Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENELITIAN

PEMANFAATAN ANALISIS GEOSTATISTIK DAN BIG DATA UNTUK


PENGEMBANGAN PETA PREDIKSI RISIKO COVID-19 UNTUK
PENGUATAN SURVEILANS COVID-19 DI INDONESIA

Tim Penulis:
Pandji Wibawa Dhewantara
Muhammad Umar Riandi
Tri Wahono
Wawan Ridwan
Andri Ruliansyah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
LOKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PANGANDARAN
2020
RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyakit Coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit menular baru disebabkan oleh


jenis baru corona virus (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2, SARS-CoV-
2). COVID-19 pertama kali dilaporkan di kota Wuhan, Hubei, China pada Desember
2019. Hingga laproan ini disusun (per 27 November 2020), kasus terkonfirmasi
COVID-19 di dunia telah mencapai lebih dari 60 juta kasus terkonfirmasi dan
menyebabkan 1,4 juta kematian. Sementara, kasus COVID-19 di Indonesia mencapai
lebih dari 500 ribu kasus dan 16 ribu kematian, dengan sebagian besar kasus
terlaporkan di DKI Jakarta (25%).
Penelitian telah dilakukan untuk menganalisis pola sebaran spasial kasus COVID-19,
baik di level nasional, sub-nasional maupun lokal. Penelitian dilakukan untuk
mengidentifikasi hotspots COVID-19 di Indonesia serta variasi risiko COVID-19 di
Indonesia dengan mempertimbangkan faktor-faktor faktor-faktor sosiodemografi,
lingkungan dan status kesehatan. Penelitian menggunakan data kasus COVID-19
terkonfirmasi laboratorium yang tercatat pada periode 2 Maret 2020 hingga 30 Juni
2020 yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan RI. Data-data faktor
sosiodemografi, lingkungan dan kesehatan lainnya diperoleh dari berbagai sumber.
Secara umum, sebaran geografis kasus COVID-19 menyebar secara bervariasi di
level nasional, sub-nasional dan lokal. Di level nasional, penelitian menunjukkan
bahwa risiko COVID-19 bervariasi antar provinsi dan dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk dan konektivitas antara satu daerah dengan daerah lain. Dengan
menggunakan teknik analisis spasial Moran, kasus COVID-19 baik di tingkat sub-
nasional dan lokal mengindikasikan adanya pengelompokan (clustering). Hal ini
menunjukkan adanya faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran transmisi
COVID-19. Lebih jauh, penelitian di level sub-nasional menggambarkan adanya
overlapping burden antara COVID-19 dan penyakit-penyakit menular (PM) dan tidak
menular (PTM) seperti TB dan diabetes. Excess risk COVID-19 tiap daerah bervariasi
tergantung pada tingkat prevalensi TB dan diabetes, kepadatan penduduk dan rasio
tempat tidur (TT). Pada skala lokal, variasi insiden COVID-19 teramati di level
kelurahan di episenter COVID-19 DKI Jakarta. Komposisi demografi dan kepadatan
penduduk menentukan variasi risiko COVID-19 di DKI Jakarta, dimana kelurahan
yang didominasi dengan proporsi populasi 50 tahun, risiko COVID-19 cenderung
1,3x lebih tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan analisis spasial dan statistik
dapat dipergunakan sebagai tools bagi pemerintah dalam menyusun rencana
intervensi di daerah. Dengan menggunakan data-data yang tersedia, maka analisis
spasial dapat membantu dalam memahami pola sebaran COVID-19, mengeksplorasi
dan mengidentifikasi hotspot COVID-19 dan faktor-faktor yang menentukannya, serta
mengestimasi besaran risiko suatu wilayah dengan menginkorporasikan faktor-faktor
sosiodemografi, lingkungan dan lainnya.
Pada studi kasus analisis di level nasional mengisyaratkan bahwa konektivitas antara
satu daerah dengan daerah lain (yang ditunjukkan dengan kepadatan jalur
penerbangan) sangat menentukan risiko penyebaran COVID-19. Oleh karena itu,

ii
penguatan intervensi seperti pembatasan sosial selain promosi praktek 3M (menjaga
jarak, memakai masker dan menghindari kerumunan), sangat disarankan. Sistem
penapisan (screening) pelaku perjalanan di lokasi awal dan tujuan perjalanan perlu
diperkuat.
Pada studi kasus analisis di level subnasional (di Pulau Sumatera), mengindikasikan
bahwa potensi beban ganda penyakit (COVID-19 dan penyakit PM-PTM) di suatu
wilayah sangat besar, sehingga penguatan tidak hanya diperlukan dalam
pengendalian COVID-19 melainkan juga dibutuhkan program penguatan
pengendalian penyakit PM-PTM seperti TB dan diabetes. Pelayanan PM dan PTM
untuk masyarakat harus tetap optimal, namun dengan tetap memperhatikan protokol
kesehatan COVID-19. Pelayanan bersifat jarak jauh berbasis teknologi informasi (TI)
seperti telemedicine atau e-health dapat menjadi alternatif di era pandemi.
Pada studi kasus analisis di level lokal (di DKI Jakarta) mengisyaratkan bahwa teknik
analisis spasial dapat diutilisasi untuk menentukan wilayah-wilayah berisiko tinggi
pada tingkat mikro (kelurahan) dan mengestimasi populasi berisiko tinggi, sehingga
membantu pemerintah setempat dalam menentukan desain intervensi yang efektif
dan efisien.
Pendekatan teknik analisis spasial dan pemanfaatan Big Data dapat menjadi tools
dalam membantu Dinas Kesehatan setempat dalam menentukan area/wilayah
intervensi prioritas hingga level wilayah administrasi terkecil (spesifik), mengestimasi
populasi terdampak dan kebutuhan sumberdaya (pendanaan, SDM dan logistik).
Selain itu, Big Data (seperti data mobilitas) dapat digunakan untuk
memantau/mengevaluasi dampak intervensi (pembatasan sosial) dan pengambilan
keputusan. Pendekatan analisis spasial/temporal dan utilisasi Big Data sudah
seharusnya diinternalisasikan dalam sistem surveilans yang ada – baik di tingkat
nasional maupun daerah. Penelitian ini memberikan kerangka integrasi analisis
spasial-temporal dalam surveilan COVID-19 di Indonesia.

iii
SK PENELITIAN

iv
v
vi
SUSUNAN TIM PENELITIAN

Nama Keahlian/Kesarjanaan Jabatan dalam Tugas


penelitian
Pandji Wibawa Dhewantara, Epidemiologi (S3) Ketua Mengkoordinir
S.Si., M.I.L keseluruhan
penelitian,
dan
penyusunan
laporan
M. Umar Riandi, S.Si., M.Si Entomologi (S2) Anggota Membantu
dalam
pengumpulan
data dan
analisis
sumber daya
Tri Wahono, drh., M.Sc Kedokteran Tropis (S2) Anggota Membantu
dalam
pengumpulan
data dan
analisis
sumber daya
Wawan Ridwan, SKM. Kesehatan Masyarakat Anggota Membantu
(S1) dalam
pengumpulan
data dan
analisis
sumber daya
Andri Ruliansyah, SKM., Geografi (S2) Anggota Membantu
MSc dalam
pengumpulan
data dan
analisis
sumber daya
Usman Syarifudin, S.Kom Ilmu Komputer (S1) Admnistrator Membantu
administrasi
penelitian

vii
PERSETUJUAN ETIK

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga laporan penelitian “PEMANFAATAN ANALISIS
GEOSTATISTIK DAN BIG DATA UNTUK PENGEMBANGAN PETA PREDIKSI
RISIKO COVID-19 UNTUK PENGUATAN SURVEILANS COVID-19 DI INDONESIA”
ini dapat diselesaikan.
Laporan penelitian ini memuat informasi tentang pola sebaran spasial dan
temporal kasus COVID-19 di Indonesia, baik di level nasional, subnasional maupun
local. Dengan menggunakan pendekatan analisis spasial dan teknologi sistem
informasi geografis (SIG), penelitian ini memberikan perspektif epidemiologi spasial
COVID-19 di Indonesia. Selain itu, penelitian ini menyediakan peta-peta prediktif risiko
COVID-19 di Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
panduan maupun dasar dalam pengembangan spatial decision support system untuk
penangangan COVID-19 di Indonesia.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala
Badan Litbangkes Kemenkes RI, Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat,
Kepala Loka Litbangkes Pangandaran, dan Tim PPI Puslitbang Upaya Kesehatan
Masyarakat yang telah mendukung penelitian ini, serta Kepala Pusat Data dan
Informasi Kesehatan Kemenkes RI yang telah memberikan ijin untuk memanfaatkan
data COVID-19 di Indonesia, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dalam waktu
yang telah ditetapkan. Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan,
untuk itu kritik dan saran guna menyempurnakan penelitian ini sangat kami harapkan.

Pangandaran, 30 Desember 2020

Tim Peneliti

x
UCAPAN TERIMA KASIH

Kami, tim penelitian, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


1. Slamet, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Ir. Doddy Izwardy, MA, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya
Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI
3. Rosiana Kali Kulla, SKM., Kepala Loka Litbangkes Pangandaran,
Balitbangkes, Kemenkes RI
4. Dr. Miko Hananto SKM., M.Kes., Ketua Panitia Pembina Ilmiah, Puslitbang
Upaya Kesehatan Masyarakat, Balitbangkes, Kemenkes RI
5. Prof. Dr. M. Soedomo, Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Balitbangkes,
Kemenkes RI
6. Dr. Anas Ma’ruf, MKM., Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian
Kesehatan RI.

xi
ABSTRAK

Penyakit Coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit menular baru disebabkan


oleh jenis baru virus corona (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2,
SARS-CoV-2). Pandemi COVID-19 menyerang lebih dari 150 negara, termasuk
Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pola sebaran kasus COVID-19 di
Indonesia, mengidentifikasi hotspot COVID-19 dan mengestimasi risiko COVID-19,
baik di level nasional, sub-nasional maupun lokal. Data kasus COVID-19
terkonfirmasi laboratorium periode Maret – Juni 2020 dianalisis dengan pendekatan
spasial. Analisis Moran’s dan local Moran dilakukan untuk mendeteksi pola sebaran
kasus dan hotspot penularan COVID-19. Analisis pemodelan Bayesian conditional
autoregression (CAR) dilakukan untuk mengetahui effect size dari beberapa faktor
sosiodemografi dan lingkungan terhadap variasi risiko COVID-19. Selain itu, analisis
regresi spasial dilakukan untuk memperkirakan excess risk COVID-19 yang
disebabkan oleh beberapa prevalensi penyakit dan kepadatan penduduk di level
sub-nasional. Berdasarkan analisis, penelitian ini menunjukan bahwa penyebaran
kasus COVID-19 bervariasi secara spasial, baik di level nasional, sub-nasional
maupun lokal. Di level nasional, tingginya kepadatan penduduk dan proporsi wilayah
perkotaan serta konektivitas (yang diindikasikan dengan densitas jaringan
penerbangan domestik) menentukan tinggi rendahnya risiko COVID-19.
Berdasarkan analisis diperoleh bahwa Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Jawa
Timur merupakan tiga daerah dengan potensi risiko COVID-19 tertinggi setelah DKI
Jakarta. Di level sub-nasional (studi kasus Pulau Sumatera), insiden COVID-19 pun
bervariasi antar kabupaten/kota yang mengindikasikan adanya variasi determinan
penularan COVID-19. Analisis terhadap pengaruh prevalensi tuberculosis, diabetes,
hipertensi terhadap excess risk COVID-19 juga bervariasi secara spasial. Pada level
lokal (studi kasus di DKI Jakarta), menunjukan bahwa variasi risiko COVID-19 pun
tampak antar kelurahan/desa. Kelurahan/desa dengan populasi  50 tahun yang
lebih besar, diperkirakan memiliki risiko relatif 1,4 kali lebih besar dibandingkan
daerah lainnya (RR = 1.391; 95% CrI: 1.135-1.721). Penelitian ini menyimpulkan
bahwa risiko COVID-19 bervariasi antar provinsi, antar kabupaten/kota bahkah
antara wilayah terkecil (desa/kelurahan), mengindikasikan bahwa adanya variasi
faktor-faktor risiko antar wilayah. Analisis spasial dapat digunakan dalam membantu
memahami pola sebaran, daerah berisiko tinggi (hotspot) dan mengestimasi
populasi berisiko/terdampak. Ketiga informasi tersebut sangat penting sebagai
landasan dalam perencanaan dan implementasi intervensi (a.l., karantina wilayah,
sasaran testing, penguatan surveilans dan sistem kesehatan) di suatu wilayah untuk
mengendalikan COVID-19.
Kata Kunci: COVID-19, Indonesia, analisis spasial, hotspot, studi ekologi, pemetaan

xii
DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................................... ii


