Bangsa
Mujiburrahman
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
email: mujiburrahman@ar-raniry.ac.id
Abstrak
Bangsa Indonesia sedang dilanda krisis moral. Hal ini diakibatkan oleh adanya
kekeliruan baik pada tataran kebijakan maupun operasional di bidang
pendidikan, ekonomi, politik dan hukum. Lembaga pendidikan khususnya
dituding gagal membentuk karakter, moral dan akhlak mulia anak didik.
Fenomena ini kiranya menjadi dasar bagi perguruan tinggi untuk memikirkan,
melaksanakan dan mengembangkan paradigma dan sistem pendidikan karakter
yang sejalan dengan ruh nilai-nilai syariat Islam. Melalui model pendidikan
berbasis syariat Islam yang teraktualisasi dalam proses pendidikan secara total
dan menyeluruh memberi ruang dan kesempatan yang luas untuk membentuk
karakter dan kepribadian anak (mahasiswa) sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
Islam. Sehingga pada akhirnya, orientasi dan tujuan akhir aktifitas pendidikan
untuk mewujudkan individu (pribadi muslim) dan anggota masyarakat
(komunitas muslim) yang memiliki kualitas keimanan yang tinggi, berakhlak
mulia, berkarakter, berilmu dan profesional dapat dicapai.
Kata Kunci: Perguruan Tinggi; Karakter; Bangsa.
PENDAHULUAN
Mencermati kondisi Indonesia dewasa ini menunjukkan bahwa
bangsa ini – yang sering dibanggakan sebagai bangsa besar – sedang
dilanda krisis multi dimensi. Krisis moral bangsa tersebut menurut para
pakar (pendidikan, ekonom, politisi, dan ahli hukum) diakibatkan oleh
adanya kesalahan di bidang pendidikan, ekonomi, politik dan hukum1
Artinya terdapat beberapa kekeliruan baik pada tataran kebijakan
maupun operasional pada empat bidang tersebut. Kesalahan ini lebih jauh
mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya sikap dan perbuatan negatif
di tengah kehidupan masyarakat yang berujung pada munculnya krisis
moral bangsa.
Sudarminta mengemukakan ada tiga gejala sosial yang dapat
dikatakan merupakan indikasi bahwa bangsa ini masih mengidap krisis
moral. Tiga gejala sosial itu adalah: (1) masih merajalela praktek kolusi,
korupsi dan nepotisme (KKN) dari tingkat hulu sampai hilir birokrasi
pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat; (2)
lemahnya rasa tanggung jawab sosial para pemimpin bangsa serta pejabat
_____________
1Al-Chaidar. Reformasi prematur: Jawaban Islam terhadap Reformasi Total. (Jakarta:
Darul Falah, 1998), h. 100-120.
PEMBAHASAN
_____________
5Danah Zohar dan Ian Marshl, SQ: Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2007),
h. 3-5.
_____________
6Yudi Latif, Menyemai Karakter Bangsa: Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), h. 79.
7Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 422.
164 Jurnal MUDARRISUNA Volume 6, Nomor 1, Juni 2016
pada diri seseorang, atau sebagai tabiat, akhlak dan budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lainnya.8
Karakter juga berarti individu memiliki pengetahuan tentang
potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya
diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup
sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban,
pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu
berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun,
ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif,
visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai
waktu, pengabdian/ dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta
keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki
kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga
mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Dengan
demikian karakteristik merupakan realisasi perkembangan positif sebagai
individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Atas dasar tersebut, pendidikan karakter merupakan suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada mahasiswa yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal
character development”. Jadi, pendidikan karakter merupakan suatu proses
penanaman nilai secara integral dan utuh melalui metode tertentu,
sehingga tujuan pendidikan karakter itu akan terarah dan efektif ketika
diimplementasikan dalam lingkungan sekolah dan perguruan tinggi.
Implementasi pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat
dilakukan melalui pemetaan dan perumusan ontology, epistemology dan
aksiologi keilmuan yang diajarkan kepada seluruh mahasiswa dengan
berlandaskan pada nilai-nilai moral agama. Eksistensi sains dan teknologi
_____________
8Hernowo, Self Digesting: Alat Menjelajahi dan Mengurai Diri, (Bandung: Mizan
Media Utama, 2004), h. 175.
Mengajarkan
Refleksi
Pendidikan Memberikan
Karakter Keteladanan
Praksis
Prioritas
Menentukan
Prioritas
_____________
10Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter…, h. 212-217
168 Jurnal MUDARRISUNA Volume 6, Nomor 1, Juni 2016
a. Mengetahui Kebaikan (knowing the good).
b. Mencintai kebaikan (loving the good).
c. Menginginkan kebaikan (desiring the good).
d. Mengerjakan kebaikan (acting the good) secara simultan dan
berkesinambungan.11
Sedangkan mengenai grand design pendidikan karakter dalam
lingkup makro merupakan sistem pendidikan yang mengacu kepada
sistem pendidikan yang holistik. Pada dasarnya, pendidikan karakter
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik,
dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh
budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari
pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari
budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian
generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber
dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter
dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter
dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar
tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan
isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai,
dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
_____________
11Bambang Q. Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 107.
_____________
13Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik
Anak Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 29.
14Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
PENUTUP
Pendidikan karakater menjadi bahagian penting yang patut
diutamakan dan mendapat prioritas untuk dipikirkan dan dilaksanakan
oleh semua pihak, termasuk oleh pihak perguruan tinggi.
Melalui model pendidikan berbasis syariat Islam yang
teraktualisasi dalam proses pendidikan secara total dan menyeluruh di
keluarga, sekolah/perguruan tinggi dan masyarakat, memberi ruang dan
kesempatan yang luas untuk membentuk karakter dan kepribadian anak
(mahasiswa) sesuai dengan tuntutan nilai-nilai Islam. Sehingga pada
akhirnya, orientasi dan tujuan akhir aktifitas pendidikan untuk
mewujudkan individu (pribadi muslim) dan anggota masyarakat
(komunitas muslim) yang memiliki kualitas keimanan yang tinggi,
berakhlak mulia, berkarakter, berilmu dan profesional dapat dicapai.
Pada sisi lain, pendidikan sains merupakan salah satu media yang
sistematis dan efektif untuk membangun dan memperkuat karakter
bangsa (character building). Seseorang baru bisa disebut orang yang
DAFTAR PUSTAKA