Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN PADAT

“FORMULASI SUPOSITORIA PARACETAMOL


DENGAN PENAMBAHAN PEG”

Disusun oleh:

Kelompok 1

Abdul Rasyid Wokas Abu Kasim Rumfot

Stacia Kikalessy Rosna Pawae

Nuramy Salampessy Susanti Afian Halirat

Hasna Kelean Neneng ita temmar

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN PADAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020
I. Pembagian sediaan padat ( masing-masing 10 literatur)
1. Tablet
 Tablet adalah sediaan padat kompak,dibuat secara kempa cetak dalam
bentuk tabung pipi atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
( menurut FI III)
 Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat denga atau tanpa
bahan pengisi.( FI IV)
 Tablet adalah sediaan padat dibuat secara kempa cetak,berbentuk rata atau
cembung rangkap,umumnya bulat,mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambahan. ( Menurut IMO)
 Tablet kempa dibuat dengan cara pengempanan dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan pons atau cetakan
baja. ( Menurut Dom Marthin,2012)
 Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah pada lubang cetakan.( R. Voigth,2011)
 Tablet triturate adalah tablet yang dihaluskan dulu atau disiapkan untuk
penggunaan tertentu.( Menurut FI IV)
 Tablet hipodermik adalah tablet cetak atau kempa yang di buat dari bahan
mudah larut atau melarut sempurna dalam air. ( Menurut FI II)
 Tablet adalah sediaan bertakaran,padat,umumnya berbentuk silindris datar
dengan permukaan datar ganda atau cembung ganda. ( Viera,2012)
 Dalam pembuatan tablet dan berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelican dibuat
granul ( butiran kasar),karena serbuk yang halus tidak dapat mengisi
cetakan tablet dengan baik dan mudah mengalir mengisi cetakan serta
menjaga agar tablet tidak retak. ( Anief,2012)
 Tablet menjadi retak dan rapuh akibat kurang tekanan pada pencetak tablet
dan zat pengikatnya kurang ( Syam,2013)
2. Kapsul
 Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut , kapsul banayak digunakan dalam pemakaian
obat dalam karena kapsul dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak pada
saat diminum. . (Ilmu resep vol.1 ; hal:135)
 Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang pada umumnya terbuat dari gelatin
tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. (Ilmu resep
vol.2; hal:130)
 Bentuk kapsul pada umumnya bulat panjang dengan pangkal dan
ujungnya tumpul tetapi beberapa pabrik membuat kapsul dengan bentuk
khusus, misalnya, ujungnya lebih runcing atau rata.( Anief, Moh. 1997.)
 Kapsul dengan cangkang lunak tidak digunkan untuk keperluan peracikan
resep di apotek tetapi diproduksi secara besar-besaran di dalam pabrik dan
biasanya diisi dengan cairan.( Widodo, Hendra. 2012.)
 Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8
macam ukuran yang dinyatakan dalam nomor kode. 000 ialah ukuran
terbesar dan 5 merupakan ukuran terkecil. Ukuran kapsul : 000 00 0 1 2 3 4
5, Ukuran hewan : 10 11 12. (Agustina. 2014.)
 Kapsul pertama kali di buat oleh J. C Lehuby pada tahun 1846 yang di kenal
dengan kapsul gelatin ( Augsburger, 2002)
 Kapsul sebagai drug delivery system dalam dunia farmasi sudah banyak
digunakan sejak lama.dalam pengembangannya,memodifikasi
swelling,cracking,hingga mekanisme pelepasan obat sudah banyak
digunakan ( Bertrand, 2012)
 Kapsul adalah sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau
setengah padat dengan atau tanpa bahan tambahan yang terbungkus
cangkang yang umumnya terbuat gelatin. ( Michari,2012)
 Kapsul lunak berisi bahan obat berupa minyak/larutan obat dalam minyak
( Rahmawati,2014)
 Kapsul keras ( hard capsule) berisi bahan obat yang kering ( Anonim,2017)
3. Serbuk
 Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk  pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)
 Serbuk tebagi Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam
bentuk bungkusan dalam kertas perkamen. ( Formolarium Indonesia)
 Serbuk tak tebagi Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam
peresepannya.( Anhal,2003)
 Serbuk terbagi (pulveres) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih
kurang sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas lain
yang cocok (Anief, 2008).
 Serbuk juga lebih mudah digunakan untuk anak-anak atau orang tua yang
sukar menelan tablet atau kapsul,. tetapi serbuk juga memiliki kekurangan
yaitu tidak tertutupnya rasa dan bau yang tidak enak dan pada penyimpanan
terkadang menjadi lembab atau basah (Syamsuni, 2007)
 Sediaan serbuk terbagi (pulveres) yang baik harus memenuhi syarat yaitu
homogen, kering, mempunyai derajat kehalusan tertentu serta harus
memenuhi persyaratan meliputi keseragaman bobot dan keseragaman
kandungan atau dosis (Syamsuni, 2007).
 Serbuk oral dapat diberikan dalam bentuk terbagi (pulveres) atau tidak
terbagi (pulvis) (Syamsuni, 2007).
 Menurut Van Duin Pembagian dilakukan paling banyak 10 bungkus
Apabila lebih dari 10 bungkus, maka jumlah serbuk semuanya dibagi
dengan timbangan menjadi sekian bagian, hingga tiap-tiap bagian paling
banyak dapat dijadikan 10 bungkus (Van Duin: 30).
 . Menurut Anief pembagian paling banyak 20 bungkus . Apabila lebih dari
20 bungkus, maka serbuk dibagi dalam beberapa bagian dengan cara
penimbangan dan tiap bagian dibagi secara visual paling banyak 20 bungkus
(Anief, 2008).
 untuk membuat sediaan serbuk bagi (pulveres) perlu diperhatikan pada
proses penggerusan obat yang dilakukan secara homogen, agar zat aktif
dalam serbuk bagi (pulveres) sesuai dengan resep atau sesuai dengan
rentang persyaratan yang diperbolehkan. ( Depkes RI,2014)
4. Pil
 Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kaleng mengandung
satu atau lebih bahan obat.( FI III)
 Pil kecil yang beratnya kira-kira 30 Mg di sebetuk granul atau pil besar
yang berat lebih dari 500 Mg disebut boli.( FI IV)
 Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat,mengandung satu atau lebih
bahan obat ( FI III,1979 : 23)
 Pil adalah sediaan kecil,berbentuk bulat atau bulat telur untuk pemakaian
dalam ( Erick W. Martin,1971:802)
 Pil adalah suatu sediaan berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu
atau bahan lebih obat ( Moh.Anief,2008:80)
 Bobot ideal pil antara 100, 150 Mg, rata-rata 120 Mg oleh karena suatu hal
syarat ini sering kali tidak dapat dipenuhi.( FI V)
 Syarat yang diberikan kepada semua pil yang dipaparkan dalam farmakope
dan yang dapat dianggap berlaku untuk semua pil yakni pil-pil setelah
dimasukan kedalam asam klorida. (Michel,2003)
 Pil yang mengandung zat berkhasiat yang bersifat oksidator digunakan
adeps lanae atau vasilinum sebagai zat pengikat dan bolus alba 100 Mg tiap
pil sebagai zat pengisi. ( Anies.C W, 2002)
 Pilulae berasal dari kata “pila” artinya bola kecil,obat berbentuk bundar
seperti bola ini bermacam-macam bobotnya dan masing-masing di beri
nama sendiri. ( FI III)
 Pil ialah suatu sediaan berupa massa bulat mengandung satu atau lebih
bahan obat yang digunkan untuk obat dalam dan bobotnya 50-300 Mg/pil.
( ada juga yang menyebut bobot pil adalah 1-5 gram. ( Anthonia,2011)

5. Supositoria
 Supositoria adalah sediaan padat dalam berbentuk bobot dalam bentuk,yang
diberikan melalu rectal,vaginal atau uretra ( Anonim,1995)
 Supositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas
ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan supositoria.
 Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus
terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada cela-cela dalam kotak
untuk mecegah terjadinya kontak antara supositoria tersebut dalam
mencegah perekatan.
 Supositoria dengan kandungan obat yang pekat terhadap cahaya di bungkus
satu per satu dalam bahan tidak tembu cahaya seperti lembaran logam
( Ansel,1990)
 Supositoria yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasasi sebaiknya
dikemas dalam wadah botol bermulut lebar dan tertutup rapat.(HUSA,2017)
 Supositoria yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya
tinggi mungkin ada menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon,
sebaliknya bila disimpan dalam disimpan dalam tempat yang kering sekali
mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh,.
( Ansel,1990:385)
 Supositoria dengan bahan larut/bahan dasar yang dapa larut atau bercampur
dalam air seperti PEG atau gelatin tergeliserinasis berbobot 5 gram.
( Menurut Farmakope Edisi V)
 Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk
torpedo,dapat melunak,melarut atau meleleh pada suhu
tubuh( Rahmawati,2002).
 Supositoria adalah sediaan padat ,melunak,melumer,terlarut pada suhu
tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rectum berbentuk
sesuai dengan maksud penggunannya, umumnya berbentuk torpedo
( Syamsuni,2012)
Kesimpulan yang dapat di ambli dari pembagian sediaan padat dari 10
literatur yang berbeda adalah:
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi dan dibuat secara kempa,
Kapsul adalah sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat
atau setengah padat dengan atau tanpa bahan tambahan yang terbungkus
cangkang yang umumnya terbuat gelatin Ukuran kapsul : 000 00 0 1 2 3 4 5,
Ukuran hewan : 10 11 12.
serbuk adalah Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat
kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk  pemakaian oral atau untuk
pemakaian dalam, serbuk dapat dibagi menjadi serbuk terbagi dan tak
terbagi.
Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat,mengandung satu atau
lebih bahan obat.
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbentuk bobot dalam
bentuk,yang diberikan melalu rectal,vaginal atau uretra.

II. Metode yang digunakan dalam sediaan padat


1. Granulasi basah
Granulasi basah adalah proses pembuatan serbuk halus menjadi granul
dengan bantuan larutan bahan pengikat. Metode ini berbeda dengan metode
granulasi kering (peleburan). Metode ini merupakan metode yang paling
banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah
yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini adalah
menimbang, mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah,
pengayakan adonan lembab menjadi granul, pengeringan, pengayakan
kering, pencampuran bahan pelicin, pembuatan tablet dengan kompresi
(Ansel et al, 1995).
Pada metode granulasi basah, granul dibentuk oleh penambahan bahan
pengikat kering ke dalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan
massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk dan setelah itu
memecahkannya dan menjadi pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih
kecil, penambahan bahan penghancur dan bahan pelicin kemudian dicetak
menjadi tablet (Ansel et al, 1995).
2. Granulasi kering
Pembuatan tablet dengan granulasi kering bertujuan untuk memperoleh
granul yang dapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet. Metode ini
dipilih apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah karena tidak stabil
atau peka terhadap panas dan atau lembab atau juga tidak mungkin dikempa
langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat mengalir bebas, dan
atau dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa langsung ( Wikarsa,
2010)
3. Kempa lansung
Metode kempa langsung atau cetak langsung yaitu pencetakan bahan
obat dan bahan tambahan yang berbentuk serbuk tanpa proses pengolahan awal
atau granulasi, kempa langsung membangkitkan gaya ikatan diantara partikel
sehingga tablet memiliki kekompakan yang cukup (Voigt, 1984).
Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir
sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk dikompresi
dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel,
1989).
Kempa langsung tidak dapat dilakukan pada zat aktif dengan dosis kecil,
zat aktif dengan masalah pemisahan dan keseragaman kandungan, zat aktif
yang memiliki sifat alir buruk (Lieberman, 1989).