SK PENELITIAN ..................................................................................................................... iv
SUSUNAN TIM PENELITIAN ................................................................................................ vii
PERSETUJUAN ETIK ........................................................................................................... viii
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG .................................................................. ix
KATA PENGANTAR ................................................................................................................x
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................................... xi
ABSTRAK .............................................................................................................................. xii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... xvi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah Penelitian ................................................................................ 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................................. 5
1.4 Hipotesis ................................................................................................................... 5
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 6
2. METODE ......................................................................................................................... 6
2.1 Kerangka Teori ......................................................................................................... 6
2.2 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................................... 7
2.3 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian .................................................................... 8
2.4 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................. 8
2.5 Populasi dan Sampel ................................................................................................ 8
2.6 Estimasi Besar Sampel, Cara Pemilihan, dan Penarikan Sampel............................ 8
2.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................................... 8
2.8 Variabel dan Definisi Operasional Variabel .............................................................. 9
2.9 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ................................................................ 10
2.10 Prosedur Penelitian ................................................................................................ 10
2.11 Analisis Data ........................................................................................................... 11
2.12 Persetujuan Etik Penelitian ..................................................................................... 17
3. HASIL ............................................................................................................................ 17
3.1 Analisis spasial COVID-19 pada level nasional ...................................................... 17
3.2 Analisis spasial COVID-19 pada level sub-nasional ............................................... 21
3.3 Analisis spasial COVID-19 pada level lokal ............................................................ 27

xiii
4. PEMBAHASAN .............................................................................................................. 39
4.1 Analisis spasial pada skala nasional ...................................................................... 39
4.2 Analisis spasial pada skala sub-nasional: Studi Kasus Sumatera.......................... 41
4.3 Analisis Big data dan spasial pada skala lokal: Studi kasus COVID-19 di DKI
Jakarta............................................................................................................................... 41
4.4 Rekomendasi .......................................................................................................... 43
4.5 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 45
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 46
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 46
5.2 Saran ...................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 47

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel .................................................................................... 9


Tabel 2 Ringkasan Metode yang digunakan pada setiap level analisis ............................... 15
Tabel 3 Ringkasan statistik kasus COVID-19 di Pulau Sumatera ........................................ 22
Tabel 4 Estimasi parameter efek variabel independent terhadap insiden COVID-19
berdasarkan regresi spasial dengan Ordinary Least Square (OLS) ..................................... 24
Tabel 5 Koefisien regresi dan 95% credible interval (CrI) untuk model spasial Bayesian
unstructured and structured COVID-19 di Jakarta ................................................................ 37

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori ...................................................................................................... 7


Gambar 2 Kerangka Penelitian .............................................................................................. 8
Gambar 3 Prosedur penelitian ............................................................................................. 11
Gambar 4 Insiden COVID-19 per 100,000 populasi (per Juni 2020) per provinsi, Indonesia
.............................................................................................................................................. 18
Gambar 5 Standardized Incidence Rate COVID-19 (per Juni 2020) per provinsi, Indonesia
.............................................................................................................................................. 18
Gambar 6 Kepadatan penduduk (orang/km2) per provinsi di Indonesia ............................... 19
Gambar 7 Proporsi wilayah perkotaan berdasarkan provinsi di Indonesia .......................... 19
Gambar 8 Sebaran jumlah kasus COVID-19 per provinsi (per Juni 2020) dan indeks
densitas relatif jaringan penerbangan domestik dari episenter COVID-19 Jakarta .............. 20
Gambar 9 Risiko relatif COVID-19 berdasarkan pemodelan spasial CAR dengan
memperhatikan variasi kepadatan penduduk, proporsi wilayah perkotaan dan konektivitas 21
Gambar 10 Incidence rate (per 100,000 orang) (kiri) dan Standardized Morbidity Ratio
(SMR) COVID-19 (kanan) di Kabupaten/Kota di Sumatera (periode Maret-Juni 2020)........ 22
Gambar 11 Scatter plot analisis Moran’s I insiden COVID-19 di Pulau Sumatera (per Juni
2020) ..................................................................................................................................... 23
Gambar 12 Distribusi jumlah penduduk, kepadatan, prevalensi merokok dan prevalensi
beberapa penyakit (berdasarkan Riskesdas 2018) per kabupaten/kota di Sumatera .......... 25
Gambar 13 Excess risk COVID-19 berdasarkan jumlah populasi, kepadatan dan beberapa
ko-morbiditas ........................................................................................................................ 26
Gambar 14 Tren kasus konfirmasi dan kematian karena COVID-19 di Jakarta dan Indonesia
pada periode 1 Maret 2020 – 28 Juni 2020 (Sumber: https://corona.jakarta.go.id/id ; Hub
InaCOVID-19, http://covid19.bnpb.go.id/ ; diakses pada 2 Juli 2020).................................. 31
Gambar 15 Perubahan temporal mobilitas (dalam jumlah kilometer ditempuh) penduduk di
DKI Jakarta (berdasarkan data Waze, https://www.waze.com/covid19) .............................. 32
Gambar 16 Distribusi kasus harian COVID-19 dan tren perubahan mobilitas penduduk pada
periode Maret-November 2020 di DKI Jakarta ..................................................................... 32
Gambar 17 Koefisien Pearson correlation (r) dengan lag kasus COVID-19 ........................ 33
Gambar 18 Sebaran Crude Incidence dan standardized morbidity rates (SMR) COVID-19
pada level kelurahan di DKI Jakarta (periode 1 Maret – 6 Juni 2020). ................................. 34
Gambar 19 Karakteristik sosio-demografi per kelurahan di DKI Jakarta ............................. 35
Gambar 20 Distribusi spasial dan temporal hotspots COVID-19 di DKI Jakarta pada periode
1 Maret – 6 Juni 2020. .......................................................................................................... 36

xvi
Gambar 21 Risiko relatif (RR) COVID-19 per kelurahan di DKI Jakarta (periode 1 Maret – 6
Juni 2020) setelah memperhitungkan faktor-faktor sosiodemografi berdasarkan pemodelan
Bayesian CAR. ...................................................................................................................... 38
Gambar 22 Peta posterior mean of unstructured dan structured random effect pemodelan
Bayesian CAR untuk COVID-19 di Jakarta (Periode 1 Maret – 6 Juni 2020). ...................... 39
Gambar 23 Kerangka usulan internalisasi pendekatan geospasial dan Big Data untuk
surveilan dan pengendalian COVID-19 di Indonesia ............................................................ 44

xvii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019, 202 negara telah
melaporkan adanya kasus Coronavirus baru. Pathogen yang telah teridentifikasi
sebagai betacoronavirus RNA baru dan dinamakan severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), memiliki kesamaan filogenetik dengan
SARS-CoV. Pada tanggal 12 Februari 2020, World Health Organization (WHO) resmi
menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan
Coronavirus Disease (COVID-19). Situasi terkini sampai dengan laporan ini disusun
(29 November 2020), kasus positif COVID-19 telah mencapai lebih dari 60 juta kasus
dan 1,4 juta kematian di 218 negara (WHO, 2020).

Banyak laporan telah mengkonfirmasi bahwa penularan COVID-19 terjadi dari


manusia ke manusia. Penularan dari manusia ke manusia yang terjadi pada MERS‐
CoV dan SARS ‐ CoV diperkirakan terjadi melalui droplet (tetesan) yang dihasilkan
ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Peristiwa ini mirip dengan penularan
Influenza dan pathogen pernafasan lainnya. Inokulasi melalui kontak "fomite-to-face"
diduga sebagai kontributor signifikan terhadap penyebaran virus. Tanda dan gejala
umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam,
batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi
terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan
pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-
tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam,
dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen
menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru (Kementerian Kesehatan RI,
2020). Baru-baru ini, kasus pertama penularan asimptomatik dilaporkan (Lu et al.,
2020), meskipun teorinya tetap tidak terbukti. Perkembangan ini menimbulkan
kekhawatiran bahwa COVID-19 mungkin mirip dengan virus lain seperti cacar air dan
campak yang penularannya terjadi selama masa inkubasi atau dari pasien dengan
penyakit ringan.

Penularan COVID-19 semakin meluas dan tersebar ke beberapa negara dalam waktu
yang sangat cepat. Sejak tanggal 30 Januari 2020, Direktorat Jenderal WHO
menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Cina termasuk
kategori “sangat tinggi”, transmisi lokal (bukan kasus import dan kasusnya masih
bersikulasi) yang telah tercatat di WHO diantaranya adalah Cina, Singapura, Jepang,
Republik Korea, Malaysia, Vietnam, Thailand, Amerika Serikat, Jerman, Perancis,UK,
Uni Emirat Arab, Australia, Mesir, Iran, Italia, dan Kanada, termasuk Indonesia. Pada
tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemi. Oleh karena
itu, diperlukan penanganan dan intervensi yang cepat untuk memutus rantai
penularan (WHO, 2020).

Pada awal Maret 2020, dua kasus positif COVID-19 dilaporkan di Jawa Barat,
Indonesia. Hal ini mendorong diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/104/2020 yang menyatakan bahwa infeksi Novel Corona (2019 n-
CoV) sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangannya. Untuk memperkuat koordinasi dan sinergi lintas kementerian
dan pemerintah daerah dalam mengatasi COVID-19, pada tanggal 13 Maret 2020,
Satuan Gugus Tugas (Satgas) Percepatan Penangangan COVID-19 dengan diketuai
oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dibentuk oleh
Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020. Dengan kian
meningkatnya jumlah kasus dan sebaran COVID-19, pembentukan Satgas di level
nasional mendorong pembentukan satgas di tiap daerah. Meski diduga masih banyak
kasus yang tidak terlaporkan dan terdeteksi (underreported dan underestimated).
Hingga laporan ini disusun (29 November 2020), kasus COVID-19 di Indonesia telah
mencapai lebih dari 500 ribu kasus positif dan 16 ribu kematian dan 34 provinsi telah
terjangkit dan ini diperkirakan (BNPB, 2020).

Satgas Percepatan Penangangan COVID-19 Kementerian Kesehatan RI melakukan


berbagai upaya pencegahan terhadap penularan COVID-19 yaitu cegah tangkal
(screening) di seluruh pintu masuk negara, baik lewat darat, laut maupun udara.
Dalam upaya mengakselerasi pengendalian transmisi COVID-19 di masyarakat,
berbagai langkah telah dilakukan oleh Pemerintah antara lain anjuran untuk
mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), social/physical distancing, uji
massal dengan rapid test (RDT), disinfeksi, dan penguatan surveilans (pemanfaatan
peta sebaran, contact tracing, dll). Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 21 Tahun

2
2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk terus menekan
penularan COVID-19 di Indonesia. Beberapa daerah antara lain Jakarta, Depok,
Bogor, Tangerang dan Bekasi telah memberlakukan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB).

Dalam rangka penguatan surveilans untuk mempercepat penanganan pandemi


COVID-19, pemerintah daerah telah menginisiasi salah satunya dengan membuat
peta sebaran COVID-19 di wilayahnya. Peta ini dibuat dengan mengacu pada data
kasus COVID-19. Untuk memastikan bahwa intervensi dilakukan tepat sasaran dan
risk-based surveillance dapat diimplementasikan secara efektif, maka sangat
diperlukan peta sebaran klaster berisiko tinggi dan juga peta prediktif risiko COVID-19
dengan mempertimbangkan faktor-faktor penentu (prediktor) penularan COVID-19.
Sejumlah studi telah mendokumentasikan faktor-faktor yang mendorong wabah SARS
dan meluasnya penularan antara lain temperature dan kelembaban (Casanova et al.,
2010; Chan et al., 2011), pergerakan manusia yang diperoleh dari big data (data
pengguna telepon seluler/media sosial) (Wu et al., 2020). Kepadatan penduduk
merupakan salah satu faktor risiko penularan virus flu burung H5N1 di Indonesia
(Henning et al., 2019) dan Vietnam (Mellor et al., 2018). Tosepu et al. (2020)
mengungkapkan adanya indikasi korelasi antara cuaca dan kasus COVID-19 di
Jakarta.

Salah satu pendekatan epidemiologi yang berkenaan dengan mempelajari geografi


penyakit atau wabah dan menganalisis determinan penyakit yang berhubungan
dengan variasi risiko penularan dalam ruang dan waktu tertentu dikenal dengan
epidemiologi spasial (Elliott and Wartenberg, 2004). Perkembangan teknologi sistem
informasi geografis dan metode-metode analisis statistik spasial memberikan peluang
untuk memahami lebih mendalam tentang pola sebaran penyakit dan proses-proses
dinamis yang menyebabkan terbentuknya pola sebaran penyakit tersebut. Analisis
spasial dikategorikan ke dalam tiga aspek yaitu pemetaan, eksplorasi (identifikasi
klaster area berisiko tinggi dan faktor risiko potensial yang berhubungan dengan
klaster berisiko tinggi), dan pemodelan (terdiri atas pemodelan non-spasial dan
spasial untuk mengestimasi variasi distribusi risiko berdasarkan variabel-variabel
dependen) (Diggle and Ribeiro, 2007). Teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat
diaplikasikan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang berperan
dalam distribusi penyakit di suatu wilayah (Elliott and Wartenberg, 2004). Gabungan

3
teknologi SIG dan metode statistik spasial memungkinkan untuk mengkuantifikasi,
memprediksi dan memetakan sebaran risiko atau endemisitas baik di level global,
nasional, maupun lokal. Penerapan analisis dan pemodelan spasial (peta prediksi)
untuk mendukung sistem surveilans dan pengendalian penyakit telah banyak
didokumentasikan di sejumlah studi penyakit menular dan zoonosis seperti SARS
(Wang et al., 2006) dan H5N1 (Alkhamis et al., 2016; Bui et al., 2017).

Penelitian ini merupakan studi ekologis dengan mengaplikasikan analisis statistik


spasial dan pemodelan spasial-temporal menggunakan data kasus COVID periode
Maret 2020 serta memanfaatkan big data untuk menganalisis tren pola sebaran kasus
COVID-19 di Indonesia, mengidentifikasi daerah-daerah berisiko tinggi,
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan dan sosio-demografi yang berhubungan
dengan variasi spasial dan temporal, serta mengggunakan faktor-faktor tersebut untuk
memprediksi risiko penularan COVID-19. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi landasan kebijakan penguatan pengendalian COVID-19 dan pengembangan
sistem surveilans COVID-19 berbasis SIG dan big data di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat dari hari ke hari dan hampir seluruh
kabupaten/kota saat ini telah terjangkit COVID-19. Risiko penularan COVID-19
mungkin akan bervariasi secara geografis antar kabupaten/kota maupun antara
wilayah (desa, kelurahan atau kecamatan) dalam satu kabupaten/kota dikarenakan
oleh perbedaan epidemiologi, faktor-faktor sosioekologi termasuk di antaranya variasi
sosiodemografi (proporsi populasi berisiko, kepadatan penduduk serta pola
mobilitas/pergerakan penduduk) dan ada atau tidaknya intervensi untuk menekan
penularan COVID-19 (PSBB).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang SARS dan flu burung (H5N1), variasi
kepadatan penduduk dan laju importasi (migrasi internal) penduduk dalam suatu
wilayah merupakan faktor penting yang menentukan laju dan sebaran transmisi
penyakit menular. Indonesia, memilki heterogenitas yang tinggi dalam kepadatan

4
penduduk dan pergerakan penduduk, sehingga hal ini dapat menciptakan variasi
dalam sebaran risiko COVID-19.

Hingga saat ini, informasi tentang pola dan tren distribusi geografis kasus COVID-19
di level nasional maupun lokal di Indonesia dan faktor-faktor epidemiologis yang
mempengaruhinya masih sangat terbatas. Padahal, informasi ini sangat diperlukan
untuk memandu implementasi surveilans dan memastikan intervensi yang akan
dilakukan tepat sasaran. Peta prediktif risiko penularan akan sangat diperlukan
sebagai tools untuk menjadi landasan pengambilan kebijakan intervensi: di mana
intervensi harus dipusatkan dan diperkuat dan membantu dalam menentukan berapa
sumberdaya yang harus dikerahkan

1.3 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola sebaran spasial-temporal kasus COVID-19 di Indonesia,


baik di level nasional, sub-nasional dan lokal?
2. Apakah faktor-faktor sosiodemografi dan lingkungan (kepadatan penduduk,
pergerakan penduduk, mobilitas) dapat menentukan variasi sebaran risiko
COVID-19 di Indonesia secara spasial di ketiga level tersebut?

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Sebaran kasus COVID-19 di Indonesia heterogen secara spasial dan temporal,


baik di level nasional (antar provinsi), sub-nasional (antar kabupaten/kota)
maupun lokal (antar desa dalam kota).
2. Variasi karakteristik sosiodemografi dan lingkungan mempengaruhi variasi
sebaran spasial dan temporal risiko COVID-19 di Indonesia.

Informasi tentang epidemiologi spasial COVID-19 serta pada skala nasional maupun
lokal (kota), sangat diperlukan sebagai landasan penentuan kebijakan untuk
penguatan surveilans dan pengendalian COVID-19 di Indonesia.

5
1.5 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum
Untuk memahami pola sebaran risiko dan faktor-faktor yang menentukan
variasi sebaran COVID-19 di Indonesia, baik di level nasional, sub-nasional
maupun lokal.

b. Tujuan Khusus
1. Menganalisis pola sebaran spasial-temporal kasus COVID-19;
2. Menentukan klaster-klaster berisiko tinggi (hotspot) COVID-19;
3. Mengukur pengaruh variasi faktor-faktor sosiodemografi, lingkungan dan
mobilitas terhadap pola sebaran risiko COVID-19;
4. Membuat peta prediksi sebaran risiko COVID-19, secara spasial dan/atau
temporal, dengan pendekatan pemodelan spasial.

1.6 Manfaat Penelitian

Luaran utama dari penelitian ini adalah peta prediksi risiko COVID-19 di Indonesia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi pembuat
kebijakan untuk mengevaluasi dan memperkuat surveilans dan intervensi
pengendalian COVID-19 di Indonesia.
Dari segi ilmiah, penelitian ini akan bermanfaat untuk memberikan pemahaman
tentang epidemiologi COVID-19. Bagi masyarakat umum, melalui penelitian ini
diharapkan masyarakat akan memperoleh informasi penting untuk memandu
masyarakat dalam melakukan langkah-langkah preventif mencegah penularan
COVID-19 dan meningkatkan kesadaran akan risiko penularan COVID-19.

2. METODE

2.1 Kerangka Teori

Penelitian ini dilandaskan pada gabungan teori epidemiologi tradisional (triad


epidemiologi) dan konsep epidemiologi spasial yang menyatakan bahwa kejadian
suatu penyakit (COVID-19) disebabkan adanya interaksi antara agen penyakit,

6
manusia (person) dan lingkungan pada suatu tempat (place) dan waktu (time)
tertentu (Giesecke, 2001, Elliott et al., 2001) (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka Teori

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Dalam konteks epidemiologi penyakit, tiga hal yakni orang (person), tempat (place)
dan waktu (time) adalah faktor utama terjadinya penularan. Penelitian ini akan
mempelajari sebaran COVID-19 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
(sosiodemografi. lingkungan), sehingga dapat diperoleh peta prediksi risiko COVID-
19 dengan memperhatikan variasi epidemiologis dan faktor risiko.

7
Gambar 2 Kerangka Penelitian

2.3 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian desk analysis dengan pendekatan
ekologis kuantitatif analitis dengan desain potong lintang (cross-sectional).

2.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan April-Desember 2020 di Indonesia. Analisis
dilakukan pada beberapa level, mulai level nasional (34 provinsi), sub-nasional
(studi kasus Pulau Sumatera) dan level local (studi kasus DKI Jakarta).

2.5 Populasi dan Sampel


Populasi penelitian adalah seluruh kasus COVID-19 di 34 provinsi di Indonesia.
Sampel penelitian adalah kasus COVID-19 terkonfirmasi laboratorium selama
periode 2 Maret -30 Juni 2020.

2.6 Estimasi Besar Sampel, Cara Pemilihan, dan Penarikan Sampel


Secara keseluruhan, data kasus COVID-19 yang akan dianalisis mencapai total
45.029 kasus (terhitung sampai 30 Juni 2020), tersebar di 34 provinsi di
Indonesia.

2.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi penelitian adalah data yang terlaporkan dan terkonfirmasi
laboratorium (RT-PCR) selama periode Maret – Juni 2020. Definisi kasus
mengacu pada kriteria Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19

8
revisi 5 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kementerian Kesehatan RI, 2020). Kriteria eksklusi penelitian adalah data
laporan kasus yang tidak lengkap (missing) atau belum terverifikasi.

2.8 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dependen penelitian adalah jumlah kasus/insiden positif COVID-19.


Variabel independen penelitian meliputi faktor sosiodemografi (usia, jenis
kelamin, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pergerakan
penduduk/mobilitas, prevalensi merokok, prevalensi penyakit existing antara
lain prevalensi tuberculosis, diabetes, hipertensi, rasio tempat tidur (TT),
proporsi penduduk berusia 20-49 dan 50 tahun, proporsi rumah tangga tinggal
di lingkungan kumuh. Faktor lingkungan seperti kepadatan jaringan jalan (road
density). Definisi operasional variabel diuraikan dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi
Kasus COVID-19 Kasus harian COVID-19 terkonfirmasi laboratorium dengan PCR

Kepadatan Jumlah populasi per satuan wilayah (orang/km2)


populasi
Laju Jumlah orang berpindah/bermigrasi dari suatu wilayah ke wilayah lain
migrasi/pergerakan (tahun 2019). Variabel ini menggunakan proxy jumlah/kepadatan jaringan
penduduk penerbangan domestik/konektivitas dari episenter ke daerah destinasi di
seluruh Indonesia. Kepadatan jaringan penerbangan dihasilkan dari
perhitungan/pembobotan jumlah penumpang dan jumlah penerbangan ke
beberapa destinasi di Indonesia. Mobilitas penduduk juga diindikasikan
dengan panjang/jarak kilometer ditempuh ((https://www.waze.com/covid19).
Kepadatan Panjang jalan dalam suatu area/polygon (km per km2) dihitung
jaringan jalan (road berdasarkan analisis spasial menggunakan perangkat lunak SIG.
density)
Proporsi penduduk Persentase penduduk usia 20-49 tahun
usia 20-49
Proporsi penduduk Persentase penduduk usia 50 tahun
usia 50 tahun
Rasio penduduk Rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin (sex-ratio)
berdasarkan jenis
kelamin (sex-ratio)

9
Jumlah rumah Jumlah rumah tangga tinggal di lingkungan kumuh
tangga tinggal di
lingkungan kumuh
Prevalensi Prevalensi merokok pada populasi > 15thn (berdasarkan RISKESDAS
merokok 2018)
Prevalensi Persentase responden yang pernah didiagnosis Tb paru oleh dokter
tuberculosis (berdasarkan RISKESDAS 2018)
Prevalensi Persentase diabetes melitus (15 tahun) menurut diagnosis dokter
diabetes (RISKESDAS 2018)
Prevalensi Persentase hipetensi (18 tahun) menurut diagnosis dokter (RISKESDAS
hipertensi 2018)
Rasio tempat tidur Rasio tempat tidur per 1000 penduduk (RIFASKES)
(TT)

2.9 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

Data kasus COVID-19 periode Maret 2020 diperoleh dari Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan). Data
bersifat anonimus (tidak mencirikan identitas pasien) meliputi data ID kasus, jenis
kelamin, usia, dan alamat berdasarkan lokasi desa, kecamatan, kabupaten/kota.

2.10 Prosedur Penelitian


Penelitian akan mencakup 5 tahapan termasuk persiapan penelitian, pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, dan pelaporan (termasuk diseminasi dan
publikasi). Uraian tahapan penelitian diilustrasikan pada Gambar 2 berikut:

10
Gambar 3 Prosedur penelitian

2.11 Analisis Data

Analisis data
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif akan dilakukan untuk menggambarkan karakteristik
sosiodemografis (usia, jenis kelamin) kasus COVID-19 (rerata harian, frekuensi,
standar deviasi, interquartile range-IQR [usia]).

Pemetaan
Pemetaan Crude Standardized Morbidity Ratio (SMR) COVID-19
Standardized morbidity ratio (SMR) merupakan rasio antara jumlah kasus yang
diamati (observed) terhadap jumlah kasus yang diharapkan (expected) pada
populasi total (Waller and Gotway, 2004). SMR dihitung dengan formula sebagai
berikut:

𝑦𝑖
𝑆𝑀𝑅 =
𝑒𝑖

Σ𝑦𝑖
Dengan 𝑒𝑖 = . 𝑛𝑖
Σ𝑛𝑖

11
Dimana yi adalah jumlah kasus COVID-19 yang teramati (observed) pada
wilayah i. ei adalah jumlah kasus COVID-19 yang diharapkan (expected) pada
wilayah i, dan ni adalah jumlah populasi pada wilayah i.

Pemetaan smoothed empirical Bayesian SMR


Spatial smoothing diperlukan untuk mengurangi efek variasi pada perhitungan
SMR yang diakibatkan oleh variasi jumlah populasi antara wilayah. Teknik spatial
smoothing akan menyesuaikan nilai (rates) khususnya pada unit spasial dengan
jumlah populasi yang rendah (Lawson, 2009). Teknik smoothing dengan
kerangka Bayesian akan dilakukan dengan menggunakan program GeoDa atau
R (package ‘spdep’).

Analisis autokorelasi spasial (clustering)


Analisis autokorelasi spasial dilakukan untuk menentukan adanya pola
kesamaan (clustering) nilai (misalnya insiden/prevalensi) antar unit spasial
(wilayah bertetangga) (neighbors) (Pfeiffer, 2008). Analisis clustering dibagi
menjadi dua, yaitu analisis autokorelasi pada level global (menentukan adanya
clustering pada seluruh wilayah studi namun tidak bertujuan untuk
mengidentifikasi lokasi klasternya) dan level lokal (analisis untuk menentukan
secara spesifik dimana klaster tersebut berada pada wilayah yang diamati).

Analisis autokorelasi spasial pada skala global dilakukan dengan statistik


Moran’s I dan semivariogram untuk menentukan apakah pola sebaran
terdistribusi acak atau mengelopmpok (clustered). Dilanjutkan dengan analisis
dengan menggunakan Local Indicator Spatial Association (LISA) berdasarkan uji
statistik lokal Moran’s I (Anselin and Florax, 1995) dan statistik Getis-Ord untuk
menentukan lokasi klaster berisiko tinggi COVID-19 (hotspots) dan coldspots
(Pfeiffer, 2008, Lawson, 2006).

Pemodelan
Pemodelan spasial-temporal
Pemodelan dilakukan dengan dua pendekatan: analisis pola area dan pola titik
(point-pattern analysis). Pada umumnya kedua pendekatan ini memiliki
kesamaan dalam tahap analisisnya yaitu pemodelan non-spasial, pemodelan

12
spasial, dan validasi. Conditional-autoregression (CAR) model akan digunakan
untuk analisis pola area. Sementara, untuk pendekatan point-pattern analysis,
pemodelan akan menggunakan pemodelan geostatistik (model-based
geostatitics, MBG).

1. Pemodelan non-spasial
Untuk mengidentifikai faktor-faktor yang signifikan secara statistik memiliki
hubungan dengan kasus COVID-19, maka dilakukan analisis univariabel
dan multivariable melalui uji korelasi Pearson, regresi linear. Variabel
diseleksi dan hanya variabel dengan Wald’s P-value > 0,02 yang disertakan
dalam model final. Autokorelasi spasial pada residual dari model final diuji
dengan uji statistik Moran’s I (analisis pola area) dan semivariogram
(analisis point-pattern). Anallisis statistik dilakukan dengan program
STATA.

