Anda di halaman 1dari 2

Sharing panggilan dari Ion

Pastor, bapak/ibu, kaum muda dan saudara/i yang terkasih, selamat malam.

Perkenalkan saya YOHANNES BAPTIS TRIYONO dipanggil Ion, asal dari Jogjakarta, lahiran tahun
1989. Bapak saya dulunya seorang ustad dan menjadi katolik. Untuk mamak tidak tahu
mengenal katolik dari mana, mengingat kakek dan nenek dibaptis menjadi katolik setelah saya
dewasa.

Saat ini saya sebagai frater novis tingkat akhir, dimana saya sudah menempuh masa postulan di
Bandung selama satu tahun dan saat ini masa novisiat di Batam. Saya termasuk salah satu dari
sekian banyak Frater yang menganggapi panggilan Tuhan saat usia dewasa. Saya
menggabungkan diri dalam kongregasi SS.CC diusia 30 tahun.

Mungkin dari bapak ibu dan kaum muda, bertanya-tanya. Bagaimana bisa mengetahui itu
sebagai penggilan dari Tuhan diusia dewasa?

Sedikit saya bercerita masa remaja saya. Saya setelah menerima komuni kelas 4 SD, saya
langsung direkrut masuk misdinar dan itu berjalan sampai saya SMA. Selama itu juga saya
mengalami beberapa kali niat untuk mengikuti jejak yang saya layani, yaitu sebagai ROMO.
Namun saya tidak tahu harus melalui siapa dan bagaimana? Mungkin karena malu untuk
mengungkapkannya, ya hanya bisa di simpan dalam hati.

Tak hanya sebagai misdinar, saya juga aktif di lingkungan/KBG, paroki dan juga merangkap
sebagai pembimbing sekolah minggu. Singkat cerita saya lulus dan mengabaikan keinginan saya
menjadi pastor, lalu ingin kerja saja. Tahun 2011 saya pergi ke Tangerang untuk bekerja. Namun
kurang lebih 6 tahun saya merasa ada yang kurang dalam hati saya bahkan saya merasa ada
kekosongan dalam diri saya, karena selama itu hanya diisi dengan kerja dan kerja, ketemu
orang yang setiap hari sama, rutinitas yang monoton, dan awal saya mengenal keduniawian
serta mengalami hidup jauh dari kehidupan gereja. Setelah menyadari diri mengalami
kekosongan, saya mencoba mencari tahu apa sebabnya dan saya mulai kembali ke Gereja. Saya
masuk dalam lingkungan/KBG, juga tergabung dalam komunitas karyawan Muda Katolik/KKMK
paroki St. Odilia Tangerang.

Akhirnya saya bisa aktif ikut misa mingguan, namun seiring berjalannya waktu, saya merasa
kurang pantas karena dosa. Suatu ketika ada keinginan untuk datang dalam sakramen tobat.
Saya menghubungi pastor agar saya dapat menerima sakramen tobat. Ketika berada dalam
kamar pengakuan, pastor mengatakan ; “Anakku, ada NIAT datang kepada Tuhan untuk
bertobat, itu sudah mengalami Tuhan melalui dorongan Roh Kudus-Nya. Apalagi sudah mau
meluangkan waktu untuk mengakukan dosa”, melalui perkataan pastor itu saya tersentuh dan
akhirnya saya menangis. Saya merasa mengalami Tuhan yang begitu amat sangat baik.
Kebetulan waktu selesai pengakuan itu malam hari, saya diajak makan bersama pastor di
Pastoran. Semeja dengan tiga pastor. Saya gembira makan bersama mereka. ”Siapa aku ini,
hingga mengalami kegembiraan bertubi-tubi. Pengalaman dimanjakan Tuhan yang tidak
bisa saya lupakan.”
Seiring berjalannya waktu, saya tertarik melihat gaya hidup yang sederhana dan persaudaraan
yang kuat oleh para pastor SS.CC, saya kembali diingatkan akan keinginan saya dulu menjadi
seorang pastor. Awalnya mustahil karena umur saya sudah dewasa, tetapi apa salahnya jika
dibicarakan dengan pastor. Akhirnya pastor mendukung dengan menyarankan saya untuk live
in di Bandung dan untuk mengalami kehidupan di Seminari Bandung.

“Bagaimana? Tertarik untuk hidup membiara?” kata pastor setelah saya pulang dari live in. Dan
melalui dicernment dan di bawa dalam doa, akhirnya saya berani memutuskan untuk hidup
membiara sampai pada saat ini. Itu lah sedikit ringkasan pengalaman dipanggil dan dijala
oleh Tuhan.

Nah, mungkin ada pertanyaan: “Apa saja sih? Dan pengalaman apa yang saya alami dalam
kehidupan membiara?”

Singkat saja, Melalui pengalaman saya di Novisiat dan di Postulan :

1. Saya mengenal doa silih, Adorasi silih, dan Adorasi Kekal, sebagai jantung hidup dan
spiritual kongregasi SS.CC yang disahkan oleh Tahta Suci.
2. Kehidupan doa yang intens.
3. Semakin menghayati Ekaristi.
4. Hidup mandiri, hidup komunitas, yang digerakkan oleh dorongan rasa persaudaraan.
Intinya saya diteguhkan dalam panggilan untuk bersahabat dengan Yesus dan belajar
melayani Tuhan dan sesama.

Kemudian yang terakhir..... kalau ditanya : Apakah saya bahagia menjalani penggilan hidup
sebagai seorang biarawan?

Memang, banyak tantangan yang saya alami dan saya hadapi. Misalnya,

Saya harus mampu bergaul dengan teman-teman yang berbeda budaya, berbeda
karakter dan latar belakang.
Saya juga ditantang untuk melatih kedisiplinan saya.
Saya juga dilatih untuk hidup sederhana, supaya nanti bisa melayani ditempat-tempat
yang sulit.

Akan tetapi semuanya itu tidak mengalahkan dan menghalangi kebahagiaan saya, dengan
lantang saya mengatakan saya bahagia, sebab saya menikmati disetiap peristiwa dan
kehidupan saya sebagai seorang biarawan. Kuncinya menikmati disegala aktivitas dalam
komunitas ; Hidup bersama, bermain bersama, berdoa bersama, belajar bersama, belajar
melayani, dan semua itu dilakukan dengan penuh sukacita.

Bapak ibu, kaum muda dan saudara/i yang terkasih, saya rasa tidak perlu takut dan khawatir
untuk masuk biara. Ketika Tuhan memanggil, pelayanan apapun yang kita lakukan, membuat
kita bahagia. Itu. Akan tetapi temtu kami juga masih membutuhkan dukungan doa dari
bapak/ibu saudara/i agar kami tetap setia dalam menjalani, merawat, dan menghidupi hidup
panggilan ini sebagai seorang biarawan. Dan kita semua saling mendoakan. Demikian sering
saya terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai