Anda di halaman 1dari 39

Karya Tulis Ilmiah

Departemen Bedah Mulut dan


Maksilofasial

Penegakan Diagnosis Infeksi


Tumor Jinak, Kista dan Kanker
Rongga Mulut
Nur Rasdayanti, S.KG 162 2020 1010
A.Hikma Suci Ramadani, S.KG 162 2020 1011

Pembimbing : drg. Hj. Nurasisa Lestari, MARS


Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi kompleks pada iaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen
maupun endogen. Pada saat teriadi jejas, maka tubuh akan melakukan upaya pertahanan. Mekanisme
pertahanan paling awal berupa keradangan yang merupakan suatu respon seluler non spesifik.
Proses inflamasi terdiri dari 2, yaitu

Inflamasi Akut Inflamasi Kronis


Mediator Inflamasi Akut
Jalur Masuk Infeksi Odontogen
Pulpo Periapikal Periodontal Perikoronal

Jalur pulpo periapikal merupakan jalur Jalur periodontal merupakan


masuknya bakteri melalui jaringan Perikorona atau disebut juga operkulum
port de entry melalui jaringan
enamel, dentin, ruang pulpa, hingga ke merupakan bagian dari jaringan gingiva yang
penvangga gigi mulal dari gingiva
apikal gigi. Infeksi pada jalur ini paling berada pada sekitar gigi yang belum erupsi
hingga ke struktur periodontal.
sering terjadi yang biasanya akan sempurna. . Namun pada gigi yang tidak erupsi
Infekst vang terjadi pada jalur
diawali dcngan munculnya karics pada sempurna, jaringan ini akan menutupi sebagian
ini akan di awali oleh
permukaan mahkota gigı. Apabila karies mahkota gigi. Jaringan operkulum dapat
penumpukan plak dan kalkulus
tersebut meluas hingga melibatkan menjadi tempat retensi sisa makanan dan
ruang pulpa, maka akan menimbulkan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
kondisi keradangan pada ruang pulpa bakteri. Metabolisme bakteri tersebut dapat
memicu terjadinya infeksi. Infeksi bakteri
pada operkulum disebut dengan operkulitis
atau perikoronitis
Infeksi pulpo periapikal
Patogenesis
akan diawali dengan
terjadinya karies gigi

Respon jaringan pertama → abses Respon jaringan


periapikal (dapat meluas ke tulang hingga kedua → Granuloma
Kavitas yang tidak ditangani dengan baik akan meluas permukaan mukosa membentuk fistula) apikal
menembus atap pulpa menuju ke ruang pulpa

Menyebabkan inflamasi
- Apabila bakteri yang menginvasi ruang pulpa dapat Nekrosis meluas ke saluran akar. Saluran
akar yang nekrosis akan dipenuhi bakteri Respon jaringan
dibersihkan dan dilakukan perawatan maka ketiga → Kista
prognosisnya akan baik yang akan bergerak terus ke apikal
menyebabkan lesi pada apikal gigi hingga ke Radikuler
- Apabila bakteri terus berkembang tanpa ada jaringan periodontal disekitarnya. Setelah
perawatan yang adekuat, maka kerusakan yang terjadi bakteri berada pada apikal gigi, maka
pada ruang pulpa akan menyebabkan nekrosis jaringan akan memberikan respon sebagai
pembuluh darah di pulpa dan berlanjut menjadi bentuk pertahanan terhadap adanya jejas.
nekrosis pulpa
Patogenesis
Kalkulus menginisiasi
Kebersihan rongga
terjadinya gingivitis - Pelebaran ligamen
mulut yang tidak terjaga
yang ditandai dengan periodontal
dengan baik, atau posisi
adanya dilatasi vaskuler - Terbantuknya ruang pada
gigi yang berdesakan
dan peningkatan aliran jaringan periodontal akan
akan mengakibatkan sisa Apabila infeksi bakteri
gingival crevikular memudahkan invasi
menghasilkan produk
makanan dan debris bakteri dan destruksi
fluid. Terbentuknya purulen yang terlokalisir
mudah menempel pada jaringan periodontal yang
eksudat inflamasi pada jaringan periodontal
gigi. Debris akan lebih dalam melibatkan
menyebabkan maka terjadi abses
menginisiasi terbentuk tulang alveolar. Hal ini
degenerasi pada area periodontal dan secara
pelikel yang tidak teratur menyebabkan terjadinya
sekitar jaringan klinis tampak sebagai
pda permukaan gigi periodontitis.
abses gingiva. Infeksi
konektif, tcrmasuk - Selanjutnya terjadi
hingga daerah tersebut dapat
gingival fiber, bagian collagen breakdown yaitu
sementum. Pelikel yang menyebabkan terjadinya
apikal dari kolagen menipisnya kolagen pada
bertambah tebal tersebut destruksi ligamen
junctional epithelium jaringan konektif, disertai
akan terkalsiflkasi. periodontal dan tulang
akan rusak, dan osteoklas yang meresorbsi
Selanjutnya kristal alveolar.
mengakibatkan area tulang alveolar. Hal ini
kalsifikasi menciptakan yang menyebabkan
tersebut mengalami
ikatan yang kuat di peningkatan derajat
edema oleh karena sel-
permukaan gingiva kegoyangan gigi.
sel inflamasi, sehingga
membentuk plak dan
akan terbentuk poket
kalkulus.
periodontal.
Patogenesis
Akumulasi bakteri dari bagan bawah
perikorona akan bermetabolisme.
Aktivitas tersebut akan menghasilkan
produk seperti kolagenase, hyaluronidase,
protease chondroitin sulfatase dan
endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS)

Produk bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan


epitel dan jaringan ikat. dengan adanya jejas tersebut,
maka bakteri dapat menginvasi ke dalam jaringan
perikorona. Cedera yang terjadi pada jaringan akan
mengaktivasi sel-sel radang sehingga memunculkan rasa
nyeri, pembengkakan disekitar perikorona dan cardinal
symptom lainnya.
Perluasan Infeksi Odontogen
Perkontinuatum Limfogen Hematogen

Perluasan infeksi secara langsung ke Perluasan limfogen adalah


daerah di sekitar gigi yang terinfeksi. Jalur hematogen adalah perluasan infeksi
perluasan infeksi odontogen
Jalur ini merupakan perluasan infeksi odontogen melalui pembuluh darah
melalui jalur limfatik
yang paling umum. Infeksi yang sudah
berada di apikal gigi dapat meluas ke
arah tulang atau jaringan lunak
disekitarnya hingga ke spasia wajah
Perkontinuatum
Abses Subperiosteal Abses Vestibular

Gambar 2.1. Abses Subperiosteal Gambar 2.2. Abses Vestibular


(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 209 )[10 (Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 210 )[10]

Abses Palatal

Gambar 2.1. Abses Palatal


(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 217 )[10]
Spasia
Spasia Primer Spasia Sekunder

Spasia primer merupakan area yang secara klinis Spasia sekunder merupakan area yang secara klinis
dapat dilakukan palpasi karena terletak sulit untuk dilakukan palpasi dan membutuhkan
superfisial pada wajah. Spasia ini meliputi pemeriksaan penunjang untuk evaluasinya.
buccal space, canine space, infratemporal space, Spasia ini meliputi temporal space, parotid space,
sublingual space, submandibular space, massetetic space, Pterygomandibular space, lateral
submental space. Paringeal space dan retroparingeal space
Spasia
Primer
Fossa Canine space Buccal space

Gambar 2.4. Canine Fossa Abses Gambar 2.5. Buccal Space Abses
(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 221 )[10] (Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 223 )[10
Spasia
Primer
Infratemporal space Submental space

Gambar 2.6. Infratemporal Abses Gambar 2.7. Submental Abses


(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 224 )[10] (Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 226 )[10]
Spasia
Primer
Sublingual space Submandibular space

Gambar 2.8. Sublingual Abses Gambar 2.9. Submandibular Abses


(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 228 )[10] (Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 229 )[10]
Spasia Sekunder :
Masticatory Space
Submasseteric Space Pterygomandibular Space Temporal space

