Anda di halaman 1dari 14

PROSES BERPIKIR KREATIF DALAM MEMECAHKAN MASALAH

OPEN-ENDED PADA SISWA SMP NEGERI 15 PALU

Mardiana, Dasa Ismaimuza, Sutji Rochaminah,


Pendidikan Matematika Program Magister– Universitas Tadulako

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang proses berpikir
kreatif siswa dalam memecahkan masalah open-ended berdasarkan tahapan
Wallas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 15 Palu yang
memiliki kemampuan matematika tinggi. Hasil penelitian ini meliputi: proses
berpikir kreatif subjek pada tahap persiapan adalah mengidentifikasi informasi
dalam masalah tersebut dengan menuliskan dan mengungkapkan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan dari masalah yang diberikan, pada tahap
inkubasi subjek mendapatkan ide penyelesaian dengan mengingat kembali materi
yang pernah dipelajari, subjek memikirkan adanya kemungkinan jawaban dan
cara lain dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, pada tahap iluminasi
subjek melaksanakan ide yang muncul pada tahap sebelumnya, setelah
menemukan beberapa solusi yang mungkin dari masalah tersebut, subjek
menemukan ide penyelesaian yang lain dari ide penyelesaian sebelumnya, pada
tahap verifikasi subjek memeriksa kembali jawaban yang telah ditulis pada lembar
jawaban dengan satu cara dan selanjutnya mengemukakan cara lain untuk
memeriksa jawaban dengan cara yang lebih sederhana.

Kata kunci : proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, open-ended, kemampuan


