Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI

SPIRITUALITAS KARYA CB

OLEH :

THERESIA TRI WINARTI


NPM : 201943040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA
2020

i
MEMAKNAI HIDUP DENGAN
SEMANGAT SPIRITUALITAS BUNDA ELISABETH

Menjadi perawat bukanlah suatu impian,tetapi menjalani perutusan


dalam karya Tuhan melayani orang sakit ternyata memberikan suatu hal
yang tidak pernah saya bayangkan. Berdekatan dengan mereka yang sakit
dan menderita sungguh menjadi kerinduan bagi saya, mengapa ?, karena
saya pernah mencoba meninggalkan pekerjaan ini, karena alasan finansial,
namun ternyata keinginan tersebut tidak pernah terjadi. Justru ketika
keinginan itu ingin saya wujudkan, perasaan berat meninggalkan pekerjaan
menjadi perawat menjadi makin nyata. akhirnya saya menyadari, inilah
perutusan yaang harus saya jalani. (Karena memang keselamatan sesama
sangat kupentingkan, EG 40). Akhirnya dengan menyerahkan seutuhnya
semua kehendak Tuhan pada hidup saya, tanpa keraguan sedikitpun saya
memutuskan untuk tetap setia menjalani perutusan, dengan menjadi
pekerja di ladang Tuhan, merawat mereka yang sakit dan menderita (EG
91)
Bersyukur atas talenta yang Tuhan berikan, dengan memberikan
pelayanan kepada mereka yang membutuhkan dengan penuh tulus dan
ikhlas, karena Tuhan hadir lewat mereka yang menderita, tersisih dan
berkesesakan hidup (EG 39).
Rasa syukur itu semakin membawa aku merasakan kasih Tuhan
dalam perjalanan hidup maupun karya pelayanan. Bekerja terasa ringan,
selalu bersemangat, penuh percaya diri dalam menjalani segala hal.
Ternyata kehadiaran saya memberikan kebahagiaan bagi orang lain, baik
teman perawat , para dokter, rekan kerja yang lain, dan tentunya pasien
serta keluarga. Namun semuanya tidak berjalan dengan mulus, ada banyak
rintangan, perbedaan pandangan dengan teman kerja, tetapi semua tidak
menjadi masalah, karena selalu yakin bahwa Tuhan senantiasa hadir di
tengah-tengah kami, sehingga setiap hal dapat diselesaikan dengan
baik.(EG 54)

1
Seperti juga saat ini, di mana di usia yang tidak muda lagi, menjelang
46 tahun, saya mengikuti pendidikan lanjut. Bukan tanpa alasan mengapa
saya mau keluar dari zona kenyamanan, alasan yang mendasar adalah
karena saya ingin mengembangkan talenta yang telah diberikan Tuhan
kepada saya. Dengan terus belajar, saya berharap bahwa pelayanan yang
saya berikan makin baik, banyak pasien yang tertolong, merasakan
manfaat dari pelayanan yang saya berikan.(EG 39 Referensi) Saya yakin
bahwa semua ini bukan suatu kebetulan, Tuhan memberikan jalan yang
begitu indah (EG 100(referensi). Meski sudah agak terlambat , kalau orang
bilang “wis tuwo koq sekolah, meh golek opo” (sudah tua, koq sekolah, mau
cari apa). Belajar tidak mengenal usia dan waktu, sepanjang perjalanan
hidup selalu bisa terus belajar. Walaupun tidak mudah menjalani proses ini,
sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab untuk keluarga, sering
muncul perasaan tak berdaya. Tugas di kampus yang cukup banyak
menyita banyak waktu, sehingga perhatian kepada anak-anak dan suami
berkurang, Puji Tuhan hal itu tidak membuat hubungan kami di keluarga
menjadi renggang, justru kami makin kompak, saling mengisi kekosongan.
Pekerjaan rumah tangga yang kadang tidak bisa terjangkau, bisa selesai
dengan bantuan suami. Tuhan senantiasa hadir dalam hidup kami,
pendidikan anak-anak lanjar, selalu diberi kelimpahan rejeki, Tuhan
menghadirkan sahabat dan keluarga yang selalu menjadi penolong dalam
keluarga kami. Proses pembelajaran di awali dengan kegiatan orientasi
mahasiswa, saya tetap harus mengikuti kegiatan tersebut, tanpa kecuali,
dan tidak ada perlakuan istimewa dari panitia, seklaipun kami adalah
”mahasiswa tua“. Muncul pergolakan dalam diri saya, ada perasaan sulit
menerima situasi ini, bisa dibayangkan, saya perawat senior, mantan
kepala keperawatan, harus mau dibimbing, diatur oleh para senior di
kampus di mana mereka umurnya masih seumur anak saya…… tapi di
situlah saya mulai belajar untuk rendah hati. Saat ini, di kampus, saya
adalah mahasiswa, yang harus taat dengan peraturan institusi pendidikan,
belajar tetap santun, mengikuti proses perkuliahan dengan baik, walaupun
para pengajar juga pernah saya bimbing dalam masa pendidikan waktu itu.

