ISI
c. Soppe', Adalah juga jenis perahu dagang orang bugis makassar, dalam ukuran
kecil (1 sampai dengan 10 ton) dipergunakan untuk angkutan barang-barang
dagangan antar pulau sekitar pantai-pantai Sulawesi Selatan. Juga biasa
dipergunakan untuk mengangkut penumpang antarpulau.
B. Alat-alat pertanian
Alat-alat pertanian orang Bugis-Makassar, khususnya untuk pengolahan tanah
persawahan (padi) dipergunakan alat-alat yang pada umumnya sama dengan
alat-alat pertanian daerah-daerah lain di Indonesia seperti :
Gambar 2.4 Alat Bajak Sawah
2. Senjata Tradisional
Gambar 2.6 Senjata Badik/Kawali
1. Badik yang berasal dari Makassar, Bugis, atau Patani masing-masing memiliki
bentuk dan sebutan yang berbeda yang menunjukkan perbedaan jenis badik di
setiap daerah tersebut. Di Makassar, badik dikenal dengan nama badik sari
yang memiliki kale (bilah) yang pipih, batang (perut) buncit dan tajam serta
cappa’ (ujung) yang runcing. Badik sari ini terdiri dari bagian pangulu (gagang
badik), sumpa’ kale (tubuh badik) dan banoang (sarung badik). Sementara itu,
badik Bugis disebut kawali, seperti kawali raja (Bone) dan kawali rangkong
(Luwu). Kawali Bone terdiri dari bessi (bilah) yang pipih, bagian ujung agak
melebar serta runcing. Sedangkan kawali Luwu terdiri dari bessi yang pipih
dan berbentuk lurus. Kawali memiliki bagian-bagian: pangulu (ulu), bessi
(bilah) dan wanoa (sarung).
Pada umumnya, badik digunakan untuk membela diri dalam mempertahankan
harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada budaya sirri’
dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep sirri
ini sudah menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara berpikir
masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain itu, ada
pula badik yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik saroso, yang
memiliki nilai sejarah. Ada juga sebagian orang yang meyakini bahwa badik
berguna sebagai azimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk
Gambar 2.7 Senjata Madakapeng Tungke
2. Madakapeng Tungke adalah : salah satu hasil karya panre baitullah, konon
badik ini pada saat penyepuhan di jepit pada ‘kemaluan’wanita, sehingga
dipercaya tidak ada orang kebal ketika berhadapan dengan badik ini
3. Lagecong ada dua versi , yang pertama Gecong di ambil nama dari nama sang
pandre (empu) yang bernama la gecong, yang kedua diambil dari bahasa bugis
gecong atau geco, yang bisa diartikan sekali geco (sentuh) langsung mati,
sampai saat ini banyak yang percaya kalau gecong yang asli adalah gecong
yang terbuat dari daun nipah serta terapung di air dan melawan arus, wallahu
alam, panjang gecong biasanya sejengkalan orang dewasa, pamor lonjo,
bentuknya lebih pipih,tipis tapi kuat Pakaian Adat.
3. Pakaian Adat
1. Pakaian Adat Pernikahan
a. Pengantin Wanita
Busana pengantin menjadi simbol budaya yang dimiliki suatu daerah.
Demikian pula dengan busana pengantin Bugis – Makassar. Pengantin wanita
mengenakan busana yang disebut Baju Bodo yang berarti tanpa lengan,
dipadu dengan warna keemasan dari hiasan yang terbuat dari lempengan
berwarna emas. Lempengan emas tersebut dipasang sepanjang pinggiran
bagian bawah dan atas busana. Terkesan mewah dan elegan. Di bagian
bawah, pengantin wanita mengenakan sarung bermotif berhiaskan payet dan
lempengan emas. Tampilan busana semakin mewah dengan kehadiran
perhiasan seperti gelang dan kalung. Di masa lalu, perhiasan tersebut
biasanya terbuat dari emas murni atau perak yang menunjukkan status sosial
si pemakainya. Perhiasan seperti kalung berantai, kalung rantekote, kalung
besar. Sedangkan di tangan juga dpenuhi dengan beragam perhiasan seperti
gelang keroncong bersusun atau biasa disebut bossa, perhiasan lengan atas
(lola), perhiasan lengan bawah (paturu), perhiasan lengan baju sima-sima.
Pada bahu sebelah kiri diselempangkan selendang berwarna keemasan dan
dipindahkan ke bahu sebelah kanan jika selesai akad nikah.
b. Pengantin Pria
Busana pengantin pria tak kalah elegan dan mewah dengan busana pengantin
wanita. Pengantin pria mengenakan belladada atau serupa dengan jas
berkerah yang dipadu dengan sarung bermotif (tope) dan warna yang sama
dengan yang dikenakan pengantin wanita. Busana ini dipadu dengan
perhiasan keemasan seperti gelang, rante sembang, salempang, kalung, sapu
tangan (passapu ambara), dan keris berbentuk ular naga. Keris yang biasa
digunakan oleh kalangan bangsawan adalah keris dengan kepala dan sarung
terbuat dari emas yang biasa disebut pasattimpo atau tatarapeng.
2. Pengantin Pria :
Untuk pengantin pria, penggunaan Sigarak (penutup kepala) merupakan
sebuah kewajiban. Di bagian depan Sigarak terdapat sebuah hiasan yang
bentuknya mirip dengan kembang goyang. Perhiasan yang hadir hanyalah
Kalung Rante.
2. Pakaian Adat
Corak kain sarung Bugis ada beberapa macam, di antaranya adalah corak
kotak-kotak kecil yang disebut balo renni. Sementara itu, corak kotak-kotak
besar seperti kain tartan Skotlandia, diberi nama balo lobang. Selain corak
kotak-kotak, terdapat pula corak zig-zag yang diberi nama corak bombang.
Corak ini menggambarkan gelombang lautan. Pola zig-zag ini dapat
diterapkan di seluruh permukaan sarung atau di bagian kepala sarung saja,
adapun bagian kepala sarung justru terletak di area tengah sarung, dan sering
juga corak bombang ini digabungkan dengan corak kotak-kotak.
Selain corak-corak tersebut, ada pula pola kembang besar yang disebut sarung
Samarinda. Meskipun Samarinda berada di Kalimantan Timur, rupanya,
kebudayaan menenun sarung di Samarinda, dibawa oleh masyarakat Bugis
yang mencari suaka ke Kerajaan Kutai Kartanegara akibat perjanjian Bungaja
antara Kerajaan Gowa dan Belanda sekitar abad ke-16. Dan orang Bugis
pendatang itulah yang mengembangkan corak asli tenun Bugis, menjadi tenun
Samarinda, yang kemudian malah memperkaya seni kain tradisional Bugis.
4. Wadah
Gumbang dibuat dari bahan Batu Padat (Bugis : Batu Bulu) atau batuan sungai
/ kali (Bugis : Batu Salo), melalui proses pemahatan yang memakan waktu dan
tenaga. Bukan hanya saat membuatnya, untuk menemukan bahan bakunya saja
butuh waktu dan tenaga. Jika menggunakan bahan batu padat, maka para
pallangro batu (perajin/pemahat batu) akan mencarinya dipunggung-punggung
bukit. Tempat penggalian ini, disebut Abbatung (Tambang Batu).
Jika dengan batu kali, maka biasanya tidak dipotong lagi berbentuk kotak. Tapi
utuh, langsung diangkat. Batu terpilih tadi selanjutnya dipotong sesuai dengan
ukuran yang dibutuhkan. Rata-rata berukuran 100 Cm x 80 Cm. Kotak batu ini
selanjutnya dipikul oleh beberapa orang menuju tempat para perajin pahat
batu. Setelah melewati proses pemahatan yang rumit, lalu Gumbang berbentuk
tabung dengan tinggi sekitar 80 Cm daeng diameter sekitar 60 Cm pada bagian
bawah dan 50 Cm pada mulut gumbang tadi.
Angka-angka tadi memiliki makna filosofis, 80 dengan angka pokok 8 dalam
bahasa Bugis disebut Aruwa. Sebuah kata yang memiliki kesamaan bunyi
dengan kata Ruwaa (Ramai). Angka 6 pada angka 60, berfilosofi dengan kata
Manenneng (Sedih), sementara angka 5 pada angka 50 berfilosofi dengan kata
Lima (Tangan). Secara utuh, dalam filosofi ini terangkum dalam bahasa Bugis
yang berbunyi. “ Ruwa-ruwasi lise gumbangmu, anengnengko narekko dee
maratte limai lise’na.artinya: Penuhilah Gumbang-mu dengan air, bersedihlah
jika tanganmu tak lagi mampu menggapai permukaan airnya.
