Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah)


dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Proses pembelajaran
yang hanya berorientasi pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka,
menuntut siswa untuk menguasai materi pelajaran. Penekanannya lebih pada
hapalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan.
Proses-proses pemikiran tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih. Padahal,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut sumber daya manusia yang
tidak hanya memiliki pengetahuan saja tetapi juga harus memiliki keterampilan
(life skill) dalam menciptakan sesuatu yang kreatif. Untuk dapat mengetahui
sesuatu, siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam
belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis,
dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.
Tanpa keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka
tidak akan mengerti apa-apa Suparno (2007, hlm. 29 ).

Menurut Munandar (2002) Kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai


kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian
terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih
kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal.Hasil studi yang dilakukan
oleh Getzels dan Jackson, dan Torrance mengungkapkan bahwa guru cenderung
lebih suka terhadap siswa yang lebih penurut, jinak, pendiam, dan yang dapat
diramalkan dari pada terhadap siswa yang bersikap bebas aktif dan kreatif.
Padahal, proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Hasil penelitian Sarjono menyatakan bahwa
pembelajaran sains selama ini dilakukan tidak melalui inkuiri ilmiah melainkan
didominasi oleh kegiatan transfer informasi dan bersifat hafalan, sehingga hasil
belajar sains menjadi rendah dan tidak bermakna panjang.

Munandar (2002, hlm. 71) menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang


berpikir kreatif adalah sebagai berikut: (1) Rasa ingin tahu yang luas dan
mendalam, (2) Sering mengajukan pertanyaan yang baik, (3) Memberikan banyak
gagasan dan usulan terhadap suatu masalah, (4) Bebas dalam menyatakan
pendapat, (5) Mempunyai rasa keindahan yang mendalam, (6) Menonjol dalam
salah satu bidang seni, (7) Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi atau
sudut pandang, (8) Mempunyai rasa humor yang luas, (9) Mempunyai daya
imajinasi, (10) Orisinil dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

Melihat kenyataan di atas jelaslah bahwa pentingnya kemampuan berpikir


kreatif dilatih pada siswa. Untuk itu sangat perlu sekali dalam pembelajaran di
sekolah dikembangkan suatu model pembelajaran yang mendukung peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Suatu model pembelajaran yang tidak hanya
mengembangkan kemampuan konsep siswa tetapi juga dapat melatih kemampuan
berpikir kreatif sehingga menghasilkan suatu pembelajaran yang lebih bermakna.
Proses pembelajaran yang mendorong siswa belajar atas prakarsa sendiri dapat
mengembangkan kemampuan kreatif karena guru menaruh kepercayaan terhadap
kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru.

Menurut Zulfiani. Dkk (2009, hlm 47 ) Model inkuiri merupakan salah


satu model pembelajaran yang dipandang sesuai untuk digunakan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, karena model inkuiri
memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan penyelidikan terhadap
sesuatu sendiri secara langsung. Selain itu, model inkuiri dapat mempermudah
siswa untuk mampu memperoleh pengetahuan secara mendalam karena siswa
mengkonstruk sendiri suatu konsep.

Sementara itu, berdasarkan hasil observasi terhadap kegiatan


pembelajaran, terlihat bahwa peran guru lebih mendominasi dibandingkan siswa.
Begitupun pada sesi tanya jawab, pertanyaan yang diajukan hanya sebatas
pertanyaan pengetahuan yang jawabannya bersifat teoretis. Dampaknya, dalam
menjawab soal uraian, siswa cenderung memberikan jawaban singkat dan tidak
mendalam. Selain itu, ketika guru sedang melakukan pembelajaran IPA, siswa
terlihat diam dan memperhatikan, namun sepertinya mereka tidak benar-benar
berkonsentrasi. Ada siswa yang kurang memperhatikan guru dan sibuk
memainkan pensil, ada yang mencatat semua yang dikatakan dan ditulis guru,
ada yang tidak bisa diam mengusili temannya dan beberapa kali diperingatkan,
ada juga yang terlihat mencatat namun ternyata mencoret-coret dan
menggambar.

