Anda di halaman 1dari 5

PEMIRA DALAM MEWUJUDKAN GENERASI EMAS 2045

“HISBULLAH APAL”
(21083000008)
(FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI)

Pemilihan Raya (PEMIRA) merupakan suatu momentum pesta demokrasi di lingkungan


kampus yang diselenggarakan setahun sekali dimana kita dapat menyuarakan segala aspirasi
yang ada dalam benak diri kita. Biasanya November dan Desember akan menjadi bulan terpanas
bagi sebagian besar kampus di Indonesia, karena pada dua bulan ini dilangsungkan pemilihan
raya (PEMIRA) mahasiswa untuk memilih pemimpin bagi lembaga kemahasiswaan yang
merupakan miniatur sebuah negara bagi mahasiswa. Momen ini merupakan awal dari pendidikan
politik sejak dini bagi mahasiswa dan pesta demokrasi di kampus yang menjadi tempat
mengaktualisasikan diri dan potensi yang dimiliki oleh Mahasiswa. Masing-masing kampus
berusaha untuk mengimplementasikan prinsip trias politica yang melibatkan pembagian
eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan kekuasaan tertinggi tetap ada ditangan mahasiswa.

Bentuk aplikasi di setiap kampus tentu saja berbeda-beda. Lembaga yang ada di sebuah
kampus bisa saja mengikuti bentukan di Republik Indonesia atau pun bisa saja perangkat
lembaganya masih belum lengkap atau sengaja tidak dibentuk karena tidak dirasakan urgensinya
di sebuah kampus. Nama dan penyebutan beberapa bentukan lembaga di sebuah kampus pun
mengalami perbedaan. Contoh penyebutan ini misalnya, kekuasaan eksekutif di sebuah kampus
bisa saja disebut dengan Badan Eksekutif Mahasiswa atau pun Senat Mahasiswa. Sedangkan
kekuasaan legislatif dan yudikatif bisa saja dibuat terpisah seperti Universitas Indonesia (UI)
yang memiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai lembaga legislatif dan Mahkamah
Mahasiswa (MM) sebagai lembaga yudikatifnya. Kampus lain bisa saja menggabungkan fungsi
keduanya pada satu lembaga karena tidak dirasakan signifikansinya jika dipisahkan. Jabatan
yang ada pun disesuaikan dengan sistem demokrasi yang dianut kampus tersebut. Contohnya
adalah penyebutan Ketua bagi pemimpin tertinggi di BEM UI atau Presiden di kampus lain
seperti UGM dan IPB.
Pesta demokrasi mahasiswa atau biasa disebut pemilihan raya (PEMIRA) merupakan awal
dari sebuah pendidikan politik bagi mahasiswa. Seseorang yang hendak berkontribusi dalam
pemerintahan negara mahasiswa harus melalui serangkaian proses suksesi yang ditetapkan
melalui produk legislasi lembaga legislatif tentang suksesi lembaga kemahasiswaaan. Tentu saja
tidak hanya bagi calon yang maju untuk menduduki posisi tertentu yang terlibat dalam
pendidikan politik ini, seluruh mahasiswa di kampus tersebut pun mengalami pendidikan politik
yang tidak sedikit.

Kandidat yang mengikuti PEMIRA mahasiswa akan mendapat banyak pelajaran berharga
selama kegiatan tersebut berlangsung. Penggalangan dukungan diawal pemilihan sebagai syarat
mengikuti PEMIRA atau pendirian sebuah partai bagi kampus yang menggunakan sistem partai
politik mahasiswa (Parpolma) mengajarkan calon untuk memiliki kemampuan meyakinkan
banyak orang pada kapabiliitas pribadi. Masa kampanye hingga pemilihan yang harus dilalui
setelahnya pun merupakan miniatur setiap warna-warni kegiatan dalam pesta demokrasi. Setiap
momen baik yang diwarnai dengan saling menunjukan kemampuan pribadi hingga saling
mencari kesalahan rival merupakan awal dari proses pendewasaan diri dalam berpolitik. Tak
terkecuali tim sukses kandidat pun mendapat pelajaran berharga dari pesta demokrasi mahasiswa
tersebut, dimana kemampuan menjual dan meyakinkan objek kampanye terhadap kandidat yang
didukung menjadi poin penting pendewasaan berpolitik. Positive Campaign atau kampanye yang
menunjukkan kemampuan kandidat sendiri tanpa menjatuhkan kandidat lawan menjadi
kampanye yang selalu dinantikan dalam PEMIRA. Proses berkampanye secara sehat yang selalu
dituntut ini akan menguji kematangan seseorang dalam berpolitik sejak di kampus.

PEMIRA sebagai pesta demokrasi pun dapat menjadi pembelajaran bagi setiap mahasiswa
dalam sebuah kampus. Seorang mahasiswa yang tidak menjadi kandidat maupun tim sukses
seorang kandidat akan belajar menentukkan kandidat mana yang dipilih. Dasar pemilihan ini
yang perlu dijadikan parameter kedewasaan seseorang berpolitik. Setiap mahasiswa diajak untuk
berpikir objektif dan rasional dalam memilih kandidat yang lebih kompeten. Pembelajaran
politik pun akan dialami oleh mahasiswa yang telah memiliki jabatan struktural di lembaga
sebagai pelaksana, pengawas ataupun lembaga independen selama PEMIRA berlangsung.
Komite bentukan selama PEMIRA seperti Komite Pengawasan, Panitia Pelaksana maupun
lembaga legislatif sebagai fasilitator pelaksanaan PEMIRA dituntut untuk profesional dalam
melaksanakan tugasnya. Profesionalisme kinerja komite bentukan ini penting dalam menentukan
kualitas hasil dari PEMIRA tersebut. Pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dapat
didapatkan sebanyak-banyaknya dari PEMIRA. Bukan hanya sebagai momen suksesi bagi
lembaga kemahasiswaan di sebuah kampus saja, PEMIRA juga menjadi kegiatan pembuktian
tegaknya demokrasi mahasiswa. Optimalisasi masing-masing peran dalam PEMIRA dapat
menjadi pemicu terwujudnya good governance di kampus tersebut. Oleh karena itu jadikan
PEMIRA ini benar-benar menjadi pesta Demokrasi Mahasiswa yang sehat dan bersih

Tahun 2045 Indonesia memasuki generasi emas. Hal tersebut menuntut Indonesia untuk
mempersiapkan generasi mudanya siap menghadapi momen tersebut dengan baik, sehingga
generasi emas menjadi tangguh dan berfikir maju akan tetapi selalu memegang teguh nilai-nilai
Pancasila. Generasi emas 2045 merupakan harapan masa depan bangsa Indonesia. Pendidikan
merupakan media yang sangat sentral dalam mempersiapkan generasi emas terutama
karakternya. Karakter yang harus dibangun haruslah bersifat holistik dan komprehensif berbasis
pancasilais. Pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu tetapi juga nilai-nilai terutama karakter.

