Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pena Ilmiah: Vol.

1, No, 1 (2016)

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP


KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Rizal Abdurrozak1, Asep Kurnia Jayadinata2, Isrok atun3


1, 2, 3
Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang
Jl. Mayor Abdurachman No.211 Sumedang
1
Email : rizalabdurrozak@gmail.com
2
Email : asep_jayadinata@upi.edu
3
Email : isrokatun@gmail.com

Abstrak
Fokus penelitian ini mengenai kemampuan berpikir kreatif siswa. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa sebagai akibat dari pembelajaran
PBL. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan pemilihan sampel melalui
cara purposive sampling. Sampel yang diambil adalah kelas IV di SDN Paseh 2 dan SDN Legok
1. Instrumen penelitian menggunakan soal tes kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar,
angket terbuka, lembar observasi keaktifan siswa dan kinerja guru, serta catatan lapangan.
Analisis data menggunakan uji normalitas, uji Wilcoxon, uji Mann Whitney, uji Gain dan
analisis data deskriptif. Analisis data ditinjau berdasarkan data keseluruhan hasil tes.
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh 1) terdapat peningkatan kemampuan berpikir
kreatif siswa dengan menggunakan model PBL, 2) terdapat peningkatan hasil belajar siswa
dengan menggunakan model PBL, 3) kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan
model PBL lebih baik daripada menggunakan model konvensional, 4) terdapat faktor
pendukung dan penghambat dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Kata kunci: Model Problem Based Learning, Kemampuan Berpikir Kreatif

PENDAHULUAN oleh Indonesia untuk kemampuan IPA atau


Kemampuan berpikir kreatif siswa di sains yaitu dengan menempati posisi ke-38
Indonesia cenderung masih kurang. Hasil dari 41 negara yang berpartisipasi.
studi Trends in International Mathematic and
Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 Dalam hasil studi internasional yang didapat,
menunjukkan bahwa Indonesia berada di baik TIMSS maupun PISA merupakan studi
posisi 3 terbawah dari keseluruhan 32 penelitian yang di dalamnya memberikan
negara yang berpartisipasi. Skor IPA yang dan menguji dengan soal kemampuan
dimiliki siswa di Indonesia adalah 406 dari berpikir tingkat tinggi siswa yang salah satu
standar IPA yang ditentukan yaitu 500. Hasil diantaranya adalah berpikir kreatif. Tentunya
serupa juga terlihat dari hasil studi hasil di atas menggambarkan perlunya
Programme for International Student pembelajaran dengan meningkatkan berpikir
Assesment (PISA) pada tahun 2003, yang kreatif.
objek surveinya merupakan siswa usia di
bawah 15 tahun. Aspek yang dinilai dalam Selain hasil studi TIMSS dan PISA, ada pula
PISA ada tiga, yaitu kemampuan membaca, hasil penelitian oleh Hasanah (2010)
matematika, dan sains. Hasil yang didapat mengungkapkan hasil penelitian

871
Rizal Abdurrozak, Asep Kurnia Jayadinata, Isrokatun

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir Kemampuan berpikir kreatif yang akan


kreatif siswa tidak akan mudah untuk dikembangkan dalam pembelajaran meliputi
berkembang jika tidak ada stimulus. Stimulus aspek bepikir lancar, bepikir luwes, bepikir
yang dimaksudkan Hasanah adalah motivasi orisinal, berpikir elaborasi, yang sejalan
kuat/keinginan yang besar untuk dengan pendapat Munandar (dalam
memecahkan masalah serta adanya Iskandar, 2012). Upaya untuk meningkatkan
perhatian dari guru dalam memecahkan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran
masalah. Dengan adanya hasil TIMSS dan IPA, salah satunya dapat menggunakan
PISA, Indonesia yang masih kurang baik dan model pembelajaran. Salah satu model yang
hasil penelitian Hasanah membuktikan dapat digunakan dalam pembelajaran IPA
bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa di yaitu model Problem Based Learning (PBL),
Indonesia masih kurang. karena dengan menggunakan model PBL
yang memiliki tahapan orientasi, organisasi,
Menurut Guilford (dalam Munandar, 2004) investigasi, presentasi, analisis dan evaluasi
bahwa Pengembangan kreativitas akan membantu siswa dalam mencari dan
diterlantarkan dalam pendidikan formal menemukan sendiri materi atau jawaban
(sekolah), padahal amat bermakna bagi yang dipelajari sesuai dengan masalah yang
pengembangan potensi anak secara utuh diberikan. Sehingga aspek berpikir kreatif
dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan siswa yang masih lemah bisa meningkat.
seni budaya. Permasalahan yang terjadi Oleh karena itu, dalam pembelajaran siswa
diatas sesuai dengan fakta yang terjadi di dituntut untuk dapat berpikir kreatif dalam
lapangan dengan masih banyaknya mencari jawaban-jawaban dari materi yang
pembelajaran dengan menggunakan model dipelajari.
konvensional yang mengutamakan metode
ceramah, text book oriented dan teacher Teori Belajar Konstruktivisme
centered. Sehingga mengakibatkan Teori konstruktivisme ini mengungkapkan
kemampuan berpikir siswa tingkat dasar bahwa siswa belajar merupakan suatu proses
masih tergolong rendah karena hanya pembentukan pengetahuan. Teori
memperhatikan guru. konstruktivisme menekankan pada
kebutuhan siswa untuk menyelidiki
Hal lain yang menghambat dalam lingkungan mereka dan membangun secara
kemampuan berpikir kreatif siswa adalah pribadi pengetahuan mereka. Siswa harus
terpakunya jawaban siswa terhadap materi aktif terhadap kegiatan pembelajaran, aktif
atau konsep yang ada pada buku dan berpikir, menyusun konsep dan memberi
pendapat orang lain, sehingga tidak dapat makna terhadap hal-hal yang dipelajari.
berkembang dengan baik. Sejalan dengan Paling menentukan terwujudnya gejala
pendapat Siswanto dan Sohibi (2012, belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
hlm.135) bahwa Kebanyakan sekolah tidak Pengetahuan itu akan bermakna manakala
mendorong para murid untuk memperluas dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa.
pemikiran mereka dengan menciptakan ide Dapat dikatakan bahwa hakikat kendali
baru dan memikirkan ulang kesimpulan yang belajar sepenuhnya ada pada diri siswa.
sudah ada. Dengan demikian, bahwa Menurut Piaget (dalam Siregar dan Nara,
kemampuan berpikir kreatif siswa perlu 2010, hlm. 39) Bahwa pengetahuan ada
ditingkatkan di sekolah dengan memberikan dalam diri seseorang yang mengetahui,
kesempatan kepada siswa terhadap apa yang pengetahuan merupakan ciptaan manusia
ada pada pemikirannya. yang dikontrusikan dari pengalamannya,
proses pembentukan berjalan terus menerus

872
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No, 1 (2016)

dan setiap kali terjadi rekontruksi karena dan menjadikan hal tersebut pengetahuan
adanya pemahaman yang baru. yang baru berdasarkan pengetahuan awal
siswa.
Dalam teori konstruktivisme, peran seorang
guru adalah menjadikan pembelajaran Teori Belajar Dewey
berjalan dengan lancar dan mendorong siswa Teori Dewey ini merupakan teori dari
agar dapat mengembangkan pembelajaran pandangan pedagogi Dewey bahwa dalam
itu sendiri. Menurut Siregar dan Nara (2010, sebuah pembelajaran siswa belajar
hlm. 41) Guru dalam belajar konstruktivisme berorientasi dari masalah dan dapat
berperan membantu agar proses menyelidiki masalah-masalah sosial dan ilmu
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa pengetahuan. Teori yang dilandasi pedagogi
berjalan lancar. Model PBL merupakan Dewey ini menginginkan pembelajaran yang
model pembelajaran yang berorientasi pada dapat bermakna dan berpusat pada
siswa. Dalam PBL atau pembelajaran permasalahan ini dapat digerakkan oleh
berbasis masalah ini siswa memegang peran kemauan siswa itu sendiri.
yang dominan dalam pembentukkan
pengetahuan mereka dalam pelaksanaan Menurut pandangan Dewey (dalam Nur,
pembelajaran dibandingkan dengan guru. 2011, hlm. 19) Sekolah seharusnya
mencerminkan masyarakat yang lebih besar
Teori Belajar Brunner dan kelas seharusnya menjadi laboratorium
Teori Brunner merupakan dasar pemikiran untuk penyelidikan kehidupan nyata dan
teori yang memandang bahwa manusia pemecahan masalah. Jadi dalam sebuah
merupakan, pencipta sebuah informasi pembelajaran di dalam kelas harus menjadi
pemproses, dan pemikir. Sehingga yang tempat dimana anak mendapat pengetahuan
terpenting dalam sebuah pembelajaran dari lingkungan sekitar mereka untuk
adalah bagaimana siswa bisa mendapatkan dijadikan pengetahuan baru bagi mereka dan
dan menjaga serta mempertahankan pembelajaran di dalam kelas harus
informasi, kemudian mentransformasikan menyajikan permasalahan agar
informasi yang didapat menjadi lebih umum, pembelajaran menjadi lebih bermakna.
dan dapat mengevaluasi manfaat dari
informasi yang sudah ditransformasi oleh Model Problem Based Learning
siswa. Sehubungan dengan pernyataan Menurut Barrow (dalam Huda, 2013, hlm.
tersebut, Brunner sangat memberikan 271) mendefinisikan Problem Based Learning
sebuah perhatian terhadap permasalahan atau PBL sebagai Pembelajaran yang
tersebut untuk mencapai pemahaman dan diperoleh melalui proses menuju
membentuk kemampuan berpikir pada pemahaman atau resolusi suatu masalah.
seorang siswa. Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm.
134) PBL adalah suatu pembelajaran yang
Menurut Brunner (dalam Siregar dan Nara, menyuguhkan berbagai situasi bermasalah
2010, hlm. 33) Proses pembelajaran akan yang autentik dan berfungsi bagi siswa,
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru sehingga masalah tersebut dapat dijadikan
memberikan kesempatan kepada siswa batu loncatan untuk melakukan investigasi
untuk menemukan suatu aturan (termasuk dan penelitian. Maka dari itu PBL
konsep, teori, definisi dan sebagainya). Jadi merupakan sebuah pembelajaran yang
di dalam sebuah pembelajaran, siswa harus menuntut siswa untuk mengkonstruksi
dapat menemukan teori serta konsep dari pengetahuan mereka sendiri melalui
informasi atau permasalahan yang didapat, permasalahan.

873
Rizal Abdurrozak, Asep Kurnia Jayadinata, Isrokatun

Dari beberapa pendapat di atas dapat pemecahan masalah agar terbentuk solusi
disimpulkan bahwa PBL merupakan suatu dari permasalahan tersebut sebagai
pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan dan konsep yang esensial dari
pemberian masalah nyata dalam kehidupan pembelajaran. Berikut adalah langkah-
sehari-hari yang harus dipecahkan oleh siswa langkah PBL menurut Holbrook dan Arends
melalui investigasi mandiri untuk mengasah (dalam Sujana, 2014, hlm. 136) yang sudah
kemampuan berpikir kreatif dalam sedikit dimodifikasi.

Tabel 1. Langkah-langkah PBL


No. Fase Perilaku Guru
1 Fase 1: a. Membahas tujuan pembelajaran.
Memberikan orientasi mengenai b. Mendeskripsikan berbagai kebutuhan penting.
permasalahan kepada siswa c. Memotivasi siswa agar dapat terlibat dalam
kegiatan mengatasi masalah.
2 Fase 2: d. Membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasikan siswa agar mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
dapat melakukan penelitian terkait dengan permasalahan yang dihadapi.
3 Fase 3: e. Mendorong siswa untuk mendapatkan informasi
Membantu siswa melakukan yang tepat, melaksanakan eksperimen, serta
investigasi secara mandiri dan mencari penjelasan dan solusi.
kelompok
4 Fase 4: f. Membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkan artefak-artefak yagn tepat seperti
mempresentasikan artefak dan laporan, rekaman video, serta model-model.
exhibit. g. Membantu siswa untuk menyampaikannya
kepada orang lain.
5 Fase 5: h. Membantu siswa untuk melakukan refleksi
Menganalisis dan mengevaluasi terhadap investigasinya serta proses-proses yang
proses-proses dalam mengatasi mereka gunakan.
masalah.

Kemampuan Berpikir Kreatif Adapun seorang siswa dapat dikatakan


Berpikir kreatif merupakan proses berpikir kreatif apabila dapat memecahkan masalah
yang mampu memberikan ide-ide atau dengan ide atau gagasannya sendiri dan
gagasan-gagasan yang berbeda yang menghasilkan ide atau gagasan yang baru.
kemudian dapat menjadi pengetahuan baru Supaya lebih jelas, inilah indikator berpikir
dan jawaban yang dibutuhkan. Berpikir kreatif menurut Munandar (2004, hlm. 192).
kreatif layaknya dayung dalam sebuah 1. Berpikir lancar, yaitu menghasilkan
perahu, yakni sebagai pengantar dalam banyak gagasan/jawaban yang relevan,
arus pemikiran lancar.
melewati permasalahan pembelajaran 2. Berpikir luwes (fleksibel) yaitu,
dengan siswa sebagai pengendali dayung menghasilkan gagasan-gagasan yang
tersebut membawa untuk lewat arah mana seragam, mampu mengubah cara atau
siswa mencapai tujuan atau jawaban yang pendekatan, arah pemikiran yang
diinginkan. Menurut Munandar (dalam berbeda beda.
3. Berpikir orisinal yaitu, memberikan
Mulyana, 2010) Berpikir kreatif atau berpikir jawaban yang tidak lajim, yang lain dari
divergen adalah memberikan macam-macam yang lain, yang jarang diberikan banyak
kemungkinan jawaban berdasarkan orang. Keaslian (originality), adalah
informasi yang diberikan dengan penekanan kemampuan untuk mencetuskan
pada keragaman jawaban dan kesesuaian. gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak
klise, dan jarang diberikan kebanyakan
orang.

874
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No, 1 (2016)

4. Berpikir terperinci (elaboratif) yaitu, SDN Paseh 2 dan SDN Legok 1 yang berada
mengembangkan menambah, dalam kelompok sedang.
memperkaya suatu gagasan, merinci
detail-detail, memperluas suatu gagasan.
Instrumen Penelitian
METODE PENELITIAN Dalam penelitian dilakukan pengumpulan
Metode Penelitian dan pengolahan data. Data yang diperoleh
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari instrumen tes dan non tes.
menggunakan penelitian kuasi eksperimen. Instrumen tes yang digunakan dalam
Kuasi eksperimen merupakan penelitian penelitian ini yaitu dengan menggunakan
eksperimen dengan subjek penelitian soal tes kemampuan berpikir kreatif dan hasil
dikelompokkan secara purposive sampling. belajar, sedangkan istrumen non tes yaitu
Seperti halnya penelitian eksperimen pada dengan menggunakan angket, catatan
umumnya, pelaksanaan kuasi eksperimen lapangan, observasi kinerja guru dan aktivitas
pun membandingkan dua kelas (eksperimen- siswa. Sejalan dengan pendapat Arifin (2009,
kontrol) dan sama menggunakan pretest- hlm. 226) bahwa Tes terdiri dari beberapa
postest sebagai desain penelitiannya. Bentuk jenis, diantaranya tes tertulis, tes lisan, dan
desain dari kuasi eksperimen menurut tes tindakan, sedangkan non tes terdiri dari
Maulana (2009, hlm.24) adalah sebagai angket, observasi wawancara, skala sikap,
berikut. daftar cek, skala penilaian, studi
dokumentasi, dan sebagainya.
0 x 0 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
0 0 Teknik pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan dua teknik pengolahan data,
Keterangan: yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
0 = pretes dan postes
X = perlakuan terhadap kelompok eksperimen
Dalam penelitian ini data kualitatif akan
diambil dari lembar observasi untuk
Lokasi Penelitian
mengetahui kinerja guru dan respon siswa
Penelitian ini berlokasi di dua SD yaitu SDN
dalam pembelajaran baik itu di kelompok
Paseh 2 dan SDN Legok 1. SDN Paseh 2
eksperimen maupun di kelompok kontrol.
sebagai kelas eksperimen dan SDN Legok 1
Selain itu juga, data kualitatif diambil dari
sebagai kelas kontrol. Kedua SD tersebut
catatan lapangan dan angket yang diberikan
berada di Kecamatan Paseh Kabupaten
pada kelas eksperimen.
Sumedang.
Data kuantitatif merupakan data dalam
Subjek Penelitian
bentuk angka. Data kuantitatif dapat diolah
Subjek yang diambil dalam penelitian ini
atau dianalisis dengan menggunakan
yaitu seluruh siswa kelas IV di Kecamatan
perhitungan matematika dan statistika. Data
Paseh Kabupaten. Adapun seluruh jumlah
yang diperoleh dari hasil tes siswa diperiksa
sekolah dasar (SD) se-Kecamatan Paseh
kemudian diberikan penskoran terhadap
sebanyak 18 sekolah. Pengelompokkan
setiap butir soal, kemudian dilakukan
dilakukan bedasarkan hasil ujian sekolah (US)
perhitungan untuk secara keseluruhan untuk
pada tahun ajaran 2014/2015 yang diperoleh
mengetahui persentasi hasil belajar siswa.
dari UPTD Kecamatan Paseh. Dari hasil
Data kuantitatif dalam penelitian ini
pengelompokkan terpilih dua sekolah yaitu,
diperoleh dari hasil pretes dan postes serta
lembar observasi. Hasil tes kemudian

875
Rizal Abdurrozak, Asep Kurnia Jayadinata, Isrokatun

dihitung menggunakan software SPSS 16.0 Tabel 2 di di bawah ini dapat menjelaskan
for windows untuk diuji normalitas, bahwa, kemampuan berpikir kreatif siswa
homogenitas dan perbedaan rata-rata dari pada kelas eksperimen yang memperoleh
hasil tes siswa. pembelajaran model PBL ternyata
mengalami peningkatan secara signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dapat dilihat dari skor rata-rata postes yang
Hasil Tes Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
Kelas Eksperimen pretes.

Tabel 2. Ringkasan Uji Statistik Hasil Tes Berpikir Kreatif di Kelas Eksperimen
Jumlah Skor Uji Statistik Uji Beda Rata-rata
Jenis Tes
Siswa (n) Rata-rata S.B. Normalitas Homogenitas (Uji Wilcoxon)
Pretes 33 8,33 3,58 Normal Variansi tidak
Terdapat peningkatan
Postes 33 11,45 3,68 Tidak normal sama
Keterangan = 0,05

Tabel 3. Ringkasan Uji Statistik Hasil Tes Hasil Belajar di Kelas Eksperimen
Jumlah Skor Uji Statistik Uji Beda Rata-rata
Jenis Tes
Siswa (n) Rata-rata S.B. Normalitas Homogenitas (Uji Wilcoxon)
Pretes 33 8,15 3,32 Tidak normal Varians tidak
Terdapat peningkatan
Postes 33 10,27 3,40 Tidak normal sama
Keterangan = 0,05

Dari Tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa, Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa kedua
hasil belajar siswa kelas eksperimen dengan kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas
pembelajaran model PBL meningkat secara kontrol memiliki kemampuan awal yang
signifikan. Dapat dilihat dari skor rata-rata berbeda secara signifikan. Kelas eksperimen
postes yang lebih tinggi dibandingkan memiliki rata-rata kemampuan berpikir
dengan hasil pretes dan hasil. kreatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol. Setelah mendapatkan
Analisis Data Hasil Pretes Kemampuan pembelajaran yang berbeda terhadap dua
Berpikir Kreatif Siswa kelas, berikut hasil yang diperoleh.

Tabel 4. Ringkasan Uji Statistik Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa


Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Jumlah Skor Pretes Uji Statistik Uji Beda Rata-rata
Kelas
Siswa (n) Rata-rata S.B. Normalitas Homogenitas (Uji Mann-Whitney)
Eksperimen 33 8,33 3,58 Normal Variansi tidak Kemampuan awal
Kontrol 30 6,47 4,19 Tidak normal sama berbeda
Keterangan = 0,05

Analisis Data Hasil Postes Kemampuan dengan rata-rata gain 0,30 lebih baik
Berpikir Kreatif Siswa daripada kelas konvensional dengan rata-
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif rata gain 0,28 secara signifikan. Hasil uji
pada kelas dengan perlakuan model PBL statistik ini sesuai dengan hipotesis yang

876
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No, 1 (2016)

berbunyi Peningkatan kemampuan berpikir Problem Based Learning lebih baik daripada
kreatif siswa dengan menggunakan model dengan menggunakan model konvensional.

Tabel 5. Ringkasan Uji Statistik Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa


Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Jumlah Gain Uji Statistik Uji Beda Rata-rata
Kelas
Siswa (n) Rata-rata S.B. Normalitas Homogenitas (Uji Mann-Whitney)
Eksperimen 33 0,30 0,39 Tidak normal Variansi tidak
Kedua rerata berbeda
Kontrol 30 0,28 0,23 Tidak normal sama
Keterangan = 0,05

Hasil Observasi Kinerja Guru observer kinerja guru sama sehingga


Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa persepsi dalam penilaian pun sama,
kinerja guru berdasarkan persentase tidak walaupun pada format penilaian kinerja guru
begitu berbeda jauh. Dengan rata-rata terdapat deskriptor, dan pada kedua kelas
persentase kinerja guru di kelas eksperimen tersebut diketahui kinerja guru pada setiap
sebesar 94,18% dan di kelas kontrol sebesar pertemuan mengalami peningkatan.
94,44% Perbedaan itu terjadi dikarenakan

Tabel 6. Hasil Ringkasan Observasi Kinerja Guru


Kelas Pertemuan Persentase Keterangan
I 92,59% Baik sekali
Eksperimen II 92,59% Baik sekali
III 98,15% Baik sekali
Rata-rata 94,44% Baik sekali
I 87% Baik sekali
Kontrol II 90,67% Baik sekali
III 94,44% Baik sekali
Rata-rata 90,7% Baik sekali

Hasil Observasi Aktivitas Siswa bersemangat dalam pembelajaran terhadap


Berdasarkan Tabel 7, aktivitas siswa di kelas kedua kelas tersebut. Pada pertemuan
ekperimen maupun kelas kontrol setiap ketiga peningkatan aktivitas siswa
pertemuan terdapat peningkatan. Pada peningkatan cukup tinggi, hal ini terjadi
pertemuan pertama aktivitas siswa dinilai praktikan dengan siswa sudah dekat, selain
baik. Pertemuan kedua aktivitas siswa itu proses pembelajaran dilaksanakan pada
hampir sama dengan pertemuan pertama, saat pagi hari. Saat pembelajaran IPA,
hal ini dikarenakan ketika proses antusias siswa terhadap kedua kelas
pembelajaran dilaksanakan saat siang hari tersebut tergolong tinggi sehingga setiap
yang mengakibatkan siswa sedikit kurang pertemuan aktivitas siswa meningkat.

877
Rizal Abdurrozak, Asep Kurnia Jayadinata, Isrokatun

Tabel 7 Hasil Ringkasan Observasi Aktivitas Siswa


Kelas Pertemuan ke- Persentase Keterangan
I 76,32% Tinggi
Eksperimen II 84,37% Tinggi
III 96,55% Tinggi
Rata-rata 85,74% Tinggi
I 74,8% Tinggi
Kontrol II 75,5% Tinggi
III 80,74% Tinggi
Rata-rata 77,01% Tinggi

Pencapaian keberhasilan kegiatan memahami konsep pembelajaran; 6)


pembelajaran juga dapat dipengaruhi oleh Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan,
faktor yang dapat mendukung atau karena adanya praktek yang langsung
menghambatnya selama kegiatan melibatkan siswa; 7) Siswa dapat
pembelajaran berlangsung. Adapun mempertimbangkan situasi yang berbeda; 8)
instrumen yang digunakan berupa angket Beberapa siswa menikmati tantangan dan
terbuka, catatan lapangan dan lembar optimis pada pembelajaran.
observasi aktivitas siswa yang disesuaikan
dengan tahapan kegiatan model PBL. Selain adanya faktor pendukung, ada pula
Penyusunan instrumen tersebut ditujukan faktor yang menghambat dalam
untuk memperoleh kecukupan data meningkatkan kemampuan berpikir kraetif
mengenai seberapa besar pengaruh model siswa yaitu, 1) Waktu untuk
PBL dalam meningkatkan kemampuan mengembangkan kemampuan berpikir
berpikir kreatif siswa. kreatif kurang banyak; 2) Waktu pelaksanaan
penelitian yang kurang tepat dengan
Berdasarkan catatan lapangan dan angket keadaan sekolah yang mendekati UKK; 3)
terbuka yang disebarkan pada akhir kegiatan Kurang bisa konsentrasi karena adanya siswa
pertemuan pembelajaran di kelas kelas lain yang melihat dari jendela; 4)
eksperimen diperoleh beberapa data Suasana ruangan yang kurang terang dan
mengenai faktor-faktor yang dapat dekat dengan ruangan kelas rendah; 5)
mendukung siswa dalam memahami materi Beberapa siswa diandalkan dalam praktek
adalah sebagai berikut. dan pengisian LKS; 6) RPP yang dibuat masih
memiliki kekurangan sehingga menghambat
Faktor pendukung dalam penelitian yang dalam mengembangkan kemampuan
membantu dalam peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa; 7) LKS masih belum
berpikir kreatif yaitu, 1) Siswa berdiskusi menuntun siswa untuk bisa
dengan baik; 2) Siswa aktif dalam mengembangkan kemampuan berpikir
melaksanakan pembelajaran; 3) Guru kreatif; 8) Media masih belum mampu
memberikan bantuan dengan memberikan membantu mengembangkan kemampuan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat berpikir kreatif siswa; 9) Guru masih kurang
membantu siswa untuk memahami cara memperhatikan siswa dalam membantu
penyelesaian masalah; 4) Siswa dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi
memperkaya gagasan; 5) Adanya LKS yang selama kegiatan pembelajaran berbasis
dapat digunakan sebagai salahsatu alat masalah tersebut.
untuk mempermudah siswa dalam

878
Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No, 1 (2016)

SIMPULAN dalam mengembangkan kemampuan


Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan berpikir kreatif siswa, kondisi ruangan kelas
penelitian yang dilakukan, dapat diambil yang kurang terang dan gaduh karena
simpulan adalah sebagai berikut. berdampingan dengan ruangan kelas
rendah, beberapa siswa diandalkan dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan praktik dan pengisian LKS, kurang bisa
model PBL terbukti dapat meningkatkan konsentrasi karena adanya siswa kelas lain
kemampuan berpikir keatif siswa. Hal yang melihat dari jendela, waktu untuk
tersebut dilihat dari hasil perhitungan uji mengembangkan kemampuan berpikir
statistik yang diperoleh. kreatif kurang banyak, dan guru masih
kurang memperhatikan siswa dalam
Pembelajaran IPA dengan menggunakan membantu memecahkan masalah.
model PBL terbukti dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal tersebut dilihat dari
hasil perhitungan uji statistik yang diperoleh. DAFTAR PUSTAKA
Pembelajaran dengan menggunakan model
PBL lebih baik dalam meningkatkan Arifin, Zainal. (2009). Evaluasi Pembelajaran.
kemampuan berpikir kreatif siswa Bandung: Remaja Rosdakarya.
dibandikan dengan menggunakan model
konvensional. Hasil tersebut diperoleh dari Hasanah, Aan dan Subandar, Jozua. (2010).
analisis data pretes-postes kelas eksperimen Mengembangkan Kemampuan Berpikir
dan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Kratif Siswa Sekolah Menengah Atas
model PBL lebih baik dalam meningkatkan Melalui Pembelajaran Kontekstual
kemampuan berpikir kreatif siswa Menekankan Pada Intuisi Matematis. E-
dibandingkan dengan menggunakan model Jurnal: hlm.177.
konvensional.
Huda, Miftahul. (2013). Model-model
Terdapat faktor-faktor pendukung dalam Pengajaran dan Pembelajaran. Malang:
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif Pustaka Pelajar.
siswa. Diantaranya adalah siswa berdiskusi
dengan baik, kegiatan pembelajaran yang Iskandar. J. (2012). Meningkatkan
menyenangkan, siswa aktif dalam Kemampuan Berpikir Kreatif. [online]
melaksanakan pembelajaran, adanya LKS Tersedia di:
yang dapat digunakan sebagai salahsatu alat www.repository.upi.edu/oprator/upload
untuk mempermudah siswa dalam /s-mat-0700453-chapter2. Diakses 25
memahami konsep pembelajaran, siswa Februari 2016.
dapat mempertimbangkan situasi yang
berbeda, beberapa siswa menikmati Maulana. (2009). Memahami Hakikat,
tantangan dan optimis pada pembelajaran. Variable,dan Instrumen Penelitian
Selain itu, terdapat pula faktor-faktor Pendidikan dengan Benar. Bandung:
penghambat untuk meningkatkan Learn2Live n Live2Learn.
kemampuan berpikir kreatif siswa. Faktor
penghambat diantaranya adalah media Mulyana, T. (2010). Kajian Pendekatan
masih belum mampu membantu Induktif-Deduktif Dan Kemampuan
mengembangkan kemampuan berpikir Berpikir Kreatif. [Online]. Tersedia di:
kreatif siswa, RPP yang dibuat masih http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR
memiliki kekurangan sehingga menghambat .PEND.MATEMATIKA/195101061976031

879
Rizal Abdurrozak, Asep Kurnia Jayadinata, Isrokatun

TATANGMULYANA/File_20_Kajian_Pend Siswanto. J. dan Sohibi, M. (2012). Pengaruh


ekatan_Induktif- Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Deduktif_%26.Kemampuan Berpikir Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan
Kreatif.pdf. Diakses 1 Maret 2016. Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa. E. Jurnal:
hlm. 135-144.
Munandar. Utari. (2004). Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Sujana. Atep. (2014). Pendidikan IPA Teori
Rineka Cipta dan Praktik. Sumedang: Rizqi Press.

Nur. Mohamad. (2011). Model Pembelajaran TIMSS and PIRLS International Study Center.
Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat (2011).
Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Siregar. E dan Nara, H (2010). Teori Belajar


dan Pembelajaran. Jakarta: GI.

880

Anda mungkin juga menyukai