matematika

Pendahuluan
Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat atau menciptakan hal-hal
baru atau kombinasi baru berdasarkan data, informasi, dan unsur-unsur yang ada
(Uno & Mohamad, 2011). Ditinjau dari aspek kehidupan manapun kebutuhan
akan kreativitas sangatlah penting (Munandar, 1999). Demikian halnya dalam
dunia pendidikan, pentingnya kreativitas dalam dunia pendidikan tertuang dalam
tujuan pendidikan nasional. Tujuan Pendidikan Nasional menurut pasal 3 UU No
20 Tahun 2003 adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Tampak pada tujuan pendidikan nasional di
atas, diantara beberapa kemampuan yang akan dicapai adalah kemampuan
berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika adalah suatu komponen
penting yang perlu dimiliki oleh pelajar untuk membantu mereka dalam
menyelesaikan masalah matematika berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
(Ismaimuza, 2013). Melihat pentingnya berpikir kreatif sudah seharusnya
kemampuan tersebut dikembangkan serta mendapatkan perhatian. Namun,
perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum optimal. Hal ini
didukung oleh penelitian terhadap siswa yang diberikan Tugas Pengajuan
Masalah (TPM), dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa terdapat 18,18%
siswa kreatif, 68,18% siswa kurang kreatif dan 13,64% siswa tidak kreatif
(Siswono, 2004). Dari hasil analisis tersebut tampak bahwa sebagian besar siswa
masih berada dalam kelompok kurang kreatif.
Penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam befikir keratif diantaranya
adalah guru tidak menyadari bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, guru juga tidak mengetahui
bagaimana mengajar atau mengelola kelas mereka sehingga dapat mendorong
kreativitas siswa dan hal ini juga karena guru tidak tahu tentang kreativitas dalam
matematika dan asesmen kelas yang hanya terfokus pada masalah rutin dan teknik
asesmen pensil dan kertas dengan pilihan ganda (Siswono, 2008). Pendapat lain
mengatakan bahwa salah satu penyebab siswa belum mampu mengembangkan
kemampuan berpikir kreatifnya adalah kegiatan pembelajaran yang masih
berorientasi pada guru sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses
pembelajaran, guru juga masih terbiasa memberikan soal rutin yang memiliki satu
penyelesaian saja. Sehingga ketika siswa dihadapkan pada soal non rutin yang
memiliki berbagai macam solusi jawaban, siswa merasa kesulitan dalam
menyelesaikannya (Isna & Kurniasari, 2018).
Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti pada siswa kelas VII SMP
Negeri 15 Palu ketika sedang belajar matematika menunjukkan bahwa beberapa
siswa mampu menyelesaikan soal apabila soal yang sama terlebih dahulu
dicontohkan oleh guru dalam menentukan penyelesaiannya. Namun, jika
diberikan soal-soal yang sedikit berbeda dari soal yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka siswa akan mengalami kesulitan. Siswa cenderung hanya
menghafalkan langkah-langkah penyelesaian soal yang telah dijelaskan oleh guru.
Kondisi ini tidak membuat siswa lebih kreatif bahkan siswa menyelesaikan
masalah cenderung meniru apa yang dicontohkan oleh guru.
Berpikir kreatif berarti berusaha untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dengan melibatkan segala tampakan dan fakta pengolahan data di
otak (Uno & Mohamad, 2011). Ruggeiro dan Evans mengemukakan bahwa
berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang
untuk membangun ide atau gagasan yang baru (Siswono, Rosyidi, Puji, &
Kurniasari, 2012). Kriteria berpikir kreatif berkembang sesuai dengan bidang
kajian (lingkup) dari kemampuan berpikir kreatif itu sendiri. Misalnya dalam
lingkup matematika. Beberapa ahli mengadopsi definisi berpikir kreatif secara
umum untuk medefinisikan berpikir kreatif dalam matematika. Krutetskii, Balka,
Silver, Haylock, Getzel & Jackson (Alimuddin, 2009) mengungkapkan bahwa
kriteria kreatifitas dalam matematika adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan
kebaruan. Selanjutnya mereka menjelaskan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan
sebagai berikut, kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam
merespons sebuah perintah, fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan
pendekatan ketika merespons perintah, Kebaruan merupakan keaslian ide yang
dibuat dalam merespons perintah.
Pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga
dapat memunculkan potensi berpikir siswa. Salah satu cara yang dapat
mewujudkan hal itu adalah penggunaan soal open-ended dalam
pembelajaran matematika. Kwon et al (Oktaviani, Sisworo, & Hidayanto,
2018) menyatakan bahwa open-ended problem didefinisikan sebagai soal
yang punya konteks awal yang jelas, namun terbuka terhadap banyak
solusi yang berbeda. Karakteristik soal open-ended memungkinkan siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka pilih (Mahmudi,
2008). Sehingga dapat memicu tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif
siswa.
Selanjutnya, Mahmudi (Oktaviani et al., 2018) mengungkapkan bahwa
pembahasan mengenai kreativitas dalam matematika lebih ditekankan pada
prosesnya yakni proses berpikir kreatif. Proses berpikir kreatif siswa merupakan
gambaran nyata bagaimana kreativitas matematis siswa terjadi. Untuk mengetahui
proses berpikir kreatif siswa, pedoman yang digunakan adalah proses kreatif yang
dikembangkan oleh Wallas. Tahapan proses berpikir kreatif yang dikemukakan
oleh Wallas merupakan tahapan yang ringkas dan lugas, sehingga mudah
digunakan sebagai panduan untuk melakukan analisis data (Prianggono, 2012).
Tahap Persiapan, Pada tahap pertama seseorang mempersiapkan diri
untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang relevan, dan
mencari pendekatan untuk menyelesaikannya (Siswono, 2004). Pada tahap
inkubasi individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah
tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
“mengeramnya” dalam alam pra-sadar (Munandar, 1999). Tahap ini penting
sebagai awal proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu
penemuan atau kreasi baru dari daerah pra sadar (Siswono, 2004). Tahap
iluminasi adalah tahap timbunya “insight” atau “Aha-Erlebnis”, saat timbulnya
inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologi yang mengawali dan
mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru (Munandar, 1999). Pada tahap
ini, seseorang mendapatkan sebuah pemecahan masalah yang diikuti dengan
munculnya inspirasi dan ide-ide yang mengawali dan mengikuti munculnya
inspirasi dan gagasan baru (Siswono, 2004). Tahapan terakhir yaitu verifikasi,
Tapomoy menyebut fase ini sebagai checking it out atau fase pemeriksaan (Rusdi,
2018). Pada tahap ini seseorang menguji dan memeriksa pemecahan masalah
tersebut terhadap realitas (Siswono, 2004).
Proses berpikir kreatif yang dikemukakan Wallas dan
karakteristik berpikir kreatif dapat diketahui dari indikator dalam
pemecahan masalah yang peneliti adopsi dan modifikasi dari Simforiana
M (2018)dan Isvina (2015) yang dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1 Indikator Berpikir Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan


Tahapan Wallas
Tahapan Karakteristik
proses berpikir berpikir Indikator berpikir kreatif
kreatif kreatif
Siswa mencetuskan banyak pernyataan pada
Persiapan Fluency soal dengan menuliskan apa yang diketahui
dan ditanya dengan lancar.
Siswa menggunakan alternatif bahasa yang
Flexibility berbeda dari siswa yang lainnya yaitu dengan
menggunakan bahasa sendiri.
Siswa membuat konsep yang unik berkaitan
Originality dengan apa yang diketahui dan ditanya dari
masalah tersebut.
Siswa memikirkan lebih dari satu ide yang
Fluency dituangkan dalam bentuk coretan kertas
dengan lancar.
Siswa mencari strategi yang sesuai untuk
Inkubasi menghasilkan beragam jawaban yaitu dengan
Flexibility
mengaitkan materi yang pernah diajarkan
sebelumnya.
Siswa memikirkan cara unik yang dituangkan
Originality
dalam bentuk coretan kertas.
Siswa mendapatkan ide untuk menyelesaikan
masalah dengan lebih dari satu alternatif
Fluency
jawaban ataupun cara penyelesaian dengan
lancar.
Iluminasi
Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban
Flexibility
dengan cara penyelesaian yang berbeda- beda.
Siswa mampu menunjukkan pemahaman
Originality
yang lebih dengan melahirkan konsep unik.
Siswa memeriksa kembali semua
Fluency
penyelesaian yang dibuatnya secara tuntut.
Siswa memeriksa kembali penyelesaian
Verifikasi Flexibility
dengan cara yang berbeda.
Siswa memeriksa kembali penyelesaian yang
Originality
dibuatnya dengan cara baru atau unik

Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam


pelajaran matematika. Perbedaan ini dapat dilihat dari hasil evaluasi
belajar yang dilakukan oleh guru melalui penilaian harian. Siswa dengan
kemampuan matematika tinggi akan memiliki kemampuan berpikir kreatif
yang baik (Mufidah, 2014). Peserta didik yang memiliki kemampuan
tinggi akan berbeda proses berpikirnya dalam menyelesaikan suatu
masalah dengan siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah.
Kemampuan matematika dalam penelitian ini adalah hasil belajar
matematika siswa yang diukur melalui hasil tes penilaian harian untuk
mata pelajaran matematika dan tes kemampuan matematika. Berdasarkan
hasil penilaian harian dan tes kemampuan, siswa dikategorikan menjadi 3
kelompok, yaitu siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan
rendah. Dalam penelitian ini untuk menentukan kedudukan siswa dalam
kelompok tingkat kemampuan matematika, peneliti menggunakan
standar deviasi atau simpangan baku dengan aturan sebagai berikut
(Arikunto, 2012)
Tabel 2 Aturan Pengelompokan Tingkat Kemampuan Matematika Siswa

Skor Kelompok
s≥( x +SD ) Tinggi
( x−SD )<s < ( x+ SD ) Sedang
s≤( x−SD ) Rendah

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang


“Proses Berpikir Kreatif Dalam Memecahkan Masalah Open-Ended Berdasarkan
Tahapan Wallas Pada Siswa SMP Negeri 15 Palu”

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa
kelas VII SMPN 15 Palu dalam pemecahan masalah open-ended berdasarkan
tahapan Wallas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 15
Palu yang memiliki kemampuan matematika tinggi dan sedang. Pengelompokkan
siswa berdasarkan hasil penilaian harian dari guru mata pelajaran matematika dan
tes kemampuan matematika yang dilakukan peneliti sebelum penelitian
dilaksanakan. Hasil penilaian harian dan hasil tes kemampuan matematika setelah
dikelompokkan tersaji sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Penilaian Harian (PH) dan Tes Kemampuan


Matematika (TKM)
No Tingkat Jumlah Siswa
Kemampuan PH TKM
1 Tinggi 5 6
2 Sedang 11 15
3 Rendah 11 6

Siswa yang dipilih untuk menjadi subjek kemampuan matematika tinggi


adalah siswa yang berada pada kelompok dengan kemampuan matematika tinggi
berdasarkan hasil penilaian harian dan berada pada kelompok dengan kemampuan
matematika tinggi berdasarkan hasil tes kemampuan matematika. Subjek
kemampuan matematika sedang adalah siswa yang berada pada kelompok dengan
kemampuan matematika sedang berdasarkan hasil penilaian harian dan berada
pada kelompok dengan kemampuan matematika sedang berdasarkan hasil tes
kemampuan matematika. Terdapat 3 orang siswa yang berada pada kelompok
kemampuan matematika tinggi berdasarkan hasil penilaian harian dan tes
kemampuan matematika. Selanjutnya dipilih satu siswa dari kelompok
kemampuan
tinggi yang memenuhi kriteria dapat berkomunikasi lisan dengan baik
dan jelas pada saat wawancara. Hal ini didukung oleh pertimbangan guru untuk
memilih siswa yang cukup mampu untuk mengekspresikan jalan pikirannya
berdasarkan pengamatan guru selama proses pembelajaran di kelas dan bersedia
untuk berpartisipasi dalam pengambilan data selama penelitian. Siswa yang
terpilih dan dijadikan subjek dalam penelitian ini yaitu FM.
Teknik yang dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah tes tertulis, teknik wawancara mendalam (In dept interview) dan teknik
observasi. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam hal
ini peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisis,
penafsir data, dan menjadi pelapor hasil penelitian. Pada penelitian ini juga
digunakan instrumen pendukung lainnya yaitu: hasil penilaian harian, tes
kemampuan matematika siswa, tes pemecahan masalah open-ended, dan pedoman
wawancara. Soal pada tes kemampuan matematika siswa memuat soal-soal
pengetahuan siswa tentang materi bilangan, himpunan, aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel, perbandingan dan aritmetika sosial. Soal pada
tes masalah open-ended, memuat soal yang memiliki lebih dari satu jawaban, atau
strategi penyelesaian. Instrumen tes kemampuan matematika dan tes pemecahan
masalah open-ended dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti sendiri dan
telah terlebih dahulu divalidasi oleh ahli. Masalah matematika yang digunakan
untuk mengeksplorasi proses berpikir kreatif subjek seperti disajikan berikut:

Tabel 4. Masalah Open-Ended


Masalah Open-Ended I (M1) Masalah Open-Ended II (M2)
Setiap hari kamis, Ibu Rita pergi ke Setiap hari senin, Ibu Armi pergi ke
toko grosir untuk membeli buku toko grosir untuk membeli buku tulis
gambar yang akan dijual kembali. Ia yang akan dijual kembali. Ia membeli
membeli buku gambar sebanyak 30 buku tulis sebanyak 30 lusin (1 lusin =
lusin (1 lusin = 12 buah) dengan harga 12 buah) dengan harga
Rp.42.500,00/ lusin. Untuk Rp.38.000,00/lusin. Untuk
mengangkut buku tersebut, Ia mengangkut buku tersebut, Ia
menyewa mobil dengan biaya Rp. menyewa mobil dengan biaya Rp.
30.000,00. Tentukan kemungkinan 30.000,00. Tentukan kemungkinan
harga jual buku gambar Ibu Rita per harga jual buku tulis Ibu Armi per
buahnya agar untung! buahnya agar untung!

Data proses berpikir kreatif siswa kelas VII SMP Negeri 15 Palu dalam
pemecahan masalah open-ended dianalisis dengan tiga langkah kegiatan yaitu
kondensasi data (data condensation), penyajian data (data display) dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi (conclusion drawing/ verification) (Miles, Huberman, &
Saldana, 2014). Kondensasi data merujuk kepada proses menyeleksi,
memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi dan mentransformasi data yang
terdapat pada catatan lapangan maupun transkrip. Pada penyajian data, data yang
disajikan adalah data hasil pekerjaan subjek, data hasil wawancara, lembar
jawaban tertulis dan data hasil observasi. Sebelum data-data tersebut disajikan,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan data untuk menentukan kekonsistenan
informasi yang diberikan subjek penelitian, sehingga diperoleh data yang kredibel
(triangulasi data). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi waktu, dimana subjek diuji dengan masalah open-ended yang setara
pada waktu yang berbeda. Masalah open-ended I diberikan pada tanggal 8 Juni
2020 dan masalah open-ended II diberikan pada tanggal 18 Juni 2020. Apabila
data subjek telah konsisten dari waktu yang berbeda dengan masalah yang setara,
maka data yang diperoleh tersebut sudah kredibel. Langkah ketiga dalam analisis
kualitatif adalah melakukan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali
kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.

Hasil dan Pembahasan


Pada bagian ini dipaparkan hasil-hasil penelitian yaitu proses
berpikir kreatif dalam memecahkan masalah open-ended pada siswa SMP
Negeri 15 Palu. Proses berpikir kreatif berdasarkan tahapan-tahapan
Wallas (persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi) tersebut
diungkapkan berdasarkan tingkat kemampuan matematika subjek (subjek
dengan kemampuan tinggi (FM).).

a. Hasil Penelitian
Analisis proses berfikir kreatif siswa kelas VII SMPN 15 Palu
dalam memecahkan masalah open-ended pada siswa dengan kemampuan
tinggi (FM) adalah sebagai berikut:
Pada tahap persiapan, subjek FM mengidentifikasi informasi pada
masalah yang diberikan dengan menuliskan dan mengutarakan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan. Subjek FM juga dapat menggunakan
bahasa sendiri dalam menceritakan kembali permasalahan dalam masalah
yang diberikan saat wawancara seperti kutipan wawancara berikut:

P : Coba ceritakan dengan bahasanya sendiri tentang soal ini


FM : Ada seorang ibu beli buku 30 lusin, kita diminta menentukan harga
bukunya itu, jika buku tersebut akan dijual kembali, akan dijual
kembali supaya ibu itu untung.
P : Informasi apa yang FM dapat dari soal?
FM : Buku itu sebanyak 30 lusin, harga buku perlusinnnya 42.500 dan biaya
ongkos sewa mobilnya 30.000
P : Kemudian yang ditanyakan dalam soal apa?
FM : Kemungkinan harga buku gambar ibu Rita perbuahnya, supaya Ibu
Rita untung
Pada tahap inkubasi, subjek FM mendapatkan ide penyelesaian. Berikut
kutipan wawancara antara peneliti dan subjek FM pada tahap inkubasi:

P : Apakah FM langsung mendapatkan ide untuk menyelesaikan soalnya?


FM : Ya
P : Coba ceritakan bagaimana langkah-langkah ide yang FM dapatkan.
FM : Pertama, harus ditentukan dulu keseluruhan harga belinya, harga beli
buku kemudian ditambah dengan biaya mobil, biaya sewa mobil.
P : Kenapa harus ditambah dengn biaya sewa mobil?
FM : Karena sewa mobil itu termasuk pengeluaran jadi semua itu ditambah
dengan harga buku 30 lusin
P : Setelah itu?
FM Setelah itu, saya cari juga jumlah buku keseluruhannya
P : Bagaimana bisa dapat ide seperti itu?
FM : Karena saya ingat materi yang saya pernah pelajari disekolah bahwa
kalau mau untung, pemasukannya lebih banyak dari pengeluarannya
P : Apakah ada jawaban atau cara yang lain yang bisa dapatkan?
FM : Ya, mungkin ada
Berdasarkan kutipan wawancara diatas, dapat dideskripsikan bahwa
subjek FM mendapatkan ide penyelesaian dengan menentukan keseluruhan harga
beli buku, kemudian ditambahkan dengan sewa mobil untuk mendapatkan
pengeluaran, selanjutnya subjek FM juga mencari jumlah buku keseluruhan.
Subjek FM mendapatkan ide penyelesaian dengan mengingat materi yang pernah
pelajari di sekolah yaitu bahwa untuk mendapatkan keuntungan, pemasukan harus
lebih banyak dari pengeluaran. Pada tahap ini subjek FM memikirkan adanya
kemungkinan jawaban atau cara lain dalam menyelesaiakan masalah walaupun
tampak belum terlalu yakin saat wawancara.
Pada tahap iluminasi, subjek melaksanakan ide yang muncul pada tahap
sebelumnya dan tampak seperti cuplikan lembar jawaban berikut:

Gambar 1. Cuplikan Lembar Jawaban Subjek FM Pada Tahap Iluminasi


Berdasarkan cuplikan lembar jawaban diatas diketahui bahwa subjek FM
menghitung harga beli keseluruhan dengan cara mengalikan harga buku per
lusinnya dengan banyaknnya lusin buku yang dibeli oleh Ibu Rita, kemudian
menambahkan dengan biaya sewa mobil, selanjutnya menghitung banyaknya
buku dengan cara mengalikan banyaknya lusin buku yang dibeli dengan banyak
buku dalam satu lusin. Hasil yang diperoleh dari menghitung harga beli
keseluruhan yang telah ditambhakan dengan biaya sewa mobil kemudian dibagi
dengan banyaknya buah buku keseluruhan. Sehingga memperoleh 3.625. Dari
angka tersebut, subjek FM menentukan harga jual yang mungkin dari buku
tersebut yaitu Rp.4.000,00. Subjek FM menentukan lebih dari satu jawaban
yang mungkin dari masalah yang diberikan yaitu Rp. 4.500,00, Subjek FM
berpikir bahwa agar untung, buku harus dijual lebih dari modal perbuahnya.
Subjek FM mengemukakan dan kemudian menuliskan cara lain untuk
menyelesaiakan masalah yang diberikan yaitu dengan membagikan keseluruhan
pengeluaran dengan banyaknya lusin buku, kemudian dibagi lagi dengan
banyaknya buku dalam satu lusin.
Pada tahap verifikasi, subjek FM memeriksa kembali jawaban yang
dituliskan pada lembar jawaban dengan serius. Berikut cuplikan hasil wawancara
peneliti dan subjek FM pada tahap verifikasi:
P : Bagaimana cara periksanya?
FM : Pertama saya kalikan 4.000 dengan keseluruhan buku hasilnya
1.440.000. Jika saya kurangi dengan pengeluarannya tadi, maka ibu tadi
untung 135.000. jadi jika buku tersebut dijual dengan harga 4.000
perbuah, artinya sudah untung.
P : Ada cara lain untuk periksa?
FM : Bisa juga langsung dibandingkann saja modal perbuah dengan harga
perbuah. Karena harga jual lebih besar dari modalnya artinya itu sudah
untung.

Berdasarkan kutipan wawancara diatas, dapat dideskripsikan bahwa


subjek FM melakukan pemeriksaan kembali pada hasil pekerjaannya dengan
mengalikan jawaban yg diperoleh dengan banyaknya buah buku keseluruhan.
Untuk menentukan besar untung yang diperoleh. juga mengemukakan cara lain
untuk memeriksa jawaban dengan membandingkan modal perbuah dan harga
perbuah.

Pembahasan:
Proses berfikir kreatif subjek kemampuan tinggi adalah sebagai berikut:
Pada tahap persiapan, subjek FM mengidentifikasi informasi dalam masalah yang
diberikan, subjek FM juga dapat menceritakan kembali permasalahan yang
diberikan dengan menggunakan bahasa sendiri. Hal ini sejalan dengan suatu hasil
penelitian (Sari L. N., 2016) bahwa pada tahap ini, subjek berkemampuan
matematika tinggi dalam memecahkan masalah matematika diawali dengan
memahami masalah dengan cara membaca masalah yang diberikan, menentukan
apa-apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan pada masalah serta
mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah.
Karakteristik berpikir kreatif yang tampak pada tahap persiapan sesuai
dengan indikator berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas yang ditentukan
sebelumnya yaitu kelancaran (fluency) dan keluwesan (flexibility). Isaken, Puccio,
dan Treffinger (Fardah, 2012)menyatakan bahwa kelancaran (fluency) dapat
diidentifikasi dari banyaknya respon siswa yang relevan, dalam hal ini subjek
dapat memberikan respon setelah membaca masalah dengan menuliskan dan
menyebutkan beberapa informasi yang diketahui dan yang ditanyakan dari
masalah yang diberikan. Keluwesan (flexibilitiy) tampak ketika subjek dapat
menceritakan kembali permasalahan yang diberikan dengan menggunakan bahasa
sendiri. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Silver (1997) bahwa fleksibiltas
tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah.
Karakteristik berpikir kreatif untuk kebaruan (originality) tidak tampak
pada tahap ini karena respon yang dipikirkan oleh subjek pada tahap persiapan
masih bersifat umum. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Isaken, Puccio, dan
Treffinger (Fardah, 2012) bahwa respon siswa dikatakan asli (original) jika unik,
tidak biasa, dan hanya dilakukan oleh sedikit sekali siswa.
Savic (Oktaviani et al., 2018) mengungkapkan bahwa pada tahap inkubasi
siswa akan melepaskan diri dari persoalan dan siswa mendapatkan ide-ide. Subjek
FM mendapatkan ide penyelesaian dengan mengingat materi yang pernah
pelajari ketika membaca masalah yang diberikan. Pada tahap ini pula subjek
memikirkan adanya kemungkinan jawaban atau cara lain dalam menyelesaiakan
masalah yang diberikan.
Karakteristik berpikir kreatif yang tampak pada tahap inkubasi sesuai
dengan indikator berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu kelancaran (fluency) dan keluwesan (flexibility).
Kelancaran (fluency) tampak ketika subjek memikirkan adanya kemungkinan
lebih dari satu ide penyelesaian dari masalah yang diberikan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Isaken, Puccio, dan Treffinger (Fardah, 2012) yang menyatakan
bahwa kelancaran (fluency) dapat diidentifikasi dari banyaknya respon siswa yang
relevan. Silver (1997) mengungkapkan bahwa keluwesan (flexibility) tampak pada
perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah dalam penelitian ini
subjek mendapatkan ide penyelesaian untuk masalah dengan mengingat materi
yang pernah pelajari.
Karakteristik berpikir kreatif untuk kebaruan (originality) tidak tampak
pada inkubasi karena respon yang dipikirkan oleh subjek pada tahap ini masih
bersifat umum. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Isaken, Puccio, dan
Treffinger (Fardah, 2012) bahwa respon siswa dikatakan asli (original) jika unik,
tidak biasa, dan hanya dilakukan oleh sedikit sekali siswa.
Pada tahap iluminasi, subjek FM melaksanakan ide yang muncul pada
tahap sebelumnya, setelah menemukan beberapa solusi yang mungkin dari
masalah tersebut, subjek menemukan ide penyelesaian yang lain dari ide
penyelesaian sebelumnya hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wulantina,
Kusmayadi, dan Riyadi (2015) bahwa pada tahap iluminasi, siswa mencari ide
penyelesaian dengan melanjutkan ide awal yang telah ditemukan sebelumnya,
siswa mendapatkan ide penyelesaian dengan cara memahami informasi yang
terdapat dalam soal, siswa menemukan ide lain dengan memahami cara
penyelesaian ide sebelumnya, siswa tidak memerlukan waktu yang lama dalam
menemukan ide lain.
Karakteristik berpikir kreatif yang tampak pada tahap iluminasi sesuai
dengan indikator berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu kelancaran (fluency) yang tampak ketika subjek
menemukan lebih dari satu solusi yang mungkin untuk masalah yang dihadapi,
keluwesan (flexibility) tampak ketika subjek menemukan ide lain dalam
memecahkan masalah dengan memahami cara penyelesaian ide sebelumnya. Hal
ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Silver ( Siswono, 2005) bahwa
kelancaran merupakan kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan
bermacam-macam jawaban dan keluwesan merupakan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah dengan satu cara kemudian dengan cara lain.
Sharp (Mahmudi, 2010) mengungkapkan bahwa kebaruan merujuk pada
strategi penyelesaian masalah yang bersifat unik. Kebaruan tidak harus dikaitkan
dengan ide yang betul-betul baru, melainkan baru menurut siswa. Ketika siswa
menemukan solusi masalah untuk pertama kalinya, ia telah menemukan sesuatu
yang baru, setidaknya bagi dirinya sendiri. Subjek telah mampu menemukan
solusi dari masalah yang diberikan dengan benar, sehingga memenuhi kriteria
berpikir kreatif untuk kebaruan (originality).
Savic (Oktaviani et al., 2018) menyatakan bahwa pada tahap verifikasi,
siswa menguji atau memeriksa hasil jawaban. Sama halnya dengan subjek yang
memeriksa kembali jawaban yang telah ditulis pada lembar jawaban dengan
serius. juga mengemukakan cara lain untuk memeriksa solusi dari masalah yang
diberikan.
Karakteristik berpikir kreatif yang tampak pada tahap verifikasi sesuai
dengan indikator berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas yang telah
ditentukan sebelumnya yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan
kebaruan (originality). Isaken, Puccio, dan Treffinger (Fardah, 2012) menyatakan
bahwa kelancaran (fluency) dapat diidentifikasi dari banyaknya respon siswa yang
relevan. Dalam tahap ini, respon yang diberikan oleh adalah dengan memeriksa
kembali solusi-solusi yang telah diperolehnya. Torrance (Lestari & Yudhanegara,
2015) mengungkapkan bahwa indikator keluwesan (flexibility) yaitu adanya
ide/gagasan yang beragam. Hal yang sama ditunjukkan oleh subjek ketika
memeriksa solusi yang telah diperolehnya dengan lebih dari satu cara, Kebaruan
(originality) tampak ketika subjek dapat menemukan cara memeriksa solusi dari
masalah yang diberikan dengan cara yang berbeda dari siswa pada umumnya. Hal
ini didukung oleh Isaken, Puccio, dan Treffinger (Fardah, 2012) bahwa respon
siswa dikatakan asli (original) jika unik, tidak biasa, dan hanya dilakukan oleh
sedikit sekali siswa.

Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan Proses
berpikir kreatif subjek dengan kemampuan tinggi sebagai berikut: pada tahap
persiapan subjek mengidentifikasi informasi dalam masalah yang diberikan
(fluency), dan dapat menceritakan kembali dengan menggunakan bahasa sendiri
(flexibility). Pada tahap inkubasi subjek mendapatkan ide penyelesaian dengan
mengingat kembali materi yang pernah dipelajari (flexibility), dan subjek
memikirkan adanya kemungkinan jawaban dan cara lain dalam menyelesaikan
masalah yang diberikan (fluency). Pada tahap iluminasi subjek melaksanakan ide
yang muncul pada tahap sebelumnya, setelah menemukan beberapa solusi yang
mungkin dari masalah tersebut (fluency, originality), subjek kembali menemukan
ide penyelesaian yang lain dari ide penyelesaian sebelumnya (flexibility). Pada
tahap verifikasi subjek memeriksa kembali jawaban yang telah ditulis pada lembar
jawaban dengan satu cara (fluency) dan selanjutnya mengemukakan cara lain
untuk memeriksa jawaban dengan cara yang lebih sederhana (flexibility,
originality).
.

b. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di
atas, maka peneliti menyarankan kepada guru maupun calon guru sebagai berikut:
pada saat mengajar siswa-siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi
guru hendaknya membimbing siswa dengan memberikan soal-soal open-ended
yang lebih bervariasi sehingga siswa akan lebih terbiasa untuk berpikir kreatif.
Untuk siswa dengan kemampuan matematika sedang, masih kurang dalam proses
berpikir kreatif pada tahap inkubasi, dan verifikasi sehingga guru hendaknya
lebih optimal dalam membimbing siswa dengan memberikan soal-soal open-
ended yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang telah
dimiliki siswa sebelumnya. Penelitian ini hanya menggunakan subjek penelitian
kemampuan matematika tinggi sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya
terdapat penelitian dengan subjek penelitian kemampuan matematika rendah.

Daftar Pustaka
Alimuddin. (2009). Menumbuh Kembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Melalui Tugas-Tugas Pemecahan Masalah. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, 355–366.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evalusi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fardah, D. K. (2012). Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa


dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended. Kreano: Jurnal Matematika
Kreatif-Inovatif, 3(2), 91–99.

Ismaimuza, D. (2013). Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa


SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik
Kognitif. Jurnal Teknologi, 63(2), 33–37.
Isna, N. N., & Kurniasari, I. (2018). Identifikasi Tingkat Berpikir Kreatif Siswa
Dalam Menyelesaikan Open Ended Problem Materi Aritmatika Sosial Smp
Ditinjau Dari Kemampuan Matematika. MATHEdunesa, 7(3), 607–613.
Isvina, W. Y., Sugiarti, T., & Kurniati, D. (2015). Proses Berpikir Kreatif dalam
Memecahkan Masalah Sub Pokok Bahasan Trapesium Berdasarkan Tahapan
Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient ( AQ ) Siswa Kelas VII-C SMP
Negeri 1 Jember. Artikel Ilmiah Mahasiswa, 1(1), 1–7.

Lestari, K. E., & Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika.


Bandung: Refika Aditama.

Mahmudi, A. (2008). Mengembangkan Soal Terbuka (Open-Ended


Problem)dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika, 2–11.

Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.


Disajikan Pada Konferensi Nasional Matematika XV UNIMA Manado.

Miles, M. ., Huberman, A. ., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis A


Methods Sourcebook. California: Sage.

Mufidah, I. (2014). Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam


Pemecahan Masalah Matematika Materi Segiempat Dan Segitiga Ditinjau
Dari Kemampuan Matematika Siswa Di Kelas Vii Smpn 1 Driyorejo.
MATHEdunesa, 3(2), 113–119.

Munandar, S. C. U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Oktaviani, M. A., Sisworo, & Hidayanto, E. (2018). Proses Berpikir Kreatif Siswa
Berkemampuan Spasial Tinggi dalam Menyelesaikan Soal Open-ended.
Jurnal Pendidikan, 3(7), 935–944.

Prianggono, A. (2012). Analisis Proses Berfikir Kreatif Siswa Sekolah Menengah


Kejuruan (SMK) dalam Pemecahan Masalah Matematika pada Materi
Persamaan Kuadrat. Tesis. UNS Surakarta: Tidak diterbitkan.

Rusdi, R. (2018). Implementasi Teori Kreativitas Graham Wallas Dalam Sekolah


Kepenulisan di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari Cabeyan Yogyakarta.
Muslim Heritage, 2(2), 259.

Sari, L. N. (2016). Proses Berpikir Kreatif Siswa SMP dalam Memecahkan


Masalah Matematika Nonrutin Ditinjau dari Kemampuan Matematika.
Kreano, 7(2), 163–170.

Silver, E. A. (1997). Fostering creativity through instruction rich in mathematical


problem solving and problem posing. ZDM - International Journal on
Mathematics Education, 29(3), 75–80.
Simforiana, M. (2018). Analisis Proses Berfikir Kreatif Dan Komunikasi
Matematis Peserta Didik Pada Problem Posing. Pascasarjana Pendidikan
Matematika: Universitas Muhammadiyah Malang.

Siswono, T. E. S. (2004). Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam


Pengajuan Masalah ( Problem Posing ) Matematika Berpandu dengan Model
Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan
Matematika, 6, 1–16.

Siswono, T. Y. E. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif


Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika Dan
Sains, X, .1.(1), 1–9.

Siswono, T. Y. E. (2008). Promoting Creativity in Learning Mathematics using


Open-Ended Problems. The 3rd International Conference on Mathematics
and Statistics (ICoMS-3), (August), 5–6.

Siswono, T. Y. E., Rosyidi, A. H., Puji, A. Y., & Kurniasari, I. (2012).


Pemberdayaan Guru Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sd. Jurnal Ilmu Pendidikan, (2), 211.

Uno, H. B., & Mohamad, N. (2011). Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM.


Jakarta: Bumi Aksara.

Wulantina, E., Kusmayadi, T. A., & Riyadi, R. (2015). Proses Berpikir Kreatif
Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan
Matematika pada Siswa Kelas X MIA Sman 6 Surakarta. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, 3(6), 671–682.

Anda mungkin juga menyukai