III. Keuntungan dan kerugian metode sediaan padat


1. Granulasi basah
Keuntungan dari metode granulasi basah adalah sifat-sifat mengalir lebih
baik, pemadatan, pengempaan baik, distribusi zat pewarna merata
sedangkan Kekurangan metode granulasi basah adalah tahap pengerjaan
lebih lama, banyak tahapan validasi yang harus dilakukan, biaya cukup
tinggi dan zat aktif tidak tahan lembab dan panas tidak dapat dikerjakan
dengan metode ini (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2. Granulasi kering
Keuntungan granulasi kering adalah peralatan lebih sedikit
dibanding granulasi basah, cocok digunakan pada zat aktif tidak tahan panas
dan lembab, tahap pengerjaan tidak terlalu lama, biaya lebih efisien dibanding
granulasi basah dan mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh karna tidak
menggunakan pengikat sedangkan kekurangan granulasi kering adalah
memerlukan mesin tablet khusus untuk slug, tidak dapat mendistribusikan zat
warna dengan seragam dan proses banyak menghasilkan debu, sehingga rentan
terhadap kontaminasi silang (Siregar dan Wikarsa, 2010).
3. Kempa lansung
Kelebihan dari kempa langsung adalah hanya melibatkan
pencampuran kering, ekonomis, lebih efisien waktu dan energi, pemrosesan
tanpa memerlukan lembap dan panas, disintegran dapat berfungsi secara
optimum, permasalahan stabilitas kimia tablet kempa langsung lebih sedikit.
Sedangkan kekurangan dari cetak langsung adalah dosis zat aktif yang kecil
menyebabkan bahan tidak homogen (tak tercampurkan), pengisi dan pengikat
pada tablet cetak langsung harus memiliki sifat kompresibilitas dan fluiditas,
campuran kempa langsung mudah tidak bercampur dalam tahap-tahap
perlakuan pasca pencampuran (Siregar dan Wikarsa, 2010).

IV. Pengujian untuk sediaan padat


1. .Uji keseragaman bobot.
Sebanyak 20 tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang satu
persatu, dihitung bobot rata-ratanya dan standar deviasinya. Pengujian
keseragaman ditentukan berdasarkan pada besar dan kecilnya penyimpangan
bobot tablet yang dihasilkan dibandingkan dengan rata-rata tablet
(Widyaningrum, 2015). Persyaratannya adalah tidak boleh lebih dari dua tablet
menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satu tablet pun yang
menyimpang dari kolom B (Depkes RI, 1979).
2. Uji kekerasan tablet.
Yang digunakan untuk uji kekerasan tablet adalah hardness
tester.Cara kerja uji kekerasan tablet adalah pertama letakkan tablet dengan
posisi tegak pada landasan, selanjutnya atur jarak landasan dan baut pegas yang
ada diatasnya sehingga tablet pada posisi berhimpit. Atur skala kekerasan pada
posisi nol, kemudian tekan pengungkit hingga tablet pecah. Mencatat angka
yang ditunjukkan pada skala kekerasan (kg).
3. Uji kerapuhan tablet
Alat yang digunakan adalah friabilator tester. Cara kerja uji kerapuhan
tablet dengan menggunakan 20 tablet. Pertama-tama bersihkan 20 tablet dari
debu yang melekat pada tablet. Timbang 20 tablet tersebut, masukkan dalam
alat friabilator. Putar sebanyak 100 putaran atau putar selama 4 menit dengan
kecepatan 25 rpm. Kemudian tablet tersebut dikeluarkan dari alat, dibersihkan
dari debu dan ditimbang lagi.
4. Waktu hancur tablet.
Cara kerja uji waktu hancur, pertama-tama masukkan air kedalam alat,
selanjutnya panaskan air pada suhu 37°C ± 2°C. Masukkan 6 tablet (tiap tabung
1 tablet) pada alat uji waktu hancur kemudian hidupkan alat dan stopwatch
secara bersamaan. Mencatata twaktu hancur tiap tablet.

