Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN REMAJA DALAM ASPEK, PSIKOLOGI, SOSIOLOGI

ANTROPOLOGI, FISIK, DAN NON FISIK

A. Dalam aspek psikolgi

Aspek Psikologis, remaja adalah mereka yang secara individu mengalami perkembangan
dalam pola identifikasi dari anak menuju dewasa. Pada usia remaja, seseorang akan
mengalami puncak emosional dalam hidupnya. Pertumbuhan organ seksual memiliki peran
yang tinggi dalam perkembangan emosinya, misalnya saja muncul perasaan cinta dan hasrat
terhadap lawan jenis.
G.W. Allport (Sarlito, 2006), studinya tentang psikologi remaja memberikan pandangannya
tersendiri mengenai masa remaja. Beliau kemudian membagi masa remaja itu sendiri dalam
ciri-ciri berikut :

 Extension of the self – pertumbuhan diri sendiri


Dalam ciri ini, seorang remaja akan menunjukkan kemampuan untuk menjadikan orang
atau hal lain menjadi bagian dari dirinya. Jika pada sikap kanak-kanak egoisme tinggi,
maka pada masa ini cenderung berkurang. Disusul dengan sifat empati yang ia tunjukkan
kepada orang lain.

 Self objectivication – objektif melihat diri sendiri


Beliau mengungkapkan bahwa pada masa remaja, seseorang mulai bisa menilai dirinya
sendiri (self insight) dan dapat bersikap tenang meskipun dirinya dijadikan sasaran
candaan dan kritik (sense of humor).

 Unifying philopsophy of life – memiliki falsafaf hidup


Yang terakhir, masa remaja ditandai dengan kepahaman bagaimana ia harus bertingkah
laku. Mereka juga memiliki prinsif atau falsafah hidup yang tertanam dalam dirinya.
Mereka mulai menunjukkan Tidak mudah terpengaruh dengan pendapat orang lain.

B. Dalam Aspek Sosiologi

Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut
sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk
menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan
orang lain (teman sebaya).
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang
secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan maka kemungkinan besar remaja
tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sedangkan, apabila kelompoknya itu
menampilkan dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan
remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.

C. Dalam Aspek Antropologi

Anthropologi berasal dari kata Yunani yakni anthropos yang berarti “manusia” atau
“orang”, dan logos yang berarti “wacana” (dalam pengertian “bernalar”, “berakal”).
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan
orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa
yang dikenal di Eropa.

Penjelasan antropologi menurut beberapa ahli:

 Menurut Koetjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat


manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan yang dihasilkan.
 Menurut William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaaat tentang manusia dan perilakunya
serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

Anak menurut perspektif antropologi sebagai individu yang merupakan bagian suatu
kebudayaan, yang dibentuk melalui pola pengasuhan orang tua, dan melakukan
sosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Dari perspektif tersebut dapat diambil tiga
garis besar yakni:

1. Bagian dari kebudayaan, anak berhadapan langsung dengan budaya yang


diwariskan oleh nenek moyang melalui orang tua atau yang mengasuhnya. Anak
yang diasuh oleh dua subyek (ayah-ibu) yang berlatar belakang budaya yang
berbeda akan mempengaruhi budaya anak tersebut. inilah yang disebut dengan
istilah asimilasi. Dimana budaya anak merupakan hasil bertemunya dua budaya
yang berbeda.
2. Pola pengasuhan yang dilakukan oleh kedua orang tua, bukan salah satu.
3. Anak dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan sosial tempat ia
bersosialisasi.

D. Fisik

Pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang dengan kata lain tidaksepesat dalam masa remaja
awal.Bagi remaja pria pada usia 20 tahun danremaja wanita 18 tahun keadaan tinggi badan
mengalami pertumbuhan yanglambat.Mengalami keadaan sempurna bagi beberapa aspek
pertumbuhan danmenunjukkan kesiapan untuk memasuki masa dewasa awal.
Seperti badandan anggota badan menjadi berimbang, wajah yang simetris, bahuyang
berimbang dengan pinggul.Saat ini, remaja mengalami perubahan fsik (dalam tinggi danberat
badan) lebih awal dan cepat berakhir daripada orang tuanya.Kecenderungan ini disebut trend
secular.