Karakter yang ditanamkan pada diri generasi emas haruslah berbasis tiga aspek yakni nilai
kejujuran, nilai kebenaran dan nilai keadilan, namun krisis bangsa adalah krisis sumber daya
manusia, utamanya krisis karakter. Karakter adalah perilaku relatif permanen yang bersifat baik
atau kurang baik. Generasi 2045 disebut “berkarakter generasi emas” haruslah memiliki sikap
positif, pola pikir esensial, komitmen normatif dan kompetensi abilitas, dan berlandasan IESQ.
Sikap positif adalah representasi perilaku tentang nilai Pancasila dan nilai kemanusiaan. Pola
pikir esensial adalah perilaku tidak hanya berlandaskan pertimbangan rasional dan pembuktian
empirik, melainkan juga suprarasional. Komitmen normatif adalah kesetiaan atau loyalitas
berbasis spirit internal. Kompetensi abilitas adalah profesionalitas pada tingkat seni. Landasan
IESQ adalah fokus pendidikan pada kecerdasan komprehensif. Karakter Generasi Emas 2045
adalah kekuatan utama membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya dan
bermartabat.
Namun berbicara generasi emas tidak terlepas dari yang namanya teknolog bahkan
teknologi hari ini sudah dijadikan sebagaii kebutuhan pokok bagi umat manusia lebih-lebih
untuk regenerasi abad 21 Adalah abad yang berbeda dengan Abad 20. Pada Abad 21
Perkembangan teknologi begitu cepat, persaingan antar bangsa begitu tinggi, dan karenanya
dibutuhkan generasi yang kuat, cerdas, kreatif, responsif, dan berkarakter sehingga mampu
menjaga jatidiri bangsa dan budaya nasional. Menurut para analis, situasi Abad 21 ditandai
setidaknya 6 (enam) kecenderungan (Kemendikbud, 2016):
1) berlangsungnya revolusi digital yang semakin luar biasa yang mengubah sendi-sendi
kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan kemasyarakatan, termasuk pendidikan;
2) terjadinya integrasi belahanbelahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi,
globalisasi, hubunganhubungan multilateral teknologi komunikasi dan teknologi transportasi;
3) berrlangsungnya pendataran dunia (the world is flat) sebagai akibat berbagai perubahan
mendasar dimensididmensi kehidupan manusia terutama akibat mengglobalnya korporasi dan
individu
4) sangat cepatnya perubahan dunia yang mengakibatkan dunia tampak berlari tunggang
langgang, ruang tampak menyempit, waktu terasa ringkas, dan keusangan segala sesuatu cepat
terjadi;
5) semakin tumbuhnya masyarakat padat pengetahuan (knowledge society) masyarakat
informasi (information society), dan masyarakat jaringan (nerwork society) yang membuat
pengetahuan, informasi, dan jaringan menjadi modal sangat penting; dan makin tegasnya
fenomena abad kreatif beserta masyarakat kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi
sebagai modal penting untuk individu, perusahaan dan masyarakat. Keenam hal tersebut telah
memunculkan tatanan baru, ukuran-ukuran baru, dan kebutuhan-kebutuhan baru yang berbeda
dengan sebelumnya, yang harus direspon, dipenuhi, diantisipasi melalui pendidikan.
Jika pendidikan mampu merespon dan memenuhi serta mengantisipasi secara tepat, maka
Indonesia tidak saja mampu menjawab tantangan yang ada tetapi juga mampu mempengaruhi
dan mewarnai corak ragam kehidupan masa depan sehingga kehidupan dunia menjadi penuh
dengan kearifan, etika dan moralitas di tengah-tengah percepatan dan kehidupan yang global.
Sebaliknya jika pendidikan gagal merespon, memenuhi dan mengantisipasi globalisasi
kehidupan, maka generasi emas 2045 yang merupakan bonus demografi, akan tidak punya
makna yang berarti, dan bahkan dapat menjadi beban bangsa dan negara. generasi emas 2045
adalah generasi satu abad setelah kemerdekaan Indonesia 1945.

Generasi emas 2045 sering digambarkan sebagai masa dimana bangsa Indonesia
mendapatkan bonus demografi karena pada tahun 2045 struktur penduduk Indonesia sebagian
besar adalah kaum muda yang potensial untuk membangun dan memajukan bangsa. Mereka lahir
pada tahun 2000 - 2010 yang pada tahun 2045 akan berusia antara 35 – 45 tahun, usia yang
sangat produktif yang menurut teori psikologi berada dalam masa dewasa tengah. dalam timeline
generation, mereka disebut sebagai generasi . Generasi ini dilahirkan oleh generasi dan generasi
yang lahir antara tahun 1960 – 1980. Generasi dan Generasi dilahirkan oleh Generasi Baby
Boomers antara 1940 – 1960

Anda mungkin juga menyukai