V. Rancangan Formula
R/
1. Paracetamol
2. PEG 4000
3. PEG 400

VI. Uraian Bahan


1. Parasetamol
Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)

Rumus molekul : C8H9NO2


Berat molekul : 151,16
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N, mudah
larut dalam etanol (Ditjen POM,1995).
Efek Samping : reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan
kronis dapat terjadi kerusakan hati. Overdosis dapat
menimbulkan mual, muntah dan anoreksia
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Depkes RI,
1979).

2. Polietilena glikol 400 (PEG 400) (Depkes RI, 1979).

Rumus molekul : H(O - CH2 - CH2 )nOH


Berat Molekul : 380 sampai 420
Pemerian : cairan kental jernih, tidak berwarna atas praktis tidak
berwarna , bau khas lemak, agak higroskopik
Kelarutan : larut dalam air, dalam etanol,dalam aseton, dalam glikol lain dan
dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter
dan dalam hidrokarbon alifatik.
Kekentalan : 6,8 cS sampai 8,0 cS pada suhu 99° dinyatakan sebagai
kekentalan kinematik.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Pengunaan : zat tambahan
3. Polietilena glikol 4000 (PEG 4000) (Depkes RI, 1979).
Rumus molekul : H(O - CH2 - CH2 )nOH
Berat Molekul : 3000 sampai 3700
Pemerian : serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak
bau , tidak berasa.
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam klorofom
P, praktis tidak larut dalam meter P
Kekentalan : 776 cS sampai 110 cS pada suhu 210° F dinyatakan sebagai
kekentalan kinematik.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Pengunaan : zat tambahan

VII. Alasan penambahan bahan


1. Parasetamol
Kerena Parasetamol dapat diberikan per oral dan per rektal untuk mengatasi
keluhan nyeri ringan hingga sedang, serta demam (Reynolds, 1989),
parasetamol diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas dihipotalamus
(Tjay dan Rahardja, 2007),
dapat dibuat dalam bentuk suppositoria memungkinkan absorpsi yang cepat
dibandingkan dengan pemberian oral karena sediaan suppositoria akan langsung
diabsorpsi (Ansel, 2008).

2. PEG 400
Karena PEG 400 berbentuk cair sedangkan PEG 4000 berbentuk padat
sehingga terdapat perlakuan tertentu dalam pemcampuran dua fase padat dan cair
(DepkesRI, 1979).
PEG dapat menyebabkan rangsangan pada membrane mukosa setelah
dipakai. kombinasi PEG 400 (Ansel, 2008).
PEG ini digolongkan dalam basis yang dapat bercampur atau larut dalam air.
(Ansel, 2008)

3. PEG 4000
Karena PEG 400 berbentuk cair sedangkan PEG 4000 berbentuk padat
sehingga terdapat perlakuan tertentu dalam pemcampuran dua fase padat dan cair
(DepkesRI, 1979).
PEG dapat menyebabkan rangsangan pada membrane mukosa setelah
dipakai. kombinasi PEG 4000 (Ansel, 2008).
PEG ini digolongkan dalam basis yang dapat bercampur atau larut dalam air.
(Ansel, 2008).

VIII. Pehitungan
1. Perhitungan pembuatan 1 buah suppositoria
Diketahui : Berat supositoria yang diinginkan (untuk anak-anak) = 2 g. Harga
displacement value untuk parasetamol terhadap PEG adalah 1,5 (Lund, 1994).

Ditanya: jumlah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk formulasi sediaan


Jawab :
Bobot zat aktif yang ditambahkan = 250mg x 1,5mg = 375mg
Bobot basis yang ditambahkan = 200mg -375mg = 1625mg

a. PEG 4000 = 70% x 1625mg = 1137,5 mg


b. PEG 400 = 30% x 1625 mg = 487,5 mg

2. Perhitungan pembuatan suppositoria 1 batch (14 suppositoria):


a) Parasetamol = 250 mg x 14 = 3.500 mg
b) PEG 4000 = 1137,5 mg x 14 = 15.925 mg
c) PEG 400 = 487,5 mg x 14 = 6.825

IX. Cara kerja


1. Ditimbang masing-masing Paracetamol, PEG 4000 dan PEG 400
2. PEG 4000 dilebur pada suhu 50ºC-58ºC, diaduk secara perlahan hingga suhu
leburan turun menjadi 40ºC
3. Parasetamol digerus hingga halus di dalam mortir
4. Serbuk Parasetamol yang telah digerus halus dicampur homogen dengan
PEG 400 dalam mortir hangat
5. Serbuk Parasetamol yang telah digerus halus dicampur homogen dengan
PEG 400 dalam mortir hangat
6. Ditambahkan sedikit demi sedikit leburan PEG 4000 ke dalam campuran
parasetamol dan PEG 400, diaduk hingga homgen
7. Campuran suppositoria dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah dilapisi
paraffin cair
8. Suppositoria dalam cetakan dimasukkan ke dalam lemari pendingin (suhu
4oC- 8 oC)
9. Suppositoria yang telah beku dikeluarkan dari cetakan, selanjutnya
suppositoria dievaluasi lalu dikemas

X. Pengujian untuk sediaan


1) Uji Organoleptis
1. Suppositoria Parasetamol dilakukan uji organoleptis meliputi aroma, dan
warna suppositoria
2. Dicatat pada data uji organoleptis

2) Uji keseragaman bobot


1. Supositoria parasetamol ditimbang satu persatu, kemudian dicatat
masing-masing bobot supositoria
2. Dihitung selisih bobot dan % penyimpangan dan dicatat pada data
keseragaman bobot

3) Uji Kisaran Lelehan


1. Supositoria Paracetamol dimasukan kedalam gelas beaker berisi air yang
telah dipanaskan pada suhu 370C, supositoria dibiarkan meleleh.
2. Diamati supositoria meleleh sempurna, dicatat waktu lelehan supositoria pada
data kisaran lelehan

4) Uji Kerapatan Suppositoria


1. Supositoria Paracetamol dipotong menjadi 2 pada bagian tengah
2. Diamati rongga/lubang yang mungkin terbentuk pada supositoria
Paracetamol, dicatat pada data kerapatan supositoria

XI. Uji organoleptis


 Uji Organoleptik

Jumlah suppositoria yang diuji organoleptik sebanyak tiga suppositoria
Suppositoria
Pengujian
(Eksternal)
I II III
Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
Warna Putih bening Putih bening Putih bening
Bentuk Terpedo Terpedo Terpedo
Permukaan Halus Rata Halus Rata Halus Rata

XII. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil pada formula supositoria
paracetamol dengan penambahan PEG 4000 dan 400 adalah :
1. Supositoria adalah sediaan padat dalam berbentuk bobot dalam
bentuk,yang diberikan melalu rectal,vaginal atau uretra.
2. Bahan yang dipakai dalam formulasi ini adalah paracetamol, PEG
4000,dan PEG 400.
3. Hasil yang didapatkan berdasarkan uji organoleptis yaitu supositoria
bagian I,II,dan III yaitu tidak berbau, warnanya putih bening, bentuknya
torpedo, dan permukaannya halus rata.

XIII. Daftar pustaka

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia .IV. Depkes RI : Jakarta


Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty-ninth
edition. London: Pharmaceutical Press.

Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan


Efek-Efek Sampingnya.Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Ansel, Howard C. Nicholas G. Popovich and Layd V. Allen Jr.


1995. Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Diliverry Sistems. Six Edition,
194-202, Lea and Febiger, USA.

Siregar, CJP., Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar-dasar


Praktis. Jakarta: EGC.

Lieberman M.A, et. Al. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms : Tablet. Second


Edition, Revisied dan Expanded, Volume I, Marcel Dekker, Inc.

Anda mungkin juga menyukai