0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan5 halaman
Wawancara dengan Romo Yulius Agi Haryanto dan Sr. Clarita Benedicta PPYK mengenai panggilan hidup mereka sebagai imam dan biarawati. Keduanya awalnya tidak memiliki keinginan untuk mengikuti panggilan tersebut, namun kemudian merasakan panggilan dari Tuhan dan memutuskan untuk mengikutinya meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Wawancara dengan Romo Yulius Agi Haryanto dan Sr. Clarita Benedicta PPYK mengenai panggilan hidup mereka sebagai imam dan biarawati. Keduanya awalnya tidak memiliki keinginan untuk mengikuti panggilan tersebut, namun kemudian merasakan panggilan dari Tuhan dan memutuskan untuk mengikutinya meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Wawancara dengan Romo Yulius Agi Haryanto dan Sr. Clarita Benedicta PPYK mengenai panggilan hidup mereka sebagai imam dan biarawati. Keduanya awalnya tidak memiliki keinginan untuk mengikuti panggilan tersebut, namun kemudian merasakan panggilan dari Tuhan dan memutuskan untuk mengikutinya meskipun menghadapi berbagai tantangan.
UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI 2020 Wawancara bersama Romo Yulius Agi Haryanto Pertanyaan : 1. Mengapa Romo Agi mau memilih panggilan hidup untuk menjadi imam? 2. Apa motivasi yang romo miliki dalam menjalani panggilan hidup? 3. Apa saja tantangan yang pernah romo hadapi dalam menjalani panggilan hidup serta dengan cara mengatasinya? 4. Pesan dan harapan apa yg ingin romo sampaikan kepadan OMK dalam menentukan panggilan hidupnya? Jawaban Romo Agi : 1. Sebelumnya saya bercita-cita menjadi seorang tentara. Saat SD malh cita-cota saya adalah seorang sopir bus malam. Keinginan untuk bergabung menjadi seorang putra altar waktu SD pun terpicu saat senang melihat seorang romo yang menggunakan kasula saat misa dan berjalan seperti mengenakan baju superman dan berkibar saat berjalan. Keputusan saya menjalani pilihan dan pendidikan menajdi calon imam saat teman putra altar saya menawari saya untuk ikut bersama dia mendaftar meskipun pada akhirnya dia mundur dari panggilan tersebut. Kemudian saat harus memilih kongregasi atau imam apa yang saya akan jalani, pertimbangan saya hanya berdasarkan bayangan “bagus engga ya kalau saya kenakan jubah putih selembar saja”, sementara saya waktu itu sangat kurus dan hitam. Bisa dibayangkan bagaimana jika saya mengenakan jubah putih. Maka, saya memilih Karmel yang mempunyai jubah berlapis dan berwarna coklat. Jadi, dari hal sederhana seperti itulah Tuhan membimbing saya - kesadaran ini barulah saya peroleh saat sudah belajar dalam tahap pendidikan menjadi imam itu. 2. Keinginan menjadi seorang imam bukanlah keinginan yang saya miliki sejak kecil. Keinginan tersebut baru muncul kuat saat semester terakhir di SMA; saat saya harus memutuskan apa yang akan saya lakukan setelah nanti saya lulus SMA. 3. Kesulitan selalu ada. Adanya kesulitan kadang membuat keraguan atau kekhawatiram bertindak atau memutuskam sesuatu, khususnya jika berkaitan dengan nasib orang banyak dan berlaku lama misalnya seperti perkawinan dan persoalan dalam keluarga serta kebijakan di paroki atau Gereja, tapi kebersamaan dalam kepengurusan gereja secara umum dapat membantu menyelesaikan banyak kesulitan yang muncul hal itu kerap dan bagi saya sangat menolong karena keraguan atau bahkan ketakutan untuk bertindak atu memutuskam kerap diawali dengan kesulitan yang muncul. Nah jika hati merasa diterima kerap kesulitan berubah menjadi tantangan yanh harus diselesaikan dan bukan lagi hambatan dalam pelayanan. 4. Harapan lain adalah kaum muda perlu memikirkan menjadi imam atau bahkan pemuka agama adalah satu di antara banyak pilihan hidup yang tentunya tetap memiliki kemungkinan penhakaman menyenangkan dan tidak menyenangkan. Karena itu, aktif dalam kegiatan rohani yang tidak hanya sebatas pribadi seperti doa doa pribadi dan devosi pribadi di rumah perlu dilakukan. Wawancara bersama Sr. Clarita Benedicta PPYK. 1. Mengapa suster mau memilih panggilan hidup untuk menjadi biarawati? 2. Apa motivasi yang suster miliki dalam menjalani panggilan hidup? 3. Apa saja tantangan yang pernah suster hadapi dalam menjalani panggilan hidup serta dengan cara mengatasinya? 4. Pesan dan harapan apa yg ingin suster sampaikan kepadan OMK dalam menentukan panggilan hidupnya? Jawaban Sr. Clarita : 1. Panggilan menurut saya adalah sebuah misteri, pada saat itu suster masih umur 13th saya tertarik memakai jubah dan ini adalah panggilan awal menjadi biarawati. Tapi semenjak remaja panggilan ini berubah karna kekurangan saya, tapi saya ingin mencoba yg lebih baik dan fokus dalam beriman. 2. Tertarik ingin memakai jubah 3. Tantangannya ketika saya memasuki masa remaja, saya merasa nggak nyaman menjalani atau menjadi seorang biarawati, karna saya menyadari kelemahan dan kekurangan saya. Tapi ternyata ketika saya sudah lulus SMA, Tuhan sudah memanggil pasti Tuhan terus menuntun, sehingga akhirnya tidak diduga ada sesuatu yg baru mengusik diri saya bahwa saya harus mencoba ke motivasi pertama saya untuk menjadi biarawati. cara mengatasinya dengan rekonsiliasi dan introspeksi diri 4. Jadilah diri sendiri, hidup memang banyak kesulitan dan tantangan tapi pesan untuk kita semua harus mempunyai iman, mempunyai motivasi yg kuat dan bisa mengatasinya dengan baik dan tidak mudah terjerumus dalam respon spontan