2
Bersyukur bahwa proses penerimaan ini saya lalui dengan baik, sehingga
saya menjalani proses ini dengan penuh suka cita dan penuh semangat.
Ada perasaan bangga, di usia yang sudah tidak muda lagi, masih
memiliki kesempatan untuk menimba ilmu, walaupun ada kekhawaitran,
apakah saya bisa melalui proses perkuliahan dengan hasil optimal. Karena
menyadari keterbatasan dalam diri saya, daya ingat yang sudah tidak
secerrmelang dulu, fisik yang kadang mudah capai. Membaca sekali tidak
langsung bisa diingat, baca depan belakang lupa, baca belakang, depan
lupa, hampir frustasi rasanya. Memiliki idealisme tinggi untuk mendapatkan
hasil maximal, membuat saya merasa makin terbebani, walaupun kalau
saya renungkan , tidak perlu seperti itu, karena kondisi dan sitausi sudah
beda, namun sebagai mahasiswa yang paling tua (senior), saya juga
berharap bisa menjadi contoh teman lain yang muda, bahwa sekalipun
sudah bekerja, tetapi dalam mengikuti proses perkuliahan ini dengan baik
Hal yang kurang menyenangkan pada saat awal perkuliahan di
mana saat mulai pembelajaran materi baru, Strategi Belajar, saya betul-
betul mengalami kesulitan. Hal ini mungkin karena materi tersebut masih
asing, atau karena lama tidak belajar di kelas dengan segala runtitasnya,
sehingga saya merasakan sangat berat. Sempat timbul penyesalan,
mengapa harus kuliah lagi?. Dengan segala daya upaya tetap berusaha
untuk mencari strategi belajar , kalau dulu membaca saja cukup, sekarang
saya belajar dengan strategi menulis ulang materi dari dosen, dengan
begitu saya jadi mudah mengingat, tidak bosan membaca, dan makin
tertarik. Begitu juga dengan tugas, ketika awal Mata Kuliah baru, sudah
tampak tugas yang harus diselesaikan, baik kelompok maupun pribadi,
segera menyusun tugas sesegera mungkin, bekerjasama dengan teman-
teman mencari leiteratur, saling memberikan informasi, berbagi tugas
dalam kelompok. Dengan strategi tersebut, ternyata tugas dapat
diselesaikan lebih awal, dan tidak kemrungsung lagi. Ada saat-saat tertentu
merasakan kejenuhan dalam proses ini, namun itu tidak berlangsung lama,
selalu ada pertolongan Tuhan pada saat seperti itu. Tuhan menghadirkan
teman-teman di kelas yang saling melengkapi , teman di rumah sakit yang

3
memberikan suport, memberi kesempatan saat ada jeda waktu dalam
pelayanan, diberi kesempatan belajar, melanjutkan mengerjakan tugas.
Meresapi karya Tuhan dalam hidup saya, banyak hal sangat menakjubkan,
berkat Nya selalu berlimpah, bahwa dalam perkuliahan ini bukan hanya
soal belajar, membaca, ujian, namun saya mendapatkan banyak rahmat
Nya untuk bisa lebih mendalami perjalanan karya pelayanan saya untuk
para pasien. Para dosen dengan sabarnya memberikan ilmu , mengajarkan
kedislipinan, konsistensi, kepedulian dengan sesama dan lingkungan,
menerapkan nilai I CARE dalam lingkungan kampus, selalu setia
mendampingi dalam membuat penugasan, dan lebih seru lagi adalah
diadakan fieldtrip dari beberapa mata kuliah. Hal tersebut menjadi bukti
nyata bahwa karya Spiritualitas CB dalam pendidikan, memberikan nilai
lebih, mencetak mahasiswa agar memiliki kompetensi dan sikap yang baik,
sehingga pada saat lulus mampu bekerja secara profesional, memberikan
pelayanan yang berkualitas . Dan ini saya rasakan dari sejak awal yang
sekolah di SPK Panti Rapih tahun 1989-1992, D3 Keperawatan 1997-2000,
sampai hari ini mengikuti perkuliahan, bahwa pendidikan yang diberikan
bukan hanya sekedar proses belajar mengajar , tetapi lebih dari itu, para
dosen selalu berinovasi, bekerja keras untuk bisa memberikan pendidikan
yang terbaik Pengalaman belajar di setiap mata kuliah, selalu menjadi
refleksi dalam hidup saya. Masing-masing memiliki dinamika sendiri, tak
jarang seringkali merasa ada tidak mampu, namun Tuhan selalu
memberikan pertolongan, lewat bantuan teman satu kelas, mereka yang
muda , selalu siap saat saya mengalami kesulitan dalam high tehnologi.
Penerapan industri 4.0 juga menuntut saya untuk mengikuti perkembangan
zaman, tangan Tuhan selalu terbuka, karena kasiih Nya segala kesulitan
bisa teratasi, tugas dapat selesai dengan baik.
Semester satu sudah terlampau, hasilnya cukup menggembirakan,
walaupun belum maximal,Puji Tuhan tanpa terasa proses telah berjalan
satu semester. Saatnya melangkah ke semester dua, yang di awali dengan
Mata Kuliah Spiritualitas Karya Carolus Borromeus. Dari judulnya sudah
terbayang materi ini cukup berat, karena saya berpikir, bukan hanya soal

