Anda di halaman 1dari 1

KEPO

Kepo? Ini adalah terminologi yang cukup ciamik untuk sebuah aktivitas “serba ingin tahu”. Jadi, orang
yang selalu ingin tahu bisa disebut memiliki sifat kepo. Ada juga yang bilang bahwa kepo merupakan
kependekan dari knowing every particular object. Wow…kepo adalah sebuah aktivitas yang sangat
keren. Kedengarannya.

Statement di atas mengindikasikan bahwa kepo adalah aktivitas yang memiliki sifat kontradiktif. Kok
bisa? Begini Sobat Misqinque. Kepo adalah ekspresi keingintahuan. Hal ini sangat positif, bukan? Semua
hal baru akan muncul karena adanya sifat kepo. Akumulasi ilmu pengetahuan hanya akan terjadi bila
manusia kepo. Bayangkan bila Galileo tidak kepo mengenai bumi, apa mungkin muncul teori
heliosentris, sebuah teori yang berhasil meruntuhkan dominasi teori geosentris. Bayangkan juga bila
Einstein tidak kepo soal alam semesta, E=mc 2 mungkin hanya akan jadi mimpi dan big bang theory juga
mungkin tidak lahir. Jadi, kepo sangat penting.

Akan tetapi begini, Saudara-Saudara. Kepo bisa menjadi sangat berbahaya. Seperti kepanjangannya,
orang yang memiliki sifat kepo selalu ingin mengetahui segala hal dengan detail. Akan tetapi, bagaimana
bila yang ingin diketahui adalah every particular object of other people? Jadi, objek yang ingin diketahui
adalah semua hal tentang orang lain. Yang akan muncul kemudian, seringkali, adalah interogasi.

Sayangnya, kepo mengenai kehidupan orang lain memiliki sejarah yang panjang, terutama di Indonesia.
Kalau kita lihat ke belakang, era 90-an, layar televisi memiliki tayangan C&R, sebuah pelopor jurnalisme
infotainment. Yak...infotainment, informasi tapi entertainment, informasi tapi hiburan. Lalu apa yang
diberitakan di dalam C&R? Tentu saja semua berita yang memuaskan hasrat kekepoan kita mengenai
kehidupan orang lian, selebritas. Setelah C&R, muncul infotainment lain yang juga laris manis tanjung
kimpul.

Yang menarik dari C&R dan lainnya adalah bahwa mereka menempatkan berita orang lain sebagai
hiburan. Entah berita itu berupa berita pernikahan, kelahiran, perceraian, bahkan kematian. See? Kepo
sebenarnya memiliki potensi untuk mematikan rasa empati kita.

Mari tarik lagi ke belakang, jauh sebelum ada infotainment. Di kamping saya zaman dulu, kutu rambut
adalah hal yang lazim. Mungkin orang-orang di kampung saya punya belum masuk kategori keren bila
tanpa kutu rambut—tentu saja ini hiperbola. Begitu banyaknya kutu rambut, warga kampung saya
punya tradisi “petan”, sebuah aktivitas mencari kutu rambut. Nah, dalam aktivitas ini, tumbuh aktivitas
lain yaitu menelisik detail demi detail kehidupan orang lain. Tidak jarang, gosip menyebar melalui
aktivitas ini. Ini semua terjadi jauh sebelum muncul C&R atau sejenisnya.

Bagi orang yang kehidupannya dikulik, tentu saja ini membuat tidak nyaman. Belum lagi bila berita yang
tersebar (atau sengaja disebarkan) tidak benar. Yang terjadi kemudian adalah firnah.

Dari sini, kita kemudian tahu bahwa kepo semacam pisau. Dia bisa bermanfaat, bisa juga mencelakakan.
Anda mau yang mana, Saudara?

Anda mungkin juga menyukai