Dalam kesehariannya, gumbang ini dipakai untuk menampung air yang akan
digunakan untuk keperluan Mandi, Cuci dan Kakus. Saat anda melakukan
kegiatan tersebut tadi ,lalu anda harus melakukannya dengan posisi jongkok
disamping gumbang tadi. Runyamnya, saat persediaan air dalam gumbang tadi
menipis dengan tangan anda (dengan bantuan gayung),Jika tak mampu lagi
menimba airnya, anda harus berdiri atau setengahberdiri untuk mengambil air.
Disebut gumbang karena bentuknya yang menggembung pada bagian
pertunya. Ibarat perut manusia yang buncit begitulah rupa badan gumbang ini.
Perut buncit dalam bahasa Bugis adalah Maggumbang Babuana. Jadi buncit
sama dengan gumbang
c. Si Labu Pahit
wadah untuk membawa air wudhu yang terbuat dari Kaddaro Bila (Pohon
Maja / Latin : Aegle marmelo). Atau yang terbuat dari Buah Lawo Pai’ (Labu
Pahit/Latin), di Tanah Bugis disebut Tarompang. Masih adalagi Bira’ Awo,
wadah yang dari bambu.Kaddaro Bila.
Membuat kaddaro bila sangatlah sulit dan memakan waktu setidaknya 1 Bulan.
Dimulai dengan memilih buah maja yang sudah tua, dengan batok yang keras
dan mengeluar bunyi nyaring bila diketuk. Buah maja selanjut diberi 4 lubang
pada bagian atas. Dua lubang berdiameter 3-4 Cm dibuat sejajar. Lubang
sebagai lubang saluran memasukkan air, satu lubang lagi untuk jalur keluarnya
udara, yang tertekan akibat tekanan massa air yang masuk. Dua lubang lainnya
dengan diameter 0,5 cm dibuat berjajar pula tepat diatas 2 lubang besar tadi.
Berfungsi sebagai lubang untuk memasukkan tali pengait bagi wadah air ini
ketika dijinjing atau dipikul. Ingat, lubang ini harus dibuat tepat ditengah dan
presisi. Jika tidak, dipastikan air anda akan terbuang akibat guncangan saat
dijinjing atau dipikul.Setelah lubang dibuat, selanjutnya isi dari buah maja tadi
dikeluarkan semua dengan cara dikerok, lalu dibersihkan. Batok buah maja tadi,
kemudian di keringkan, bukan dijemur dibawah terik matahari. Agar lebih awet
dan tidak gampang pecah. Setelah kering, sebelum digunakan batok tadi
dipendam dilumpur sawah, setidaknya 5 – 7 hari.
4. Makanan Dan Minuman
1. Makanan
c. Pisang Epe adalah Menu makanan yang terbuat dari pisang kepok yang
masih mengkal,di panggang sejenak dan di sajikan dengan siraman cairan
gula merah,dan sedikit taburan kelapa atau kacang tumbuk ini, dapat anda
jumpai di beberapa café seperti Café Gigi atau di sepanjang pinggiran
pantai Losari. Jajanan ini memang cocok disantap sambil menikmati
indahnya sunset di Pantai Losari, makanya tempat ini selalu ramai di
kunjungi oleh muda-mudi.
Gambar 2.15 Makanan Kanro
d. Kanro adalah masakan khas daerah yang disajikan berupa sop berkuah
maupun dibakar dengan bahan-bahan dasar seperti tulang rusuk sapi atau
kerbau, dimasak/dibakar dengan bumbu ketumbar, jintan, sereh, kaloa,
bawang merah, bawang putih, garam, vitsin yang sudah dihaluskan. Sop
Konro pada umumnya disajikan/dimakan bersama nasi putih dan sambal.
e. Songkolo adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus.
Beras ketan bisa yang hitam atau yang biasa atau putih, tergantung
selera. Penganan Songkolo, bisa dimasak bersama santan.
Di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, penyajian Songkolo bisa
berbeda, ada yang toping kelapanya segar berwarna putih, ada yang
kelapanya sudah di sangrai seperti serundeng ada juga yang penyajiannya
memakai santan kental yang sudah didihkan dan menjadi sari pati . Atau
gula merah kental campur kuning telur yang disebut Palopo.
Bebek yang dimasak bumbu pedas ini, dipotong kecil-kecil, isinya terdiri
dari leher, kepala dan jeroan bebek. Kaya bumbu khas bugis, super pedas,
lebih pedas dari bebek goreng yang ada di Bukan Bebek Biasa.
Makan Bebek ini kepala rasanya berasap, keringat bercucuran dan mata
memerah. Sebagai penawar pedas, siapkan Pisang Belanda yang manis
meresap.