4
mengerti materi tersebut, tetapi ada yang dalam yang belum mampu saya
terjemahkan. Belajar mengenal Karya Spiritualitas CB yang dimulai oleh
Bunda Elisabeth Gruyters, muncul kekaguman akan sosok beliau yang
sangat luar biasa. Memiliki hati yang untuk mengasihi mereka yang lemah,
gigih dalam memperjuangkan hidup, dan selalu menyerahkan segala hal ke
dalam kuasa Tuhan. Ya kepasrahan Bunda Elisabet, yang selalu di
ungkapkan dalam doa-doanya membuat saya makin menyadari kerapuhan
saya dalam menjalani semua proses ini, seringkali lupa bahwa campur
tangan Tuhan dalam proses hidup saya, baik sebagai pelayan kesehatan
maupun sebagai mahasiswa. Kekaguman saya dengan karya Tuhan, lewat
teladan dan semangat Bunda Elisabeth makin besar, ketika diberi
kesempatan fieldtrip di Pusat Studi Suster Carolus Borromeus di Novisiat
Mrican, bersama Sr Maria Erna, di dampingi juga oleh Sr Therese CB. Hal
yang mengagumkan, yang pertama adalah Tuhan sungguh luar biasa, telah
mengutus Bunda Elisabeth untuk memberikan teladan dalam karya
perutusan, melalui kharisma Bunda Elisabeth, lahirlah Spiritualitas CB yaitu
Guiding Principles Spiritualitas Carolus Borromeus dan I CARE. Dalam
GPCB terdapat delapan elemen pokok yang memiliki makna sangat
dalam, Saya mencoba juga merasakan makna tersebut, dan merefleksikan
sampai di mana step berapa mampu menjadikan GPCB dalam karya
pelayanan saya dan juga peran saya sebagai mahasiswa Walaupun masih
sering gagal, namun saya tetap berusaha belajar, seperti Bunda Elisabeth,
yang selalu pantang menyerah dalam setiap langkahnya, menyerahkan
semua yang terjadi ke dalam kuasa Tuhan. Teladan Bunda Elisabeth
mengingatkan juga saat Yesus di kayu salib, menyerahkan hidupnya,
mengorbankan diri untuk manusia. Nilai-nilai I CARE sebagai pedoman
dalam menjalani karya pelayanan maupun pendidikan, merupakan nilai
yang dapat dilakukan secara nyata dalam aktivitas menjalani proses
pendidikan saya di StikesPanti Rapih. Kekaguman yang kedua, saat
fieldtrip di Novisiat, yaitu para Suster Carolus Borromeus mampu
mengilustrasikan perjalanan Bunda Elisabeth, dari awal kelahiran, sampai
meninggal, hasil seni yang luar biasa dan mengagumkan. Dengan ornamen

