Anda di halaman 1dari 8

Nama : Nabila Patawa Siregar

Kelas : EK-5D

Nim : 2105042028

Identitas Buku
Judul Buku : Madilog

Penulis : Tan Malaka

Penerbit : Penerbit Narasi

Tahun Terbit : 1943

Cetakan : 5, 2016

Tebal Buku : 568 halaman

Warna : Merah
MADILOG ditulis di Rajawali dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan,
Jakarta. Proses penulisan ini terjadi selama kurang lebih 8 bulan antara 15 Juli
1942 sampai dengan 30 Maret 1943. Tan Malaka menulis bukunya ini saat
pemerintahan Jepang menguasai semua musuh dengan pedang terhunus dan
bahkan sering kehilangan kesabaran terhadap pekerja bangsa Indonesia. Asumsi
dasar penulisan MADILOG adalah keyakinan Tan Malaka atas kekuatan proletar
di Indonesia untuk merebut dan membentuk Indonesia untuk merebut dan
membentuk Indonesia merdeka.

Namun kekuatan ini belum bias maksimal karena pemikiran mereka masih
dibelenggu berbagai macam tahayul. Mereka kekarangan pandangan dunia dan
filsafat dan masih diselimuti dengan ilmu buat akhirat dan tahayul yang campur
aduk. Mental yang demikian inilah yang mau dikoreksi dan dibersihkan oleh Tan
Malaka lewat MADILOG-nya.

Bagi Tan Malaka MADILOG merupakan paduan dari permulaan suku


kata: Matter, Dialectica, dan Logica yang diterjemahkan dengan benda, dialektika
dan logika. Akan tetapi MADILOG yang dimaksudkan lebih pada cara berpikir.
Dari cara orang berpikir ini kita akan lebih menduga filsafatnya. Struktur
MADILOG terdiri dari 410 halaman, 7 bab, yang masing-masing bab dibagi
dalam pasal-pasal yang seluruhnya ada 44 pasal.

Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) ditulis oleh Tan Malaka


yang terkenal sebagai seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang
pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba.

Pemikiran Tan Malaka dalam Madilog pun tidak berbeda dengan paham
filsafat di atas dalam memandang materialisme. Bukti adalah fakta, dan fakta
adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama
adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme
menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada,
yang pokok dan yang pertama, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum
dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Setelah itu, dialektika dan logika. Dua hal tersebut berkaitan dengan sudut
pandang dan cara berpikir kita dalam memahami sesuatu. Logika adalah ketika
suatu permasalahan dapat dilihat dari sudut pandang "ya" atau "tidak". Sementara
dialektika adalah ilmu berpikir kontradiksi yang digunakan ketika suatu
permasalahan tidak dapat disederhanakan menjadi "ya" atau "tidak" karena harus
memperhatikan berbagai aspek lainnya.
BAB 1 LOGIKA MISTIKA

Di bagian pembukaan kita langsung dihadapkan pada firman dewa rah


yang berbunyi :

Ptah : maka timbullah bumi dan langit.

Ptah : maka timbullah bintang dan udara.

Ptah : maka timbullah sungai Nil dan daratan.

Ptah : maka timbullah tanah-subur dan gurun.

Menurut Tan Malaka Kalimat-kalimat tersebut sudah melambangkan


sebuah apa yang akan ia bahas di bab 1 ini yaitu tentang memberi gambarannya
LOGIKA MISTIKA atau logika yang berdasarkan rohani. Dan juga Firman RAH
itulah yang menggambarkan jawab yang paling jitu dan konsekwen, jujur-dasar,
atas pertanyaan yang maha penting dalam Filsafat: manakah yang pertama, dan
mana yang kedua, mana yang asal dan mana yang akibat, di antara Zat dan
Rohani?

Ia kemudian mengemukakan tentang bagaimana hubungan antara benda


dan kodrat. Disitu dijelaskan bahwa dalam ilmu Pasti (sains) Kodrat itu tak bisa
terpisah dari benda. karena mesti ada benda dahulu, baru kemudian timbullah
kodrat. Pada paragraph ini ia juga menunjukkan beberapa contoh yang sangat
akrab dengan kita untuk mendukung pendapatnya tentang hubungan antara benda
dan kodrat.

Melanjutkan hal yang ia bahas di paragraph pembukaan ia kemudian


kembali menyinngung tentang dewa rah yang maha kuasa yang menciptakan
segalanya dan mengaitkannya dengan berbagai teori yang sangat terkenal yaitu
teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin, dengan mengatakan bahwa
teori tersebut sangatlah bertentangan dengan ke-maha kuasaan dewa rah dalam hal
proses dan sebuah penciptaan, begitu pula pada teori yang dibuat oleh seorang
filsuf jerman, Immanuel Kant. Dan lagi-lagi disertai dengan contoh rasional yang
mengiringinya. Maka , Logika Mistika mendapatkan bantahan.

Tadi LOGIKA MISTIKA mendapat bantahan dari UNDANG


PERTUMBUHAN (The Law of Evolution). Dalam uraian kita di atas ini. Logika
MISTIKA pertama berbantah dengan Undang Tentang Ketetapannya Jumlah
Kodrat Di dunia ini (Joule). Bertentangan pula dengan kawannya ialah Undang
Ketetapan Jumlah Benda. Sama sekali tiada bisa dicocokan dnegan Undang
Perpaduan yang tetap (Dalton). Diperingatkan lagi, bahwa Maha Dewa RAH
dalam kurang dari sekejap mata, dengan kata PTAH saja, menimbulkan berjuta-
juta bintang, bumi dan langit. Tegasnya benda-asal mesti ada lebih dahulu, baru
benda yang ada di dunia sekarang bisa pula ada. sampai sekarang kita bisa
tetapkan, bahwa kemunculan dunia benda dan kodratnya itu oleh Rohani atau
Firman dalam sekejap mata saja adalah berlawanan sekali dengan segala teori
maupun hukum yang dipakai dalam ilmu pasti.

Maka, Tan Malaka menyimpulkan bahwa :

1. Dewa Rah lebih kuasa dari Alam dan Undangnya.

2. Dewa Rah sama kuasa dengan Alam dan Undang Alam.

3. Dewa Rah kurang kuasa dari Alam dan Undang Alam.

Yang kemudian poin-poin diatas dijabarkan secara gambling oleh penulis


dengan menggunakan fakta, teori yang realistis dan empiris yang tak mudah untuk
terbantahkan. Sebagai kesimpulan dan penutup dari bab ini ia berkata bahwa
‘Demikianlah kalau kita pakai pikiran yang jernih, hati berani dan jujur,
memikirkan, bahwa zat berasal pada Rohani, kita mesti tersesat. Kita mesti akui,
bahwa hakekat yang semacam itu bertentangan dengan akal’ . Dan hal tersebut
benar adanya

“Pemikiran yang sifatnya rohani. Menurut Tan Malaka, Logika Mistika ini
memberi jawaban tidak memuaskan karena sekedar mitos atau tahayul yang
berpandangan bahwa zat atau materi berasal dari yang rohani.”

Dalam dunia materialisme, realitas penciptaan telah diabaikan atau


diingkari sejak dahulu. Filsafat ini, yang semula dirumuskan di kalangan bangsa
Yunani kuno, juga telah membuat penampilan dari waktu ke waktu dalam budaya
lain dan telah dikemukakan oleh individu-individu juga.

Mereka yang memercayai paham ini berpendapat bahwa benda-benda di


alam semesta ini ada secara kebetulan dan mengklaim bahwa alam semesta juga
"selalu" ada dan tidak diciptakan.