2. Prediksi geospasial risiko infeksi COVID-19


b. CAR model
Model spasial-temporal Bayesian dibentuk untuk menguji pengaruh faktor-
faktor lingkungan dan sosiodemografi terhadap kasus COVID-19 dan
variabilitas spasial-temporal kasus COVID-19. Dengan persamaan model
diasumsikan rata-rata berdistribusi Poisson:

Yij ~ Poisson (ijEi)

Dimana Yijadalah jumlah kasus COVID-19 bulanan yang diamati


(observed) pada lokasi i dan hari j. ij menunjukan risiko relative jumlah
COVID-19 pada lokasi i dan hari j. Ei adalah jumlah kasus COVID-19 yang
diharapkan (expected) pada lokasi Iv (Lawson, 2009).

Log risiko relatif untuk model spasial-temporal dihitung dengan formula:

Log ij= 0 + 1 X ko-variat1 + 2 x ko-variat2 + …+ tj+ ui +vi + ij

13
Dimana, 0 adalah intersep; 1, 2, …n adalah koefisien untuk variabel 1, 2,
…, n; tjadalah tren waktu (hari) selama periode studi; uimenunjukan
autokorelasi spasial residual pada data (unstructured random effect) ;
vimenunjukkan heterogenitas tak terstruktur (unstructured heterogeneity,
tidak berautokorelasi spasial) yang mengindikasikan variasi skala mikro
pada lokasi i dimana vi berdistribusi normal dengan mean zero dan presisi
v ~ gamma (0,5;0,0005); ij menjelaskan variasi spasial-temporal random
effect (structured random effect) dengan mean zero dan presisi  ~ gamma
(0,5;0,0005).

Conditonal autoregressive (CAR) digunakan untuk pemodelan spatially


structured random effect (ui) sebagai fungsi ketetanggaan orde pertama
(first-order neighbours) u_i pada lokasi i (Diggle and Ribeiro, 2007, Lawson,
2009). Sebelumnya, keterkaitan spasial antar lokasi ditentukan dengan
menggunakan matriks ketetanggaan (adjacency weighted matrix). Jika dua
unit spasial/wilayah berbagi sisi maka diberikan bobot = 1 dan jika tidak
berbagi sisi/batas diberikan bobot = 0.
Pemodelan akan dilakukan dengan aplikasi statistik Bayesian,
OpenBUGS (https://www.mrc-bsu.cam.ac.uk/software/bugs/) dengan
simulasi Markov Chain Monte Carlo (MCMC) dengan iterasi inisial 5000
dan dilanjutkan dengan 10,000 iterasi hingga mencapai konvergensi pada
‘density plots’

Seleksi dan Validasi model


Model prediksi diseleksi mana yang lebih fit (best-fitting) berdasarkan nilain
deviance information criterion (DIC). Semakin rendah nilai DIC, maka
semakin baik/fit suatu model. Selanjutnya, model prediksi divalidasi
dilakukan dengan membagi data ke dalam dua subset data (training dan
validation data).

Pembuatan Peta Prediksi

Output dari model prediksi Bayesian berupa distribusi posterior random


effects terstruktur (structured) dan tidak terstruktur (unstructured), serta

14
interpolasi geostatistik random effect divisualisasikan dengan aplikasi
ArcGIS v10.5.

c. Regresi spasial dengan Ordinary Least Square (OLS)

Regresi spasial pendekatan OLS digunakan untuk menentukan pengaruh


variabel independen (kepadatan penduduk, prevalensi Tb, prevalensi
diabetes, dll) terhadap variabel dependen (kasus COVID-19), mengukur
efek dari variabel independen terhadap variabel dependen (kasus COVID-
19) dan memprediksi nilai variabel dependen. Pendekatan OLS adalah
dengan metode kuadrat terkecil. Persamaan regresi sebagai berikut:

Y = β0+∑k βXk + e

Dengan Y adalah variabel dependen (kasus COVID-19), Xk merupakan


variabel independent ke-k, β0 adalah intersep, k adalah jumlah variabel
independen variabel, β adalah slope coefficient masing-masing variabel
independent dan e adalah random error. Pembobotan spasial ditentukan
dengan pola kontiguitas Queen (kebertetanggaan suatu area didasarkan
karena semua sisi dan sudut suatu area yang berbatasan dengan area
yang lain). Koefisien deteriminasi (R2) dihitung.

Excess risk (risk difference) dihitung berdasarkan selisih antara nilai


prediksi risiko COVID-19 dengan nilai risiko COVID-19 terlaporkan. Peta
excess risk COVID-19 dibuat dengan menggunakan GeoDa 1.18
(https://geodacenter.github.io/). Ringkasan metode analisis untuk setiap
level unit analisis diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan Metode yang digunakan pada setiap level analisis

Level Metode
Nasional
Tujuan: Data: Output:
• Memetakan sebaran • Kasus terkonfirmasi COVID-19 per • Peta sebaran insiden
insiden dan SMR provinsi se-Indonesia (kumulatif periode (per 100,000) dan
COVID-19 per provinsi Maret-Juni 2020) (Kementerian SMR
• Memetakan distribusi Kesehatan RI, • Peta sebaran
kepadatan penduduk, https://infeksiemerging.kemkes.go.id/) kepadatan penduduk,

15
proporsi perkotaan • Proporsi wilayah perkotaan per provinsi proporsi wilayah
dan konektivitas jalur (BPS) perkotaan, indeks
transportasi udara • Kepadatan penduduk (BPS) kepadatan
• Mengestimasi risiko • Jumlah penerbangan domestik pada 34 konektivitas
relatif COVID-19 Bandara utama (Angkasa Pura, BPS) di transportasi udara
dengan Indonesia • Peta sebaran risiko
mempertimbangkan relatif COVID-19 per
kepadatan penduduk, Analisis: provinsi
proporsi daerah • Estimasi Crude Incidence (per 100,000)
perkotaan dan indeks dan SMR
konektivitas • Estimasi indeks kepadatan konektivitas
(transportasi udara) transportasi udara (pembobotan
berdasarkan jumlah penerbangan
domestik dari episenter DKI Jakarta dan
jumlah layover/transit)
• Estimasi risiko relative dengan
pemodelan CAR

Sub-nasional (Studi kasus Pulau Sumatera)


Tujuan: Data: Output:
• Memetakan sebaran • Kasus terkonfirmasi COVID-19 di • Peta sebaran insiden
insiden dan SMR Pulau Sumatera (data kasus (per 100,000) dan
COVID-19 per individual periode Maret-Juni 2020) SMR per
kabupaten/kota di P. (Sumber: Pusdatin Kemenkes RI) kabupaten/kota
Sumatera • Kepadatan penduduk kabupaten/kota • Peta sebaran
• Memetakan kepadatan (BPS) kepadatan penduduk,
penduduk, prevalensi • Rasio TT per kabupaten/kota rasio TT, prevalensi
TB, prevalensi (Rifaskes) merokok, prevalensi
diabetes, • Prevalensi merokok, diabetes, TB, TB, prevalensi
hipertensi per kabupaten/kota diabetes, prevalensi
(RISKESDAS 2018) hipertensi
• Estimasi parameter
Analisis: efek variabel prediktor
• Estimasi Crude Incidence (per 100,000) terhadap insiden
dan SMR COVID-19 Kabupaten/kota COVID-19
• Analisis global Moran’s I (clustering) • Peta variasi excess
• Regresi spasial Ordinary Least Square risk COVID-19 per
(OLS) kabupaten/kota di
Sumatera

Lokal (Studi kasus DKI Jakarta)


• Mengetahui hubungan Data: Output:
intervensi pembatasan • Kasus harian terkonfirmasi COVID-19 • Peta sebaran
sosial, mobilitas dan laju (periode Maret-November 2020) insiden (per
kasus harian COVID-19 (https://corona.jakarta.go.id/id). 100,000) dan SMR
• Memetakan sebaran • Mobiitas penduduk level kelurahan
insiden dan SMR (https://www.waze.com/covid19) • Peta sebaran
COVID-19 per • Kepadatan penduduk per kelurahan kepadatan
kelurahan (BPS) penduduk,
• Mengidentifikasi • Proporsi penduduk usia 20-49 dan lebih proporsi
hotspots COVID-19 dari 50 tahun per kelurahan penduduk, rasio
• Menentukan efek faktor • Rasio penduduk berdasarkan jenis jenis kelamin,
sosiodemografi, kelamin per kelurahan proporsi ruta di
lingkungan terhadap • Proporsi rumah tangga tinggal di tempat kumuh dan
variasi risiko COVID-19 lingkungan kumuh per kelurahan

16
• Kepadatan jaringan jalan per kelurahan kepadatan
(dalam km/luas wilayah) diperoleh jaringan jalan
dengan SIG • Estimasi
parameter efek
Analisis: variabel prediktor
terhadap kasus
• Estimasi Crude Incidence (per 100,000) COVID-19
dan SMR COVID-19 Kelurahan • Peta risiko relatif
• Analisis global Moran’s I (clustering) dan (RR) COVID-19
local indicator of spatial association
(LISA)
• Analisis univariat (non-spasial)
• Pemodelan Poisson Bayesian CAR
(spasial)

2.12 Persetujuan Etik Penelitian

Penelitian mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan,


Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Nomor
LB.02.01/KE.345/2020). Lembar persetujuan etik terlampir.

3. HASIL

3.1 Analisis spasial COVID-19 pada level nasional

Distribusi Kasus COVID-19


Analisis spasial dilakukan pada level nasional (34 provinsi). Insiden COVID-19 (per
100,000 penduduk) beragam pada level provinsi (Gambar 3). Dengan insiden tertinggi
di DKI Jakarta (90,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Selatan (57,50/100.000)
dan Sulawesi Selatan (41,27/100.000). Insiden terendah ditemukan di beberapa
provinsi di Sumatera, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan perhitungan standardized morbidity rate (SMR), maka tiga daerah


dengan SMR tertinggi yaitu DKI Jakarta (5,22), Kalimantan Selatan (3,32) dan
Sulawesi Selatan (2,38) (Gambar 4).

17
Gambar 4 Insiden COVID-19 per 100,000 populasi (per Juni 2020) per provinsi, Indonesia

Gambar 5 Standardized Incidence Rate COVID-19 (per Juni 2020) per provinsi, Indonesia

Risiko COVID-19 dan karakteristik provinsi (kepadatan penduduk, proporsi perkotaan


dan densitas jaringan penerbangan domestic dari episenter)
Kepadatan penduduk (orang/km2) tiap provinsi bervariasi (Gambar 6). Kepadatan
tertinggi berada umumnya di Pulau Jawa dan Bali. Kepadatan penduduk terendah
ditemukan di Kalimantan dan kepulauan di timur Indonesia (Maluku dan Papua).

18
Gambar 6 Kepadatan penduduk (orang/km2) per provinsi di Indonesia

Gambar 7 Proporsi wilayah perkotaan berdasarkan provinsi di Indonesia

19
Gambar 8 Sebaran jumlah kasus COVID-19 per provinsi (per Juni 2020) dan indeks
densitas relatif jaringan penerbangan domestik dari episenter COVID-19 Jakarta

Gambar 5 menunjukkan proporsi wilayah perkotaan per provinsi di seluruh Indonesia.


Provinsi-provinsi di Jawa dan sebagian Kalimantan memiliki proporsi perkotaan yang relatif
besar. Sementara, Gambar 6 menunjukkan konektivitas/jaringan jalur penerbangan dari
episenter COVID-19 (DKI Jakarta) ke beberapa provinsi di Indonesia. Berdasarkan analisis
kepadatan jaringan penerbangan domestik (didasarkan pada jumlah penumpang dan jumlah
penerbangan dari kota asal ke destinasi), maka diperoleh densitas relatif yang cukup
beragam. Konektivitas tinggi (proxy/indikasi tingginya potensi mobilitas orang) teramati antara
episenter (DKI Jakarta) dan Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

Berdasarkan pemodelan conditional autoregression (CAR) dengan mengikutsertakan faktor


kepadatan penduduk, proporsi wilayah perkotaan dan konektivitas tersebut, maka risiko relatif
COVID-19 tertinggi diperkirakan teramati di DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan
Sumatera Utara (Gambar 8).

20
Gambar 9 Risiko relatif COVID-19 berdasarkan pemodelan spasial CAR dengan
memperhatikan variasi kepadatan penduduk, proporsi wilayah perkotaan dan konektivitas

3.2 Analisis spasial COVID-19 pada level sub-nasional

Studi Kasus: Analisis spasial COVID-19 di Sumatera

Distribusi kasus, insiden dan standardized morbidity rate (SMR) COVID-19


Analisis telah dilakukan pada level sub-nasional untuk melihat variasi antar
kabupaten/kota di salah satu pulau, yaitu di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera
merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan luas  480 ribu km2. Pulau
ini terdiri dari 10 provinsi dan 154 kabupaten/kota dengan total populasi mencapai

Total 4507 kasus positif COVID-19 terlaporkan sejak Maret hingga Juni 2020.
Sumatera Utara (1082 kasus) dan Sumatera Selatan (1721 kasus) melaporkan kasus
positif terbanyak pada periode tersebut. Distribusi kasus terkonfirmasi COVID-19
berdasarkan usia dan jenis kelamin diuraikan pada Tabel 2.