5
- ornamen yang sempurrna, saya merasakan seolah-olah secara nyata
mengikuti perjalanan Bunda Elisabeth. Semoga karya para Suster Carolus
Borromeus tersebut, menjadikan teladan untuk kami semua dalam karya
pelayanan di rumah sakit, dengan selalu menghadirkan kharisma Bunda
Elisabeth. Fieldtrip berikut di Syantikara bersama dengan Sr Maryati CB,
saya diajak secara nyata dalam mengimplementasikan KPKC (Keadilan
Perdamaian Keutuhan Ciptaan), inovasi Suster dalam menciptakan
keseimbangan hidup, dengan memelihara lingkungan sekitar,
memanfaatkan potensi alam , dengan pembuatan pupuk kompos, tanaman
aquaponik, dan saya belajar juga membuat wedang seruni, membuat
keripik kentang,mengolah barang bekas menjadi bermanfaat yaitu
membuat handuk bekas dijadikan pot, kampanye mengurangi penggunaan
plastik
Perjalanan belajar spiritualitas makin nyata, saat kami membuat
proporsal Project Based Learning, pilihan kami adalah membuat seruni
untuk Ibu-ibu PKK, awalnya saya dan teman-teman cukup percaya diri,
namun saat kelompok lain menyajikan hal yang berkaitan dengan
pemanfaatan limbah, ada sedikit rasa kurang percaya diri. Apalagi saat
Suster Therese menghendaki kelompok besar untuk bisa melakukan
kampanye, sosialisasi kepada semua dosen dan staff , mahasiswa Kampus
1 Stikes Panti Rapih, kira-kira sajian kami bermanfaat tidak bagi peserta.
Sekalipun begitu, saya dan teman-teman menyiapkan acara tersebut
dengan penuh semangat, membuat skenario untuk proses demo, sekaligus
membuat minuman yang akan di nikmati oleh para peserta. Puji Tuhan
ternyata semua menikmati sajian minuman seruni, di situlah saya akhirnya
merefleksikan bahwa hal sederhana, saat dilakukan dengan ikhlas dan
penuh cinta, akan membawa rasa tersendiri, dan makna lain juga bahwa
hidup saling melengkapi, karena Tuhan menciptakan alam dengan segala
isinya, dengan keaneka ragaman, perbedaan yang membuat dunia makin
indah.

6
Pengalaman-pengalaman spiritual yang saya alami sampai hari ini,
makin membuat saya meyakini, bahwa setiap keputusan membawa
konsekwensi, ada rasa, manis, kepahitan, keputusasaan.Teladan Bunda
Elisabeth, yang selalu tekun berjuang dan berdoa agar Tuhan berkenan
mengabulkan harapannya untuk bisa menyelamatkan banyak orang,
menolong mereka yang miskin dan menderita serta berkesesakan hidup.
Sehingga saya pun mengimani, bahwa segala kesulitan justru
mendekatkan diri saya pada Tuhan, merasakan kasih Nya dalam setiap
pergumulan hidup saya . (“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari sesuatu yang tidak kita lihat “ Ibr 11:1-40)
Dari refleksi yang telah saya tulis, saya mencoba menyimpulkan,
bahwa perjalanan hidup diwarnai berbagia hal, kadang merasa rapuh dan
tak berdaya, kesulitan, namun juga ada kebahagiaan, berkat yang
melimpah. Namun semua akan selesai dengan baik, ketika kita
menyerahkan semua kepada Tuhan. Kehadiran Tuhan, berkat Nya tidak
selalu sesatu yang indah, namun bisa dalam wujud kesulitan, kerapuhan,
ketidakberdayaan saya. Di situlah saya merasakan kasih Tuhan mengalir
dalam hidup saya. Seperti juga teladan Bunda Elisabeth, dalam melayani
mereka yang miskin, menderita dan berkesesakan hidup, yang tiada henti
berdoa agar Tuhan berkenan mewujudkan permohonannya. Perjuangan
Bunda Elisabet dilanjutkan oleh para Suster Cinta Kasih Santo Carolus
Borromeus, melalui karya kerasulannya dalam pelayanan kesehatan,
pendidikan dan karya kerasulan lainnya. Dengan mewarisi Spiritualitas CB,
yang di bersumber pada Kharisma Bunda Elisabeth Cinta tanpa syarat dan
berbela rasa dari Yesus Kristus yang tersalib, hidup harus harus bermakna,
menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkan. Menjaga seluruh ciptaan
Tuhan, sehingga hidup terasa damai, memelihara keseimbangan ,
menghormati seluruh ciptaan, yang dimulai dengan menjaga kesehatan diri,
agar mampu melakukan tindakan nyata dalam menjaga bumi agar terhindar
dari bencana

7
Rencana tindak lanjut dari refleksi ini, Selalu memohon kepada
Tuhan untuk senantiasa berkenan memberkati hidup saya, sehingga saya
mampu mengembangkan talenta yang Tuhan berikan, dengan tetap tidak
berhenti untuk belajar, menjaga ciptaan , dengan memulai dari diri sendiri
agar tetap sehat, dengan hidup teratur, selalu optimis dan gembira dalam
menghadapi situasi apapun. Peduli pada lingkungan dengan menjaga
keseimbangan alam, mengurang penggunaan plastik dan kertas, serta
mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama, menjaga bumi dari
kerusakan .

8
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2006). Guiding Principles Spiritualitas CB Pelayanan Kesehatan.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai