Anda di halaman 1dari 3

BLACK SWAN

Teori Black Swan adalah sesuatu yang merujuk pada peristiwa langka, berdampak besar, dulit diprediksi,
dan di luar pikiran pada umumnya. Contoh kejadian tidak terduga adalah keberhasilan Google. Teori
Black Swan mulai muncul di kalangan masyarakat setelah buku yang berjudul “The Black Swan: The
Impact of The Highly Improbable” pada tahun 2007 oleh Nassim Nicholas Taleb. Taleb mayakini ada
begitu banyak variabel yang mempengaruhi suatu peristiwa. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
sangatlah terbatas. Sangat disayangkan apabila dengan pengetahuan yang terbatas, kita mencoba untuk
membuat suatu prediksi atau ramalan, seperti halnya melihat angsa putih bukan sebuah penegasan
bahwa angsa htam tidak ada.

Teori Black Swan secara singkat bisa diartikan sebagai "1 dari 10", maksudnya adalah bahwa di balik
semua hal yang berjalan beriringan sama, pasti ada satu hal yang memecah kesamaan tersebut. Teori
tersebut biasa memutus alur sebuah pemikiran atau logika yang mengambil konklusi berdasarkan hal-
hal yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Teori Blck Swan berpangkal dari kebiasaan cara berpikir manusia yang sering menggampangkan
kemungkinan, dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus. Bahkan filsuf Francis
Bacon juga telah memperingatkan bahwa pikiran manusia cenderung membohongi. Asumsi menjadi
lebih teratur daripada eksistensi dalam ketidak-beraturan alam.

Peristiwa Black Swan mengajarkan manusia untuk mengantisipasinya. Apabila manusia terlena dan
menyerahkan proses selanjutnya kepada alam, maka Black Swan yang positifpun akan melindas mereka
yang pernah bersuka-ria menikmatinya. Black Swan jangan diharapkan untuk datang setiap saat, atau
bahkan setiap dibutuhkan. Ia hanya datang sekali dan tidak diketahui kapanakan akan berulang.

PERISTIWA BLACK SWAN DI INDONESIA

Untuk skala lokal, banyak kejadian Black Swan bisa disebutkan. Kesuksesan SOSRO membuat produk Teh
Botol adalah suatu Black Swan, kejatuhan Soeharto dari tahta kekuasaan, yang baru 6 bulan
direngkuhnya kembali, juga Black Swan dan jangan lupa fenomena bertahannya ekonomi Indonesia dari
krisis global 2008, setelah dikejutkan dengan lonjakan harga minyak bumi, sama sekali tidak diprediksi
oleh ahli ekonomi manapun.

Contoh lain peristiwa Black Swan di Indonesia adalah kesuksesan MEDCO. Tidak ada yang mengira
bahwa perusahaan nasional minyak & gas yang baru “seumur jagung”, setelah “dipaksa” untuk
mengakuisisi 2 operasi perminyakan Amerika, pernah masuk “One Hundred BOPD Companies” di
Indonesia yang pada waktu itu hanya berjumlah 3.
PERISTIWA BLACK SWAN DI DUNIA INTERNASIONAL

Resesi ekonomi goblal pada tahun 1998 merupakan peristiwa black swan, begitu pula dengan apa yang
terjadi pada zona Euro. Fenomena krisis ekonomi yang terjadi di Amerika pada tahun 2008 benar-benar
keluar dari perhitungan matematis dan lupt dari prediksi ahli-ahli ekonomi. Bagaimana tidak, Amerika
yang dikenal sebagai Negara adidaya dapat mengalami pergolakan ekonomi yang cukup besar.

Peluncuran Euro sebagai mata uang resmi zona Eropa pada 1 Januari 1999 juga telah menyedor
perhatian dunia. Penyatuan mata uang bertujuan untuk mengatasi trilema karena suatu Negara hanya
dapat mencapai dua dari tiga pilihan sekaligus: lalu lintas modal bebas, stabilitas nilai tukar mata uang,
dan independensi kebijakan moneter. Beberapa prasyarat harus dipenuhi untuk mencapai konvergensi
ekonomi, seperti tingkat inflasi, deficit fiscal, utang pemerintah, dan suku bunga jangka panjang.

Berbagai cara dilakukan untuk mengendalikan risiko. Salah satu cara untuk mensimulasikan masa depan
adalah dengan menggunakan konsep probabilitas. Peramalan member informasi agar masa depan dapat
dikendalikan dan perubahan-perubahan dapat diperkirakan berdasarkan pola yang terjadi di masa lalu.

Namun demikian, konsep probabilitas tidak menjamin keakuratan suatu prediksi. Meneropong masa
depan tidak sesederhana ekstrapolasi data statistik. Ada faktor ketidakpastian, asumsi, dan prasyarat.

Part 2

Black Swan adalah sebuah metafora yang pertama saya pahami dari kajian filsafat ilmu dulu sewaktu
kuliah. Karl Raimund Poper menggunakan metafora itu untuk menjelaskan konsepsinya tentang
falsifikasi. Di dunia ini, manusia cenderung percaya untuk mengatakan angsa putih adalah kebenaran.
Keguncangan pada kebenaran itu akan terjadi jika ada angsa hitam. Ajaibnya sesungguhnya ada angsa
hitam itu di dunia. Penemuan itu bukan saja penting bagi ornitologist (CMIIW soal istilah ini). Hal itu
penting bagi banyak orang untuk mempelajari bukan saja hal yang berulang atau pola umum. Angsa
hitam adalah pola ekstrim dari kebenaran umum yang jarang dikaji. Ini ide besar buku ini.

Kita cenderung bangga dengan pengetahuan yang begitu banyak kita simpan. Ia menyebutnya naive
empiricism. Tebaran "fakta" yang kita kunyah tanpa memperhatikan metarules. Istilah terakhir ini buat
saya adalah menelan informasi tanpa memperhatikan ada "aturan/struktur" yang membuat informasi
itu terseleksi oleh otak. Saya sepakat dalam hal ini. Bahkan indera kita pun sebenarnya selektif. Proses
seleksi ini didasarkan pada seperangkat metarules yang biasa kita sebut dengan asumsi, teori atau
apapun. Dalam kasus naive empiricism, aturan itu tidak kita sadari.

Lepas bagian itu, Nassim Nicholas Taleb mengulas Plato. Di sini saya mulai "goyang" ada kalimat
terjemahan yang sulit saya pahami. Saya mencoba melanjutkannya. Masuk ke istilah anti-library. Nassim
kembali menyentil dengan idenya tentang perpustakaan Umberto Eco. Perpustakaan jelas dikatakannya
bukan sekedar menunjukkan status sosial. Isi bukunya yang berharga bukan sekedar dari jumlah dan
jenis koleksinya. Menurutnya, buku yang berharga bukanlah buku yang belum kita baca, tetapi buku
yang sudah kita baca. Di sana ada himpunan pengetahuan yang harus kita kaji lagi. Pengetahuan yang
kita miliki pun berharga bukan sebagai sebuah asesoris. Tetapi sejauh mana kita berhasil menemukan
iklan negatif, dari sekian yang sudah kita baca, "apa yang belum kita pahami?" Ini adalah bekal untuk
mencari titik ekstrim pengetahuan, black swan dalam diri kita.

Pola pencarian pengetahuan ini yang menarik sejauh halaman yang saya baca. Penemuan bukanlah
sebuah kajian perulangan tetapi mencari titik yang belum dijamah, black swan. Sehingga pola
pembelajaran kita tidak terjebak secara naive dalam pola pikir menoleh ke belakang (retrospective) dan
keberulangan (repercursive). Menoleh kebelakang dan keberulangan itu harus dikaji apakah sudah tepat
metarulesnya?

Tetapi ada pertanyaan arah mana Nassim akan berpijak. Jika ia mengkritik naive empiricism yang
merupakan cabang dari pemikiran observationist-nya Aritoteles, mengapa juga ia masih mengkritik Plato
dengan strukturanionistnya. Dua moda berpikir yang membuka kancah perennial debate dalam ranah
filsafat. Hal ini menjadi bagian tandatanya saya, dimana titik pijak Nassim Taleb dalam menjelaskan
fenomena black swan?

Bila ia mengupas dari sudut pandang yang kesannya penuh dengan konsep filsafat ilmu, sebenarnya
buku ini adalah buku ekonomi dan bisnis. Begitu di sampul belakangnya mencantumkan kategori buku
ini. Nassim pun tidak hanya memulai dari konsepsi filsafat ilmu dan epistemologi saja. Ia bercerita
mengenai masa kecilnya di Lebanon yang buatnya lebih berkesan dengan sebutan Levant. Melalui
sebutan Levant, ia bisa mengenang Lebanon pada masa damai. Ketika kerukunan dan budaya
berkembang. Sesuatu hal yang jika kita bayangkan pada di Lebanon saat ini adalah sebuah black swan.
Di situ metafora black swan Nassim Taleb juga bisa berarti sebuah ketidakmungkinan.

Buku ini mengajak pembacanya untuk mengkaji ketidakmungkinan dari sekedar "pengetahuan" yang
nyatanya menjadi penjara bagi rasio kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai