Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT , atas berkat rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menlesaikan makalah yang berjudul "KUDATULI (Kerusuhan 27 Juli 1996)".
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Emiliansah
Banowo selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan
pengarahan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada
pihak yang memberikan bantuan, dan menjadikan semua bantuan menjadi ibadah, Amin Ya
Rabbal ‘Alamin. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak terdapat kekurangan,
baik dari teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah
ini.

Marbau, September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1

BAB I .............................................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 3

1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 4

1.3 TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 4

1.4 MANFAAT PENULISAN ..................................................................................... 4

BAB 2 ............................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5

2.1 PERISTIWA 27 JULI 1996 ............................................................................................... 5

2.1 KRONOLOGI PERISTIWA ............................................................................................ 6

2.3 BUKU DAN PENELITIAN ............................................................................................. 10

2.4 PERINGATAN ................................................................................................................. 10

BAB 3 ........................................................................................................................................... 11

PENUTUP .................................................................................................................................... 11

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................. 11

3.2 SARAN .............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebelum masuknya era reformasi, banyak timbul kerusahan-kerusahan dimana-mana.


Kerusuhan ini terjadi akibat tuntutan pemuda dan rakyat terhadap pemerintahan saat itu
dikarenakan tidak percayanya lagi rakyat serta pemuda dalam kinerja pemerintah yang selama ini
dinilai curang, korupsi dan pelanggaran-pelanggaran lainya. Sehingga timbul kerusuhan-
kerusuhan pada tahun 1995, 1996, 1997, dan tahun 1998 yang merupakan klimaks dari kerusuhan
tersebut. Kerusahan ini di latar belakangi banyak persoalan. Selama ini kita kebanyakan hanya
mendengar dan melihat kasus pelanggaran HAM 1998, Peristiwa Semanggi. Namun kenyataan
yang tercatat, bahwasanya kerusuhan-kerusuhan ini adalah sebanyak 58 insiden, yang terjadi
berbagai daerah dan Provinsi di Indonesia Pada makalah kali ini saya mengambil topik
mengenai Kerusuhan 27 Juli 1996.

Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali terjadi.
Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama lain disebut
dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhan-kerusuhan yang
terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi sebuah
kerusuhan yang disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim
dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena memang
kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu), adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa
kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu
dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa
pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari
kepolisian dan TNI.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan
Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.

Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde
Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman
Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

Ada dua istilah untuk Peristiwa 27 Juli ini, yaitu:


 Kudatuli. Akronim dari Kerusuhan 27 Juli. Pertama kali dimuat di
Tabloid Swadesi dan kemudian luas digunakan oleh berbagai media massa. Mayjen TNI
(Purn.) Prof. Dr. Soehardiman, SE juga pernah menggunakannya dalam bukunya.

 Sabtu Kelabu. Merujuk pada hari saat terjadinya peristiwa ini yaitu hari Sabtu,
kata "kelabu" untuk menggambarkan "suasana gelap" yang melanda panggung perpolitikan
Indonesia saat itu. Tidak diketahui pencetusnya, namun diduga semula beredar dalam
forum-forum di Internet.

Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5 orang meninggal dunia, 149 orang
(sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah
terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia
.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pertemuan
tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jayadipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang
Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto,
Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono
memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.
Dokumen tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar ABRI
c.q. Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan pasukan
pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu Kota pimpinan
Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan penyerbuan. Seperti tercatat di dokumen itu, rekaman
video peristiwa itu menampilkan pasukan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu dengan
menyamar seolah-olah massa PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa terungkap dalam dokumen
Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni
2000.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diperoleh dari penulisan ini antara lain :

1. Peristiwa apa yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996?


2. Deskripsikan pertistiwa yang terjadi saat itu!

1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang diperoleh dalam penulisan ini antara lain :

Memberitahukan tentang peristiwa yang terjad pada tanggal 27 Juli 1996


Memberitahukan mengapa sampai terjadinya peristiwa
Membertahukan kronologi peristiwa 27 Juli 1996

1.4 MANFAAT PENULISAN

Memberitahukan tentang peristiwa 27 Juli 1996 serta mendeskripsikan peristiwa tersebut


Memberitahukan kronologi kejadiaan yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PERISTIWA 27 JULI 1996

Di awal tahun 1996, Ibukota Jakarta kembali di guncang oleh Insiden PDI-Megawati di
Gambir, Jakarta. Namun hanya berselang satu bulan kemudian, insiden di Jakarta kembali terjadi.
Insiden ini adalah Penyerangan ke Kantor PDI di Jalan Diponegoro atau dengan nama lain disebut
dengan Sabtu Kelabu. Insiden-insiden ini menambah daftar panjang kerusuhan-kerusuhan yang
terjadi di Indonesia antara tahun 1995 sampai 1998. Pada tanggal 27 juli 1966 ini disebut juga
sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim dan Kerusuhan Dua Puluh juli) atau peristiwa sabtu kelabu.
Karena peristiwa ini terjadi pada hari sabtu. Peristiwa ini berawal dari kemenangan Megawati
Soekarno Putri pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB PDI) di Surabaya pada
1993. Kemenangan Megawati ini merupakan ancaman bagi rezim Orde Baru.

Ini terjadi karena adanya Konflik dalam tubuh partai Demokasi Indonesia (PDI) antara
kelompok pendukung Suryadi (Ketua Umum, Kongres Medan 1996) melawan kelompok
pendukung Megawati (Ketua Umum, Munas Jakarta 1993) mencapai puncaknya pada pasca
Kongres IV PDI di Medan tanggal 20 juni 1996. Pada Kongres PDI ketiga diselenggarakan di
Pondok Gede Jakarta pada 15 april 1986 dan dibuka oleh Presiden Soeharto, tidak berhasil memilih
seorang ketua umum pada sidang terakhir pada 18 april 1986. Peserta Kongres menyerahkan
mandat kepada pemerintah untuk menyusun DPP baru. Pemerintah menetapkan pimpinan DPP
baru periode 1986-1991 yang dipimpin oleh Suryadi (Ketua Umum) dan Nicolaus Daryanto (
Sekretaris Jendral ). Sejak saat itu terjadi perpecahan dalam tubuh PDI mengakhiri dualisme
kepemimpinannya, tidak berhasil. Dari pihak Megawati, kemudian membentuk Tim Pembela
Demokrasi Indonesia (TPDI) yang dipimpin oleh Amertiwi Saleh, R.O Tambunan, dan Abdul
Hakim Garuda Nusantara, untuk menuntut pemerintah agar membatalkan Kongres PDI di Medan.

Maka Soeharto dan pembantu milliternya merekayasa Kongres PDI di Medan dan
mendudukkan kembali Soerjadi sebagai ketua umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru
untuk menggulingkan Megawati Soekarno Putri itu di lawan pendukung Megawati Soekarno Putri
dengan menggelar mimbar bebas dikantor DPP PDI. Mimbar bebas yang menghadirkan sejumlah
tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran kritis atas
perilaku politik Orde Baru. Sehingga ketika terjadi pengambilan secara paksa, perlawanan rakyat
pun terjadi. Berawal dari pengambilan kantor Dewan Pimpinan Pusat(DPP) Partai Demokrasi
(PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat oleh massa ini berlanjut pada kerusuhan massa di
Jakarta. Pada hari sabtu tanggal 27 juli 1996 kelompok pendukung Suryadi bergerak untuk
merebut gedung DPP PDI. Lima truk yang mengangkut 200 orang pendukung Suryadi yang di
pimpin oleh Buttu Hutapea Sekjen PDI dengan mengenakan kaus bertuliskan

" Pro Kongres " tiba di depan kantor PDI. Pendukung Megawati bertahan di halaman kantor.
Kedua belah pihak bentrok saling melempar batu sehingga kaca-kaca jendela hancur berantakan.
Sementara kelompok massa yang bergerak dari arah lain membakar semua bus di Jalan Surabaya.
Di tengah-tengah "perang batu" aparat Kepolisian dengan mengendarai ambulans mengadakan
negosiasi dengan pendukung Megawati yang disusul oleh Komando Kodim 0501. Dua panser
bergerak dari jalan Surabaya menuju kearah keributan. Menjelang pukul 09.00 masa pendukung
Suryadi berhasil memasuki halaman gedung. Pendukung Megawati terdesak, aparat kepolisian
bergerak memisahkan mereka dan menutupi jalan antara Jalan dan Pegangsaan. Puluhan korban
berjatuhan. Pendukung Megawati yang terkonsentrasi di depan gedung bioskop Megaria, mencoba
menembus barikade Polisi. Massa kemudian mundur kearah Cikini, Salemba dan Jalan
proklamasi. Massa yang mundur kearah Salemba dan Matraman merusak dan membakar kantor
Persit / Chandra Kirana, gedung Departemen Pertanian berserta mobil yang berada di dalamnya.
Mereka juga merusak dan membakar gedung Darmek, Bank Keswan, dan Bank Swarsarindo.
Sebagian massa melempari kantor Polsek Matraman. Massa yang bergerak kearah Kramat Raya
membakar Show-room Toyota Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan
massa, dan merusak gedung Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara. Ribuan massa terus
bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai tercerai-berai. Sebagian ke
arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen. Sebelumnya, seorang polisi
kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Massa yang bergerak ke sekitar
Jalan Proklamasi merusak gedung Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen
Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api layang.
Belum lagi masa dari arah selatan di bawah jembatan layang kereta api yang sebelumnya dipukul
mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan massa besar tadi.mimbar
besar pun di gelar. Helikopter polisi terus memantau massa yang mulai mengadakan mimbar
bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan
sanjungan untuk Mega "Mega Pasti menang" terus terdengar. Masa yang masih di dalam pagar
lintasan kereta api mulai merobohkan pagar besi. Lantas menyatu dengan massa peserta mimbar
bebas. Jalan Panataran dan membakar 23 mobil. Dua toko di Jalan Proklamasi juga di bakar. Massa
yang mundur lewat Jalan Cikini merusak gedung Bank BHS. Sementara itu, aksi pendukung
Megawati masih berlanjut sampai hari Minggu tanggal 28 juli. Melihat peristiwa kerusuhan ini
pemerintah bereaksi keras, Kepala Staf Sospol ABRI Syarwan Hamid dan Dirjen Sospol Depdagri
Sutoyo N.K. mengundang sejumlah organisasi massa ke Departemen Dalam Negeri. Mereka
menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan itu berkembang bukan lagi murni masalah intern PDI,
melainkan sudah meluas dengan masuknya pelbagai kepentingan yang beraliansi dengan pimpinan
PDI. Sejumlah 240 orang di tangkap dan 120 orang di nyatakan sebagai tersangka.

Peristiwa itu berlanjut dengan diburu dan ditangkapnya beberapa orang aktivis PDI yang
ditahan oleh Kejaksaan agung, antara lain, Mochtar Pakpahan, Pimpinan Serikat Buruh
Indonesia(SBS) dan tokoh-tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD), tokoh majelis Rakyat
Indonesia (MARI) Ridwan Saidi, Permadi, Budiman Sujatmiko, dan Petrus Haryanto. Yang
dianggap telah melecehkan Presiden. sehingga mereka dituntut dengan Undang-Undang anti-
subversif. Motif politik dalam kasus ini sangat jelas. Bahkan, dalam pengakuan ketua PDI,
Soerjadi dikatakan bahwa penyerbuan dilakukan oleh Brimob dan TNI yang berpakaian PDI.

Selain pimpinan-pimpinan ini yang ditahan, tidak menutup kemungkinan adanya korban yang
ditimbulkan akibat peristiwa ini. Berdasarkan penelitian Komnas HAM, 70 orang dinyatakan
hilang dan 149 orang luka-luka. Kerugian material meliputi 22 gedung dan 91 mobil dibakar, serta
2 sepeda motor rusak. Ini sekali lagi membuktikan kepada kita betapa perlunya adanya penyatuan
didalam perbedaan. Banyak insiden-insiden yang terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Pengamatan yang lebih cermat memperlihatkan bahwa ada kecenderungan sasaran aksi kerusuhan
lebih didomonasi 78% oleh masyarakat atau kerusuhan yang bersifat komunal (SARA).

2.1 KRONOLOGI PERISTIWA

01:00

Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga--suatu kebiasaan dilakukan sejak Kongres
Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50 orang. Satgas dan simpatisan Megawati mulai terlelap
dan sebagian ada yang bermain catur di pinggir pelataran kantor dan juga di Jalan Diponegoro
dengan beralaskan terpal.
03:00

Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi, setelah patroli mobil polisi berkali-
kali melintas. Sebagian dari mereka mencoba memantau keadaan dari jembatan kereta api Cikini.
05:00

Serombongan pasukan berbaju merah, kaus PDI, bergerak menuju Diponegoro 58. Konon
mereka diangkut dengan delapan truk.
06:15
Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan Kantor PDI dan kedatangan mereka
disambut para pendukung Mega dengan lemparan batu. Pasukan merah tadi pun membalas
dengan batu dan lontaran api. Maka, spanduk yang menutupi hampir semua bagian depan Kantor
PDI terbakar ludes. Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah sumber mengatakan ada 4 orang
tewas, tapi angka ini belum dikonfirmasi.
Semua jalan menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh kesatuan polisi.
Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas Pekerjaan
Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan layang Pramuka-Jalan Tambak.
Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang di samping pos polisi sudah bersiap
dua mobil anti huru-hara dan empat mobil pemadam kebakaran persis di depan DPP PDI. Polisi
anti huru-hara terlihat ketat di belakang mobil anti huru-hara dan di depan Kantor PDI.
09:15

Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa -- yang tampaknya bukan dari PDI -- sedang
baku lempar batu denganABRI yang bertameng dan bersenjatakan pentungan. Massa terus
melawan dengan melempar batu.
09:24

Massa di belakang Gedung SMPN 8 dan 9, di samping Kantor PDI dan PPP, mulai terdesak
mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya hanya berjaga-jaga di bawah jembatan kereta
api. Mereka dipukul mundur sampai di belakangGedung Proklamasi. Tiga wartawan foto mulai
membidik massa yang lari tunggang langgang, Sedang salah seorang wartawan foto mendekati
pasukan loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba seorang wartawan foto -- yang
belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah Ummat -- terlihat dipukuli pasukan loreng dan
diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29 Juli 1996). Dari sana Sukma -- dengan menarik bajunya
-- dibawa ke belakang Gedung SMP 8 dan 9 Jakarta, tempat pasukan loreng berkumpul yang
berjarak 300 meter dari tempat pertama pemukulan.
09:35

Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti huru-hara, melempar batu ketika
mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta yang meluncur dari kantor DPP PDI mencoba
menerobos kerumanan massa dan polisi di depan Bank BII di pertigaan Megaria. Massa yang
berada di depan gedung bioskop Megaria dan Bank BII, berteriak-teriak dan bernyanyi, "Mega
pasti menang, pasti menang, pasti menang".
09:45

Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi berkumpul di depan pos polisi, mulai dihalau
oleh pasukan anti huru-hara menuju kerumunan massa di depan Bank BII.
Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari DPP PDI. Salah seorang satgas PDI pro
Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI sempat dibakar dan arsip-arsip di dalam kantor
sudah dimusnahkan. Korban tewas dari PDI pro Megawati yang berada di DPP diperkirakan empat
orang. Sekitar 300 orang luka parah, 50 orang diantaranya dari cabang-cabang Jawa Timur yang
tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.
Jalan Diponegoro di depan DPP PDI mulai dibersihkan dari batu-batu dan bekas kebakaran.
Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar juga disiram dan berada persis di depan pintu
masuk Kantor PDI.
11:30

Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di 3 tempat. Yaitu di depan Bioskop
Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen
Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api
layang. Belum lagi massa dari arah Selatan di bawah jembatan layang kereta api yang
sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan
massa besar tadi.
Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus memantau massa yang mulai mengadakan
mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat
keamanan, dan sanjungan untuk Mega. "Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang.....,"
terus terdengar. Massa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan pagar
besi, lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas.
11:40

Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api mulai melempar batu ke arah aparat yang
sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9 Jakarta. Terdengar dari kejauhan massa di mimbar
bebas terus berteriak mengecam aparat berseragam loreng. Batu-batu yang beterbangan membuat
wartawan berlindung di belakang blokade polisi dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan
berlindung di mobil anti huru-hara.
Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa yang melempari pasukan dari Yon
Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa yang terus bergerak membuat pasukan
berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan Pegangsaan Timur.
Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya memenuhi pentas mimbar bebas.
Massa di depan bioskop Megaria merobohkan pagar besi pembatas jalan dan bergabung
menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang tampak berdiri di tengah lingkaran massa dengan
membawa tongkat berbendera Merah Putih yang dikibarkan setengah tinggi tongkat. Dia
berteriak, "Kita di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan kita mati di dalam Kantor PDI. Kita
harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega," teriaknya lantang. Yang lain menyanyikan,
"Satu komando..... satu tindakan." Kemudian ada doa bersama untuk mereka yang tewas.

12:40

Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk bersama-sama pihak keamanan masuk
melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima orang akhirnya dipilih, sementara mimbar bebas terus
berjalan.
12:45

Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai berdatangan memenuhi jalan depan
Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah pimpinan Drs. Abdurrahman Saleh, bekas
pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, masuk ke dalam kantor DPP yang porak
poranda. Sekitar lima menit berada di dalam Kantor PDI, lima utusan tadi ke luar. Salah seorang
wakil utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang bagaimana kondisi di dalam kantor DPP,
mengatakan, "Di dalam tidak ada apa-apa; darah berceceran di semua ruangan." Orang ini
bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat air mata, sambil membawa jaket merah PDI
bernama dada Nico Daryanto, mantan Sekretaris Jenderal PDI, dan satu spanduk merah.
Kelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti huru-hara untuk melaporkan keadaan di
dalam gedung. Baru beberapa kata terucap dari utusan tadi, sebuah batu melayang entah
darimana dan mengenai tangan seorang utusan yang berdiri di atas mobil anti huru-hara.
Akhirnya, laporan keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.
13:52

Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan Kantor PDI. Dia mengatakan, "Kita
menduduki Kantor DPP karena Megawati adalah pimpinan yang syah. Negara ini adalah negara
hukum, jadi tunggu proses hukum selesai," katanya keras. Yang dimaksud Tambunan adalah
proses hukum berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi dan sejumlah pejabat pemerintah di
pengadilan yang sampai kini masih disidangkan, sehingga status Kantor PDI belum diputuskan.
Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah berjanji tidak seorang pun diperkenankan
masuk, termasuk kubu Soerjadi. Barang-barang tak satu pun boleh keluar dari dalam kantor;
pihak pengacara akan mendaftar barang-barang DPP. "Ini negara hukum, kita harus turuti
perintah hukum," ujar Tambunan.
14:05

Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI yang pro Megawati, tiba-tiba terlihat
berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat kemudian Soerjogoeritno bicara dengan Kapolres Jakarta
Pusat soal status Kantor PDI.
Massa yang mencoba mendekati Soerjogoeritno dihalau anggota Brimob yang bersiaga dengan
anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang, dua anjing herder itu tak berani bergerak mengejar
massa. Massa makin berani. "Kami ini manusia, kok dikasih anjing," kata seseorang marah.
Siang itu pula setumpuk koran Terbit yang memberitakan Kantor DPP PDI Diserbu, ramai-ramai
dirobek-robek.
14:29

Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi melempari barikade polisi anti huru-
hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa mundur dan berlindung dari hujan batu. Mobil anti huru-
hara yang tetap nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu bertubi-tubi. Dua lapis
barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan tongkat mereka merangsek maju
menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut mundur ke arah Salemba.
Ada sekitar 100 orang yang berlindung di dalam gedung Kedutaan Besar Palestina, persis di
depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di Kantor PPP, terlihat puluhan wartawan
berkumpul. Sementara itu, polisi dan tentara mengejar massa sampai di depan Rumah Sakit
Cipto (RSCM). Beberapa orang terlihat dipentung dengan rotan. Seorang siswa STM 1 Jakarta,
menangis di depan bioskop Megaria -- lengannya patah ketika menangkis pukulan dan
pentungan petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh, ambulans meraung-raung terus
menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-luka diseret ke depan Kantor PDI dan
menjadi bidikan foto wartawan.
15:00

Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi Megaria. Persis di depan Rumah Sakit
Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar massa. Tak jauh dari bus yang terbakar, satu lagi bus
PPD nomor trayek 40, disiram bensin dan dibakar dengan sebuah korek api. Terbakarlah bus
jurusan Kampung Rambutan-Kota itu.
15:37

Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah bus Patas PPD nomor trayek 2, habis
terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti rambu-rambu lalu lintas dan menghancurkan lampu
lalu-lintas di pertigaan Salemba. Asrama Kowad -- yaitu gedung Persit Kartika Candra Kirana --
merupakan gedung pertama yang diamuk massa. Pertama-tama dengan lemparan batu dari luar,
kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar gedung tersebut. Sebuah kendaraan jip yang
diparkir di halaman dibakar massa, menimbulkan api yang besar.
Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit, tak luput dari lemparan batu. Tapi,
beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun habis dilalap si jago merah. Massa kemudian
bergerak ke arah Selatan dan membakar Gedung Departemen Pertanian yang berlantai delapan.
Sebuah sedan Mercy juga dibakar habis.

15:55

Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung pun jadi korban amukan api
yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank Swansarindo Internasional. Api yang berasal
dari karpet lantai dan korden jendela kaca itu dengan cepat merambat ke atas gedung berlantai
lima ini. Show room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa
dan dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya. Selanjutnya Bank Mayapada juga
dibakar massa.
Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai
tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen.
Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Dia
berkata kepada seorang rekannya yang berseragam loreng, "Bapak yang bawa senjata ke depan
saja Pak."
16:19

Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman. Kelihatan api mulai menyala di
samping gedung BHS, tetapi tidak sampai menyentuh gedung bank itu karena sepasukan tentara
berbaret hitam dengan tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam tebal dari gedung Bank Mayapada dan
Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang bergerak ke arah Salemba inilah yang kemudian
membakar gedung Darmex, Gedung Telkom, terus sampai ke arah Senen. Namun mereka
dihalau panser tentara dan gagal mencapai Senen.

16:33

Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser ini berhasil membubarkan massa
yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.
19:00

Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama kemudian mereka membakar toko
Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan lagi. Aksi dikabarkan berlangsung sampai
pukul 01.00 dinihari.

2.3 BUKU DAN PENELITIAN

Peristiwa 27 Juli menghasilkan sejumlah buku dan sejumlah penelitian. Pejabat militer juga
menulis buku untuk menjelaskan posisinya dalam kasus itu. Benny S Butarbutar, yang menulis
buku Soeyono Bukan Puntung Rokok (2003), memaparkan Kasus 27 Juli dari perspektif
Soeyono yang kala itu menjabat Kepala Staf Umum ABRI. Ia membangun teori persaingan
srikandi kembar antara Megawati dan Siti Hardijanti Rukmana sebagai latar terjadinya Kasus 27
Juli. Ia juga memaparkan, rivalitas di tubuh tentara yang membuatnya tersingkir dari militer.
Soeyono menyebutnya sebagai Killing the Sitting Duck Game, rekayasa untuk "Membunuh
Bebek Lumpuh." Sehari sebelum kejadian, Soeyono mengalami kecelakaan di Bolaang
Mongondow.

Buku lain yang muncul adalah Membongkar Misteri Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 dengan
editor Darmanto Jatman (2001). Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga
membukukan hasil penelitian mengenai Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru-Soeharto di
Belakang Peristiwa 27 Juli? (2001).

2.4 PERINGATAN

Pada Rabu 26 Juli 2006, Malam Dasawarsa Tragedi 27 Juli 1996 digelar di bekas Kantor
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara hanya dihadiri keluarga korban dan saksi mata peristiwa ini. Petinggi partai yang sudah
berubah nama menjadi PDI Perjuangan tidak terlihat hadir. Begitu juga Ketua Umum
PDIPMegawati Sukarnoputri. Walau begitu acara berjalan khidmat. Setelah tahlilan, peringatan
itu diteruskan pemotongan tumpeng kemudian ditutup dengan renungan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Peristiwa 27 Juli 1996 telah dimulai sejak pelaksanaan kongres “Medan” yang dibiayai dan
langsung difasilitasi Pemerintah/ABRI. Kongres tersebut melengserkan Megawati dan mendaulat
Soerjadi sebagai Ketua Umum PDIP. Hal ini terjadi karena Soeharto khawatir Megawati akan
maju sebagai calon Presiden dalam sidang MPR tahun 1998. Hal tersebut sangat menakutkan
Soeharto sehingga ia merasa perlu melakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang
dilakukan Soeharto dengan mendudukan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI tersebut ternyata
mendapat perlawanan keras dari pendukung Megawati di berbagai daerah. Kantor DPP PDI di Jl.
Diponegoro 58 Jakarta menjadi pusat pergerakan dan dikuasai oleh pendukung Megawati. Sehari
sebelum kongres Medan, Pada tanggal 20 Juni, sekitar 10 ribu banteng PDI turun ke jalan dari
Kantor PDI ke lapangan Monas. Kericuhan tak terhindari terjadi di depan stasiun Gambir antara
simpatisan dan aparat, mengakibatkan banyak korban. Setelah insiden itu Pangdam Jaya Mayjen
Sutiyoso membuat kesepakatan dengan Megawati yang intinya memperbolehkan pendukung
Mega melakukan aktifitas di halaman kantor PDI. Kesempatan itu digunakan pengurus PDI untuk
menggelar mimbar Demokrasi. Dalam mimbar itu simpatisan PDI diperbolehkan pidato dan
menyampaikan pikirannya.

Sebanyak 300 orang pendukung Megawati yang berada dalam kantor PDI di Jalan Diponegoro
58 diserang dengan lemparan api dan lontaran api oleh ratusan orang, juga berkaus merah, yang
datang dengan menaiki 8 truk sejak pukul 6.15 pagi WIB. Terjadi perang batu, spanduk yang
menutupi gedung terbakar habis, dan akhirnya pasukan penyerang memasuki kantor PDI itu.
Sedikitnya lima orang tewas dan ratusan luka-luka dalam bentrokan tersebut.

Semua jalan ke arah Diponegoro diblokade pihak kepolisian. Perempatan Matraman menuju
Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas PU yang sedang dipakai dalam pembangunan
jembatan layang Pramuka–Jalan Tambak. Pukul 12.45 WIB sebanyak lima orang antara lain dari
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia diperbolehkan polisi masuk ke kantor PDI yang
sudah porak-poranda itu. Mereka keluar dan melaporkan bahwa di dalam sudah tidak ada orang
kecuali darah yang berceceran di mana-mana. Sore hari sampai malam, kerusuhan berlanjut yang
diikuti dengan pembakaran gedung/ perkantoran di Jalan Matraman dan Salemba.

Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya mampu membuktikan
seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu
ke Kantor PDI. Ia dihukum dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili,
Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf)
Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas.

3.2 SARAN

Ada minimal tiga pelajaran yang dapat diambil dari kasus ini.
 Pertama, negara tidak boleh lagi melakukan intervensi terhadap partai politik,
apalagi menggunakan kekerasan massal.
 Kedua, agar kejadian ini tidak terulang, perkaranya harus dituntaskan.Temuan-
temuan terbaru dapat membantu penyidik untuk membuka lagi kasus ini.
 Ketiga, perlu diwaspadai juga penulisan sejarah (resmi) yang tidak objektif dan
cenderung merugikan suatu golongan. Karena sekarang tidak boleh lagi pelarangan buku,
bila ada persoalan dalam substansi penerbitan, hal itu dapat diselesaikan secara hukum.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_27_Juli
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2014/12/tragedi-27-juli-1996.html
http://budisansblog.blogspot.co.id/2012/07/pelajaran-dari-kasus-kudatuli.html
https://santijehannanda.wordpress.com/2014/10/09/27-juli-1996/

Anda mungkin juga menyukai