Sejauh ini belum ada penelitian serupa yang dilakukakn, terutama


ditingkat sekolah dasar, sehingga peneliti tertarik melaksanakan penelitian dengan
mengusung judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas IV Sdn 2 Cijolang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, dapat


diamati beberapa masalah yang teridentifikasi sebagai berikut:

1. Masih rendahnya daya serap peserta didik.


2. Proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah masih bertumpu pada ha-
palan terhadap suatu teori.
3. Proses-proses pemikiran tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Peneliti merumuskan masalah yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan


melalui pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan


berpikir kreatif pada siswa kelas IV ?
2. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPA
kelas IV SDN 2 CIJOLANG ?
3. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terhadap
kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas IV ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa kelas IV SDN 2 CIJOLANG 2.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penggu-
naan model pembelajaran inkuiri serta dapat dijadikan sebagai studi band-
ing dan dasar pemikiran bagi timbulnya gagasan-gagasan baru dalam
dunia pendidikan khususnya dalam mengembangkan model pembelajaran
yang mampu melatih kemampuan berpikir kreatif siswa.
2. Bagi siswa dapat meningkatkan aktivitas selama proses pembelajaran
dengan mengkondisikan siswa sebagai petualang dan penemu baru serta
melatih siswa untuk berpikir kreatif dengan merangsang siswa berpikir
melalui berbagai bentuk pertanyaan serta adanya suatu proses pemecahan
masalah.
3. Bagi lingkungan pendidikan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kre-
atif siswa sehingga dapat dikembangkan dengan materi-materi yang be-
ragam.

F. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2016, hlm. 96) Hipotesis merupakan jawaban sementara


terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut: “Terdapat pengaruh pada penerapan model
pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV Sdn 2
Cijolang”

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis
1. Model Inkuiri
a. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri

Menurut Trianto (2009, hlm. 29) Model pembelajaran adalah suatu


perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, kurikulum
dan lain-lain. Model pembelajaran merupakan perencanaan pembelajaran yang
disusun oleh guru untuk diterapkan di kelas untuk membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Hamruni (2009, hlm. 132 ) Model pembelajaran inkuiri adalah


suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan. Dalam penelitian ini, model inkuiri ini siswa
lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas sendiri dan memecahkan
masalah, siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan
guru dalam pembelajaran dengan model inkuiri adalah sebagai pembimbing dan
fasilitator.

Menurut Sanjaya (2010, hlm. 196 ) ,ada beberapa hal yang menjadi ciri
utama model pembelajaran inkuiri yaitu sebagai berikut :
1. Model pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model pembelajaran
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Proses pembela-
jaran ini, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran
melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, se-
hingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Model
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber bela-
jar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
3. Tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah mengem-
bangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses
mental.

Menurut Sumantri, model pembelajaran inkuiri adalah cara penyajian


pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi
dengan atau tanpa bantuan guru. Model pembelajaran inkuiri memungkinkan para
siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan belajarnya, karena model pembelajaran inkuiri melibatkan siswa dalam
proses-proses mental untuk penemuan suatu konsep berdasarkan informasi-
informasi yang diberikan guru. Melalui proses ini siswa akan merasakan
pentingnya belajar dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap
apa yang akan dipelajarinya.

Berbeda dengan pendapat Burden yang menyatakan bahwa “Inquiry


adalah is open-ended and creative way of seeking knowledge” yang artinya
inkuiri adalah cara terbuka dan kreatif untuk mencari pengetahuan. Pengetahuan
bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Guru dalam proses perencanaan bukanlah mempersiapkan
sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

Inkuiri mengandung proses mental yang tinggi tingkatnya, seperti


merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Selain itu
inkuiri juga dapat menumbuhkan sikap jujur, hasrat ingin tahu, dan terbuka,
sehingga dapat mencapai kesimpulan yang dituju bersama. Jika siswa melakukan
semua kegiatan diatas berarti siswa sedang melakukan inkuiri.