Temporal space merupakan


daerah yang terletak disekitar
musculus temporalis dan tulang
temporal, Temporal space dibagi
menjadi dua bagian yang dibatasi
oleh musculus temporalis yaitu
superficial temporal space dan
deep temporal space. Di bawah
arcus zygomatic, superflsial dan
deep space berhubungan
langsung dengan infratemporal
dan fossa pterygopalatine
Gambar 2.11. Submasseteric Abses
(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 231 )[10]

Gambar 2.12. Pterygomandibular Abses


(Sumber: Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer. New York. p 231 )[10]
Spasia Sekunder :
Cervikal Fascial Space
Lateral Pharyngeal Space Retropharyngeal space Prevertebral space
Pada pemeriksaan ekstra oral
• Kasus infeksi pada retropharyngeal
didapatkan pasien : space sulit untuk dilihat secara
• trismus dengan pembengkakan klinis ekstra oral maupun intra
pada regio lateral leher yang oral. • Prevertebral space adalah
dapat meluas ke tragus telinga, • Pasien mengalami gangguan jalan ruang yang terletak di sebelah
• displacement dinding faring, nafas tanpa terlihat adanya posterior dari retrophaongeal
• rasa sakit yang menjalar ke obstruksi oleh karena dorongan space, memanjang dari basis
telinga, lidah. Oleh karena posisinya yang cranii sampai setlnggl
• kesulitan menelan, cukup dalam, maka perlu diafragma,
• terjadi malaise. pemeriksaan penunjang untuk • Abses pada regio ini cukup sulit
membantu menegakkan diagnosis. penanganannya, dan
Pada pemeriksaan intra oral, akan
• Pemeriksaan radiografi yang dapat membutuhkan tindakan pada
didapatkan
dilakukan diantaranya adalah fasilitas kesehatan yang cukup
• trismus dengan pembengkakan fluoroscopy, multidetector memadai, karena berhubungan
pada dinding lateral faring ke computed tomography (MDCT), dengan resiko obstruksi jalan
arah medial, magnetic resonance imaging (MRI), nafas
• terdapat fokus infeksi pada gigi ultrasonography, dan Positron
molar ketiga rahang bawah atau emission tomography / computed
rahang atas. tomograpy (PET / CT).
Tatalaksana Abses Regio Oromaksilofasial

Faktor penyebab dan Insisi dan Drainase


Terapi Antibiotik Abses Oromaksilofasial
predisposisi
Penggunaan antibiotik untuk kasus
Menggali faktor predisposisi Tindakan drainase harus segera
infeksi odontogen pada tahap awal
lebih banyak diperoleh dari dilakukan apabila secara klinis
menggunakan antibiotik secara
pemeriksaan penunjang
anamnesis. empiris, dimana antibiotik diberikan
menunjukkan adanya hasil
berdasarkan hasil-hasil penelitian yang
cairan purulen atau pus
menunjukkan efektifitas dari antibiotik
tersebut
Selulitis Fasialis Ludwig's Angina

• Selulitis fasialis merupakan inflamasi difus di


• Infeksi ini biasanya terjadi akibat perluasan dari
abses submandibula atau abses sublingualis.
regio oromaksilofasial yang dapat melibatkan Produksi pus yang semakin bertambah pada daerah
beberapa area jaringan lunak dan jaringan ikat dasar mulut, mengakibatkan lidah terelevasi ke
longgar belakang dan dapat menutup jalan napas bagian
• Pada inspeksi, selulitis fasialis tampak sebagai atas. Kondisi tersebut beresiko terjadi obstruksi
pembengkakan luas di regio oromaksilofasial, pada saluran pernafasan atas. Pada anamnesis,
yang terjadi pada jaringan lunak atau jaringan pasien akan mengeluhkan sulit menelan makanan,
ikat longgar, warna jaringan hiperemi sulit bicara dan sesak nafas
dibandingkan dengan kulit sekitarnya, dan Penatalaksanaan :
berbatas difuse. 1. Pasien harus difollow-up mengenai tanda dan gejala
• Pemeriksaan palpasi selulitis fasialis, didapatkan obstruksi jalan nafas, seperti munculnya stridor dan
area pembengkakan dengan batas difus, snoring.
konsistensi keras, suhu lebih panas dibandingkan 2. Apabila obstruksi terjadi, tindakan emergency untuk
daerah sekitarnya, dan terdapat nyeri tekan. kontrol dari jalan nafas dilakukan melalui inkubasi
Penatalaksanaan : endotrakeal atau trakeostomi
1. Pemberian antibiotik 3. Tindakan insisi dan drainase dilakukan untuk
2. Pemberian medikamentosa untuk gejala dekompresi dan evakuasi pus
simptomatik seperti analgetik dan antipiretik. 4. Penggunaan antimikroba
3. Ekstraksi gigi 5. Pemberian nutrisi atau terapi penunjang
4. Insisi dan drainase 6. Apabila kondisi sudah stabil, perawatan selanjutnya
adalah eliminasi faktor penyebab, seperti dilakukan
ekstraksi gigi penyebab atau odontektomi
Klasifikasi Tumor Jinak
Tumor Jinak
Tumor Jinak
Jaringan Lunak Rongga Mulut
Jaringan Keras Rongga Mulut