21
Tabel 3 Ringkasan statistik kasus COVID-19 di Pulau Sumatera

Karakteristik Nilai
Usia (tahun)
Rata-rata (standar deviasi) 40,64 (16,77)
Rentang 0-98
Jenis Kelamin n (%)
Laki-laki 2276 (50,49)
Perempuan 2098 (46,54)
Tidak lengkap (missing) 133 (2,97)

Distribusi insiden COVID-19 (per 100,000 penduduk) pada level Kabupaten/Kota di


Sumatera disajikan pada Gambar 9. Insiden tertinggi teramati di sebagian besar
kabupaten/kota di Barat dan Selatan Sumatera antara lain Padang (IR =
116,03/100.000), Padang Panjang (106,93/100.000), Palembang (42,07/100.000).
Standardized morbidity rate (SMR) COVID-19 pada level kabupaten/kota di Sumatera
juga bervariasi (Gambar 10). SMR tertinggi berada di Kota Padang (Sumatera Barat)
(SMR = 14). Analisis Moran menunjukkan bahwa sebaran kasus mengelompok
(clustered), namun kekuatannya cenderung lemah (Moran’s I = 0.08, P-value = 0.043).

Gambar 10 Incidence rate (per 100,000 orang) (kiri) dan Standardized Morbidity Ratio
(SMR) COVID-19 (kanan) di Kabupaten/Kota di Sumatera (periode Maret-Juni 2020)

22
Gambar 11 Scatter plot analisis Moran’s I insiden COVID-19 di Pulau Sumatera (per Juni
2020)

Variasi geografis estimasi excess risk COVID-19 berdasarkan beberapa penyakit


existing di 154 Kabupaten/Kota di Sumatera

Analisis regresi spasial dengan spatial lag model/spatial autoregressive (SAR) model
dilakukan untuk menilai ‘excess risk’ COVID-19 berdasarkan beberapa prediktor
antara lain jumlah penduduk, kepadatan penduduk, prevalensi merokok, prevalensi
TB, prevalensi diabetes dan prevalensi hipertensi. Berdasarkan model regresi spasial
dengan Ordinary Least Square (OLS), diperoleh bahwa variasi geografis insiden
COVID-19 di Sumatera berhubungan dengan prevalensi diabetes, prevalensi TB,
kepadatan penduduk dan rasio tempat tidur (TT) (p<0,001) (Tabel 3). Koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,45.

Berdasarkan pemodelan/regresi spasial OLS menunjukkan bahwa peningkatan


prevalensi diabetes 1% dan prevalensi Tb 1% cenderung meningkatkan incidence rate
ratio (IRR) COVID-19 masing-masing sebesar 1,5 dan 1,3x. Sebaliknya, efek rasio
tempat tidur (TT) terhadap insiden COVID-19 berbanding terbalik; peningkatan rasio
TT per 1000 berhubungan dengan penurunan IRR COVID-19 sebesar 24%
(IRR=0,865, 95%CI: 0,842-0.889).

23
Tabel 4 Estimasi parameter efek variabel independent terhadap insiden COVID-19
berdasarkan regresi spasial dengan Ordinary Least Square (OLS)

Variabel Exp() / IRR 95% CI P-value


% Diabetes 1,558 1,445-1,680 <0,001
% TB 1,309 1,277-1,341 <0,001
Kepadatan penduduk 1,000 1,005-1,006 <0,001
Rasio TT (per 1000) 0,865 0,842-0,889 <0,001
Constant 5,936 5,301-6,647 <0,001
*IRR = Incidence rate ratio; Prevalensi diabetes & TB berdasarkan Riskesdas 2018
Diabetes : berdasarkan diagnosis dokter, usia  15 tahun; TB = TB paru berdasarkan diagnosis dokter;
semua umur.
Hubungan prevalensi merokok, hipertensi tidak signifikan secara statistic pada tahap seleksi variabel
(analisis univariat), sehingga tidak dimasukan ke dalam model regresi spasial OLS.

Gambar 12 mengilustrasikan sebaran jumlah penduduk, kepadatan, dan beberapa


prevalensi penyakit berdasarkan Riskesdas 2018. Distribusi kepadatan penduduk,
prevalensi merokok, TB, diabetes dan hipertensi bervariasi secara spasial pada level
kabupaten/kota.

Gambar 13 menunjukan variasi excess risk COVID-19 per kabupaten/kota di


Sumatera berdasarkan enam prediktor tersebut.Pada Gambar tersebut teramati,
berdasarkan efek dari jumlah penduduk, bahwa risiko COVID-19 cenderung akan
lebih tinggi pada daerah-daerah tertentu terutama di barat dan selatan Sumatera,
khususnya di perkotaan antara lain Padang, Palembang, Lubuklinggau, dan
Kepulauan Mentawai.

Efek prevalensi merokok dan Tb terhadap sebaran risiko COVID-19 cukup bervariasi
di level kabupaten/kota (Gambar 13). Risiko COVID-19 relatif tinggi pada daerah-
daerah di sisi sebelah barat pulau Sumatera. Sementara, efek pravalensi diabetes
terhadap risiko COVID-19 relatif lebih besar di utara Sumatera (Aceh). Efek prevalensi
hipertensi terhadap risiko COVID-19 tampak lebih tinggi pada daerah-daerah di
sebagian kecil utara Sumatera dan sebagian besar daerah di tengah dan selatan
Sumatera, meskipun secara statistik tidak berhubungan dengan insiden COVID-19.

24
Gambar 12 Distribusi kepadatan penduduk, rasio TT, dan beberapa prevalensi beberapa
penyakit (berdasarkan Riskesdas 2018) per kabupaten/kota di Sumatera

25
Gambar 13 Excess risk COVID-19 berdasarkan jumlah populasi, kepadatan dan beberapa
ko-morbiditas

26
3.3 Analisis spasial COVID-19 pada level lokal

Studi Kasus: Analisis spasial dan deteksi hotspot COVID-19 di DKI Jakarta
pada awal pandemi

Analisis pada skala lokal dilakukan di Jakarta (6.208S, 106.846E). Jakarta memiliki
luas area 623,33 km2 dan populasi 10 juta orang. Secara administratif, Jakarta terdiri
dari enam Pemerintahan Kota, 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Salah satu
pemerintahan kota terletak di pantai utara Jakarta (Kepulauan Seribu), terdiri dari
105 pulau dan populasi sekitar 21,000 orang. Kepadatan populasi Jakarta berkisar
dari 2,423 sampai dengan 18,761 orang per km2.

Pengumpulan Data

Data COVID-19

Data konfirmasi positif COVID-19 periode 1 Maret – 6 Juni 2020 (14 minggu) per
kelurahan diperoleh dari website COVID-19 DKI Jakarta
(https://corona.jakarta.go.id/id).

Data Sosiodemografi

Data penduduk menurut umur (proporsi penduduk umur 20-49 tahun ke atas 50 tahun)
dan rasio jenis kelamin di tingkat kelurahan diperoleh dari Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil DKI Jakarta. Kami menggunakan kovariat ini karena usia dan jenis
kelamin adalah faktor risiko infeksi COVID-19. Studi melaporkan bahwa pria (Su et
al., 2020) dan lansia berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 parah (Russel et al., 2020;
Jefferies et al., 2020). Data kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga yang
tinggal di kawasan kumuh diperoleh dari survei Badan Pusat Statistik Provinsi dan
survei Potensi Desa (PODES) 2018. Risiko COVID-19 diketahui berkorelasi dengan
kepadatan populasi (Nicodemo et al.m 2020; White et al., 2020). Kami memasukkan
proporsi rumah tangga yang tinggal di permukiman kumuh karena orang-orang yang
tinggal di daerah pemukiman informal di mana sanitasi tidak memadai juga rentan
terhadap COVID-19 (Friesen et al., 2020). Kepadatan jalan (km per kilometer persegi)
di tingkat kelurahan diperkirakan dengan menggunakan GIS. Kepadatan jalan dapat
berfungsi sebagai proxy mobilisasi. Kami berhipotesis bahwa jaringan jalan yang

27
padat di daerah tersebut dapat menjelaskan pergerakan dan kontak manusia yang
intens. Kepadatan jalan merupakan salah satu faktor perkotaan yang berhubungan
dengan penyebaran COVID-19 (Li et al., 2020).

Analisis Data

Untuk tujuan analisis, kami menggunakan kelurahan sebagai unit analisis spasial.
Insiden kasar kumulatif COVID-19 (jumlah kasus dibagi dengan total populasi) untuk
setiap kelurahan dihitung. Kami menghitung tingkat morbiditas standar (SMR) COVID-
19 untuk setiap kelurahan dengan membagi jumlah kasus yang diamati (O) kasus
dengan jumlah yang diharapkan (E) kasus. Kasus yang diharapkan diperkirakan
dengan mengalikan angka kejadian total untuk seluruh Jakarta dengan populasi di
setiap kelurahan terkait. Baik insiden kasar maupun SMR COVID-19 di tingkat
kelurahan telah dipetakan. Selain itu, data sosiodemografi juga dipetakan dengan
menggunakan ArcGIS 10.5.1 (ESRI Redlands, CA).

Analisis Pengelompokan Spasial (Spatial Clustering)

Analisis Global Moran’s I (Moran, 1950) dilakukan untuk memeriksa pola sebaran
SMR COVID-19 di Jakarta. Matriks bobot keterhubungan spasial berbasis Queen (di
mana poligon subdistrik yang berbagi tepi atau puncak yang sama) dibuat sebelum
analisis. Dalam analisis ini, kami tidak memasukkan Kepulauau Seribu karena dapat
mempengaruhi perkiraan bobot spasial. Koefisien Moran's I berkisar dari -1 sampai 1.
Koefisien positif menunjukkan autokorelasi spasial positif, sedangkan koefisien negatif
berarti autokorelasi spasial negatif. Bila koefisiennya nol artinya tidak ada autokorelasi
spasial. Signifikansi Moran's I dari SMR dinilai menggunakan pengacakan Monte-
Carlo dengan 999 permutasi. Signifikansi ditetapkan pada P <0,05, yang berarti
bahwa tarif secara geografis berkerumun atau tersebar. Selanjutnya, analisis Moran
lokal dilakukan untuk menemukan klaster High-High (HH) (berisiko tinggi), klaster
Low-Low (LL) (berisiko rendah) dan outlier (klaster Low-High dan High-Low) (Anselin,
1995). Klaster HH artinya suatu daerah dengan rate tinggi dikelilingi oleh daerah rate
tinggi dan sebagainya. Analisis spasial gratis perangkat lunak GeoDA v.1.8 (Anselin,
2006) digunakan untuk menjalankan kedua analisis.

28
Korelasi antara kovariat sosiodemografi diuji dengan menggunakan koefisien korelasi
Spearman. Analisis regresi Poisson univariat dan multivariat dilakukan untuk memilih
kovariat sosiodemografi. Jumlah kasus COVID-19 merupakan variabel terikat.
Variabel bebasnya adalah proporsi penduduk umur 20-49 tahun, proporsi penduduk
umur lebih dari 50 tahun, rasio jenis kelamin, persentase penduduk permukiman
kumuh, kepadatan penduduk dan kepadatan jalan. Untuk memilih kovariat, regresi
langkah mundur digunakan. Dalam model akhir, hanya kovariat dengan P Wald's> 0,2
(kriteria pengecualian) dan P <0,05 (kriteria entri) dimasukkan. Ketergantungan
spasial pada residual model akhir non-spasial ini diuji dengan menggunakan analisis
Moran's I. Dalam penelitian ini, model akhir memuat proporsi penduduk usia 20-49
tahun, proporsi penduduk usia 50 dan kepadatan penduduk. Autokorelasi spasial
pada sisa model akhir ada (koefisien Moran I = 0.140, P-value = 0.001).

Tiga model regresi Poisson terpisah untuk kasus COVID-19 dibuat dengan
menggunakan software statistik Bayesian, OpenBUGS versi 3.2.3 (Medical
Research Council Biostatistics Unit, Cambridge, Inggris dan Imperial College
London, London, Inggris). Model I memasukkan proporsi populasi berusia 20-49 dan
berusia  50 tahun, kepadatan populasi sebagai variabel penjelas dan efek acak tak
terstruktur untuk kelurahan. Model II memasukkan semua variabel penjelas dalam
Model I dan efek acak terstruktur secara spasial. Model III terdiri dari semua
komponen Model I dan II. Program ini adalah perangkat lunak berbasis simulasi
Markov chain Monte Carlo (MCMC) untuk melakukan analisis Bayesian.

Kasus yang diamati (Oi) COVID-19 di kelurahan ke-i (i = 1, 2,…, 261) diasumsikan
berdistribusi Poisson dengan mean i. Model dirumuskan sebagai berikut:

𝑂𝑖 ~ 𝑃𝑜𝑖𝑠𝑠𝑜𝑛(𝑖 )

𝑙𝑜𝑔(𝜇𝑖 ) = 𝑙𝑜𝑔(𝐸𝑖 ) + 𝜃𝑖

𝜃𝑖 = 𝛼 + 𝛽1 . 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛20𝑖 + 𝛽2 . 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛50𝑖 + 𝛽3 . 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦𝑖 + 𝑢𝑖 + 𝑠𝑖

Dimana Ei merupakan kasus COVID-19 yang diharapkan di kelurahan ke-i; θi adalah


mean log relative risk (RR) kelurahan ke-i; α adalah intersep, β1-3 adalah koefisien
untuk kovariat, dan si adalah efek acak terstruktur secara spasial dengan mean nol

29
dan varians σs2; ui mewakili efek acak tak terstruktur (diasumsikan memiliki mean nol
dan varians σs2). Efek acak terstruktur spasial dimodelkan menggunakan struktur prior
autoregressive (CAR) bersyarat. Matriks bobot ketetanggaan dibangun untuk
menentukan hubungan spasial antar kelurahan. Jika dua kelurahan berbagi
perbatasan, diasumsikan bobotnya = 1 dan jika tidak, bobotnya = 0. Matriks
ketetanggaan dibuat dalam perangkat lunak GIS menggunakan 'Adjacency for
WinBUGSTool' (https://www.umesc.usgs.gov/management/dss/adjacency_tool.html).
Distribusi awal datar ditentukan untuk intersep, sedangkan distribusi normal
sebelumnya digunakan untuk koefisien (dengan mean = 0 dan presisi = 0,0001).
Priors untuk presisi (1 / σt2) dari efek acak terstruktur secara spasial ditentukan dengan
menggunakan distribusi gamma non-informatif (0,1, 0,1). Standarisasi kovariat
dilakukan untuk memungkinkan perbandingan efek dan untuk meningkatkan
kesesuaian model. Standarisasi melibatkan pengurangan mean dan selisihnya dibagi
dengan standar deviasi.

Burn-in awal 5.000 iterasi diikuti dengan 20.000 iterasi. Plot konvergensi dan
kepadatan masing-masing variabel dinilai secara visual. Secara umum, konvergensi
berhasil dicapai setelah sekitar 50.000 iterasi untuk setiap model. Estimasi parameter
dan distribusi posterior dalam hal mean posterior dan 95% Bayesian credible interval
(CrI) dicatat. Distribusi posterior ini sepenuhnya mewakili ketidakpastian yang terkait
dengan estimasi parameter. Kriteria informasi deviasi (DIC) dari masing-masing model
dibandingkan. Goodness-of-fit dari model ditentukan berdasarkan nilai DIC. DIC yang
lebih rendah menunjukkan kecocokan model yang lebih baik. Risiko relatif tingkat
kelurahan (RR) untuk COVID-19 dari model yang paling pas dipetakan oleh ArcGIS
10.5 (ESRI, Redlands, CA).

Hasil

Total 5769 kasus teronfirmasi positif dianalisis. Kasus yang dilaporkan harian dan
jumlah total kasus COVID-19 yang dikonfirmasi untuk Jakarta terus meningkat dari 2
Maret 2020, dan seterusnya (Gambar 14). Terjadi peningkatan tajam pada 9 Maret
2020 dan terus meningkat hingga 6 Juni 2020 yang merupakan rekor tertinggi sejauh
ini (223 kasus). Rata-rata harian kasus COVID-19 terlaporkan adalah 68 kasus.

30
Gambar 14 Tren kasus konfirmasi dan kematian karena COVID-19 di Jakarta dan Indonesia
pada periode 1 Maret 2020 – 28 Juni 2020 (Sumber: https://corona.jakarta.go.id/id ; Hub
InaCOVID-19, http://covid19.bnpb.go.id/ ; diakses pada 2 Juli 2020).

Insiden COVID-19 bervariasi secara spasial di tingkat kelurahan di seluruh kota


(Gambar 15). Standardized morbidity ratio (SMR) yang cukup tinggi tampak
terkonsentrasi di Jakarta pusat. Pola spasial rasio jenis kelamin dan proporsi
penduduk usia 20-49 tahun cenderung tersebar secara acak di seluruh kota (Gambar
16). Sebaliknya, proporsi penduduk usia di atas 50 tahun relatif lebih tinggi di
kelurahan tengah ke utara. Peta juga menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang
tinggal di permukiman kumuh relatif tinggi dan terkonsentrasi di kelurahan utara
Jakarta.

Analisis dampak PSBB, mobilitas dan jumlah kasus COVID-19 di DKI Jakarta dengan
pemanfaatan Big Data

Data mobilitas penduduk dari Waze (https://www.waze.com/covid19) dianalisis.


Berdasarkan data, tampak bahwa terjadi penurunan jumlah/panjang kilometer yang
ditempuh orang penduduk DKI Jakarta sejak bulan Maret 2020 (Gambar 15).
Penurunan mobilitas hingga 80% terpantau pada April 2020, namun cenderung
kembali meningkat pada bulan Mei 2020 hingga Agustus 2020.

31
Gambar 15 Perubahan temporal mobilitas (dalam jumlah kilometer ditempuh) penduduk di
DKI Jakarta (berdasarkan data Waze, https://www.waze.com/covid19)

Gambar 16 Distribusi kasus harian COVID-19 dan tren perubahan mobilitas penduduk pada
periode Maret-November 2020 di DKI Jakarta

Korelasi antara mobillitas, intervensi (pembatasan sosial) dan laju kasus COVID-19

32
Gambar 16 mengilustrasikan hubungan antara laju harian kasus COVID-19, dan
intervensi PSBB dan besarnya penurunan panjang/jumlah kilometer ditempuh oleh
penduduk DKI Jakarta selama periode Maret-November 2020. Jumlah harian kasus
COVID-19 meningkat sangat signifikan selama periode tersebut. Berdasarkan grafik,
tampak bahwa pembatasan sosial pada periode April – Juni dapat menekan laju
mobilitas penduduk pada periode yang sama mencapai 80%. Dampaknya teramati
pada laju kasus harian COVID-19 – mampu menekan jumlah kasus kurang dari 200
kasus per hari. Tren serupa tampak pada pembatasan sosial total pada periode
September-Oktober, meski hanya mampu menurunkan mobiltas sekitar 60-70% -
lebih rendah dibandingkan PSBB pertama (April-Juni). Dampak penurunan mobilitas
akibat PSBB ini terhadap pelandaian/penurunan kasus harian COVID-19 tidak terjadi
secara langsung (cepat). Analisis cross-correlation menunjukkan bahwa efek PSBB
terhadap pelandaian/penurunan kasus harian COVID-19 teramati setidaknya pada
hari ke-22-24 sejak intervensi pembatasan sosial diterapkan. Hal ini diindikasi oleh
koefisien Pearson correlation yang relatif stabil pada lag-22 hingga lag 24 data
kasus COVID-19 (r=0,45; p<0.01) (Gambar 17).

0.5
0.45
0.4
Pearson correlation

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
Lag 0
Lag 1
Lag 2
Lag 3
Lag 4
Lag 5
Lag 6
Lag 7
Lag 8
Lag 9
Lag 10
Lag 11
Lag 12
Lag 13
Lag 14
Lag 15
Lag 16
Lag 17
Lag 18
Lag 19
Lag 20
Lag 21
Lag 22
Lag 23
Lag 24

Lagged effect dampak PSBB terhadap penurunan kasus COVID-19

Gambar 17 Koefisien Pearson correlation (r) dengan lag kasus COVID-19

Pola sebaran kasus COVID-19 di Jakarta pada level kelurahan

33
Autokorelasi spasial global positif yang signifikan secara statistik untuk kasus COVID-
19 diamati di tingkat kelurahan selama periode penelitian (Moran's I = 0,259; P-value
= 0,001). Secara keseluruhan, analisis Moran lokal mengidentifikasi 19 klaster High-
High yang signifikan (dikenal sebagai risiko tinggi) selama periode penelitian, dengan
memperhitungkan total populasi berisiko sebanyak 409.120 orang. Kelurahan berisiko
tinggi ini berada di 8 kecamatan antara lain Tanah Abang (6 kelurahan), Menteng (4
kelurahan), Kebayoran Baru (3 kelurahan), Palmerah (2 kelurahan), Cempaka Putih
(1 kelurahan), Setia Budi (1 kelurahan), Sawah Besar (1 kelurahan), dan Pulo Gadung
(1 kelurahan). Namun, dinamika distribusi hotspot terlihat jelas selama periode
penelitian (Gambar 17).

Gambar 18 Sebaran Crude Incidence dan standardized morbidity rates (SMR) COVID-19
pada level kelurahan di DKI Jakarta (periode 1 Maret – 6 Juni 2020).

34
Gambar 19 Karakteristik sosio-demografi per kelurahan di DKI Jakarta

35
Gambar 20 Distribusi spasial dan temporal hotspots COVID-19 di DKI Jakarta pada periode
1 Maret – 6 Juni 2020.

Model spasial

Tiga model spasial (tidak terstruktur, terstruktur dan gabungan) dibangun. Di mana,
Model III yang menggabungkan efek acak tidak terstruktur dan spasial-terstruktur
memiliki nilai DIC terendah (DIC = 1292), menunjukkan model CAR spasial terbaik
untuk COVID-19 (Tabel 1). Berdasarkan interval kredibel 95% (CrI), variasi spasial
risiko COVID-19 secara signifikan berhubungan dengan proporsi penduduk usia 20-
49 tahun (RR = 0,715; 95% CrI: 0,571-0,896), proporsi penduduk usia lanjut. lebih dari
50 tahun (RR = 1.391; 95% CrI: 1.135-1.721), dan kepadatan populasi (RR = 0.918;
95% CrI: 0.846-0.995).

Peta risiko relatif (RR) COVID-19 pada level kelurahan di Jakarta disajikan pada
Gambar 5. Risiko relatif tinggi (RR) paling banyak teridentifikasi pada kelurahan di
Jakarta Pusat. Peta posterior mean of structured random effect menunjukkan bukti
pengelompokan spasial setelah memperhitungkan faktor sosiodemografi. Sebaliknya,

36
peta posterior mean of unstructured random effect menunjukkan distribusi acak
(Gambar 6).

Tabel 5 Koefisien regresi dan 95% credible interval (CrI) untuk model spasial Bayesian
unstructured and structured COVID-19 di Jakarta

Variabel Posterior mean  SD RRs (95%CrI)


Model I (unstructured)
 (Intercept) -0.136  0.040 0.872 (0.804-0.943)
Proporsi populasi berusia 20-49 -0.585 0.106 0.556 (0.448-0.685)
tahun
Proporsi populasi berusia 50 0.482  0.106 1.620 (1.318-2.006)
tahun
Kepadatan penduduk -0.017  0.040 0.982 (0.906-1.064)
Heterogeneity unstructured 0.589  0.032
Heterogeneity structured -
DIC 1682

Model II (structured)
 (Intercept) -0.131  0.017 0.877 (0.847-0.907)
Proporsi populasi berusia 20-49 -0.194  0.109 0.823 (0.664-1.020)
tahun
Proporsi populasi berusia 50 0.228  0.106 1.257 (1.019-1.548)
tahun
Kepadatan penduduk -0.098  0.041 0.906 (0.833-0.982)
Heterogeneity unstructured -
Heterogeneity structured 1.1930.069
DIC 1431

Model III
(unstructured+structured)
 (Intercept) -0.131  0.032 0.876 (0.821-0.934)
Proporsi populasi berusia 20-49 -0.339  0.114 0.715 (0.571-0.896)
tahun
Proporsi populasi berusia 50 0.336  0.106 1.339 (1.135-1.721)
tahun
Kepadatan penduduk -0.085  0.041 0.918 (0.846-0.995)
Heterogeneity unstructured 0.467  0.054
Heterogeneity structured 2.974  1.444
DIC 1292

37
Gambar 21 Risiko relatif (RR) COVID-19 per kelurahan di DKI Jakarta (periode 1 Maret – 6
Juni 2020) setelah memperhitungkan faktor-faktor sosiodemografi berdasarkan pemodelan
Bayesian CAR.

38
Gambar 22 Peta posterior mean of unstructured dan structured random effect pemodelan
Bayesian CAR untuk COVID-19 di Jakarta (Periode 1 Maret – 6 Juni 2020).

4. PEMBAHASAN

4.1 Analisis spasial pada skala nasional

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kasus COVID-19 antar provinsi di
Indonesia bervariasi secara spasial. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh asal mula
dimana wabah terjadi, yang dimulai di DKI Jakarta, dan terlihat jumlah kasus COVID-
19 tertinggi ditemukan pada provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Beberapa model
matematis telah digunakan untuk memodelkan wabah COVID-19, sebagian besar

39
difokuskan pada perkiraan jumlah kasus dan menilai kapasitas sistem perawatan
kesehatan tingkat negara untuk mengelola beban penyakit. Dalam penelitian ini,
ditunjukkan bahwa hubungan spasial dan faktor sosio-demografis yang terkait dengan
provinsi harus dipertimbangkan untuk memodelkan penyakit secara memadai, dan
penelitian ini juga menyoroti faktor struktural yang dapat menyebabkan
ketidakmerataan dalam penyebaran COVID-19 (antara lain tingkat konektivitas
geografis antar wilayah) yang tentu mempengaruhi intensitas mobilitas penduduk dari
satu wilayah ke wilayah lain. Penelitian ini menyoroti peran faktor sosial dalam
penularan SARS-CoV-2 dan memberikan bukti tambahan bahwa mobilitas manusia
atau keterkaitan/konektivitas antar provinsi mungkin berhubungan dengan
penyebaran penyakit (Kraemer et al., 2020).

Tingkat urbanisasi juga berkaitan dengan jumlah kasus COVID-19. Penelitian ini
mengamati hubungan serupa mengenai keterkaitan angka kasus COVID-19 provinsi
dengan proporsi wilayah perkotaan di tiap provinsi. Urbanisasi juga dapat menjadi
indikator yang sejalan dengan tingkat mobilitas manusia dan efeknya dalam
mengurangi penyebaran penyakit melalui jarak sosial (Kraemer et al., 2020).
Urbanisasi, sebagai fenomena demografi, mengarah pada peningkatan keterkaitan
dan mobilitas manusia serta peningkatan kepadatan penduduk. Kedua faktor ini
memfasilitasi penyebaran penyakit. Penyakit zoonosis yang muncul mirip dengan
SARS-CoV-2 telah dikaitkan dengan beberapa faktor demografi, termasuk jumlah
populasi dan urbanisasi (Liu et al., 2014; Wu et al., 2017).

Pandemi dapat mempengaruhi secara tidak proporsional daerah dengan konsentrasi


populasi rentan yang tinggi. Studi ini bukan yang pertama menggunakan teknik
korelasi spasial untuk menemukan hubungan antara faktor kerentanan sosial dan
penyakit. Analisis spasial telah digunakan untuk mengidentifikasi area yang memiliki
kerentanan tinggi terhadap dampak wabah Ebola 2014 di Liberia (Stanturf et al.,
2015). Mereka menemukan bahwa daerah dengan kerentanan sosial yang tinggi juga
merupakan daerah dimana penyakit menyebar lebih cepat karena kepadatan
penduduk yang berlebihan, infrastruktur layanan kesehatan yang tidak memadai,
kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya, dan kondisi kerentanan sosial lainnya
(Stanturf et al., 2015)

40
4.2 Analisis spasial pada skala sub-nasional: Studi Kasus Sumatera

Pada level sub-nasional, analisis dilakukan dengan mengambil salah satu di Indonesia
(Sumatera). Diperkirakan hampir semua komunitas akan terpengaruh oleh COVID-19
hingga derajat yang belum ditentukan. Namun, dampak pandemik ini tidak akan sama
di setiap wilayah – bahkan antar kabupaten/kota dalam satu pulau. Pada analisis di
level sub-nasional ini, penelitian ditujukan untuk mengetahui variasi excess risk
COVID-19 yang disebabkan oleh kondisi pre-existing status kesehatan populasi di
masing-masing wilayah (a.l. prevalensi tuberculosis, diabetes dan hipertensi).
Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa status kesehatan individual
(keberadaan komorbid) dapat berpotensi memperparah/meningkatkan risiko infeksi
COVID-19. Laporan awal risiko COVID-19 menunjukkan bahwa individu dengan
kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi, asma, dan diabetes
dapat meningkatkan kemungkinan penyakit parah dan kematian (Halpin et al., 2020;
Fadini et al., 2020). Dalam studi tingkat subnasional ini, temuan awal menunjukkan
adanya hubungan potensial antara diabetes, hipertensi dan tuberculosis dan sebaran
COVID-19, yang ditunjukan dengan tumpang tindih secara spasial dengan kejadian
COVID-19. Temuan ini menekankan bahwa perlu upaya/strategi penguatan deteksi
dini dan treatment terhadap komunitas berisiko tinggi dengan penyakit bawaan ini
untuk menekan/mengurangi risiko infeksi COVID-19 yang lebih parah.

4.3 Analisis Big data dan spasial pada skala lokal: Studi kasus COVID-19 di DKI
Jakarta

Penelitian dilakukan di level lokal untuk menyelidiki pola geografis kasus COVID-19
untuk mengidentifikasi titik panas dan faktor sosio-demografis yang menjelaskan
variasi spasial dalam risiko COVID-19 pada resolusi spasial yang relatif lebih tinggi
(tingkat kelurahan) di seluruh Jakarta. Temuan kami menyoroti fakta bahwa selama
awal pandemi, risiko COVID-19 bervariasi secara spasial dan itu dapat dijelaskan oleh
variasi karakteristik sosio-demografis pada skala lokal, termasuk komposisi usia dan
kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Lebih lanjut, analisis kami mengungkapkan
sembilan belas titik api signifikan, yang terutama terkonsentrasi di pusat kota.

41
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada awal Maret 2020. Pada saat
penulisan, Indonesia menjadi negara Asia Tenggara yang paling parah terkena
COVID-19. Sebagai salah satu negara kepulauan dan terpadat di kawasan ini, pada
fase awal pandemi, Indonesia harus menghadapi tantangan multifaktor termasuk
sistem kesehatan (misalnya, laboratorium diagnostik yang terbatas, penundaan
pengujian dan manajemen pengawasan yang buruk) [35, 36] serta sosial (yaitu,
persepsi orang tentang COVID-19) (Harapan et al., 2020). Sebuah studi oleh Eryando
et al. (2020) menunjukkan bahwa Jakarta adalah salah satu hotspot COVID-19 di
Indonesia.

Di sini, kami menambah pengetahuan tentang COVID-19 di Jakarta dengan


memberikan informasi tentang pola penyakit dan variasi perkiraan risiko di tingkat
lokal yang memperhitungkan variabel sosio-demografis. Pada minggu-minggu awal
pandemi, berdasarkan temuan kami, kami menemukan bahwa kejadian bervariasi di
tingkat kelurahan di seluruh kota, dengan kejadian tertinggi ditemukan terutama di
pusat kota Jakarta. Senayan, Petamburan, Gondangdia, Cempaka Putih Timur,
Gelora, Maphar merupakan kelurahan dengan angka COVID-19 yang tinggi, yang
mungkin sebagian dapat dijelaskan dengan tingginya intensitas interaksi masyarakat
di wilayah tersebut. Fenomena clustering pada kasus COVID-19 juga telah dilaporkan
di negara lain (Yang et al., 2020; Kim dan Castro, 2020). Lebih lanjut, kami
mengungkapkan sembilan belas titik panas COVID-19 selama periode penelitian.
Hotspot ini terletak di pusat kota Jakarta, bercirikan campuran antara kawasan
komersial, perkantoran dan pemukiman. Pemetaan cepat penyebaran penyakit pada
fase awal wabah akan membantu untuk menemukan sumber penularan dan
mengurangi dampaknya. Tindakan kesehatan masyarakat segera seperti tindakan
penahanan di titik api yang teridentifikasi, mengidentifikasi dan mengkarantina
populasi berisiko tinggi, mempromosikan jarak sosial dan perilaku kebersihan serta
meningkatkan sistem kesehatan (misalnya, kapasitas rumah sakit, pengawasan dan
pengujian) dapat diterapkan dengan tepat.

Selain itu, analisis kami juga mengungkap klaster Low-Low (klaster berisiko rendah)
di seluruh kota. Kami menyarankan bahwa penting juga untuk memantau secara
teratur cluster berisiko rendah ini karena mereka berpotensi menjadi hotspot baru
COVID-19. Seperti yang dibuktikan dalam penelitian ini, perubahan distribusi titik api
sangat dinamis selama 14 minggu pertama. Perubahan pola seperti itu mungkin

42
sangat berkorelasi dengan mobilitas manusia yang intens. Klaster potensial tersebut
juga perlu mendapat perhatian atas upaya deteksi dan pengendalian penularan
COVID-19.

Temuan kami menunjukkan bahwa variasi spasial dalam risiko COVID-19 dikaitkan
dengan komposisi usia di wilayah tersebut. Risiko COVID-19 cenderung lebih tinggi
di area di mana terdapat lebih banyak lansia (berusia di atas 50 tahun). Perlu
diperhatikan bahwa semakin banyak lansia di masyarakat, semakin besar risikonya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa populasi yang lebih tua cenderung berisiko lebih
tinggi terkena infeksi parah, khususnya mereka yang memiliki penyakit penyerta
(Russell et al., 2020; Jefferies et al., 2020; Liu et al., 2020). Sebaliknya, kami
menemukan bahwa risiko COVID-19 lebih rendah di area dengan orang yang jauh
lebih muda. Namun, temuan ini perlu ditafsirkan dengan hati-hati karena banyak bukti
yang menunjukkan bahwa populasi yang lebih muda adalah pembawa virus yang
asimtomatik, yang juga memainkan peran penting dalam penularan penyakit (Tan et
al., 2020; Lai et al., 2020; Kronbichler et al., 2020). Bersama-sama, temuan ini
menunjukkan bahwa deteksi dini, isolasi, pelacakan kontak, dan peningkatan
manajemen klinis sangat penting dalam mengurangi penularan COVID-19.

Menariknya, dalam studi ini, kami menemukan hubungan negatif antara risiko COVID-
19 dan kepadatan populasi. Peningkatan risiko COVID-19 berkorelasi dengan
penurunan kepadatan penduduk, yang berarti bahwa wilayah dengan kepadatan lebih
sedikit cenderung memiliki risiko COVID-19 yang lebih tinggi. Temuan ini kontradiktif
dengan penelitian di tempat lain (You et al., 2020; Whittle dan Diaz-Artiles, 2020).
Namun, penelitian di Hubei, Cina bahkan tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan antara jumlah kasus COVID-19 dan kepadatan penduduk (Xiong et al.,
2020). Ketidakkonsistenan bukti ini sebagian dapat dijelaskan oleh beberapa alasan
termasuk perilaku lokal dan luas ruang yang berbeda. Namun, temuan ini
membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

4.4 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik beberapa rekomendasi yang perlu
dipertimbangkan untuk penguatan surveilan dan pengendalian COVID-19 di Indonesia.

43
a) Pendekatan teknik analisis spasial dan pemanfaatan Big Data dapat
menjadi tools dalam membantu Dinas Kesehatan setempat dalam
menentukan area/wilayah intervensi prioritas hingga level wilayah
administrasi terkecil (spesifik), mengestimasi populasi terdampak dan
kebutuhan sumberdaya (pendanaan, SDM dan logistik). Selain itu, Big Data
(seperti data mobilitas) dapat digunakan untuk memantau/mengevaluasi
dampak intervensi (pembatasan sosial) dan pengambilan keputusan.
b) Pendekatan analisis spasial/temporal dan utilisasi Big Data sudah
seharusnya diinternalisasikan dalam sistem surveilans yang ada – baik di
tingkat nasional maupun daerah. Kerangka integrasi analisis spasial-
temporal dan output diilustrasikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Kerangka usulan internalisasi pendekatan geospasial dan Big Data untuk
surveilan dan pengendalian COVID-19 di Indonesia

a. Pada studi kasus analisis di level nasional mengisyaratkan bahwa


konektivitas antara satu daerah dengan daerah lain (yang ditunjukkan
dengan kepadatan jalur penerbangan) sangat menentukan risiko
penyebaran COVID-19. Oleh karena itu, penguatan intervensi seperti
pembatasan sosial selain promosi praktek 3M (menjaga jarak, memakai
masker dan menghindari kerumunan), sangat disarankan. Sistem
penapisan (screening) pelaku perjalanan di lokasi awal dan tujuan
perjalanan perlu diperkuat.

44
b. Pada studi kasus analisis di level subnasional (di Pulau Sumatera),
mengindikasikan bahwa potensi beban ganda penyakit (COVID-19 dan
penyakit PM-PTM) di suatu wilayah sangat besar, sehingga penguatan
tidak hanya diperlukan dalam pengendalian COVID-19 melainkan juga
dibutuhkan program penguatan pengendalian penyakit PM-PTM seperti
TB dan diabetes. Pelayanan PM dan PTM untuk masyarakat harus tetap
optimal, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan
COVID-19. Pelayanan bersifat jarak jauh berbasis teknologi informasi
(TI) seperti telemedicine atau e-health dapat menjadi alternatif di era
pandemi.
c. Pada studi kasus analisis di level lokal (di DKI Jakarta) mengisyaratkan
bahwa teknik analisis spasial dapat diutilisasi untuk menentukan
wilayah-wilayah berisiko tinggi pada tingkat mikro (kelurahan) dan
mengestimasi populasi berisiko tinggi, sehingga membantu pemerintah
setempat dalam menentukan desain intervensi yang efektif dan efisien.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Hasil penelitian ini harus diinterpretasikan dalam beberapa keterbatasan studi.


Adapun keterbatasan penelitian ini antara lain:

a) Analisis kami didasarkan pada kasus yang dilaporkan oleh fasilitas kesehatan
pada tahap awal pandemi, yang rentan terhadap banyak ketidakpastian.
Misalnya, surveilans aktif (misalnya investigasi epidemiologi, penelusuran) dan
kapasitas pengujian belum ditetapkan secara optimal selama fase ini. Dengan
demikian, jumlah kasus yang dilaporkan yang disajikan dalam penelitian ini bisa
saja dianggap remeh. Selain itu, sebagian besar kasus tanpa gejala mungkin
belum terdeteksi pada fase awal pandemi ini, sehingga beban nyata COVID-19
mungkin tidak dilaporkan.
b) Meskipun sebuah penelitian menemukan hubungan antara kejadian COVID-19
dan iklim di Jakarta (Tosepu et al., 2020) dan kota-kota lain, kami tidak
memasukkan iklim sebagai kovariat dalam penelitian ini. Karena Jakarta
memiliki wilayah yang relatif kecil, kami yakin bahwa faktor iklim di dalam kota
tidak heterogen secara geografis di tingkat kelurahan.

45
c) Penelitian ini adalah studi ekologi yang tidak dapat menyimpulkan kausalitas.
Kami merekomendasikan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut pada skala
lokal untuk lebih memahami epidemiologi COVID-19 di Jakarta dan kota-kota
lain di Indonesia. Lebih lanjut, pengaruh intervensi kesehatan masyarakat
seperti social distancing dan perubahan perilaku terhadap penyebaran COVID-
19 di Jakarta patut untuk dicermati.
d) Kualitas data COVID-19 mempengaruhi akurasi hasil. Ada beberapa
ketidakpastian dalam data COVID-19 tingkat nasional karena ada variasi
(jumlah, persepsi terhadap definisi kasus, keterlambatan
diagnosis/pemeriksaan laboratorium, perubahan definisi kasus, dan perubahan
sistem pencatatan kasus) di daerah.
e) Big Data pada level/unit spasial terkecil (kelurahan) belum tersedia, sehingga
faktor mobilitas di level lokal tidak dapat disertakan dalam analisis.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Aplikasi sistem informasi geografis (SIG) dan statistik spasial dapat digunakan
sebagai tools dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam penanganan COVID-
19 baik di tingkat nasional, sub-nasional maupun lokal. Berdasarkan penelitian ini,
tampak bahwa distribusi kasus COVID-19 pada berbagai tingkat (nasional,
subnasional dan lokal) heterogen secara geografis dan mengelompok (clustered)
meski kekuatan dari pengelompokan (clustering) bervariasi. Pola ini berhubungan
dengan faktor-faktor sosiodemografi, lingkungan dan mobilitas penduduk/densitas
migrasi. Berdasarkan analisis di Sumatera, penelitian ini mengungkapkan potensi
beban penyakit ganda yang saling tumpang tindih (overlapping burden) antara
COVID-19 dan penyakit PM dan PTM, seperti Tb dan diabetes, yang telah ada di
populasi. Oleh karena itu, diperlukan penguatan intervensi kesehatan masyarakat dan
keberlanjutan layanan (PTM) pada daerah-daerah dengan potensi penyakit komorbid
COVID-19 tertinggi di Sumatera. Analisis statistik spasial dan Big Data dapat
dimanfaatkan untuk menilai potensi risiko penularan COVID-19 di Indonesia.

46
5.2 Saran

Penelitian lebih mendalam/komprehensif perlu dilakukan dengan mengikutsertakan


variabel-variabel lingkungan, sosiodemografi yang lebih detail. Beberapa indeks
antara lain indeks kerentanan socioekonomi dan indeks kerentanan epidemiologi
(Pathak et al., 2020; Macharia et al., 2020) dapat dibentuk dan dianalisis hubungannya
dengan variasi sebaran insiden COVID-19 di berbagai level. Lebih lanjut, untuk
mengetahui hubungan sebab-akibat faktor-faktor lingkungan dan sosiodemografi
terhadap risiko COVID-19, maka diperlukan studi epidemiologi di level populasi di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L., Syabri I, Kho Y: GeoDa, an introduction to spatial data analysis. Geogr Anal
2006, 38:5-22.
Anselin L.: Local Indicators of Spatial Association—LISA. Geogr Anal 1995, 27(2):93-115.
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA. Hub InaCOVID-19
http://covid19.bnpb.go.id/ (diakses tanggal 29 Maret 2020).
BUI, C. M., GARDNER, L., MACINTYRE, R., & SARKAR, S. (2017). Influenza A H5N1 and
H7N9 in China: A spatial risk analysis. PloS one, 12(4), e0174980.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0174980
CASANOVA, L.M.; JEON, S.; RUTALA, W.A.; WEBER, D.J.; SOBSEY, M.D. Effects of air
temperature and relative humidity on coronavirus survival on surfaces. Appl. Environ.
Microbiol. 2010, 76, 2712–2717
CHAN, K.H.; PEIRIS, J.S.; LAM, S.Y.; POON, L.L.; YUEN, K.Y.; SETO, W.H. THE Effects of
Temperature and Relative Humidity on the Viability of the SARS Coronavirus. Adv. Virol.
2011, 2011, 734690.
DIGGLE, P. J. & RIBEIRO, P. J. 2007. Model-based Geostatistics New York, NY, Springer
New York.
ELLIOTT, P. & WARTENBERG, D. 2004. Spatial epidemiology: current approaches and
future challenges. Environ Health Perspect, 112, 998-1006
ELLIOTT, P., WAKEFIELD, J., BEST, N. & BRIGGS, D. 2001. Spatial Epidemiology:
Methods and Applications, London, Oxford University Press.
Eryando T, Sipahutar T, Rahardiantoro S: The Risk Distribution of COVID-19 in Indonesia: A
Spatial Analysis. Asia-Pacific journal of public health 2020:1010539520962940.
Fadini, G.P.; Morieri, M.L.; Longato, E.; Avogaro, A. Prevalence and impact of diabetes
among people infected with SARS-CoV-2. J. Endocrinol Investig. 2020, 43, 867–869.

47
Friesen J, Pelz PF: COVID-19 and Slums: A Pandemic Highlights Gaps in Knowledge About
Urban Poverty. JMIR public health and surveillance 2020, 6(3):e19578.
Halpin, D.M.G.; Raner, R.; Sibila, O.; Badia, J.R.; Agusti, A. Do chronic respiratory diseases
or their treatment affect the risk of SARS-CoV-2 infection? Lancet Respir. Med. 2020, 8,
436–438
Harapan H, Anwar S, Nainu F, Setiawan AM, Yufika A, Winardi W, Gan AK, Sofyan H,
Mudatsir M, Oktari RS et al: Perceived risk of being infected with SARS-CoV-2: A
perspective from Indonesia. Disaster medicine and public health preparedness 2020:1-16.
HENNING, J., HESTERBERG, U. W., ZENAL, F., SCHOONMAN, L., BRUM, E., &
MCGRANE, J. (2019). Risk factors for H5 avian influenza virus prevalence on urban live bird
markets in Jakarta, Indonesia-Evaluation of long-term environmental surveillance data. PloS
one, 14(5), e0216984. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0216984
Jefferies S, French N, Gilkison C, Graham G, Hope V, Marshall J, McElnay C, McNeill A,
Muellner P, Paine S et al: COVID-19 in New Zealand and the impact of the national
response: a descriptive epidemiological study. The Lancet Public health 2020.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Infeksi Emerging.
https://covid19.kemkes.go.id/ (diakses tanggal 29 Maret 2020).
Kim S, Castro MC: Spatiotemporal pattern of COVID-19 and government response in South
Korea (as of May 31, 2020). International journal of infectious diseases : IJID : official
publication of the International Society for Infectious Diseases 2020, 98:328-333.
Kraemer MUG, Yang C-H, Gutierrez B, Wu C-H, Klein B, Pigott DM, et al. The effect of
human mobility and control measures on the COVID-19 epidemic in China. Science. 2020
Mar 25;
Kronbichler A, Kresse D, Yoon S, Lee KH, Effenberger M, Shin JI: Asymptomatic patients as
a source of COVID-19 infections: A systematic review and meta-analysis. International
Journal of Infectious Diseases 2020, 98:180-186.
KULLDORFF, M. & NAGARWALLA, N. 1995. Spatial disease clusters: Detection and
inference. Statistics in Medicine, 14, 799-810.
Lai C-C, Liu YH, Wang C-Y, Wang Y-H, Hsueh S-C, Yen M-Y, Ko W-C, Hsueh P-R:
Asymptomatic carrier state, acute respiratory disease, and pneumonia due to severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARSCoV-2): facts and myths. Journal of Microbiology,
Immunology and Infection 2020.
LAWSON, A. 2006. Statistical methods in spatial epidemiology, Chichester, England ;
Hoboken, NJ, Wiley.
LAWSON, A. 2009. Bayesian disease mapping : hierarchical modeling in spatial
epidemiology Boca Raton, CRC Press.
Li X, Jia T, Peng R, Fu X, Zou Y: Associating COVID-19 Severity with Urban Factors: A
Case Study of Wuhan. International journal of environmental research and public health
2020, 17(18).
Liu J, Liu Z, Jiang W, Wang J, Zhu M, Song J, Wang X, Su Y, Xiang G, Ye M et al: Clinical
Predictors of COVID-19 Disease Progression and Death: Analysis of 214 Hospitalized
Patients from Wuhan, China. The clinical respiratory journal 2020.

48
Liu Q, Cao L, Zhu X-Q. Major emerging and re-emerging zoonoses in China: a matter of
global health and socioeconomic development for 1.3 billion. Int J Infect Dis. 2014
Aug;25:65–72. pmid:24858904
LU, S., LIN, J., ZHANG, Z., XIAO, L., JIANG, Z., CHEN, J., HU, C. AND LUO, S. (2020),
Alert for non‐respiratory symptoms of Coronavirus Disease 2019 (COVID‐19) patients in
epidemic period: A case report of familial cluster with three asymptomatic COVID‐19
patients. J Med Virol. Accepted Author Manuscript. doi:10.1002/jmv.25776
Macharia PM, Joseph NK, Okiro EA. A vulnerability index for COVID-19: spatial analysis at
the subnational level in Kenya. BMJ Glob Health. 2020 Aug;5(8):e003014. doi:
10.1136/bmjgh-2020-003014. PMID: 32839197; PMCID: PMC7447114.
MELLOR, K. C., MEYER, A., ELKHOLLY, D. A., FOURNIÉ, G., LONG, P. T., INUI, K.,
PADUNGTOD, P., GILBERT, M., NEWMAN, S. H., VERGNE, T., PFEIFFER, D. U., &
STEVENS, K. B. (2018). Comparative Epidemiology of Highly Pathogenic Avian Influenza
Virus H5N1 and H5N6 in Vietnamese Live Bird Markets: Spatiotemporal Patterns of
Distribution and Risk Factors. Frontiers in veterinary science, 5, 51.
https://doi.org/10.3389/fvets.2018.00051
MOHAMMAD ALKHAMIS, ROBERT J. HIJMANS, ABDULLAH AL-ENEZI, BEATRIZ
MARTÍNEZ-LÓPEZ, AND ANDRES M. PEREA. The Use of Spatial and Spatiotemporal
Modeling for Surveillance of H5N1 Highly Pathogenic Avian Influenza in Poultry in the Middle
East. Avian Diseases 60(1s), 146-155, (12 January 2016). https://doi.org/10.1637/11106-
042115-Reg
Moran PAP: Notes on Continuous Stochastic Phenomena. Biometrika 1950, 37(1/2):17-23.
Nicodemo C, Barzin S, Cavalli N, Lasserson D, Moscone F, Redding S, Shaikh M:
Measuring geographical disparities in England at the time of COVID-19: results using a
composite indicator of population vulnerability. BMJ open 2020, 10(9):e039749
Pathak, P., Singh, Y., Mahapatro, S., Tripathi, N., & Jee, J. (2020). Assessing
Socioeconomic Vulnerabilities related to COVID-19 Risk in India: A State-level Analysis.
Disaster Medicine and Public Health Preparedness, 1-36. doi:10.1017/dmp.2020.348
PFEIFFER, D. 2008. Spatial analysis in epidemiology Oxford, Oxford University Press.
Russell FM, Wang A, Ehrman RR, Jacobs J, Croft A, Larsen C: Risk factors associated with
hospital admission in COVID-19 patients initially admitted to an observation unit. The
American journal of emergency medicine 2020.
Stanturf JA, Goodrick SL, Warren JM, Charnley L, Stegall CM. 2015. Social vulnerability and
Ebola virus disease in rural Liberia. PLoS One. 10(9):e0137208.
doi:10.1371/journal.pone.0137208.
Su W, Qiu Z, Zhou L, Hou J, Wang Y, Huang F, Zhang Y, Jia Y, Zhou J, Liu D et al: Sex
differences in clinical characteristics and risk factors for mortality among severe patients with
COVID-19: a retrospective study. Aging 2020, 12
Tan F, Wang K, Liu J, Liu D, Luo J, Zhou R: Viral Transmission and Clinical Features in
Asymptomatic Carriers of SARS-CoV-2 in Wuhan, China. Frontiers in medicine 2020, 7:547.
TOSEPU et al. Correlation between weather and Covid-19 pandemic in Jakarta, Indonesia.
Science of the Total Environment, 2020, 725, 138436.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138436

49
Tosepu R, Gunawan J, Effendy DS, Ahmad OAI, Lestari H, Bahar H, Asfian P: Correlation
between weather and Covid-19 pandemic in Jakarta, Indonesia. The Science of the total
environment 2020, 725:138436
WANG, J., MCMICHAEL, A. J., MENG, B., BECKER, N. G., HAN, W., GLASS, K., WU, J.,
LIU, X., LIU, J., LI, X., & ZHENG, X. 2006. Spatial dynamics of an epidemic of severe acute
respiratory syndrome in an urban area. Bulletin of the World Health Organization, 84(12),
965–968. https://doi.org/10.2471/blt.06.030247
White ER, Hébert-Dufresne L: State-level variation of initial COVID-19 dynamics in the
United States. PloS one 2020, 15(10):e0240648.
Whittle RS, Diaz-Artiles A: An ecological study of socioeconomic predictors in detection of
COVID-19 cases across neighborhoods in New York City. BMC Med 2020, 18(1):271-271.
WORLD HEALTH ORGANIZATION. Coronavirus disease (COVID-2019) situation reports –
62. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-reports
(diakses tanggal 23 Maret 2020).
WU ET AL. 2019. Nowcasting and forecasting the potential domestic and international
spread of the 2019-nCoV outbreak originating in Wuhan, China: a modelling study. Lancet,
Volume 395, Issue 10225, 689 - 697
Wu T, Perrings C, Kinzig A, Collins JP, Minteer BA, Daszak P. Economic growth,
urbanization, globalization, and the risks of emerging infectious diseases in China: A review.
Ambio. 2017 Feb;46(1):18–29. pmid:27492678
Xiong Y, Wang Y, Chen F, Zhu M: Spatial Statistics and Influencing Factors of the COVID-
19 Epidemic at Both Prefecture and County Levels in Hubei Province, China. International
journal of environmental research and public health 2020, 17(11):3903.
Yang W, Deng M, Li C, Huang J: Spatio-Temporal Patterns of the 2019-nCoV Epidemic at
the County Level in Hubei Province, China. International journal of environmental research
and public health 2020, 17(7).
You H, Wu X, Guo X: Distribution of COVID-19 Morbidity Rate in Association with Social and
Economic Factors in Wuhan, China: Implications for Urban Development. International
journal of environmental research and public health 2020, 17(10):3417.

50

Anda mungkin juga menyukai