Jadi, model inkuiri disini adalah model pembelajaran dimana siswa


didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman
dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip
untuk mereka sendiri.

b. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Inkuiri

Suyanti ( 2010, hlm. 45 ) menyatakan bahwa Penggunaan model


pembelajaran inkuiri memiliki beberapa prinsip, antara lain :

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual Tujuan utama dari model


pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir dan
berorientasi pada proses belajar. Keberhasilan pembelajaran ini terlihat
pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sesuatu yang meru-
pakan gagasan pasti.
2. Prinsip interaksi Proses pembelajaran merupakan interaksi antara siswa
dengan guru berperan sebagai pengatur lingkungan dan pengatur interaksi
belajar. Guru mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa.
3. Prinsip bertanya Guru juga berperan sebagai penanya karena kemampuan
siswa untuk bertanya pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses
berpikir.
4. Prinsip belajar untuk berpikir Belajar juga merupakan proses berpikir
yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak secara maksimal.
5. Prinsip keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemu-
ngkinan. Untuk itu siswa hendaknya diberikan kebebasan untuk mencoba
sesuatu sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.

Prinsip-prinsip tersebut harus dimiliki dan dipahami oleh seorang guru


dalam menggunakan model pembelajaran inkuiri di dalam kelas, sehingga
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai.

c. Tujuan Model Pembelajaran Inkuiri

Secara umum tujuan model pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa


mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibuktikan
dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin
tahu. Model pembelajaran inkuiri terdapat berbagai macam tujuan disamping
mengantarkan siswa pada tujuan intruksional, tetapi dapat juga memberi
tujuan iringan (nutrunan effect). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Tryanto sebagai berikut:

1. Memperoleh keterampilan untuk memproses secara ilmiah (mengamati,


mengumpulkan dan mengorganisasikan data, mengidentifikasikan vari-
abel, merumuskan dan menguji hipotesis, serta mengambil kesimpulan).
2. Lebih berkembangnya daya kreativitas anak.
3. Belajar secara mandiri.
4. Lebih memahami hal-hal yang mendua.
5. Perolehan sikap ilmiah terhadap ilmu pengetahuan yang menerimanya se-
cara tentatif.

Apabila kita lihat dari pendapat di atas mengenai tujuan dari model
pembelajaran inkuiri yakni diharapkan setelah siswa mengikuti proses
pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri ini dapat memperoleh
banyak pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan suatu
pengamatan yang nantinya mereka temukan di berbagai mata pelajaran yang
lain, selain itu siswa akan lebih mandiri dalam mengerjakan suatu soal
misalnya tidak tergantung pada bantuan guru karena mereka telah terbiasa
mencari jawabannya sendiri dan oleh karena itu siswa akan lebih mandiri.
Tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental .

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Inkuiri

Model pembelajaran dalam setiap penerapannya mempunyai langkah-


langkah, setiap model pembelajaran mempunyai ciri tersendiri yang
membedakan suatu model pembelajaran dengan model pembelajaran lainnya.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh setiap guru agar tujuan
pembelajaran tercapai dan proses pembelajaran sesuai dengan yang
direncanakan.

Sudjana (dalam al-Tabany, 2014, hlm. 83-86) ada lima tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran Inkuiri, yaitu: Merumuskan
masalah untuk dipecahkan oleh siswa.

1. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.


2. Mencari informasi, data dan fakta yang diperlukan untuk menjawab
hipotesis atau permasalahan.
3. Menarik kesimpulan jawaban
4. Mengaplikasikan jawaban

Langkah-langkah yang telah dijelaskan diatas merupakan pedoman dalam


menjalankan dan menerapkan model pembelajaran inkuiri, maka setiap guru
harus mampu memahami setiap langkah yang telah dirumuskan, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran.

e. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuri


Sanjaya (2011, Hlm. 208 ) menyatakan bahwa terdapat kelebihan dan
kekurangan pada model pembelajaran inkuiri tersebut.