Perkembangan fisik pada remaja akhir:

 Pertumbuhan badan merupakan batas optimal, kecuali pertambahan berat badan.


 Keadaan badan dan anggota-anggotanya menjadi berimbang, muka berubah
menjadi simetris sebagaimana layaknya orang dewasa.
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang
berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis (Sarwono, 1994). Baik perempuan
maupun laki-laki dalam perkembangan ini mengalami pertumbuhan fisik yang cepat. Atau
biasa dikenal dengan istilah “growth spurt” (percepatan pertumbuhan), dimana terjadi
perubahan dan percepatan pertumbuhan diseluruh bagian dan dimensi badan. Perubahan
tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuh. Keadaan badan dan anggota-anggotanya
menjadi berimbang, muka berubah menjadi simetris sebagaimana layaknya orang dewasa.

E. Non Fisik

Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa
yang pada umumnya dimulai pada usia 17-22 tahun.  Pada masa ini terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita-
cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa
depan.

Adolessense berasal dari kata adolescere yang artinya: “tumbuh”, atau ”tumbuh menjadi
dewasa” untuk mencapai “kematangan”. Pada masa adolessense ini adalah masa terjadinya
proses peralihan dari masa remaja atau pemuda ke masa dewasa. Jadi masa ini merupakan
masa penutup dari masa remaja atau pemuda.

Pada masa adolescence ini sudah mulai stabil dan mantap, ia ingin hidup dengan modal
keberanian, anak mengenal aku-nya, mengenal arah hidupnya, serta sadar akan tujuan yang
dicapainya, pendiriannya sudah mulai jelas dengan cara tertentu. sikap kritis sudah semakin
nampak, dan dalam hal ini sudah mulai aktif dan objektif dalam melibatkan diri ke dalam
kegiatan-kegiatan dunia luar. Juga dia sudah mulai mencoba mendidik diri sendiri sesuai
pengaruh yang diterimanya. Maka dalam hal ini terjadi pembangunan yang esensial terhadap
pandangan hidupnya, dan masa ini merupakan masa berjuang dalam menentukan
bentuk/corak kedewasaannya (Agus Salim Daulay, 2010:77).

Adapun sifat-sifat yang dialami pada masa adolescence ini adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan timbulnya sikap positif dalam menentukan sistem tata nilai yang ada.
2. Menunjukkan adanya ketenangan dan keseimbangan di dalam kehidupannya.
3. Mulai menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik, waktu ia puber itu mudah tetapi
melaksanakannya sulit.
4. Ia mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan.
5. Ia mulai senang menghargai sesuatu yang bersifat historis dan tradisi, agama, kultur,
etis dan estetis serta ekonomis.
6. Ia sudah tidak lagi berdasarkan nafsu seks belaka dalam mentukan calon teman hidup,
akan tetapi atas dasar pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.
7. Ia mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkan system nilai yang
diyakininya.

KARAKTERISTIK DAN TUNTUTAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN


KEJURUAN

A. Karakteristik Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan
lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, tuntutan pendidikan dan
lulusannya.
1. Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Dari tujuan
pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping
menyiapkan tenaga kerja yang profesional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau
bidang keahlian.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di atas, maka untuk memahami filosofi
pendidikan kejuruan perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai
berikut :
a. Asumsi tentang anak didik
Pendidikan kejuruan harus memandang anak didik sebagai individu yang selalu dalam
proses untuk mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan
ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih dewasa,
menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang, yang menyangkut proses perubahan akibat
pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial
ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman
belajar untuk membantu mereka dalam mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu,
keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar
merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara
optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”,
dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.

b. Konteks sosial pendidikan kejuruan


Tujuan dan isi pendidikan kejuruan senantiasa dibentuk oleh kebutuhan masyarakat
yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan
tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang kejuruannya tersebut.
Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat,
melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan dengan
organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan dengan pemilihan,
perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang kedua, berupa pendidikan dengan
fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya
perubahan sosial.

c. Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan


Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara konseptual dapat
dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari hasil pendidikan
kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik swasta maupun pemerintah
semestinya pendidikan kejuruan memiliki konsekuensi investasi lebih besar daripada
pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan seharusnya memiliki peluang
tingkat balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi
tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan
perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan
karir peserta didik.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi manusia
produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan
nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan
pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan
umum.

d. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan harus lebih memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan
dan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara optimal. Meskipun pada
dasarnya hubungan antara pendidikan kejuruan dan kebijakan ketenagakerjaan adalah
hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus selalu diingat bahwa
hubungan penyelenggraan pendidikan kejuruan tidak semata-mata ditentukan oleh
kepentingan ekonomi.
Dalam konteks ini diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan
ekonomi, tidak seharusnya hanya mendidik anak didik dengan seperangkat skill atau
kemampuan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan
anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara terpisah dari
totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa
depannya sebagai tenaga kerja.
Tuntutan peserta didik dan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja perlu
dijadikan sumber pijakan di dalam merumuskan tujuan pendidikan kejuruan. Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana
ditegaskan dalam penjelasan Pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, yang
dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
Tujuan Umum :

a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

c. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami


dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia

d. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan


hidup, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta
memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.

Tujuan Khusus :

a. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri,
mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga tingkat
kerja menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.

b. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi,
beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang
keahlian yang diminatinya.

c. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agar mampu
mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang
pendidikan yang lebih tinggi

d. Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian


yang dipilih.

(Disarikan dari Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004).

PERANAN GURU BAGI SISWA MENENGAH KEJURUAN


Guru merupakan bagian utama yang berperan dalam mencetak generasi muda berkualitas.
Dengan guru yang berkualitas, maka murid yang dihasilkan akan berkualitas pula. Paradigma
pendidikan nasional yang dapat membawa masyarakat untuk menguasai keterampilan sesuai
bidangnya. Lulusan SMK yang sering dihadapkan dengan dunia kerja, dengan menyiapkan
tenaga terampil yang mampu bersaing di pasar kerja. Dengan demikian pendidikan kejuruan
seharusnya menyelenggarakan program-program unggulan untuk memberikan pelayanan
prima bagi anak didik dan masyarakat.

Peran guru produktif sangat menentukan dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan
kejuruan. Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran, dituntut mampu menyelenggarakan
proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya dalam kerangka pembangunan nasional. Guru
memiliki peran strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang
memadai kurang berarti apabila tidak disertai kualitas guru yang baik. Untuk pendidikan
kejuruan, kualitas guru harus sesuai kompetensinya, termasuk dalam menyiapkan
administrasi pembelajaran kejuruan. Dengan kata lain guru produktif merupakan ujung
tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Guru professional
mempunyai beberapa tanggungjawab berupa :

1. Tanggung jawab pribadi yang mandiri, yang mampu memahami dirinya, mengelola
dirinya, mengendalikan dirinya dan menghargai serta pengembangan diri.
2. Tanggungjawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki
kemampuan interaksi yang efektif.
3. Tanggungjawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas utamanya.
4. Tanggungjawab moral, mental dan spiritual diwujudkan melalui penampilan guru
sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari
norma agama.

Guru produktif harus memiliki komitmen dan kompetensi sesuai bidangnya. Guru produktif
memiliki 3 tugas dan tanggungjawab, yaitu sebagai pengajar, pembimbing dan administrator
kelas dan bengkel. Mengajar merupakan suatu perbuatan tanggungjawab moral yang cukup
berat, karena tindakan dan perilaku seorang guru juga menjadi pertimbangan. Guru produktif
bertanggungjawab terhadap berhasil atau tidaknya proses pembelajaran terhadap kompetensi
siswa. Guru produktif sangat lekat dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengembang
dan penyelenggara pendidikan vokasi, harus mampu merencanakan, melaksanakan
pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan ( joyfull, funny, romantic ), dialogis,
demokratis, kooperatif, dan bermakna. Proses pembelajaran seperti itu dapat terwujud jika
seorang guru produktif memiliki kompetensi yang cukup dalam bidangnya. Kompetensi yang
dimaksud adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dimiliki, dihayati
dan dikuasai oleh guru.

Anda mungkin juga menyukai