2. Minuman
Pohon Lontar pun menjadi tanaman khas Gowa, Pohon Lontar kemudian
digunakan sebagai simbol maskulinitas bagi pria. Hampir seluruh bagian
pohon ini berguna untuk kehidupan manusia. Misalnya, batang yang
digunakan sebagai tiang rumah atau bidang bajak. Sementara seratnya
dibuat topi atau anyaman lainnya. Buahnya bisa dimakan langsung dan
dapat digunakan sebagai makanan ringan. Selain itu buah Tala dapat
diolah menjadi gula dan dari fermentasi minuman buah Tala itulah
kemudian muncul racikan permentasi tradisional Makassar yang disebut
“Ballo”. Ballo ini berupa tuak yang diyakini adalah jenis minuman yang
dapat memaksimalkan energi untuk bekerja dan beraktifitas.
Gambar 2.21 Minuman Es Pallubutung
6. Alat Transportasi
Gambar 2.22 Perahu Pinisi
1. Perahu Penisi/Pinisi,
Adalah jenis perahu dagang Bugis-Makassar dalam ukuran besar (20 sampai
100 ton). Jenis perahu ini mengarungi laut-laut besar dalam abad-abad lalu
menghubungkan Makassar dengan kepulauan Nusantara baik di Timur
maupun di Barat. Jenis perahu ini mempunyai dua tiang agung dengan layar
berlapis-lapis di bagian depan, pada dua tiang agung, ditambah dua buah
layar kecil pada masing-masing puncak tiang agung. Kemudian yang
terpasang di belakang ada dua buah. Dahulu kala perahu jenis ini dipakai
juga oleh armada-armada perang orang Bugis-Makassar untuk mengangkut
tenaga-tenaga perang dan perlengkapannya, hanya saja jarang dipergunakan
untuk perang laut, karena untuk penyerangan dan peperangan di laut
dipergunakan jenis lain yang lebih lincah dan lebih cepat. Penisi, selaku
perahu niaga, dipimpin oleh seorang Ana'koda (nakhoda), juru mudi, juru
batu dan awak perahu lainnya yang disebut sawi. Perahu dagang jenis penisi,
sampai sekarang masih dipergunakan untuk pelayaran niaga interinsuler yang
dapat dijumpai di semua pelabuhan di negeri kita.
Gambar 2.23 Perahu Lambo (Palari)
3. Perahu Soppe',
Adalah juga jenis perahu dagang orang bugis makassar, dalam ukuran kecil
( 1 sampai dengan 10 ton) dipergunakan untuk angkutan barang-barang
dagangan antar pulau sekitar pantai-pantai Sulawesi Selatan. Juga biasa
dipergunakan untuk mengangkut penumpang antar pulau.
7. Rumah Adat
MATA PENCAHARIAN
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka
kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata
pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat
Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain.
Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang
membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka
bersedia untuk segalanya.
Dalam sistem perkawinan adat Bugis terdapat perkawinan ideal :
a. Assialang maolaIalah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari
pihak ayah maupun ibu.
b. assialanna memangialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kedua, baik
dari pihak ayah maupun ibu.
2. Sistem Kemasyarakatan
b.Organisasi Profesi :
1. Persatuan Pedagang Kaki Lima (PKL) Pelabuhan Buleleng
2. Kelompok nelayan ”Mina Bahari”Kelurahan kampung bugis
3. Gabungan Kelompok Tani ”Gapoktan Bugis Indah” Kel.kampung Bugis.
c. Organisasi Keagamaan :
1. Kelompok Rukun Kematian (Fardlu Kipayah)
d. Organisasi Kesenian :
1. Seni Hadrah/Qosidah ”Nurul Muslimin” Kampung Bugis
2. Seni Barong Sai ”Bahana Surya Dharma”
e. TITD
1. Organisasi Olah Raga :
2. Persatuan Bulutangkis ”YUS PUTRA” Kampung Bugis
3. Persatuan Sepak Bola ”MKS” Singaraja
4. Persatuan Tenis Meja (PTM) ”PANTURA” Kampung bugis.
D. BAHASA
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang
tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten
Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten
Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat
Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku
kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis
menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan
huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12
lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.
a) Kesenian
1. Sastra
Tidak banyak yang memahaminya kecuali para peneliti danpembaca naskah tua
Bugis.Penjaga Toko Indonesia di Jalan Sombu Opu,Makassar, misalnya, gagap ketika
ditanya apa itu I La Galigo."Dia mungkin bangsawan," kata penjaga toko yang
satu."Bukan bangsawan. I La Galigo itu nama alat musik," timpal penjaga tokoh.
Begitulah kenyataannya. Karena itu, banyak orang berterima kasih
kepada Rhoda Grauer, Bali Purnati, dan Robert Wilson yang mengangkat
legenda I LaGaligo dalam pementasan teater kontemporer. Legenda itu
kemudian dibawa ke panggung teater prestisius di sejumlah negara.Terlepas dari
adanya sejumlah kritik, pementasan itu membuat legenda I
La Galigo dikenal luas di dunia.
Goa Mampu adalah gua terluas di Sulawesi Selatan, legenda gua Mampu ini jauhnya
kira-kira 140 km dari kota Makassar. dalam penambahan untuk stalagmites dan
stalagtites terdapat susunan batu yang mirip dengan sosok manusia dan binatang,
semuanya memiliki legenda yang nyata.
Gua yang terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan ini, tidak hanya sekedar gua.
Terlebih buat masyarakat di sekitar Gua Mampu, demikian nama gua ini. Gua
Mampu, sarat dengan cerita legenda yang begitu dipercaya. Gua Mampu yang luasnya
sekitar 2000 meter persegi, terletak di Desa Cabbeng, Kecamatan Dua Boccoe, yang
berjarak 34 kilometer dari Watampone, ibukota Kabupaten Bone.
Bongkahan batu yang mirip manusia, binatang, dan lainnya, memang banyak ditemui
di dalam gua ini. Gambaran ini bak diorama kehidupan manusia di jaman dulu, di
masa-masa Kerajaan Mampu.
Legenda yang berkembang tentang Gua Mampu ini, juga ditemui dalam lontar Bugis
kuno, yang berkisah tentang perkampungan yang terkena kutukan sang dewata. Di
dalam Gua Mampu, juga ditemui stalagtit dan stalagmit yang menambah keindahan
interiornya.
Gua yang terbentuk dari proses alam, selama ratusan tahun ini, belum seluruhnya
berhasil ditelusuri. Bahkan belum separuhnya. Baru 700 dari 2000-an meter persegi
yang berhasil dilihat. Namun demikian, cerita legenda yang berkembang pada
masyarakat tentang Gua Mampu, telah membuat gua ini dikunjungi banyak orang.
Motivasinya macam-macam. ada yang sekedar melihat-lihat, ada pula yang mencari
berkah, yang rela bermalam di dalam gua. Para pengunjung, tidak bisa langsung
begitu saja memasuki gua. Mereka harus melengkapi dirinya dengan alat penerangan.
Sejumlah bocah kecil dengan obor bambu di tangan, telah siap mengantar pengunjung
menelusuri gua.
Bocah-bocah ini selain menyewakan obor bambunya, juga mampu menjadi pemandu
gua yang baik. Mereka paham cerita seputar gua, lengkap dengan bumbu-bumbunya.
Hari Minggu, dan hari besar keagamaan, menjadi hari-hari yang ditunggu anak-anak
ini.
Sayangnya, obor bambu yang banyak dipakai ini, asapnya menyisakan arang hitam
yang menempel di atap dan dinding gua. Sehingga kesan kotor, sulit dihindari. Namun
meski demikian, kawanan kalelawar yang bersarang di gua ini, masih setia mendiami
Gua Mampu. Bahkan kehadirannya yang telah puluhan tahun ini, mewarnai Gua
Mampu.
Kesakralan Gua Mampu, masih terjaga hingga kini. Tinggal bagaimana masyarakat
sekitar gua, menjaga cerita legenda yang menghiasi gua ini. (sumber: Teluk Bone).
c.Dongeng I laurang
Gambar 2.29 Dongeng I laurang
Mereka sangat menginginkan kehadiran seorang anak agar hidup mereka tidak
kesepian. Oleh karena itu, setiap malam mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan.
Namun, hingga berusia paruh baya, mereka belum juga dikaruniai anak. Akhirnya,
mereka pun mulai putus asa. Pada suatu malam, kedua suami-istri itu berdoa kepada
Tuhan dengan berkata : “Ya Tuhan, karuniakanlah kepada kami seorang anak,
walaupun hanya berupa seekor udang!”Beberapa lama kemudian, sang Istri pun hamil
dan melahirkan. Namun, alangkah terkejutnya sang Istri saat melihat bayi yang keluar
dari rahimnya adalah seorang bayi laki-laki yang berbentuk dan berkulit udang. Ia
dapat hidup di darat maupun dalam air. Oleh karena itu, ia diberi nama I Laurang
(Manusia Udang).
sekilas cerita I Laurang tai dari daerah Sulawesi Selatan, Indonesia. Cerita di atas
termasuk dongeng yang mengandung nilai-nilai moral. Salah satu nilai moral yang
dapat diambil dari cerita di atas adalah akibat yang ditimbulkan dari sifat iri hati dan
dengki. Sifat ini tergambar pada sikap dan perilaku keenam putri raja yang iri hati dan
dengki kepada adiknya dan mencoba untuk membunuhnya. Pelajaran yang dapat
diambil dari cerita ini adalah bahwa sifat iri hati dan dengki dapat menimbulkan
kebencian yang mengarah pada suatu tindakan kekerasan terhadap orang lain dan
bahkan terhadap keluarga sendiri.Dari cerita ini juga dapat diambil sebuah pelajaran
bahwa orang-orang yang teraniaya akan selalu dilindungi oleh Tuhan Yang
Mahakuasa. Sebaliknya, orang yang suka iri hati dan dengki akan dibenci oleh Tuhan.
Dikatakan dalam ungkapan Melayu: kalau suka dengki mendengki, orang muak
Tuhan pun benciPelajaran lain yang dapat dipetik dari cerita di atas bahwa jika kita
berdoa kepada Tuhan, hendaknya lebih berhati-hati. Di samping itu juga, sebaiknya
kita harus berlapang dada menerima semua pemberian Tuhan apapun bentuknya,
karena terkadang di balik pemberian itu terdapat sebuah hikmah yang bermanfaat
yang tidak pernah kita duga sebelumnya.
2.Seni Rupa
Gambar 2.30 Songket Makassar
a. Songket Makassar
Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi, sebab
dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara pengerjaan,
makna yang terkandung didalamnya sekaligus cara penggunaanya dan tingkatan
orang yang memakainya. motif untuk kain tenun ini memiliki berwarna-warni serta
benang berwarna keemasan sehingga menampilkan kemewahan. Rangkaian benang
yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris menunjukan bahwa kain ini
dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk
membuat kain bermutu yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain
b.Miniatur
Pada Koleksi etnografi terdapat atas berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan
hidup, serta benda lain yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar,
Mandar, dan Toraja. Seperti Miniatur Perahu Phinisi yang terbuat dari Bahan kayu
dan kain, yang merupakan perahu khas Bugis Makassar. Berfungsi Sebagai alat
transportasi, sarana untuk penangkapan ikan di laut dan sebagai wisata bahari.
c.Lukisan Perahu Phinisi
Pada Koleksi Seni Rupa terdapat lukisan Perahu Phinisi yang terbuat dari Bahan kain
kanvas dan cat minyak, lukisan tersebut menggambarkan perahu pinisi yang sedang
berlayar ditengah laut. Lukisan Petani Toraja yang mengunakan bahan dari kain
kanvas dan cat minyak, lukisan tersebut menggambarkan suasana alam dan petani
Toraja. Berfungsi sebagai hiasan dinding dan dilukis oleh seorang pelukis Belanda
bernama Bonnet.
d.Keramik
3. Musik
1. Kecapi
Adalah alat musik petik tradisional Sulawesi selatan khususnya suku
bugis,bugis makasar dan bugis mandar. Menurut sejarah kecapi diciptakan
oleh seorang pelaut,sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki
dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.biasanya
ditampilkan pada acara penjemputan para tamu,perkawinan,hajatan ,bahkan
hiburan ulang tahun.
Gambar 2.35Alat Musik Sinrili
2. Sinrili
Adalah alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan
dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan
pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
3. Gendang
Adalah Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar ya’ni bulat panjang
dan bundar seperti rebana
Gambar 2.37 Alat Musik Suling
4. Suling
a. Suling bambu/buluh,terdiri dari 3 jenis,yaitu :
b. Suling panjang (suling lampe),memiliki 5 lubang nada . suling jenis ini
telah punah
c. Suling calabai(suling ponco),sering dipadukan dengan piola(biola)kecapi
dan dimainkan bersama penyanyi
d. Suling dupa samping (music bamboo),music babu masih terpelihara di
daerah kecamatan Lembang.Biasanya digunakan pada acara karnaval
(baris-berbaris)atau acara penjemputan tamu
4.Tari
a. Tari Pajoge
Asal mulanya Pajoge, timbul semasa kerajaan Bone dahulu. Ada yang mengatakan
sejak abad ke VII, tetapi hal itu belum jelas, karena belum ada diketemukan tulisan-
tulisan yang dapat memberikan keterangan pasti tentang hal itu, tetapi yang jelas
bahwa raja Bone ke 31 Lapawawoi Karaeng Sigeri sangat gemar akan tari Pajoge dan
semua anaknya memelihara tari Pajoge.Jadi dengan demikian bahwa Pajoge lahir di
istana raja untuk menghibur raja dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada
pesta-pesta. Penari-penari pada umumnya diambil dari rakyat biasa saja. Perbedaan
dengan tari Pakarena dengan tari Pajoge yang biasa hidup diistana raja yang penari-
penarinya dipilih dari keturunan bangsawan atau anak anggota adat. Tetapi Pajoge
adalah merupakan tarian rakyat yang dipertontonkan pada pesta raja dan umum.