Tumor jinak jaringan keras odontogenik merupakan


tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi
Dapat dibedakan berdasarkan jaringan asalnya, akibat gangguan pola normal odontogenesis. Tumor
yaitu tumor jinak yang berasal dari jaringan ini dapat dibagi menjadi tumor epitelial
(ameloblastoma, adenoameloblastoma,
epitel (papiloma dari epitel permukaan
melanoameloblastoma), tumor mesenkimal
skuamosa, adenoma dari epitel kelenjar), dari (sementoma, cementifying broma, odontogenik
jaringan ikat fibrous (fibroma), dari jaringan miksoma, odontogenik broma, dentinoma) dan tumor
mesenkim (broma, lipoma, miksoma, kondroma, campuran epitelial dan mesenkimal (ameloblastik
osteoma, mioma, angioma, neuro broma, broma, ameloblastik bro odontoma, ameloblastik
neurilemoma), dan tumor kelenjar ludah odontoma, odontoma). Tumor jinak jaringan keras
(adenoma/monomor k adenoma, oncocytoma, nonodontogenik dapat dibagi menjadi giant cell
tumor Warthin, pleomor k adenoma) granuloma tipe sentral, giant cell tumor, miksoma
sentral, kondroma, osteoma, tori, hemangioma
sentral dan central bro osseous lessions.
Kista
Kista Periodontal Lateral Kista Periodontal Lateral Botrioid

Gambar 2.13 Tampak radiolusensi bulat yang berhubungan dengan permukaan lateral Gambar 2.14 Tampak radiolusensi berupa kelompok buah anggur (botrioid) di bagian permukaan
gigi yang berbatas jelas (tepi kortikal) pada radiografi periapiakal. lateral gigi yang berbatas jelas pada radiografi periapiakal, sering bervarian moltilokular.
(Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering (Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering ditemukan. Alih
ditemukan. Alih bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor penyelaras: Juwono L. Edisi
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 73) keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 73)
Kista Dentigerous Keratokista Odontogenik (OKC)

Gambar 2.15 Varian unilokular yang berkaitan dengan gigi yang tidak erupsi dengan Gambar 2.16 Varian multilokular yang mucul di regio molar dengan tampakan radiolusen yang
tampakan radiolusen yang berbatas jelas pada radiografi panoramik. berbatas jelas (tepi sklerotik) pada radiografi panoramik.
(Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering (Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering ditemukan. Alih
ditemukan. Alih bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor penyelaras: Juwono L. Edisi
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 73) keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 73)
Kista Duktus Nasopalatina
Kista Radikular
(Kista Kanalis Incisivus)

Gambar 2.18 Tampak radiolusen yang berbatas jelas yang berbentuk hati klasik diantara Gambar 2.19 Tampak radiolusen yang berbatas jelas (tepi kortikal) di daerah periapikal
akar gigi insisif pertama atas yang vital pada radiografi periapikal. gigi pada radiografi oklusal maksila.
(Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering (Sumber: White SC, Pharoah MJ. Oral radiology priciples and interpretation. Ed 6 Canada:
ditemukan. Alih bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor University of Toronto; 2009. p. 385)
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 119)
Kista Paradental
Kista Residual
(Kista Bifurkasi Bukal)