Selain klaim mereka bahwa alam semesta ada dalam waktu yang tak
terbatas, materialis juga menyatakan bahwa tidak ada tujuan atau sasaran di dalam
alam semesta. Mereka mengklaim bahwa semua keseimbangan, harmoni dan
ketertiban yang kita lihat di sekitar kita hanyalah produk dari kebetulan.
"Pernyataan kebetulan" ini juga diajukan ketika muncul pertanyaan tentang
bagaimana kemunculan manusia. Teori evolusi, secara luas disebut sebagai
Darwinisme, adalah aplikasi lain materialisme pada dunia alam. Namun, sebagai
manusia modern dan berakal, tentunya kita akan lebih kritis dalam memandang
paham ini, karena materialisme tumbuh di tengah-tengah teknologi yang saat
perkembangannya sangat terbatas. Di zaman modern ini, tentunya kita akan lebih
mampu lagi untuk membedakan antara ilmu pengetahuan dan materialisme.
Semua yang ada di dunia ini TIDAK terjadi secara kebetulan, semua ada maksud
dan tujuannya. Oleh karena itu, kita berserta alam semesta tidak bisa terlepas dari
peran Tuhan. Alam semesta ini terlalu kaya dan kompleks bila dilihat dari ukuran
materialisme.

Kita dibawa secara runut perkembangan dari kepercayaan mistik yang


masih melekat di sebagian masyarakat Asia (khususnya Indonesia) hingga ke
zaman modern yang mengedepankan logika dan sains yang telah diterapkan di
dunia barat.

Intinya adalah Tan Malaka mengajak kita untuk "memperhatikan


kenyataan bendawi menggunakan pendekatan ilmiah" dan tidak menggunakan
hal-hal gaib untuk memutuskan sesuatu.

BAB 2 FILSAFAT

Diawal paragraf dari bab ini dibuka dengan sebuah contoh kasus :

Apabila kita menonton satu pertandingan sepakbola, maka lebih dahulu


sekali kita mesti pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang
masuk kumpulan itu. Kalau tidak begitu bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa
yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak.

Ia berpendapat bahwa Begitulah kalau kita masuki pustaka filsafat yang


mempunyai ratusan bahkan ribuan buku itu. Kita lebih dahulu mesti memisahkan
arah-pikiran para ahli filsafat. Kalau tidak, niscaya bingunglah kita, tak bisa
memisahkan siapa yang benar, siapa yang salah. Seperti para pemain sepak bola
tadi kacau balau di mata kita, tak tahu apa maksudnya masing-masing, begitulah
di mata kita para ahli filsafat berkata semau-maunya saja, kalau tak ada pangkal
tak ada ujung.

Ia kemudian mengenalkan sosok engels yang merupakan sekarang terkenal


sebagai co-creator, juga berjuang bersama dengan Marx, dan dalam dunia filsafat
ia banyak sekali membuat karya. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di
belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur ia juga meneruskan mengarang
"Das Kapital", yang belum diselesaikan oleh Marx, karena ia meninggal. Selain
itu Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti
Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi.

Ia menjadi salah satu sosok penting di bab ini. Sebagai co-creator Engels
melanjutkan dan mendalamkan paham Dialektis Materialisme dan komunisme,
dengan bahasa yang lebih jelas, populer, jitu. Engels kemudian memisahkan para
ahli filsafat dari jaman Yunani sampai pada masa hidupnya Marx-Engels dalam
dua barisan. Pada satu barisan terdapat kaum Idealis yang bertentangan dengan
barisan kedua, kaum materialis.

Menurut pemisahan yang diadakan oleh Engels, maka pada barisan idealis,
kita dapati penganjur terkemuka sekali seperti Plato, Hume, Berkeley dan Hegel.
Pada barisan materialis, kita dapati Heraklit, Demokrit dan Epikur, di masa
Yunani, Diderot, Lamartine di masa revolusi Perancis dan Marx-Engels. Namun,
ternyata juga muncul gologan diantaranya banyak ahli filsafat campur aduk
scientists, setengah idealis setengah materialis.

Maka Dengan memakai pemisahan yang diadakan oleh Engels, filsafat


menjadi persoalan yang mudah bagi kita. Dengan mengambil satu contoh, satu
model saja, kita bisa ketahui seluk beluknya perkara yang bersamaan dan
bersangkutan.

Ia kemudian memberikan satu contoh kasus yang berkiblat kepada Hume ,


tentang sebuah jeruk. Namun, diakhir David Hume dengan memisahkan ide dari
benda, abstraction dan menganggap ide yang pertama, dalam menentang benda
sebagai dasar yang pertama, tewas dalam tentangannya sendiri. Ia kemudian
ditinggalkan dan tak menjadi “kiblat” lagi.

Ia kemudian menjelaskan banyak sekali perkembangan dari filsafat itu


sendiri bagaimana kemudian banyak ilmuan yang mulai tertarik dan
mendalaminya sehingga ilmu filsafat menjadi lebih mudah dicerna sepeti sekarang
ini.

Diakhir bab ini ia menutupnya dengan sangat apik. Ia menyimpulkan


bahwa ilmu filsafat merupakan "the working of the mind", kerjanya otak, yang
sudah dimasukkan ke laboratorium bersama dengan Ilmu lain-lain yang
berdasarkan experiment, pengalaman. Filsafat bertukar, artinya bertukar rupanya
dan pecah belah menjadi beberapa ilmu yang berdasarkan experiment.

Ia tak lupa mendukung opininya dengan sebuah fakta. Engels sudah


mendapat kesimpulan, bahwa sisanya filsafat ialah Dialektika dan Logika. Semua
cabangnya yang lain jatuh pada bermacam-macam Ilmu Alam dan sejarah, ialah
sejarah masyarakat Indonesia. Marx memandang dari sudut pertarungan klas,
berkata dalam 11 thesis : Die Phylosophen haben die Welt nur verschienden
interpretiert. Es komt aber daraufan die Welt zu veraendern.

“baginya jasa Engelslah yang membuat pemikiran kita mudah ditangkap


sebab ia berhasil memisahkan para ahli filsafat dari zaman Yunani Kuno sampai
pada hidup Karl Marx dalam dua barisan yaitu barisan Idealis seperti Plato,
Hume, Berkeley dan berpuncak pada Hegel dan barisan Materialis seperti
Herakleitos, Demokritos, Epikuros, Diderot, Lamartine yang mencapai puncak
pada Marx dan Engels. Tan Malaka lebih memihak pada Materialis.”

Dalam filsafat, teori materialisme menyatakan bahwa satu-satunya yang


ada adalah materi, bahwa segala sesuatu terdiri dari materi dan semua fenomena
(termasuk kesadaran) adalah hasil interaksi material. Dengan kata lain, materi
adalah satu-satunya substansi. Untuk banyak filsuf, tidak hanya 'fisikalisme'
identik dengan 'materialisme', tapi mereka menggunakan kedua kata untuk
menggambarkan posisi yang mendukung ide-ide dari fisika yang mungkin tidak
peduli dalam arti tradisional (seperti anti-materi atau gravitasi).

Oleh karena itu sebagian besar diskusi filsafat pada umumnya


menyatakan materialisme mungkin relevan dengan fisikalisme. Juga terkait adalah
ide-ide naturalisme metodologis (yaitu "mari kita setidaknya melakukan ilmu
seakan fisikalisme benar") dan naturalisme metafisis ini (yaitu "filsafat dan ilmu
pengetahuan harus beroperasi sesuai dengan dunia fisik, dan itu semua yang
ada"). Materialisme adalah "sebuah teori bahwa materi fisik merupakan satu-
satunya realitas atau fundamental."

Kelebihan dan Kekurangan

Tingkat keterbacaan (readability) buku ini menurut saya sangat rendah,


karena saya sering sekali tertahan di satu paragraf untuk memahami maksud dari
kalimat-kalimat tersebut. Entah karena saya yang kurang pintar dalam memahami
kata, tata bahasa yang mungkin berbeda pada zaman saat ditulis (tahun 1940an),
atau editor yang tidak membuat buku ini lebih mudah dibaca. Kalimat yang ada
kadang terasa seperti transkrip kata per kata ketika seorang dosen sedang
memberikan kuliah. Buku ini termasuk buku yang harus dibaca lebih dari satu
putaran untuk benar-benar dipahami (bagi saya).