Kelebihan model pembelajaran inkuiri:


1. Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang
menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor
secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih
bermakna.
2. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai gaya belajar
mereka.
3. Model pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah model pembelajaran ini dapat melayani kebu-
tuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata atau siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa
dalam lemah belajar.

Kekurangan model pembelajaran inkuiri:

1. Jika model pembelajaran inkuiri digunakan sebagai model pembelajaran,


maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2. Model pembelajaran inkuiri ini sulit dalam merencanakan pembelajaran
karena terbentur dengan kebiasaan siswa dan keberhasilan.
3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu
yang telah ditentukan.
4. Keberhasilan belajar ditentukan dalam menguasai meteri sehingga tidak
semua guru mampu mengimplementasikannya.

Solusi yang digunakan untuk meminimalisirkan kekurangan pada model


inkuiri adalah sebagai berikut:
1. Langkah-langkah dalam pembelajaran disesuaikan dengan model inkuiri,
karena jika langkah pembelajaran yang tidak sesuai maka akan memakan
waktu yang lama dari pada waktu yang telah ditetapkan.
2. Membimbing dan mengontrol siswa secara menyeluruh dan teliti se-
hingga tidak timbul kebiasaan-kebiasaan siswa yang dapat mengganggu
proses pembelajaran.
3. Memilih materi maupun media yang tepat dan cocok dipadukan dengan
model inkuiri sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif
a. Pengertian Berpikir Kreatif

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila


mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.
Pada hakikatnya berpikir kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu,
mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan
sesuatu yang telah ada. Menurut Harriman (2017, hlm. 120) , berpikir kreatif
adalah suatu pemikiran yang berusaha menciptakan gagasan yang baru.
Berpikir kreatif merupakan serangkaian proses, termasuk memahami masalah,
membuat tebakan dan hipotesis tentang masalah, mencari jawaban,
mengusulkan bukti, dan akhirnya melaporkan hasilnya.

Berdasarkan pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa berpikir


kreatif adalah kemampuan menganalisis sesuatu berdasarkan data atau
informasi untuk menghasilkan ide-ide baru dalam memahami sesuatu.

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

Indikator dalam berpikir kreatif menurut Munandar dalam Maulana (2011)


menyatakan bahwa berpikir kreatif dapat diukur secara langsung melalui
beberapa indikator yang meliputi :

1. Kelancaran, yaitu suatu kemampuan peserta didik dalam menge-


mukakan beberapa pendapat dalam pembelajaran.
2. Keluwesan, yaitu suatu keterampilan berpikir yang berbeda dengan ke-
banyakan orang, mencari alternatif jawaban secara variatif, memberi
pertimbangan yang berbeda terhadap situasi yang dihadapi, dan
mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3. Keaslian, yaitu ketrampilan peserta didik dalam melahirkan ideide baru
yang unik, membuat kombinasi yang tidak lazim untuk menunjukan
diri, mencari pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah dengan
caranya sendiri.
4. Kerincian, yaitu peserta didik mampu mengembangkan suatu gagasan
yang diterimanya. Peserta didik yang memiliki ketrampilan memper-
inci tidak cepat puas dengan pengetahuan yang sederhana.

Menurut Munandar (Hendriana, Heris, dkk,. 2017) menguraikan indikator


berpikir kreatif secara rinci

1. Kelancaran
a. Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian
masalah, banyak pertanyaan dengan lancar.
b. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
c. Memikirkan lebih dari satu jawaban.
2. Kelenturan
a. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi.
b. Melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
c. Mencari banyak alternative atau arah yang berbeda-beda.
d. Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
3. Keaslian
a. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
b. Memikirkan cara yang tidak lazim.
c. Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-
bagiannya.
4. Elaborasi
a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
b. Menambah atau merinci detail-detail dari suatu objek, gagasan. Atau
situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Berdasarkan paparan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang sangat penting dan
tergolong dalam kemampuan tingkat tinggi karena didalamnya menerapkan
aspek keterampilan kognitif, efektif, dan metakognitif. Dengan arti lain bahwa
berpikir kreatif peserta didik mampu menghasilkan suatu konsep temuan yang
unik, seni yang baru. Maka dari sanalah kualitas pendidikan di indonesia akan
meningkat.

c. Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif yakni kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu


yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri
aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan
hal-hal yang sudah ada, dan semuanya relatif berbeda dengan yang sudah ada
sebelumnya.

Adapun ciri-ciri kemampuan dari berpikir kreatif Menurut Susanto, Ahmad


(2013. Hlm, 102) ciri-ciri anak yang kreatif dapat ditinjau dari dua aspek yaitu
aspek kognitif dan efektif.

1. Aspek kognitif
Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif
atau divergen ditandai dengan adanya beberapa keterampilan tertentu,
seperti : keterampilan berpikir lancar, berpikir luwes/fleksibel, berpikir
orisinal, keterampilan merinci, dan keterampilan menilai. Makin kreatif
seseorang, maka ciri-ciri ini makin melekat pada dirinya.
2. Aspek afektif
Ciri-ciri kreatif yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang,
yang ditandai dengan berbagai perasaan tertentu, seperti : rasa ingin tahu,
bersifat imajinatif/fantasi, sifat berani mengambil resiko, sifat menghargai,
percaya diri, keterbukaan terhadap pengalaman baru.
Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar ( 2009, hlm. 23) meliputi
:

1. Keterampilan berpikir lancar


Keterampilan berpikir lancar adalah kemampuan mencetuskan banyak
gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan banyak hal dan selalu memikirkan lebih dari satu
jawaban. Sebagaimana definisi Guilford, kelancaran diartikan dengan
mengeluarkan pemikiran yang dengan mudah mengalir, baik dalam bentuk
kebebasan intelektual, verbal, atau yang lainnya. Sedangkan peneliti Helmi
Al-Moligi berpendapat bahwa kelancaran yaitu pemikiran yang mengalir
secara luar biasa, sehingga akal kreatif seakan-akan merupakan ledakan
pemikiran baru yang bebas. Keterampilan berpikir lancar yang dimiliki
siswa tercermin dalam perilaku siswa sebagai berikut:
a. Mengajukan banyak pertanyaan.
b. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan.
c. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah.
d. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.
e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak-anak
lain.
f. Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu
obyek atau situasi.
2. Keterampilan berpikir luwes (fleksibel)
Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) adalah kemampuan meng-
hasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak al-
ternatif atau arah yang berbeda-beda, dan mampu mengubah cara pen-
dekatan atau cara pemikiran. Maksud dari fleksibilitas adalah memu-
nculkan berbagai pengetahuan dengan amat mudah. Guilford juga berpen-
dapat bahwa fleksibilitas mencerminkan kemampuan untuk cepat meng-
hasilkan berbagai pemikiran yang berkembang menjadi berbagai macam
pemikiran yang berbeda dan berkaitan dengan suatu sikap tertentu.
Keterampilan berpikir luwes yang dimiliki siswa tercermin dalam
perilaku siswa bsebagai berikut:
a. Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu
obyek.
b. Memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu
gambar, cerita atau masalah.
c. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
d. Memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang
diberikan orang lain.
e. Dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai po-
sisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas kelompok.
f. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam
cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya.
g. Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbed-
abeda.
h. Mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3. Keterampilan berpikir orisinal
Keterampilan berpikir orisinal adalah kemampuan melahirkan ungka-
pan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk men-
gungkapkan diri, mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim
dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Maksud dari orisinalitas sesuai den-
gan interpretasi yang diberikan oleh peneliti Sayyid Khairullah adalah ke-
mampuan untuk menghasilkan beberapa reaksi yang orisinil. Atau diar-
tikan dengan sedikit melakukan pengulangan secara statistikal dalam suatu
masyarakat dimana seseorang itu memiliki loyalitas kepadanya.
Keterampilan berpikir orisinal yang dimiliki siswa tercermin dalam
perilaku siswa bsebagai berikut:
a. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah ter-
pikirkan oleh orang lain.
b. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan
caracara yang baru.
c. Memilih a-simetri dalam menggambar atau membuat disain.
d. Memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain.
e. Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip.
f. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk
menemukan penyelesaian yang baru.
g. Lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi.
4. Keterampilan merinci (mengelaborasi)
Keterampilan merinci (mengelaborasi) adalah kemampuan untuk
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, menam-
bahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik. Elaborasi diartikan dengan memodifikasi
reaksi yang dilakukan dengan cara menambahkan beberapa reaksi lainnya.
Seperti mengambil suatu pemikiran yang sederhana, kemudian dimodi-
fikasi dan menjadikannya lebih menarik. Atau, menambah perincian atas
suatu pemikiran tertentu, dengan syarat perincian-perincian ini sesuai den-
gan pemikiran utamanya.
Keterampilan berpikir merinci (mengelaborasi) yang dimiliki siswa
tercermin dalam perilaku siswa bsebagai berikut:
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan
masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
c. Mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditem-
puh.
d. Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan pe-
nampilan yang kosong atau sederhana.
e. Menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagianbagian)
terhadap gambarnya sendiri atau orang lain.
Berpikir kreatif, yang membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan
perhatian penuh, meliputi aktivitas mental seperti:

a. Mengajukan pertanyaan.
b. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan
pikiran terbuka.
c. Membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda.
d. Menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas.
e. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda.
f. Mendengarkan intuisi.
d. Tahap Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif memungkinkan peserta didik untuk melihat berbagai


kemungkinan jawaban atas penyelesaian masalah dari luar maupun pada proses
pembelajaran di sekolah. Berpikir kreatif pun memungkinkan untuk
meningkatkan kemampuan otak peserta didik. Adapun tahap pengembangan
kemampuan berpikir kreatif menurut Susanto, Ahmad (2013, hlm. 115) proses
kreatif akan muncul bila ada stimulus. Berbagai langkah didefinisikan dalam
melakukan proses kreatif, dirangkum dalam lima tahapan, yaitu:

1. Stimulus
Untuk dapat berpikir kreatif perlu adanya stimulus dari pikiran yang lain.
Stimulus awal didorong oleh suatu kesadaran bahwa sebuah masalah harus
diselesaikan.
2. Eksplorasi
Peserta didik dibantu untuk memerhatikan alternatifalternatif pilihan se-
belum membuat suatu keputusan. Untuk berpikir secara kreatif, peserta
didik harus mampu menginvesrigasi lebih lanjut.
3. Perencanaan
Setelah diadakan stimulus berupa masalah, kemudian melakukan eksplo-
rasi untuk pemecahan masalah, selanjutnya membuka berbagai rencana
atau strategi untuk pemecahan masalah. Dari beragam rencana yang
dibuat, dapat diambil beberapa rencana yang paling tepat untuk solusi.
4. Aktivitas
Proses kreatif dimulai dengan suatu ide atau kumpulan ide., dengan kata
lain memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyadari berpikir
mereka dalam bentuk aktivitas atau melaksanakan berbagai rencana yang
lebih ditetapkan.
5. Review
Peserta didik perlu mengadakan evaluasi dan meninjau kembali pekerjaan.
Peserta didik dilatih untuk menggunakan imajinasi mereka untuk
mengevaluasi.

Tahap pengembangan kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar


(2012, hlm. 54) ada lima tahap berpikir kreatif, yaitu:

1. Orientasi Masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi.


2. Preparasi Individu berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin
dan relevan dengan masalah yang dihadapi.
3. Inkubasi Proses pemberhentian sementara ketika berbagai masalah
berhadapan dengan jalan buntu. Tetapi meskipun begitu proses berpikir
berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar.
4. Iluminasi Ketika masa inkubasi berakhir dengan ditemukannya solusi untuk
memecahkan masalah.
5. Verifikasi Tahap untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan
masalah yang diajukan pada tahap keempat.

Sesungguhnya kemampuan berpikir kreatif dimiliki oleh semua orang.


Berpikir kreatif mengagas ide-ide baru yang orisinil, bahkan pada individu atau
peserta didik yang merasa tidak bisa menciptakan ide baru pun sebenarnya
mampu untuk berpikir kreatif asalkan harus sering dilatih. Maka dari itu
individu atau peserta didik harus mengetahui tahapan-tahapan dari
pengembangan berpikir kreatif.

5. Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar


a. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
1. Pengertian IPA

Mata pelajaran IPA di sekolah dasar merupakan salah satu program


pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi anta
IPA, membuat keputusan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Hal itu didukung dengan pendapat Widodo (dalam Tursinawati, 2013) yang
menyatakan bahwa pembelajaran sains yang hanya membelajarkan fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori sesungguhnya belum membelajarkan sains
secara utuh. Dalam membelajarkan sains guru hendaknya juga melatih
keterampilan siswa untuk berproses (keterampilan proses) dan juga
menanamkan sikap ilmiah, misalnya rasa ingin tahu, jujur, bekerja keras,
pantang menyerah, dan terbuka.

Di dalam Standar Kompetensi BNSP (dalam Farida, 2016) disebutkan


bahwa Ilmu Pengetahuan Awal (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu
pembelajaran IPA ditekankan pada pembelajaran yang beriorientasi pada
lingkungan.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar memberikan peranan penting dalam


pembelajaran IPA di jenjang-jenjang beikutnya sebab pengetahuan awal siswa
sangat berpengaruh pada minat dan kecenderungan siswa untuk belajar IPA
Wayan(2016, hlm 826).
Ilmu pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar.
Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
sebagian besar peserta didik. Mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah
menengah. Salah satu masalah yang dihadapi di dunia pendidikan saat ini
adalah masalah lemahnya proses pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan
pada guru di skeolah. Kondisi ini juga menimpa pada pembelajaran IPA di
sekolah dasar. Memperlihatkan bahwa selama ini proses pembelajaran sains di
sekolah dasar masih banyak yang dilaksanakan secara konvensioal. Para guru
belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam
melibatkan siswa seta menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang
bervariasi.

Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut Marjono (dalam


Susanto, 2013, hlm. 167) hal yang harus diutamakan adalah bagaimana
mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka tehadap suatu
masalah. Hakikat pembelajaran sains yang didefiniskan sebagai ilmu tentang
alam dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu pengetahuan alam sebegai
produk, proses dan sikap. Dari ketiga komponen itu menurut Sutrisno (dalam
Susanto 2013, hlm. 167) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan
IPA sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan
dari ketiga komponen diatas, yaitu pengembangan prosedur dari proses,
sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai
produk.

Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi,
dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan
sikap ilmiah seperti seorang ilmuwan. Adapun jenisjenis sikap yang dimaksud
, yaitu : sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif
terhadap fakta.
Sikap ilmiah itu dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa dalam
pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi, dan
kegiatan proyek dilapangan. Pengemangan sikap ilmiah disekolah memiliki
kesesuaian dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Menurut Piaget (dalam
Susanto, 2013, hlm. 170) menjelaskan bahwa anak usia sekolah dasar yang
berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun masuk dalam fase
operasional konkret. Yaitu fase yang menunjukan adanya sikap
keingintahuannya yang tinggi untuk mengenali lingkungannya. Dalam
kaitannya dengan tujuan sains, maka pada anak sekolah dasar siswa harus
diberikan pengalaman serta kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan bersikap 15 terhadap alam, sehingga dapat mengatahui rahasia-
rahasia dan gejalagejala alam.

Dari uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran sains
merupakan kegiatan pembelajaran yang berdasarkan pada prinsiprinsip, proses
yang mana dapat menumbuhkan sikap-sikap ilmiah siswa terhadap konsep-
konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan
dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpula konsep
IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut pembelajaran IPA dapat memberikan
pengalaman langsung melalui kegiatan pengamatan, diskusi dan penyelidikan
sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah
siswa.

2. Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Menurut Susanto (2013, hlm. 171) pembelajaran sains di sekolah dasar


dikenal dengan pebelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA di
sekolah dasar merupakan sebuah konsep yang karena masih belum terpisah
sendiri-sendiri seperti mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi. Adapun tujuan
pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan nasional Standar Pendidikan
(BSNP, 2006), dimaksudkan untuk :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaanya, keindahan, dan keteraturan alam cip-
taan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan se-
hari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran ten-
tang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam seki-
tar, memecahkan maslah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keter-
aturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA se-
bagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian-penelitian yang telah


dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Putu Arnyana yang berjudul
“pengaruh penerapan strategi pembelajarn inovatif pada pembelajaran bi-
ologi terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMA”, menunjukan
bahwa kelompok siswa yang belajar dedngan strategi kooperatif GI, PBL
dan Inkuiri memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan
dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hartanto yang berjudul “mengembangkan
kreaivitas siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan
inkuiri” menunjukan bahwa melalui inkuiri siswa dapat memperaktekkan
dan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan cara berpikir sistematis, kri-
tis, logis, dan kreatif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli Eko Siswono yang berjudul
“upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui penga-
juan masalah”, menunjukkan bahwa tidak semua aspek kemampuan
berpikir meningkat terutama fleksibilitas dalam memecahkan masalah.
Tetapi untuk aspek pemahaman terhadap informasi masalah, kebaruan dan
kefasihan dalam menjawab soal mengalami peningkatan. Hasil lain me-
nunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan mengajukan
masalah mengalami kemajuan/peningkatan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Awaludin yang berjudul “Meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis pada siswa dengan kemampuan
matematis rendah melalui pembelajaran open ended dengan pemberian tu-
gas tambahan”, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa dengan kemampuan matematis rendah yang men-
dapat pembelajaran open ended dengan perlakuan pemberian tugas tamba-
han labih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa
yang mendapat pembelajaran open ended tanpa perlakuan pemberian tugas
tambahan.
C. Kerangka Berpikir

Model Inkuiri

Mengajukan
Pertanyaan
atau masalah
Keterampilan
berpikir lancar
Merumuskan
Hipotesis

Mengumpulkan Keterampilan Kemampuan


data berpikir luwes Berpikir Kreatif

Keterampilan
Analisis data berpikir
merinci

Membuat Keterampilan
Kesimpulan berpikir orisinal

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Menurut Sugiyono ( 2018, halm. 3 ) Metode penelitian diartikan sebagai


cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.
Menurut Sugiyono penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan
data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan data statistik.

Metode eksperimen merupakan penelitian yang memerlukan perlakuan


khusus terhadap variabel-variabel yang diteliti untuk memenuhi ada tidaknya
pengaruh dari perlakuan yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan
menyediakan kelompok kontrol sebagai perbandingan. Metode eksperimen
digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat pengaruh model pembelajaran
Inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pretest,Postest Control


Group Design, dimana desain ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, kedua kelompok ini dipilih secara random.
Kelompok pertama diberi treatmen dan kelompok lain tidak diberi treatmen.
Penelitian dilakukan dengan memberikan pre- test sebelum diberikan perlakuan
dan memberikan post-test sesudah diberikan perlakuan. Berikut adalah desain
penelitian yang akan dilaksanakan.
Tabel 3.1

Pretest-Posstest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posstest


K. Eksperimen (R) O1 x O2
K. Kontrol (R) O3 O4

Keterangan

R = kelompok eksperimen dan kelompok control siswa SD yang


diambil secara random.

O1 dan O3 = kelompok eksperimen dan kelompok control sama-sama


diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
siswa

X = treatment, yaitu perlakuan berupa pembelajaran dengan


menggunakan metode inkuiri pada kelompok eksperimen.

O2 = posttest pada kelompok eksperimen setelah diberi pembelajaran


metode inkuiri.

O4 = posttest pada kelompok control yang tidak diberi metode Inkuiri.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Penggunaan Metode


Pembelajaran inkuiri terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif siswa pada sampel
yang telah ditentukan. Untuk mengetahui dua variable tersebut penulis
menggunakan desain True Experiment ini.

Anda mungkin juga menyukai