Gambar 2.20 Kista radikular yang tidak terdeteksi yang gigi penyebabnya telah Gambar 2.21 Tampak radiolusen yang berbatas jelas (tepi kortikal) yang berlokasi paling
diekstrakisi pada radiografi panoramik. umum di sekitar molar pertama yang menyebabkan gigi yang terlibat sedikit terangkat dan
(Sumber: White SC, Pharoah MJ. Oral radiology priciples and interpretation. Ed 6. Canada: berubah posisi pada radiografi panoramik.
University of Toronto; 2009. p. 388 (Sumber: Langlais RP, Miller CS, Gehrig JSN. Atlas berwarna lesi mulut yang sering
ditemukan. Alih bahasa: Suta T. Editor edisi bahasa indonesia: Rasyad EM. Editor
penyelaras: Juwono L. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2016. hal. 73)
Kista Tulang Soliter (Traumatik)

Gambar 2.22 Tampak radiolusen yang berbatas jelas (tepi kortikal) yang berbentuk oval
dan meluas di daerah akar gigi incisivus sampai molar mandibula pada radiografi
panoramik.
(Sumber: Birnbaum W, Dunne SM. Diagnosis kelainan dalam mulut: petunjuk bagi klinisi.
Alih bahasa: Ruslijanto H, Rasyad EM. Editor edisi bahasa Indonesia: Juwono L. Jakarta:
EGC; 2016. hal. 229)
Kanker
Rongga
Mulut
Karsinoma Sel Skuomosa

Etiologi Diagnosis Terapi


01 Multifaktor, Etiologi
karsinoma sel skuamosa
bersifat multifaktor dan erat
02 • Keluhan yang membawa
penderita karsinoma lidah ke
dokter adalah adanya
03 1.
2.
Pembedahan
Radioterapi
kaitannya dengan gaya pembengkakan atau ulkus 3. Kemoterapi
hidup, umumnya kebiasaan yang teraba, rasa nyeri pada
hidup dan diet (terutama lidah, warna putih atau merah
tembakau atau tembakau pada lidah, rasa nyeri
yang digunakan dalam sirih, menyebar ke leher atau
dan penggunaan alkohol), telinga, terdapat
meskipun faktor lain seperti pembengkakan di leher dan
bahan infeksius, kerusakan meraskan kesukaran atau rasa
metabolisme karsinongen, nyeri pada waktu menelan.
kerusakan enzim yang • Gambaran klinis karsinoma sel
memperbaiki DNA yang skuamosa meliputi eksofitik,
rusak dan kombinasi faktor- endofitik, leukoplakia (bercak
faktor ini juga berperan putih), eritroplakia (bercak
dalam terjadinya karsinoma merah), eritroleukoplakia
sel skuomasa (kombinasi bercak merah dan
putih). Pertumbuhan eksofitik
(lesi superfisial) dapat
berbentuk bunga kol atau
papiler, dan mudah berdarah
Tahapan
Diagnosis
Secara Umum
Pemeriksaan
Riwayat Pemeriksaan
Lisan Visual
Pasien ekstraoral
Sistematik

Pemeriksaan intraoral:
• Penilaian lesi
Biopsi • Dokumentasi
• Alat Tambahan untuk
Penyaringan
• Tambahan skrining
berbasis cahaya
• Pewarnaan jaringan vital
Contoh Kasus
Kasus 1