Tarian Sulawesi SelatanDemikian Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga
merupakan alat penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan
agar supaya rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.Pajoge yang lahir di
istana raja itu penari-penarinya dipilih yang cantik-cantik saja serta mempunyai
kelebihan-kelebihan agar supaya dapat menarik perhatian para penonton, baik raja-
raja maupun rakyat dengan maksud disamping ia berfungsi sebagai hiburan juga dapat
menarik keuntungan atau hasil yang berupa materi, karena para penonton diberi
kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang Pajoge yang diingininya. Dan
telah menjadi ketentuan bahwa setiap laki-laki yang mau Mappasompe harus
menyediakan uang atau benda lain.
Macam-macam Tari Pajoge :
1. Pajoge biasa (penari-penarinya dari wanita)
2.Pajoge Angkong (penari-penarinya orang-orang banci) tarian sulawesi selatan.
Gambar 2.39 Tari Paduppa Bosara
Tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.
Gambar 2.40 Tari Pattennung
c. Tari Pattennung
tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun
benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-
perempuan Bugis.
5.Drama
Sang ayah menyodorkan badik pusaka Mana Arajang kepada Tonrawali. Si anak pun
mencabut badik dari sarung yang masih dipegang ayahnya. Sebagian orang tercekat,
beberapa menghela napas panjang merenungi cinta terlarang I Mangkawani.
Arung Mangkau telah menekankan siri’ di atas pesse-nya, kehormatan di atas kasih
sayangnya kepada I Mangkawani, karena si anak memilih lari bersama kekasihnya, La
Fadomai.
Dalam budaya Bugis, nilai siri’ (harga diri) berpasangan dengan nilai pesse (nilai nilai
tenggang rasa, empati, ikut merasakan penderitaan orang lain). Ketika anaknya kawin
lari, Arung Mangkau menyikapi perbuatan anaknya sebagai sesuatu yang mematikan
siri’nya. Tonrawali memohon ampunan dengan membangkitkan pesse sang ayah,
tetapi Arung Mangkau menolak. Dalam duel badik di dalam kain sarung, Tonrawali
membunuh La Fadomai.
Tonrawali menyesal, mengapa bukan ia yang mati di tangan La Fadomai. Namun, hati
I Mangkawani lebih hancur lagi sehingga ia memilih bunuh diri. Bak kisah Romeo-
Juliet karya sastrawan Inggris, William Shakespeare, cinta terlarang We Sangiang
berujung maut. Mungkin akhir yang mirip, tetapi We Sangiang I Mangkawani tidak
ada hubungannya dengan karya Shakespeare itu. ”We Sangiang I Mangkawani”
adalah naskah drama adaptasi sastra lisan klasik Bugis, Tolo’pessena La Fadomai.
Tragedi cinta terlarang memang universal.
“Tadi, yang putih itu adalah bedak, untuk mencegah karat, Nak,”
kata Puang Upe’ dalam bahasa Bugis yang cepat di kediamannya
pada akhir Februari 2012. ‘Nak’ merupakan panggilan yang sering
meluncur dari bibir Puang Upe’ ketika bercakap dengan siapa saja.
Selain alameng, di rumah Puang Upe’ juga ada tanda kebesaran dan
perlengkapan upacara bissu lainnya:
[1] Paccoda’, sebatang kayu bersegi delapan yang terbungkus kain
kuning cerah yang dibawa oleh Puang Lolo
[3] Lellu Patara, pemayung dari kain cinde segi empat yang setiap
sudutnya berbatang penunjang.
3. Drama To Malebbi
Secuil pesan dalam drama ini telah mengukir karakter bahasa tabu
anak Atma Jaya yang selama ini didominasi oleh mahasiswa
Tionghoa namun mencoba menggali kearifan lokal bugis makassar
dengan menggal pestival megah ini.
a. A'jagang-jagang/Ma'manu-manu
Penyelidikan secara diam-diam oleh pihak calon mempelai pria untuk mengetahui
latar belakang pihak calon mempelai wanita.
b. A'suro/Massuro
Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi pihak calon mempelai pria
kepada calon mempelai wanita. Dahulu, proses meminang bisa dilakukan
beberapa fase dan bisa berlangsung berbulan-bulan untuk mencapai kesepakatan.
c. Appa'nasa/PatenreAda
Usai acara pinangan, dilakukan appa'nasa/patenre ada yaitu menentukan hari
pernikahan. Selain penentuan hari pernikahan, juga disepakati besarnya mas
kawin dan uang belanja. Besarnya mas kawin dan uang belanja ditentukan
menurut golongan atau strata sosial sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga
pria.
e. A'barumbung(mappesau)
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita.
f. AppasiliBunting(CemmeMapepaccing)
Kegiatan tata upacara ini terdiri dari appasili bunting, a'bubu, dan appakanre
bunting. Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan siraman dalam tradisi
pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin
sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan
mendapat perlindungan dari Yang Kuasa dan dihindarkan dari segala macam
mara bahaya. Acara ini dilanjutkan dengan Macceko/A'bubu atau mencukur
rambut halus di sekitar dahi yang dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias).
Tujuannya agar dadasa atau hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon
mempelai wanita dapat melekat dengan baik. Setelah usai, dilanjutkan dengan
acara Appakanre Bunting atau suapan calon mempelai yang dilakukan oleh
anrong bunting dan orang tua calon mempelai. Suapan dari orang tua kepada
calon mempelai merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si
anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami si calon mempelai wanita.
g. Akkorongtigi/Mappaci
Upacara ini merupakan ritual pemakaian daun pacar ke tangan si calon mempelai.
Daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang
pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Wenni Mappaci (Bugis) atau
Akkorontigi (Makassar) yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan
tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta
meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang
baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia. Malam mappaci
dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing
calon mempelai.
Gambar 2.45 Tradisi Adat Mappaci
h. Assimorong/Menre'kawing
Acara ini merupakan acara akad nikah dan menjadi puncak dari rangkaian
upacara pernikahan adat Bugis-Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah
calon mempelai wanita yang disebut Simorong (Makasar) atau Menre'kawing
(Bugis). Di masa sekarang, dilakukan bersamaan dengan prosesi Appanai Leko
Lompo (seserahan). Karena dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari
dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan
rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
i. Appabajikang,Bunting
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah
selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Bugis-
Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian
terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar
mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan
acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai
bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti
pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh indo botting
(pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh
keluarga mempelai wanita.
j. Allekabunting(marolla)
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta
pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke
rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah
sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk
orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang.
F. Religi
Suku Bugis terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat (Islam Sunni) dalam
norma-norma dan aturan-aturan kehidupannya. Mereka juga masih banyak terikat
dengan aturan-aturan adatnya yang dianggap keramat dan sakral yang
keseluruhannya mereka sebut panngaderreng (atau pangadakkang dalam bahasa
Makassar). Bugis karena dilatarbelakangi oleh nilai kepercayaan yang mengandung
nilai religius.
G. Ilmu Pengetahuan
Suku bugis (ilmu) merupakan Suku dengan gelar suku "Berdarah Panas" karena
emosi mereka yang sangat tinggi,dan banyak ilmu-ilmu mereka yang terkenal :
1. Rantai Babi, rantai yang dapat membuat si pemakai menjadi kuat.
2. Pelet (konon kalau ke pedesaan di sulawesi dilarang melihat mata orang-orang
pedalaman karna dapat membuat agan-agan terkena pelet tersebut)
3. Ilmu Kebal (tarzan indonesia yang di tembak ratusan peluru tidak mati-mati)
4. Konon suku bugis kajang dapat merubah butiran padi menjadi tawon untuk
menyerang hama perusak tanaman dan musuh mereka saat perang
5. Suku bugis kajang dapat mengumpulkan musuh menjadi satu hanya dengan
mengayunkan jari membentuk lingkaran.
6. Minyak Bintang Minyak yang dapat menyembuhkan luka dalam seketika ,
disebut minyak bintang karena minyak ini diminum saat malam hari dan saat
terdapat banyak bintang , dan masih banyak ilmu-ilmu dari suku bugis