANYA
REVOLUS I SOVIET DAN KEBES ARAN FORMAT
MANUS IANYA .
2. Kesan kedua, Bakri Siregar menyatakan kesetiaan yang mendalam pada Nikolai
Lenin dengan “menundukkan kepala dengan khidmat” dalam kekaguman yang
luar biasa, menyatakan ikrarnya menjadi pengikut yang penurut dan ikut perintah.
• Indoktrinasi
• kegiatan menanamkan doktrin-doktrin, dan sekarang ini yang berarti kegiatan menanamkan ajaran-ajaran manipol,
sosialisme, dan revolusi dalam bidang kebudayaan. Pada umumnya nyatanya telah meluas sampai ke bidang kesusastraan.
ini adalah suatu perkembangan yang wajar bahwa karenanya timbul persoalan-persoalan polemik, penggolongan
penentuan sikap di antara sesama pengarang, antara pengarang-pengarang, dan gerakan-gerakan kemasyarakatan dan
politik. Pendeknya indoktrinasi sebagai bagian dari usaha revolusioner dan sebagai unsur dari revolusi sosial dan
kebudayaan.
• Kesusastraan
• Menurut sitor Situmorang, Dalam membicarakan kesusastraan harus menyadari terlebih dahulu bahwa banyak kata-kata,
pengertian-pengertian, istilah-istilah, dan konsep-konsep tentang kesusastraan yang sebetulnya a priori yang dianggap
usang atau kemungkinan sudah usang. Sama halnya di bidang kebudayaan. Ia mengatakan mempunyai falsafah keilmuan
dan kepengarangan yang hidup harus diterima terlebih dahulu. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat kita sendiri penuh
anggapan-anggapan dan konsep-konsep yang telah usang. Akan tetapi, masih tetap dipertahankan begitu pula halnya juga
di dunia ilmu dan dunia kesusastraan.
• Rumus yang bukan rumus
• Pepatah Batak mengatakan bahwa pokok pisang sekalipun diukur, jadi makhluk sahabat manusia. Genesis bahasa puisi, asal
kesusastraan, tertanam dalam peribahasa ini. di dalamnya terdapat Genesis seni dan kesusastraan Yang diuraikan secara langsung dan
murni. kesusastraan sebagai sesuatu yang terikat pada zaman, abad dan masyarakat tertentu yang beragam. Beberapa pegangan
tentang kesusastraan, yaitu:
1. Kesusastraan sebagai alat penghubung antar manusia sebagai bahasa antar manusia, mempersatukan fungsi sosial, dan spiritualnya
yang tak terpisahkan.
2. Bersamaan dengan sejarah perkembangan sosial, maka fungsi itu dapat berubah-ubah, demikian pula penghargaan kepadanya.
3. Penilaian sastra tak dapat lepas dari pengaruh cita-cita sosial, dari ideologi dan pandangan hidup seorang penilai ( kritikus).
4. Dengan perkataan lain: evolusi, sosial, membawa perubahan-perubahan dalam nilai sastra.
• hal ini menetapkan pula bahwa kesusastraan yang menggambarkan evolusi kemanusiaan (kemasyarakatan) adalah kesusastraan yang
paling hidup.
• Revolusi
• Gerakan nasional adalah gerakan politik dan gerakan kebudayaan sekaligus. bergerak di alam revolusi dalam gerak kebudayaan, tidak
dapat diisolasi dari gerak politik dan sebaliknya. Penyatuan gerak politik dan gerak kebudayaan pertama-tama adalah syarat mutlak
dari usaha pendidikan dan kegiatan ilmu nasional dewasa ini. Tujuan dan sifat utama dari taraf sejarah kita sekarang adalah
pembangunan kebudayaan nasional sebagai isi dan kerangka kemerdekaan. Segala kebebasan, kemerdekaan, dan konsep Cipta harus
berkembang menurut dasar-dasar revolusi nasional. inilah isi dari Manipol secara ringkas.
• Kesadaran politik
• Kesusastraan tidaklah hanya menamakan dengan ilmu sosial atau semacam traktaat, atau pamflet politik. akan tetapi, dapatlah
kita simpulkan bahwa karena sifat kulturalnya tidak ada ilmu atau sastra yang objektif mudak seperti yang disangka kaum
universalis. kesusastraan bukanlah hanya sekedar persoalan tema atau bentuk. Bahkan dari sudut penglihatan kultural ia
tergolong objek perhatian tingkat 2. Kebebasan sastra sebagai pemersatu yang historis-dinamis dalam kebudayaan itulah yang
diharapkan oleh revolusi nasional atau yang diminta oleh Pancasila.
• Kebebasan kesusastraan
• teori kesusastraan kebanyakan berasal dari barat dan belum dari kehidupan nasional kita sendiri. Ini adalah logis, karena
kehidupan nasional kita baru kita bangun kembali itupun belum bebas sepenuhnya dan juga dalam penghargaan terhadap
kesusastraan kita yang lama tradisional terpengaruh oleh teori-teori kebudayaan lain. untuk mengatasi ini tidaklah cukup hanya
berkata mari menuju ilmu yang Indonesia-sentris, mari membangun sastra yang bersifat nasional. demikian pula untuk
mencapai sastra Nasional tidak cukup sekedar mengadaptasi gaya dan Bentuk sastra yang kita pinjam dari bangsa lain. untuk
menemukan zaman evolusi ide-ide kemanusiaan dan kemasyarakatan nya maka kita tidak dapat pasif, apalagi mengisolasi diri
dari revolusi.
• Sastra obyektif
• tak ada ilmu yang objektif, kata Bung Karno di Kongres MIPI. tidak ada sastra dan ilmu sastra yang objektif. Bung Karno
mengatakan bahwa Janganlah ilmu kita hanya diliputi perjuangan objektif seperti perlawanan antimalaria. ia juga mengatakan
bahwa rasanya perjuangan anti TBC dan anti wabah akan lebih baik dilakukan apabila hal itu dilakukan dengan gelora
Semangat perjuangan yang subjektif. Jadi janganlah takut menjadi subjektif apabila ilmu dan kegiatan sastra secara vital ada
hubungannya dengan jiwa revolusi.
• Harapan kepada kesusastraan
• sastra diharapkan memberi dimensi moral kepada semua penemuan dan kesimpulan pada setiap zaman sesuai dengan
kemajuan. dalam alam manipol para sastrawan harus sadar akan fungsi pendidikan fungsi propaganda buat yang baik, dan
anti propaganda bagi hal-hal yang jelek dan jahat. para pendidik baik guru maupun pemuka masyarakat harus memberi
tempat yang wajar pada sastra sebagai pelengkap tugas-tugasnya yang lain dalam mencapai sosialisme.
• Manipol isasi bukan manipulasi sastra tulisan Goenawan Mohamad
• Manipolisasi" sastra, menemukan dan menghayati kebenaran Manipol, bukanlah manipulasi sastra. Di situlah kita bertemu
dengan Manipol bukan lewat tabir, di mana bayang-bayangnya saja yang tampak, tetapi lewat dan dengan hatinya,
napasnya, darahnya, pendeknya semangat dan cita-citanya yang luhur, cita-cita revolusi!
• Realisme sosialis dan sastra Indonesia tulisan Pramoedya Ananta Toer
• Realisme-sosialis adalah pemraktikan sosialisme di bidang kreasi sastra. Ia merupakan bagian integral dari kesatuan mesin
perjuangan umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan penghisapan rakyat pekerja, yakni buruh dan tani dalam
menghalau imperialisme, kolonialisme, dan meningkatkan kondisi dan situasi rakyat pekerja di seluruh dunia.
• Topeng Intelektual Wiratmo Soekito
• bahwa "intelektual" seperti Wiratmo Soekito sekarang ini terpaksa merendahkan martabat intelektualnya dengan
memperdagangkan bahan gunjing, hasil kongkou-kongkou, karena keinginan tampil sebagai pembela dan mentor H.B.
Jassin dalam polemik sekarang ini. Sepanjang Wiratmo mengenal H.B. Jassin, H.B jassin sendiri akan bertindak
menyangkal kebohongan ini, lain halnya kalau memang cerita itu berasal dari dia. Tujuan utamanya ialah, untuk
menggambarkan kepada pengikut-pengikutnya, bahwa "Sitor Situmorang" mengecam H.B. Jassin dalam hubungan
dengan majalah Sastra, berdasarkan sentimen pribadi. Jadi, tidak ada soal yang prinsip melainkan hanya karena H.B.
Jassin menolak memuat sajak-sajak.
• Berhubung dengan Tulisannya Sitor Situmorang: Suatu studi kasus
• Tulisan sitor Situmorang yang dimuat dalam majalah mingguan warta dunia yang terbit di ibukota pada 14 Juni
1963 Dengan judul topeng intelektual wiratmo soekito adalah sebagai suatu reaksi terhadap sebagian atau seluruh
karangan wiratmo soekito yang dimuat dalam majalah Selecta pada 20 Mei 1963 dengan judul pengarang dan
karangannya. Dalam permulaannya wiratmo agak merasa heran membaca tulisan itu karena Ia tidak menyangka
bahwa seorang pengarang sebagai sitor Situmorang yang selama ini serangan-serangannya yang dilancarkan kepada
wiratmo sejak bertahun-tahun hanyalah terbatas pada sindiran-sindiran pendeknya tidak bersifat langsung. hal
tersebut wiratmo mengambil tiga kesimpulan
• Tidak mengerti persoalannya
• Tidak mengemukakan persoalan apa-apa
• pengakuan dalam bentuk penyangkalan
• aspirasi nasional dan kebudayaan.
Persoalan sekarang bukan sekedar jegal di dalam teori buku akan tetapi bersumber dari perjuangan kebudayaan dan
sosial yang konkret, yaitu sebagai bagian dari peristiwa yang bernama revolusi berbentuk aspirasi nasional. Tetapi
ternyata mereka bukan tidak tahu kenyataan itu, hanya saja mereka berdua mengakui cinta dengan kesusastraan
nasional. Mereka tidak berbicara tentang kesusastraan Indonesia akan tetapi tentang kesusastraan. mereka tidak hanya
berbicara tentang aspirasi nasional akan tetapi tentang aspirasi- aspirasi nasional. Mereka takut kalau dengan
perkataan Indonesia dan dengan nasional akan mengurangi atau menyempitkan paham universal kesusastraan dan seni
mereka. takut politik revolusioner sebagai pedoman pandangan kesusastraan adalah dengan sendirinya reaksioner.
Untuk menutupi kenyataan ini mereka berusaha memasang Topeng non politik.
BUKAN HUMANISME UNIVERSAL, TETAPI BUDI
NURANI UNIVERSAL! - WIRATMO SOEKITO
• Sebuah pembahasan tentang konsep "humanisme universal" telah dibuat oleh seorang
penulis Sovyet Leonid Novichenko dan dimuat dalam bulanan Sovyet Literature No.
8, Agustus 1963 yang lalu. Di bawah judul "Seorang Manusia, Seorang Komunis",
penulis Sovyet ini menandaskan pada awal tulisannya, bahwa konsep "kemanusiaan
universal" sesungguhnya tidaklah pernah terpisah dari paham Marxisme.
• Penegasan yang telah diberikan di tempat paling dahulu dalam tulisannya itu, oleh
penulis Sovyet ini dimaksudkan untuk memperingatkan para penulis terutama
penulis-penulis yang berpaham Marxis sendiri, bahwa tidaklah benar kalau konsep
"humanisme universal" itu tidak sejalan, apalagi bertentangan dengan paham
Marxisme. Untuk membenarkan pendapatnya itu, Leonid Novichenko menunjukkan
pada apa yang pernah dikomentarkan oleh Marx sendiri tentang kesenian Yunani
Kuno yang merupakan refleksi "mata-mata permulaan dari masyarakat manusia", di
mana terdapat jalinan yang kuat antara manusia sebagai insan dengan kesatuan
perkembangan sejarahnya.
MANIFES KEBUDAYAAN