Seorang Ibu rumah tangga umur 42 tahun dirujuk ke Rumah Sakit Gigi dan
Mulut (RSGM) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan
keluhan adanya ketidaknyamanan pada mulutnya sekitar 4 bulan yang lalu. Keluhan rasa
tidak nyaman timbul saat makan dan sering digigit-gigit. Pada pipi kiri terdapat
benjolan dengan diameter 1 cm tapi tidak sakit. Pasien lalu dirujuk ke Bagian Bedah
Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Pemeriksaan medis lengkap menunjukkan tidak adanya
penyakit sistemik.
Pemeriksaan intra-oral menunjukkan adanya nodul lunak di pipi kiri yang Tampak Klinis
ditutupi oleh mukosa normal. Dari pemeriksaan intraoral, terdapat benjolan pada
(Sumber: Dermawan , Putra. Made Merta
Suparka. Penanganan Fibroma Rongga
mukosa pipi kiri dengan konsistensi kenyal, ovoid dan batas tegas, di regio premolar –
Mulut (Studi Kasus). Interdent.Jkg. Vol.16,
No.2. Desember 2020. Jurnal)[22
molar. Pemeriksaan radiografi menunjukkan tidak ada kalsifikasi. Diagnosis sementara
adalah iritasi fibroma. Perawatan yang direncanakan adalah Excisi Biopsi, untuk
evaluasi histopatologi. Dalam persiapan prabedah, semua rentang normal pra-operasi
investigasi rutin dikumpulkan, meliputi hitung darah lengkap, tes koagulasi dan
tekanan darah
Tatalaksana Kasus

1 3 5
Pertama dilakukan Selanjutnya dilakukan Potongan lesi ditempatkan
anastesi infiltrasi lokal di sayatan dengan pisau dalam wadah yang telah
sekitar lesi dengan bedah No. 15 diisi formaldehida 10 %.
pehacain (2%) dengan
vasokonstriktor

2 4
Tahap selanjutnya bagian Pengambilan lesi dengan
lesi dipegang dengan menyelesaikan resesi
benang untuk menarik lesi bedah
Tatalaksana Kasus

6 8 10
Setelah prosedur operasi dilakukan pemeriksaan
Spesimen kemudian dikirim tanda vital pada pasien. Pemeriksaan tanda vital
Terlihat lesi lunak, untuk pemeriksaan menunjukkan tekanan darah 130/90 mmHg,
kekuningan dan ukuran lesi patologi. denyut nadi 68x/menit, respirasi 16x/ menit.
1,2 cm Kontrol 1 minggu setelah tindakan pasien tidak
memiliki keluhan subyektif pasca operasi
Kemudian dilakukan pengambilan jahitan

7 9
Pasien diinstruksikan untuk meminum obat sesuai anjuran, menggigit
tampon pada bagian bukal kiri selama kurang lebih 30 menit. Selama
Sayatan dijahit dengan 24 jam setelah operasi tidak dianjurkan makan dan minum yang
benang sutra hitam 3-0 panas, menjaga kebersihan mulut, istirahat yang cukup dan makan
makanan yang bergizi, kontrol 1 minggu kemudian. Pasien diberikan
obat berupa amoxycillin 500 mg sebanyak 15 tablet diminum 3x
sehari, obat harus dihabiskan. Asam mefenamat 500 mg sebanyak 9
tablet diminum jika terasa sakit.
Kasus 2

Pasien perempuan usia 16 tahun dengan berat badan 47 kg dan tinggi badan 150 cm
datang ke IGD RSGM Universitas Hasanuddin Makassar dengan keluhan bengkak, nyeri pada
pipi kanan bawah dan susah membuka mulut. Dari anamnesis diketahui bahwa pembengkakan
dirasakan pasien sejak kurang lebih 5 hari sebelumnya. Awal pembengkakan muncul kecil namun
semakin lama semakin besar dan terasa nyeri. Pasien juga sulit membuka mulut dan demam
timbul kira-kira 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya gigi geraham kanan berlubang dan
sakit, pasien sudah mengkonsumsi antibiotik dan anti nyeri 1 minggu lalu, namun bengkak dan
nyeri tidak kunjung sembuh.

Gambar 2. Tampak Klinis


(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant. Surgical Treatment For
Odontogenic Submandibular Space Infection: Case Report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 87-90)[23]
Kasus 2
Keadaan umum pasien sedang,kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/60
mmHg, suhu 36C dan tidak ada sesak napas. Dari pemeriksaan telinga dan hidung tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan regio mandibula terdapat pembengkakan pada daerah
submandibula dextra warna kemerahan, trismus 1,5 cm, dan angulus submandibula tidak
teraba. Pada pemeriksaan intra oral terdapat gangren radiks molar pertama dan gangrene
pulpa molar kedua kanan rahang bawah. Pasien didiagnosis abses submandibular dextra,
trismus 1,5cm dan angulus submandibular tidak teraba, perabaan panas, fluktuatif, nyeri
pada saat ditekan. Dari pemeriksaan foto panoramik, gigi molar kedua kanan bawah telah
mengalami karies profunda yang perforasike atap pulpa, dan ada gambaran radiolusen yang
difus pada daerah apikal gigi.