Lumayan memakan banyak waktu untuk membaca dan memahami buku


ini, terlebih lagi gaya penulisan masih memakai ejaan lama dan ada beberapa
kesalahan editorial. Tan Malaka di masanya yang termasuk jenius dan punya visi
yang besar untuk bangsa ini, berusaha melepaskan Indonesia dari belenggu
pemikiran mistik dan menunjukkan MADILOG sebagai senjata (alat) untuk maju
terutama dalam hal berpikir.

Walapun buku ini sepertinya harus dibaca berulang kali, ada beberapa hal
yang dapat saya tangkap dalam putaran pertama (ditambah sedikit pencarian di
Google). Mohon koreksi jika saya salah. Salah satunya adalah materialisme.
Selama ini, materialisme dikaitkan dengan harta, tahta, foya-foya, dan sebagainya.
Namun, di buku ini saya dikenalkan dengan materialisme yang lain, yang
dipertentangkan dengan idealisme, yang tentu saja berbeda dengan idealisme yang
selama ini saya tahu. Kata kunci dari materialisme adalah materi (you don't say),
di mana materi atau bukti bendawi sebagai titik awal kita dalam berpikir.
Sementara idealisme tentu sebaliknya, ide yang menjadi patokan. Hal-hal gaib
(yang tidak ada bukti bendawi dan/atau termaterialisasi) tergolong ke dalam ide.

Secara umum beberapa referensi sudah ada yang tidak relevan lagi
(terutama di bagian logika dan turunan teorinya), namun cukuplah menggugah
kita bahwa di masa itu ada seorang pemikir yang sudah sangat matang di zaman
yang serba kurang itu (terutama dalam mencari pustaka).

Saran untuk yang akan membaca, diharapkan sudah punya bekal


pemahaman mengenai agama sendiri, logika, filsafat sebelumnya agar bisa dengan
mudah menyerap maksud penulis yang kadang-kadang tersirat untuk dipahami.

Terlepas dari semua itu, buku ini memang memberikan gagasan yang
ingin mengganti gagasan masyarakat Indonesia yang sangat percaya pada logika
mistika/supernatural dan tidak mau berusaha/berubah. Well, buku ini mengandung
banyak hal yang tidak asing bagi pelajar SMA jurusan IPA atau mahasiswa
pendidikan teknik, contohnya bab tentang matematika, hukum fisika, logika, dan
premis-premisnya yang sangat bertentangan dengan logika mistika.

Bacaan bagus untuk para pemuda yang ingin mengenal lebih jauh
pemikiran Tan Malaka mengenai gagasan kebangsaan. Terlihat sekali bahwa Tan
Malaka adalah seseorang dengan pengetahuan yang sangat luas (mulai dari
matematika, fisika, politik, hingga filsafat) dan memiliki pemikiran yang
revolusioner.

Madilog mengajak pembaca kepada revolusi paradigma berpikir dari


model logika mistika kea rah pemikiran menggunakan logika, dialektika yang
mengedepankan rasionalitas dan berpedoman pada metode saintifik sebelum
akhirnya sampai pada kesimpulan

Catatan akhir, buku ini sangat layak untuk kembali dikonsumsi dan
disebarluaskan kepada publik —bahkan dan terutama untuk hari ini. Betapa kita
menyaksikan, di tengah kemajuan ilmu dan teknologi, ternyata hukum berpikir
bangsa ini belum bergerak jauh. Kita melihat dan menggunakan kemajuan teknik
hanya sebatas kulit. Sementara mindset tetap berbauh takhayul. Entah dalam ranah
budaya, ekonomi, dan bahkan politik.

Anda mungkin juga menyukai