Anda di halaman 1dari 2

KBMK 2021

Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, PT Tambang Nusantara (TN), memiliki lokasi
tambang yang tersebar di beberapa daerah. Area tambang terbesar di Pulau Tapir di wilayah
Indonesia Timur.

Lokasi tambang yang terbesar ini berdekatan dengan pemukiman penduduk asli pulau itu. Penduduk
asli tersebut sudah menambang bijih nikel di tanah milik Pemerintah Daerah tersebut sejak tahun
2012. Mereka sebut itu sebagai tambang rakyat, meski Pemerintah melarangnya. Artinya rakyat sudah
menambang secara ilegal selama bertahun tahun. Pada tahun 2016 tanah tambang tersebut
diserahkan Pemda ke PT TN sebagai setoran modal inbreng dalam kesepakatan untuk membentuk
kerjasama dengan pihak swasta. Dengan inbreng tersebut Pemda memiliki kepemilikan di PT TN
sebesar 52%, sedang yang 48% dimiliki PT Suasta Jaya, sebuah private entity yang juga bergerak di
bidang mining and quarrying.

President Director (Presdir) PT TN adalah keluarga dekat Gubernur propinsi tempat tambang tersebut
berada. Sedang 2 direktur lainnya, Direktur Keuangan dan Direktur Operasi adalah dari pihak PT Suasta
Jaya. Setiap keputusan investasi dan operasi yang stratejik harus disetujui Presdir dan setidaknya satu
direktur lain.

Dalam dua tahun terakhir, penambangan liar oleh masyarakat setempat semakin marak. Seringkali
para penambang tadi masuk menambang di area tanah tambang milik PT TN. Mereka langsung
menjual bijih nikel yang belum dimurnikan ke para pengepul, dan beberapa penambang bahkan dapat
menjual ke pembeli dari luar negeri. Hal ini terkadang dapat merusak harga sehingga merugikan PT
TN.

Pemerintah melalui Gubernur berusaha menertibkan para illegal miners, tapi tidak sukses. Bahkan
para penambang liar dengan dukungan dari beberapa politikus setempat mengancam akan
memboikot Pilkada serentak yang memilih Gubernur, Bupati dan DPRD bila usahanya diganggu.

Dalam rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemda yang dihadiri langsung oleh Gubernur
dan Bupati serta Ketua DPRD disetujui bahwa untuk menjaga ketertiban Pilkada dan supaya suasana
di tahun politik itu tenang dan kondusif, PT TN diminta untuk membeli hasil tambang nikel yang belum
dimurnikan dari penduduk dengan harga wajar. Hal ini juga dimaksudkan supaya penambang liar itu
tidak merusak harga pasar. Keputusan Rakor ini langsung dieksekusi bulan berikutnya.

Dalam eksekusi pembelian hasil tambang rakyat tersebut, hal-hal berikut ini yang dilakukan:

1. Disepakati PT TN hanya akan membeli hasil tambang dengan kasar nikel tertentu yang mencapai
Grade A.
2. Pembayaran dilakukan langsung begitu kontrak jual beli disepakati.
3. Pembayaran dilakukan tunai sesuai permintaan para penambang, dimana beberapa dari mereka
para tokoh masyarakat.
4. Pengiriman hasil tambang ke PT TN dilakukan dengan alat angkut milik Tokoh Masyarakat dan
Anggota DPRD.
5. Barang yang sudah dikirim tidak boleh dikembalikan.

Pembelian nikel hasil tambang rakyat dilakukan dari bulan Maret sampai pertengahan Nopember
2019. Total pembayaran tunai ke penambang rakyat untuk pembelian hasil tambang tersebut Rp 377
milyar. Pembayaran transportasi ke gudang PT TN Rp 48 milyar. Pada awal September 2019 KAP Adi,
Bambang, Cakra dan Rekan (KAP ABC) mulai melakukan interim audit. Dari uji petik auditor
menemukan:

1. Hasil tambang yang dibeli dari para penambang rakyat ternyata kebanyakan Grade B, bukan
Grade A seperti dalam perjanjian. Auditor merekomendasikan manajemen untuk mengkalibrasi
ulang kandungan nikel dengan menugaskan pihak independen untuk seluruh persediaan.
2. Menantu Presdir PT TN ternyata salah satu penambang rakyat yang dalam periode audit
menjual hasil tambang senilai Rp 28 milyar ke PT TN.
3. Pembelian yang dalam jumlah banyak dari tambang rakyat tersebut menyebabkan pada akhir
tahun barang menumpuk di gudang dalam jumlah besar. Ini membebani perusahaan dengan
beban keuangan yang tidak perlu.
4. Auditor juga mempertanyakan kebijakan pembayaran tunai sebesar Rp 377 milyar yang secara
pengendalian internal rawan fraud.
5. Pada akhir tahun, selaras dengan turunnya harga komoditi, auditor menaksir nilai seluruh hasil
tambang yang dibeli dari rakyat tersebut turun menjadi Rp 260 milyar.

Pertanyaan:

1. Menurut pendapat Anda adakah ketidak wajaran dalam transaksi pembelian hasil tambang
rakyat di atas? Apa yang tidak wajar?
2. Uraikan dimana saja kecurangan bisa terjadi dalam kasus di atas.
3. Sebutkan apa kerugian atau potensi kerugian yang diderita PT TN dari transaksi tersebut?
Siapa yang bertanggung jawab?
4. Uraikan prinsip-prinsip pengendalian internal yang harus diterapkan untuk mitigasi risiko
kecurangan dalam transaksi tersebut.
5. Susun prosedur audit investigasi untuk menjawab apakah ada unsur fraud dalam kasus di
atas, dan untuk mengindikasikan siapa yang bersalah bila fraud terjadi.

Anda mungkin juga menyukai