Gambar . Foto Ronsen Panoramik Pasien


(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant. Surgical
Treatment For Odontogenic Submandibular Space Infection: Case Report. Makassar Dent
J 2019; 8(2): 87-90) [23]
Tatalaksana Kasus
1 3 5
Hari ke-4 pasca insisi dan drainase nyeri
Setelah insisi dan drainase, keadaan
Pasien setuju untuk rawat inap dan berkurang dan pus mulai berkurang. Pasien
umum pasien sedang, bengkak dibawah
dilakukan pemeriksaan darah rutin. dipulangkan untuk rawat jalan dengan pemberian
dagu berkurang, rasa nyeri menelan
Dipasang IVFD RL, inj ceftriaxone 1 g/12 jam, obat oral cefadroksil 2x500 mg, metronidazole
berkurang,dan bukaan mulut masih
metronidazole drip 500mg/8 jam, 3x500 mg dan paracetamol 3x500 mg. Pasien
terbatas. Dari pemeriksaan fisik, luka
parasetamol infus 500 mg/8 jam. kontrol pada hari ke-5 dan 7 pasca insisi dan
bekas insisi baik, pus merembes minimal.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan drainase. Keadaan umum baik, bengkak di
Pasien diterapi buka tutup mulut dengan
beberapa nilai hasil diluar batas normal, bawah dagu minimal, nyeri menelan tidak ada,
menggunakan stik. Perban diganti 2x
yaitu Hb 10,1 (N: 10,4-16,0), leukosit 16,48 (N: bukaan mulut normal. Pus pada drain sudah
sehari.
6,00-18,00), neutrofil: 80,7 (N: 46-73), limfosit: tidak ditemukan, pasien dilakukan affdrain
8,4 (N: 18-44).

2 4
Pasien direncanakan insisi dan Hari kedua setelah operasi insisi dan drainase,
drainase dalam anastesi umum setelah keadaan umum sedang,pembengkakan
pasien diberikan penjelasan dan dibawah dagu minimal, nyeri menelan tidak
informed consent perihal rencana
ada dan pasien sudah bisa makan dan minum
tindakan yang akan dilakukan.
biasa. Luka bekas operasi baik dan pus
Pemeriksaan foto ronsen toraks hasil
normal. Satu jam sebelum insisi dan minimal. Edema diregio submandibula sinistra
drainase pasien diberikan antibiotik berkurang dan trismus menghilang pada hari
profilaksis ceftriaxone 1 g. ke-3 pasca insisi dan drainase.
Gambar . Prosedur insisi dengan blade no. 11 dan diseksi tumpul dengan menggunakan arteri klem
(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant. Surgical Treatment For
Odontogenic Submandibular Space Infection: Case Report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 87-90) [23]

Gambar . Prosedur pengeluaran pus dengan massage dan pemasangan drain.


(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant. Surgical Treatment For
Odontogenic Submandibular Space Infection: Case Report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 87-90) [23]

Gambar . Kontrol hari ke-2pasca insisi dan drainase abses.


(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant.
Surgical Treatment For Odontogenic Submandibular Space Infection:
Case Report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 87-90) [23]
Gambar . Pemasangan perban pada lokasi daerah operasi dan gigi penyebab infeksi yang telah dicabut.
(Sumber: Hasmi, Fadel Reza Rafsan., Andi Tajrin., Nurul Ramadhant. Surgical Treatment For Odontogenic
Submandibular Space Infection: Case Report. Makassar Dent J 2019; 8(2): 87-90) [23]
Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai infeksi tumor jinak, kista, dan kanker rongga
mulut. maka perlu dilakukan penentuan dan penegakan diagnosis yang benar
dan tepat sehingga mendapatkan terapi yang tepat yang mampu menghambat
sekaligus mampu membunuh pertumbuhan sel kanker.
Syukran
Jazakallah
Khairan
Katsiran
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai