Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

PROFIL MAHASISWA PANCASILA

Kemampuan akhir yang diharapkan: mahasiswa mampu


mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam baik praktek
kehidupan kampus, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
Indikator:
1. Mampu mendiskripkan secara konseptual profil mahasiswa
Pancasila.
2. Mampu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
implementasi nilai-nilai Pancasila di Perguruan Tinggi.
3. Mampu menampilkan contoh-contoh konkrit profil mahasiswa
Pancasila.
4. Mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila baik dalam
kehidupan kampus, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

A. Pengantar
Perguruan tinggi merupakan lembaga ilmiah sedangkan
kampus merupakan masyarakat ilmiah. Perguruan Tinggi
mempunyai tugas dan fungsi yang sangat strategis dalam
pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. Kampus
sebagai masyarakat ilmiah juga mengemban misi mulia dalam
mengembangkan ekosistem ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, agen perubahan konstruktif serta penuntun peradaban.
Perguruan Tinggi dan kampus juga diyakini sebagai benteng
terakhir dalam mengawal moral masyarakat, bangsa, dan
negara. Namun disisi lain Perguruan Tinggi dan kampus juga
tidak boleh menjadi menara gading atau mercusuar yang
terpisah dari persoalan-persoalan mendasar dan kontekstual
masyarakat. Perguruan Tinggi dan kampus memang pusatnya
ranah-ranah idealisme namun disisi lain juga harus mampu
berkontribusi secara konkrit dalam menjawab persoalan-
persoalan masyarakat. Terlebih dalam era disrupsi dan
revolusi industri 4.0 dengan segala kompleksitas masalahnya
peran perguruan tinggi dan kampus semakin menemukan
relevansinya.
Salah satu persoalan mendasar yang perlu mendapat
perhatian ialah menurunya integritas dan moral masyarakat
karena pengaruh kemajuan teknologi informasi dan
globalisasi. Banyak fenomena yang membuat kita miris
seperti tingginya angka kriminalitas, kasus narkoba, pelecehan
dan kekerasan seksual, kasus perundungan (bullying), kasus
intoleransi, maupun kasus korupsi. Fenomena tersebut
menunjukkan bahwa ada persoalan serius terkait karakter,
integritas, dan moralitas dari masyarakat kita termasuk di
kalangan generasi muda. Artinya nilai-nilai Pancasila yang
seharusnya dipahami, dihayati dan diamalkan dalam praktek
kehidupan sehari hari masih jauh dari harapan.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (2021) menyebut
ada tiga dosa besar dalam pendidikan kita yakni perundungan
(bullying), kekerasan seksual, dan intoleransi.
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan
tinggi pasal 4 dijelaskan bahwa pendidikan tinggi mempunyai
fungsi sebagai berikut: a) mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan bangsa, b) mengembangkan
sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil,
berdaya saing dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma
dan c) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Sedangkan dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 tersebut
disebutkan pendidikan tinggi bertujuan: a) berkembangnya
potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten,
dan berbudaya untuk kepentingan bangsa; b) dihasilkanya
lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau
teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan
peningkatan daya saing bangsa; c) dihasilkanya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang
memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar
bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban
dan kesejahteraan umat manusia; dan d) terwujudnya
pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya
penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mencermati fungsi dan tujuan pendidikan tinggi tersebut
sangatlah jelas bahwa orientasi pendidikan tinggi disamping
mengembangkan, mentransformasikan dan menyebarluaskan
IPTEKS melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi juga
membangun peradaban dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan Tinggi diharapkan juga dapat mengembangkan
potensi mahasiswa menjadi manusia yang paripurna yakni
menguasai IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni)
dan kokoh dalam IMTAQ (Iman dan Taqwa) serta
menerapkan nilai-nilai humaniora (kemanusiaan). Oleh karena
itu sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) menjadi pilar
utama untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut.
Sedangkan kampus sebagai ekosistem masyarakat ilmiah
harus mampu menjadi wadah, agent of change, motivator,
dinamisator, dan katalisator terwujudnya insan-insan kampus
yang hebat IPTEKS nya, kokoh IMTAQnya, dan luhur akhlak
budi pekertinya. Gambaran mahasiswa yang hebat penguasaan
IPTEKnya dan kokoh IMTAQnya itu linier dengan profil
mahasiswa ideal, yakni profil mahasiswa pancasila.
Namun demikian keinginan, cita-cita dan tujuan tersebut
belum sepenuhnya sesuai harapan. Banyak fenomena yang
menunjukkan dekadensi moral di kalangan pemuda, termasuk
mahasiswa. Data ICW juga menunjukkan bahwa korupsi
masih persoalan bangsa yang sangat serius. Demokrasi yang
diharapkan menghasilkan pemimpin yang tangguh ternyata
masih jauh dari harapan. Banyak pemimpin baik di eksekutif,
legislatif, yudikatif maupun pemimpin masyarakat lain seperti
ormas, parpol, pengusaha dll yang terjerat korupsi. Pelaku
korupsinya juga mencengangkan karena cukup banyak
dilakukan tokoh-tokoh yang relatif muda. Artinya anak-anak
muda yang seharusnya mempunyai idealisme yang tinggi
justru terjebak perilaku korup.
Laporan Rule of Law Index tahun 2020 yang dirilis
Indonesia Corruption Watch (ICW) 2020, menunjukkan data
bahwa Indonesia berada pada peringkat 59 dari 28 negara
dengan skor sebesar 0,53 poin dengan skala 0-1. Semakin
rendah nilainya maka indeks negara hukumnya makin buruk
ataupun sebaliknya. Tahun 2019, Indonesia berada peringkat
62 dari 126 negara dengan skor 0,52 poin. Secara peringkat
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Sedangkan
secara poin Indonesia hanya meningkat sebesar 0,01 poin.
Salah satu indikator di dalam ROLI yakni tidak adanya
korupsi. Dari indikator tersebut terdapat empat (4) variabel
yakni: 1) tidak adanya korupsi di cabang eksekutif; 2) tidak
adanya korupsi di yudisial; 3) tudak adanya korupsi di
polisi/militer; dan tidak adanya korupsi di legislatif.
Berdasarkan indikator ketiadaan korupsi dalam ROLI tahun
2020, Indonesia berada pada peringkat 92 dari 128 negara
dengan skor 0,39. Sedangkan pada tahun 2019 Indonesia
berada pada peringkat 97 dari 126 negara dengan skor 0,38.
Baik secara peringkat ataupun poin, Indonesia tidak
mengalami peningkatan yang signifikan (ICW, 2020).
Terkait kasus intoleransi di kalangan mahasiswa juga
menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Penelitian
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu
(LP3M) Universitas Jember pada tahun 2018 menunjukkan 22
persen mahasiswa di kampus tersebut terpapar radikalisme.
Data itu tak jauh beda dengan hasil riset Pusat Pengkajian
Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Direktur PPIM, Ismatu Ropi
mengatakan dalam beberapa tahun ada kecenderungan sikap
intoleran di kalangan anak muda. Hal ini tentu sangat
mengkhawatirkan dilihat dari konteks kehidupan
keberagamaan di Indonesia.Survei PPIM UIN Jakarta
menunjukkan 69, 83 persen mahasiswa Indonesia memiliki
sikap toleransi beragama yang tinggi. Namun 30,16 persen
atau satu dari tiga mahasiswa memiliki sikap toleransi
beragama yang rendah (Tempo, 8 Agustus 2021).
Melihat data-data tersebut di atas menunjukkan
kecenderungan bahwa dekadensi moral dan integritas sedang
melanda masyarakat kita termasuk di kalangan generasi muda.
Fenomena-fenomena tersebut juga menguatkan pengtingnya
perwujudan profil mahasiswa Pancasila. Mahasiswa
Perguruan Tinggi PGRI dapat menjadi pelopor untuk
mewujudkan profil mahasiswa pancasila melalui aktivitas-
aktivitas yang produktif dan konstruktif baik di kampus
maupun di masyarakat.
B. Profil Mahasiswa Pancasila.
Mahasiswa sebagai unsur utama sivitas akademika
merupakan bagian penting dari generasi muda terpelajar,
terpilih, dan terpandang harus menjadi pelopor pengamal
nilai-nilai Pancasila. Mahasiswa sebagai generasi muda calon
pemimpin bangsa haruslah berprofil mahasiswa Pancasila.
Mahasiswa sebagai generasi muda yang multitalenta
merupakan aset bangsa yang sangat menentukan arah masa
depan bangsa. Seperti kata Soekarno “berikan aku seribu
orangtua makan akan kuguncang gunung semeru, namun
berikan aku satu pemuda niscaya akan kuguncang dunia”.
Para mahasiswa Indonesia telah mencatatkan tinta emas
dalam perjalanan sejarah babgsa Indonesia. Para mahasiswa
Indonesia adalah kaum terpelajar yang bersenyawa dengan
urat nadi perjalanan bangsa Indobesia mulai jaman pergerakan
dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pada jaman
mengisi kemerdekaan. Kepeloporan para pemuda Indonesia
tersebut sesungguhnya adalah profil pemuda Pancasila yang
sangat luar biasa. Kiprah para pelajar dan mahasiswa pada
jaman pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan
tersebut juga merupakan profil pelajar/mahasiswa Pancasila
pada konteks jamanya. Tonggak-tonggak penting peran
mahasiswa dan pemuda Indonesia dalam sejarah perjuangan
bangsa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Budi Utomo 1908
Berdirinya Boedi utomo tahun 1908 merupakan
tonggak penting kesadaran kaum terpelajar tentang
pentingnya pendidikan. Boedi utomo juga memelopori
pentingnya berjuang melalui jalur organisasi modern dalam
mencerdaskan masyarakat. Boedi Utomo juga meletakkan
dasar-dasar membangun nasionalisme dari suatu
masyarakat yang bersuku-suku dengan berbagai adat
istiadat, Bahasa daerah, maupun agamanya.
2. Sumpah Pemuda 1928
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan prestasi
emas para pemuda Indonesia. Betapa tidak, berbagai
organisasi pemuda dari seluruh Nusantara seperti Jong
Java, Jong Sumatra, Jong Islamaten Bond, Pemuda
Maluku, Pemuda Papua Bersatu padu dan bersumpah:
Kami putra putri Indonesia bertumpah darah satu, tanah
Indonesia; Kami putra putri Indonesia berbangsa satu,
bangsa Indonesia; dan Kami putra putri Indonesia
menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Suatu
tekad dan sumpah yng memberikan motivasi dan modal
penting dalam membangun nasionalisme-patriotisme
Indonesia. Peran Sumpah Pemuda 1928 jelas sangat
penting bagi kelahiran dan kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945.
Sumpah Pemuda 1928 mengandung nilai-nilai
sebagai berikut: nilai cinta tanah air dan bangsa, nilai
persatuan dan kesatuan, nilai menerima dan menghargai
perbedaan, nilai mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, nilai semangat persaudaraan, dan nilai
kegotongroyongan. Nilai-nilai tersebut patut diteladani oleh
pemuda-pemuda Indonesia masa sekarang dengan
tantangan jaman yang tentu berbeda. Tantangan para
pemuda Indonesia sekarang dapat diidentifikasi, sebagai
berikut: tantangan yang terkait dengan Revolusi Industri
4.0, tantangan yang terkait dengan tuntutan abad XXI,
tantangan yang terkait dengan pandemic Covid-19.
Disamping itu juga ada tantangan yang bersifat internal,
seperti memudarnya idealisme dan menguatnya pragmatism
dalam berbagai aspek kehidupan, pemahaman sejarah yang
rendah, dekadensi moral, merosotnya integritas Sebagian
penyelenggara dan warga negara, sikap hedonis dari
sebagaian masyarakat, sikap dan perilaku intoleran dll.
3. Kemerdekaan Republik Indonesia 1945
Peran pemuda dalam memproklamasikan Kemerdekaan
Republik Indonesia sungguh besar dan tidak diragukan lagi.
Dorongan pemuda untuk mengakselerasi proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 tercatat sebagai
peristiwa sejarah yang amat membanggakan. Peristiwa
Rengasdengklok yang dimotori pemuda Soekarni dkk.
Yang mendesak Soekarno-Hatta untuk segera
memanfaatkan momentum dan segera memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia adalah mencerminkan sikap
berani, kesatria, patriotik, sekaligus visioner. Apa yang
dilakukan para pemuda tersebut sesungguhnya adalah
pengamalan nilai-nilai kemanusiaan dan kejuangan yang
ingin lepas dari penjajahan, karena kemerdekaan adalah
hak dasar segala bangsa. Nilai-nilai kemanusiaan dan
kemerdekaan adalah nilai-nilai dasar Pancasila yang sangat
penting.

4. Peran Mahasiswa Tahun 1966


Peran pemuda pelajar Kembali tercatat dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia pada tahun 1966. Krisis
politik pada tahun 1965 akibat pengaruh PKI dan berujung
peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 yang merupakan sejarah
kelam Indonesia telah menggerakkan para pelajar,
mahasiswa, dan pemuda Indonesia untuk menyelamatkan
Indonesia melalui Gerakan KAMI/KAPI yang mendesak
dibubarkanya PKI dari bumi Indonesia. Apa yang
dilakukan para pemuda Indonesia dalam peristiwa 1966
tersebut bukan hanya penting dan heroic namun juga sangat
penting dalam memperthankan dasar negara dan ideologi
Pancasila. PKI yang berideologi komunis jelas sangat
bertentangan dengan ideologi Pancasila.
5. Peran Mahasiswa Pada Era Reformasi 1998
Pada tahun 1997-1998 terjadilah gerakan reformasi yang
dipelopori berbagai elemen reformis terutama para
mahasiswa Indonesia. Gerakan yang melibatkan ribuan
mahasiswa Indonesia dan berbagai kampus seluruh
Indonesia tersebut intinya untuk melawan rezim politik
otoriter yang banyak diwarnai Korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Gerakan reformasi 1998 berhasil
menumbangkan rezim orde baru yang sudah berkuasa 32
tahun. Apa yang dilakukan para mahasiswa tahun 1998
tersebut menunjukkan kepedulian yang amat tinggi dari
mahasiswa Indonesia akan nasib dan masa depan
Indonesia. Sikap anti KKN adalah sikap yang amat
diperlukan sekaligus implementasi dan pengamalan nilai-
nilai Pancasila yang patut diteladani. Praktek KKN itu
sampai sekarang masih menjadi problem bangsa yang amat
serius. Korupsi masih merajalela, demikian juga kolusi dan
nepotisme masih banyak dijumpai oleh karena itu sikap anti
KKN merupakan pengamalan nilai-nilai Pancasila yang
sangat penting dan relevan.
Profil mahasiswa Pancasila adalah gambaran ideal
mahasiswa yang mampu mengimplemeentasikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan kampus maupun masyarakat
sekaligus mampu sebagai teladan dan penggerak pemuda
lainnya. Menurut Kemendikbud (2020) profil pelajar
pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai
pelajar sepanjabg hayat yang memiliki kompetensi global
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan
enam ciri utama: beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME,
dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong
royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Mahasiswa
Indonesia merupakan mahasiswa mandiri, yaitu mahasiswa
yang bertanggungjawab atas proses dan hasil belajarnya.
Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri
dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Profil pelajar
Pancasila sendiri merupakan salah satu poin penting sesuai
visi dan misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2020-2024.
Kemendikbud (2020) menjelaskan karakteristik utama
dari profil mahasiswa Pancasila ada enam yang dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Beriman, Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Dan
Berakhlak Mulia
Pelajar Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang
berakhlak dalam hubunganya dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pelajar Pancasila memahami agama dan kepercayaanya serta
menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari hari.
Elemen kunci beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berakhlak mulia dan akhlak beragama, akhlak
pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan
akhlak bernegara.
2. Berkebhinekaan Global
Pelajar Indonesia mempertahankan kebudayaan luhur,
lokalitas, dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam
berinteraksi dengan budaya lain. Perilaku pelajar Pancasila ini
menumbuhkan rasa saling mengjargai dan memungkinkan
terbentuknya budaya baru yang positip dan tidak bertentangan
dengan budaya luhur bangsa.
Elemen kunci berkebinekaan global adalah mengenal dan
menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural
dalam berinteraksi dengan sesama, refleksi dan tanggungjawab
terhadap pengalaman kebinekaan.
3. Gotong Royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong royong,
yaitu kemampuan pelajar Pancasila untuk melakukan kegiatan
secara bersama-sama dengan sukarela agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen
kunci gotongroyong adalah kolaborasi, kepedulian, dan
berbagi.
4. Mandiri
Pelajar Indonesia adalah pelajar mandiri, yaitu pelajar
pancasila yang bertanggungjawab atas proses dan hasil
belajarnya. Elemen kunci mandiri adalah kesadaran akan diri
dan situasi yang dihadapi dan regulasi diri.
5. Bernalar Kritis
Pelajar yang bernalar kritis adalah pelajar Pancasila yang
mampu secara obyektif memproses informasi baik kualitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi,
menganalisis informasi, mengevakuasi, dan
menyimpulkannya.
Elemen kunci bernalar kritis adalah memperoleh dan
memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan
mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses
berpikir, dan mengambil keputusan.
6. Kreatif
Pelajar yang kreatif adalah pelajar pancasila yang mampu
memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinil,
bermakna, bermanfaat dan berdampak.
Elemen kunci kreatif adalah menghasilkan gagasan yang
orisinil dan menghasilkan karya serta tindakan yang orisinal.
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi implementasi nilai-nilai
Pancasila.
Implementasi atau pengamalan nilai-nilai pancasila dalam
praktek kehidupan sehari hari harus diakui masih belum sesuai
harapan. Masyarakat masih banyak yang belum mempunyai
pemahaman, penghayatan, dan kesadaran atau kesukarelaan
untuk mengamalkan nilai-nilai pancasila secara murni dan
konskuen. Kalau dianalisis ternyata ada banyak faktor atau
variabel yang mempengaruhi implementasi nilai-nilai
Pancasila tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat dipilah
menjadi dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
bangsa Indonesia sendiri, seperti rendahnya keteladanan dari
para pemimpin baik yang formal maupun non formal,
banyaknya korupsi yang melanda para pemimpin baik di
eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Sedangkan faktor-faktor eksternal merupakan faktor-faktor
yang berasal dari luar bangsa Indonesia. Faktor-faktor
eksternal antara lain pengaruh budaya asing, pengaruh
ideologi asing, pengaruh intervensi ekonomi liberal, proxy
war, pengaruh perebutan wilayah yang potensial sepeti Laut
China Selatan (LCS) dan lain-lain.

D. Praktek Baik Profil Mahasiswa Pancasila Dalam Kehidupan


Kampus
Dari generasi ke generasi selalu lahir orang-orang hebat
dari kampus. Kehidupan kampus hendaknya dapat
mencerminkan kehidupan ber Pancasila yang baik dan ideal.
Beberapa praktek baik pengamalan nilai-nilai pancasila di
kampus, antara lain:
1. Sikap anti plagiatisme dari sivitas akademika.
2. Sikap anti perundungan dalam kehidupan kampus
3. Sikap anti kekerasan seksual dalam kehidupan kampus.
4. Sikap anti radikalisme dan terorisme dalam kehidupan
kampus.
5. Terlibat aktif dalam Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM).
6. Terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswan
(Orgamawa) baik BEM maupun UKM.
7. Terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (MBKM) seperti Kampus mengajar,
talenta inovasi, riset bersama, kegiatan kemanusiaan,
kegiatan entrepreneurship, KKN tematik dll.

E. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Berbagai Aspek


Kehidupan.
Bagi bangsa Indonesia mengamalkan nilai-nilai pancasila
adalah jalan tepat untuk kemajuan, ketangguhan, dan
keselamatan bangsa. Implementasi nilai-nilai Pancasila
tersebut sesungguhnya sangat penting menjaga pancasila agar
tetap menjadi dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi
bangsa Indonesia.
1. Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik
Sistem politik dan demokrasi Indonesia hendaknya tidak
terlepas dari nilai-nilai dasar Pancasila yang
mengutamakan musyawarah mufakat serta berdasar
hikmat kebijaksanaan atas dasar perwakilan. System
politik dan demokrasi Indonesia seharusnya bukan
demokrasi liberal yang copipaste dari demokrasi barat
maupun model system politik yang otoriter. Ada enam
aspek demokrasi Pancasila yang perlu diperhatian, yaitu
aspek formal, aspek material, aspek optative, aspek
normative, aspek organisasi dan aspek semangat.
2. Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia seharusnya mengacu pada
sistem ekonomi Pancasila. Menurut Mubiyarto
(Hastangka, 2012) sistem ekonomi pancasila adalah
sistem ideal atau idaman yang di dalamnya antara lain
kita temukan semangat usaha bersama yang kuat diantara
pelaku-pelaku ekonomi. Jika dalam penjelasan UUD 1945
disebutkan koperasi merupakan bentuk perusahaan yang
sesuai maka haruslah diartikan bahwa, disbanding
perusahaan negara dan perusahaan swasta, koperasi
adalah wadah yang paling mudah untuk mewujudkan
semangat usaha bersama. Sedangkan Swasono (2009)
menjelaskan bahwa system ekonomi Pancasila adalah
sistem ekonomi yang berorientasi atau berwawasan pada
nilai-nilai Pancasila. Hatta menggambarkan bahwa sistem
ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang
berdasarkan sosio religius atau sosialisme Indonesia.
3. Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya.
Pada era globalisasi dan revolusi industri 4.0
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang sosial
budaya sangatlah penting. Jangan sampai pengaruh
globalisasi justru menggerus bahkan menghilangkan
aspek-aspek penting sosio budaya dan kearifan local
bangsa Indonesia. Modal sosial bangsa Indonesia yang
paling penting adalah kemajemukan/keragaman adat-
istiadat, budaya daerah, Bahasa daerah, kesenian daerah,
pakaian adat daerah dll. Nilai-nilai kegotongroyongan
juga merupakan modal sosial yang sangat penting apalagi
dalam situasi menghadapi pandemic Covid 19, banyaknya
bencana alam, maupun kesulitan-kesulitan bangsa lainya.
4. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Beragama
Kehidupan beragama di Indonesia sudah diatur sangat
jelas di dalam sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan
Yang Maha Esa. Konstitusi kita yakni UUD 1945 pasal
29 juga secara eksplisit mengatur kehidupan beragama di
Indonesia. Dalam pasal 29 UUD 1945 ayat (1) dan ayat
(2) disebutkan berikut:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Kalau dianalisis, Ketuhanan Yang Maha Esa inilah
yang merupakan semangat spiritual sekaligus
mempersatuakan bangsa Indonesia dalam meraih
kemerdekaan. Ketuhanan Yang Maha Esa juga
merupakan hasil kontemplasi mendalam sekaligus
kearifan para pendiri bangsa akan kemajukan penganut
agama dan kepercayaan di Indonesia. Ketuhanan Yang
Maha Esa juga menegaskan bahwa Indonesia melarang
atheism, namun juga bukan negara agama dan tidak
sekuler.
Sedangkan ayat (2) pasal 29 UUD 1945 menegaskan
nilai-nilai toleransi dalam kehidupan beragama di
Indonesia. Negara menjamin kemerdekaan penduduknya
untuk beragama dan beribadat. Negara berkewajiban
untuk melindungi, menjamin, membina, mengayomi, dan
mengarahkan kehidupan beragama sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya. Suasana
kebebasan beragama dan kerukunan beragama wajib
dipelihara dan dikembangkan oleh negara dan warga
negara agar tercipta masyarakat Indonesia yang damai,
aman, tentram, sejahtera dalam bingkai persatuan dan
kesatuan Indonesia.
F. Evaluasi
I. Petunjuk: Jawablah semua pertanyaan secara dengan cermat dan
tepat serta menerapkan prinsip kejujuran !
II. Soal:
1. Saudara jelaskan karakteristik dari profil mahasiswa
Pancasila !
2. Saudara analisis dari faktor internal dan eksternal
implementasi nilai-nilai pancasila di kalangan generasi
muda !
3. Menurut Saudara mengapa sikap intoleransi beragama
masih sering dijumpai pada masyarakat kita bahkan juga
terjadi di kalangan mahasiswa ?
4. Berikan saran dan solusi agar kekerasan seksual dan
perilaku bullying tidak tetjadi di kalangan mahasiswa !
5. Berikan tiga contoh konkrit perilaku jujur dan anti korupsi
dalam kehidupan kampus !
Daftar Kepustakaan

Haetami dkk. 2018. PENDIDIKAN ANTIKORUPSI Dalam


Perspektif Pedagogi Kritis, Malang: Intans Publishing
Hastangka, 2012. FILSAFAT EKONOMI PANCASILA
MUBYARTO, Jurnal Filsafat Vol. 22, Nomor 1, April 2012.
Kaelan, 2013. NEGARA PANCASILA : Kultural, Historis,
Filosofis, Yuridis dan Aktualisasinya, Yogyakarta:
Paradigma
Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati, 2013. SOSIOLOGI
SUATU PENGANTAR, Jakarta: Rajagrafindo Persada
St. Sularto dkk., 2010. Merajut Nusantara Rindu Pancasila, Jakarta:
Kompas Media Nusantara Tempo, 2021.Menangkal
Epidemi Intoleransi di Perguruan Tinggi Agama, Minggu, 8
Agustus 2021. Martono, Nanang, 2016. SOSIOLOGI
PERUBAHAN SOSIAL: Edisi Revisi, Jakarrta:
Rajagrafindo Persada
Stillman, David & Stillman, Jonah, 2019. GENERASI Z
Memahami Karakter Generasi Baru yang Akan Mengubah
Dunia Kerja, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Swasono, Sri Edi, 2009. Menegakkan Ekonomi Pancasila.
Proceeding Kongres Pancasila dalam berbagai Perspektif,
Jakarta: Mahkamah Konstitusi
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun
2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun 2020-2024

Anda mungkin juga menyukai