Hidup membiara adalah salah satu bentuk hidup selibat yang dijalani oleh mereka yang dipanggil untuk
mengikuti Kristus secara tuntas (total dan menyeluruh), dengan mengikuti nasihat Injil. Hidup membiara adalah
corak hidup, bukan fungsi gerejawi. Dengan kata lain, hidup membiara adalah suatu corak atau cara hidup yang di
dalamnya orang hendak bersatu dan mengikuti Kristus secara tuntas, melalui kaul yang mewajibkannya untuk hidup
menurut tiga nasihat Injil, yakni keperawanan, kemiskinan, dan ketaatan (bdk. LG art. 44).
Dengan mengucapkan kaul keperawanan, orang membaktikan diri secara total dan menyeluruh kepada
Kristus; dengan mengucapkan kaul kemiskinan, orang berjanji akan hidup secara sederhana dan rela
menyumbangkan apa saja demi kerasulan; dan dengan mengucapkan kaul ketaatan, orang berjanji akan patuh
kepada pimpinannya dan rela membaktikan diri kepada hidup dan kerasulan bersama. Kaul-kaul tersebut bukan
merupakan inti hidup membiara. Inti hidup membiara adalah persatuan erat dengan Kristus melalui penyerahan diri
secara total dan menyeluruh kepada-Nya. Hal itu diusahakan untuk dijalani melalui ketiga kaul yang disebutkan di
atas.
Bentuk hidup selibat lainnya adalah hidup tidak menikah, yang dijalani oleh kaum awam, demi Kerajaan Surga.
Mereka memilih tidak menikah bukan karena menilai hidup berkeluarga itu jelek atau bernilai rendah, melainkan
demi Kerajaan Surga (bdk. Mat. 19:12). Dalam hidup tidak menikah mereka menemukan dan menghayati suatu nilai
yang luhur, yakni melalui doa dan karya memberikan cintanya kepada semua orang sebagai ungkapan kasih mereka
kepada Allah.
"Hidup membiara" dan "hidup selibat lainnya" adalah panggilan dari Tuhan, merupakan rahmat, pemberian
cuma-cuma dari Tuhan bagi orang- crang yang dipilih-Nya. Meskipun merupakan rahmat, kita bisa memohon hidup
semacam itu kepada Tuhan. Oleh karena itu, kalian sudah harus mulai —memikirkan pilihan cara hidup kalian
kelak, dan mulailah bertanya kepada diri sendiri, "Apakah Tuhan memanggilku untuk menjalani hidup membiara
atau hidup selibat lainnya?"
1 Mari Mengamati
"Latar belakang yang kurang baik hendaklah menjadi motivasi untuk maju. Dan hendaklah kita jangan malu
akan apa yang telah terjadi di belakang kita. Mari kita terus maju untuk semakin baik." Seuntai nasihat ini meluncur
dari mulut Romo Alexander Sapta Dwi Handoko, SCJ, Propinsial SCJ Indonesia, saat penerimaan novis, postulan,
kaul pertama, dan kaul kekal, Jumat (1/8) lalu, di gereja St. Pius X Gisting, Lampung.
Selanjutnya, Romo Sapta menandaskan bahwa seorang biarawan mesti selalu hidup sederhana. Biarawan mesti
hidup apa adanya. Tidak mencari-cari hal-hal yang melampaui dirinya. Ada keprihatinan banyaknya orang- rang
biara yang lupa akan asal-usulnya. Mereka seolah-olah tercabut dari akarnya. Banyak dari mereka berasal dari
keluarga miskin dan sederhana, tetapi begitu menjadi biarawan-biarawati, mereka tampak seperti orang-orang yang
punya segala-galanya. Mereka banyak menuntut entah dari komunitas maupun dari umat yang mereka layani. Gaya
i
hidup pun berubah.
i
kerapuhan dirinya.
"Kita bekerja di bidang rohani, maka kita harus sungguh-sungguh mendalami hidup rohani kita. Dengan
demikian, kita semakin dapat memperdalam relasi kita, baik dengan Allah maupun dengan sesama. Saya berharap
Anda tetap mem-pertahankan kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan sebagai pelayan Tuhan dan umat.
Kemajuan teknologi jangan membuat Anda lupa akan kaul kemiskinan," kata Romo Sapta ketika memberikan
sambutan usai Perayaan Ekaristi.
Frater Oky, mewakili teman-temannya, mengungkapkan kesungguhan hati untuk menjalani hidup membiara.
"Kami yakin, dalam kelemahan kami Tuhan pasti akan membantu kami untuk semakin teguh dalam menjalani
perutusan ini. Tema perayaan ini 'Aku melupakan apa yang di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang
ada di hadapanku' dipililt karena kami berharap dapat belajar dari masa lalu untuk menggapai yang masih di depan."
kata Fr. Oky dalam kata sambutannya.
Ia berharap agar ia dan teman-temannya dapat semakin kuat dalam perjalanan panggilan sebagai biarawan-
biarawan SCJ. Untuk itu, relasi dengan Tuhan mesti terus-menerus dibangun. "Saya terkesan saat mengadakan
perenungan yang diadakan selama persiapan ini, yaitu bahwa kita harus memperdalam relasi kita, baik dengan
Tuhan maupun dengan sesama," tandas Fr. Oky yang berasal dari Tulang Bawang, Lampung ini.
Dalam sambutannya, Fr. Okv juga mengucapkan terima kasih kepada para orang tua yang merelakan anak-
anaknya untuk menjadi biarawan-biarawan SCJ. Mereka terlibat dalam proses panggilan ini sejak anak-anak mereka
masih kecil.
Perayaan Ekaristi yang berlangsung selama tiga jam ini dipimpin oleh Romo Sapta yang juga didampingi oleh
Romo Thomas Suratno, Superior SCJ Wilayah Lampung, dan Romo Blasius umaryo, SCJ, Magister Novis. **
Soeripno/Ndaru/ Frans/
Sumber: PAK SMA kelas XII "Menjadi utusan Murid Yesus/2010 (http:zvww.scy. or.id/indonesia2/index.html) dengan perubahan seperlunya
2 Mari Menanya
Buatlah kelompok beranggotakan 3-4 siswa! Diskusikanlah beberapa pertanyaan berikut ini! Kalian juga
dapat saling mengajukan pertanyaan dan pendapat tentang hal-hal yang ingin kalian ketahui berkaitan dengan artikel
di atas!
a. Apa yang dikisahkan dalam cerita itu?
b. Bagaimana kesanmu tentang kehidupan membiara?
c. Apa pendapatmu tentang panggilan hidup membiara saat ini?
d. Apa makna kaul dalam hidup membiara?
e. Apa yang menjadi inti dari kehidupan membiara?
i
3 Mari Mencari Informasi
Mari mengumpulkan informasi tentang panggilan hidup membiara dengan membaca uraian berikut ini!
"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang
dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh
karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti". (Mat 19:12).
i
mengusahakan persatuan yang erat dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal (sampai ke akar-
akarnya) bagi dirinya sendiri.
Inti hidup membiara didasarkan pada cinta Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia, Allah mengutus Pu
tra-Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus
menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna dan radikal dengan menyerahkan diri secara total kepada Bapa-
Nya, memiliki dan menggunakan harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan karya-Nya, dan taat
kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib. Pola hidup semacam itulah yang hendaknya dihayati oleh seorang
biarawan dalam hidupnya, sebagai tanda persatuannya dengan Kristus.
Secara singkat, ketiga kaul itu dapat dikatakan sebagai suatu sikap radikal untuk mencintai Bapa
(keperawanan), pasrah kepada ke- hendak Bapa (ketaatan), serta bergantung dan berharap hanya kepada
Bapa (kemiskinan).
i
d. Bentuk kaul keperawanan (selibat) yang lain
Selain hidup membiara, masih ada bentuk hidup selibat lain yang dijalani oleh orang-orang yang memilih
hidup tidak menikah demi pengabdian mereka kepada sesama dan Tuhan. Misalnya ada perawat yang tidak menikah
karena ingin mengabdikan diri sepenuhnya bagi pelayanan orang sakit, ada guru yang memilih tidak menikah karena
ingin mengabdi anak didiknya secara penuh. Mereka tidak menikah bukan karena tidak memiliki cinta. Justru karena
mereka memiliki cinta kepada Allah dan sesama, dengan suka rela mereka meninggalkan hak mereka untuk
menikah, demi Kerajaan Surga. Yesus, seperti dicatat oleh Santo Matius dalam Injilnya, berkata demikian, "Ada
orang yang tidak dapat kawin ... ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena
Kerajaan Surga ..." (Mat. 19: 12). Orang semacam ini berusaha sepenuhnya, melalui doa dan karya, menghasilkan
buah dengan cara-cara yang kerap kali tidak bisa dilakukan secara bebas oleh orang yang tidak selibat. Hati orang-
orang selibat diberikan dengan banyak cara kepada berbagai macam orang, yang dalam dan melalui mereka orang-
orang selibat menemukan Allah.
Kesimpulannya adalah bahwa dengan kaul-kaul tersebut, biarawan dan rtarawati menjadi tanda yang
mengantarkan manusia kepada kepenuhan Kerajaan Allah.
i
Lakukanlah kegiatan berikut ini!
a. Tulislah kesimpulan atas materi pembelajaran yang telah kamu pelajari ini!
b. Tulislah sebuah refleksi pribadi tentang panggilan hidup membiara!
5 Mari Menginformasikan
Mari mengemukakan buah pikiran dan daya kreativitasmu di depan teman dan gurumu dengan penuh percaya
diri!
a. Laporkan atau presentasikan hasil kesimpulan yang telah kamu buat!
b. Bagikan (sharing) hasil tentang panggilan hidup membiara di ha-dapan teman kelas atau di kelompok
diskusimu masing-masing!
R Rangkuman
1. Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Agar
hadirat Allah bisa diungkapkan secara padat dan menyeluruh, orang melepaskan diri dari segala urusan membentuk
hidup berkeluarga.
2. Inti kehidupan membiara, yang juga dituntut dari setiap orang Kristen, ialah persatuan atau keakraban dengan Kristus.
3. Seorang biarawan hendaknya selalu bersatu dengan Kristus dan me- nerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara
radikal bagi dirinya. Oleh karena itu, semboyan klasik hidup membiara ialah "Mengikuti jejak Tuhan kita Yesus
Kristus", atau "Meniru Kristus" {Lumen Gentium Art. 42).
4. Persatuan yang erat dan penyerahan diri secara total serta menyeluruh dari orang yang hidup membiara dilakukan
dengan mengucapkan dan menghayati tiga kaul atau sumpah dalam hidupnya, yaitu kaul keperawanan, kaul
kemiskinan, dan kaul ketaatan.
5. Untuk menghayati kehidupan, khususnya kaul-kaul di atas, dibutuhkan uatu "suasana" dan "ruang lingkup" yang
sesuai, walaupun para biarawan itu tetap harus berada di tengah-tengah dunia ini untuk menjadi tanda. Suasana dan
ruang lingkup itu tercipta dalam suatu "tarekat".