Anda di halaman 1dari 12

KISAH DIUTUSNYA NABI NUH SEBAGAI RA

Sumber-sumber dari ahli sejarah yang diriwayatkan oleh para ahli sahih menyatakan bahwa Nabi
Nuh memiliki nama asli Abdul Ghaffar atau Yasykur. Beliau merupakan putra dari Lamik bin
Matta. Ayah Nabi Nuh merupakan putra Nabi Idris hingga Nabi Nuh merupakan keturunan Nabi
Idris. Dengan kata lain, Nabi Nuh merupakan cucu dari Nabi Idris atau turunan ke 3 dari Nabi
Idris.

Nabi Nuh hidup di dunia sangat lama yakni selama 950 tahun. Fakta ini didapat dari salah satu
surah di dalam Al-Qur’an yaitu surah Al-Ankabut ayat 14 yang artinya “Dan sesungguhnya
kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun. Maka mereka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-
orang yang zalim”.
Ketika usia Nabi Nuh mencapai 480 tahun, beliau diutus menjadi Rasul melalui malaikat Jibril.
Malaikat Jibril menghadap Nabi Nuh dengan wajah yang sangat tampan sehingga Nabi Nuh
takjub dan lantas bertanya. Kemudian malaikat Jibril menjawab bahwa ia adalah utusan Allah
yang membawa risalah dan menyatakan bahwa Allah mengutus Nuh untuk umatnya yang
membangkang dan zalim.

Perintah pengutusan Nuh sebagai Nabi tertulis pada Al-Qur’an surah Nuh ayat pertama yang
artinya “sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah): Berilah
kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”. Ayat ini tidak hanya
menyuratkan pengurusan Nabi Nuh, tetapi peringatan kepada kaumnya akan azab Allah yang
amat pedih.

Malaikat Jibril kemudian memakaikan sebuah baju kebesaran yang disebut baju Mujahidin,
kemudian melilitkan sorban kemenangan serta memberi Nabi Nuh ikat pinggang yang disebut
‘Saiful Azmi’ kemudian seraya memberi pesan kepadanya: “Berilah peringatan kepada musuh
Allah yang bernama Darmasyil bin Fumail bin Jij bin Qabil bin Adam”.  Nabi Nuh kemudian
mematuhi perintah malaikat Jibril.

Jika dilihat dari telusuran nama, Darmasyil merupakan keturunan nabi Adam yang ke 4 sekaligus
merupakan raja dan pemimpin yang zalim pada saat itu. Darmasyil merupakan manusia pertama
yang membuat arak dan meminumnya, dia juga merupakan manusia pertama yang berjudi, dan
membuat baju hiasan emas dimana emas merupakan material yang tidak seharusnya digunakan
oleh lelaki.

Raja Darmasyil juga merupakan Raja yang menyembah dan menganggung-agungkan 5 berhala
yaitu Wad, Siwa’, Ya’uq, Yaghuts, dan Nasr. Perbuatan Darmasyil sudah sangat zalim dan
ingkar  sehingga Allah memberikan peringatan sangat keras yang disampaikan kepada malaikat
Jibril untuk diteruskan kepada Nabi Nuh dan Nabi Nuh diutus untuk menyampaikan langsung
kepada raja Darmasyil. Kisah nabi nuh berlanjut dengan tantangan yang dihadapi beliau.
KISAH DAKWAH NABI NUH YANG MENDAPAT BANYAK TANTANGAN
Nabi Nuh terus berdakwah kepada umatnya khususnya kepada keluarganya yang tidak luput dari
perbuatan zalim dan menyesatkan. Selama 5 abad semenjak beliau diutus menjadi Nabi, Nabi
Nuh hanya memiliki 70 sampai 80 orang pengikut saja dimana pengikut tersebut terdiri dari
orang-orang biasa yang bukan berasal dari keluarga kaya, terhormat dan berada atau keturunan
terpandang.
Hal ini menyebabkan kaum Nuh yang terdiri dari orang-orang terpandang dan kaya tidak suka
berdekatan bahkan bersama-sama pengikut Nuh yang miskin tersebut. krena kesombongan dan
keangkuhan mereka, mereka menganggap bahwa derajat dan kasta mereka tidak lah sama
bahkan menganggap derajat mereka lebih tinggi dari Nabi Nuh hingga tidak mungkin akan
mengikutinya.

Kaum nabi Nuh mencemooh dan menghina Nabi Nuh dan pengikutnya yang miskin. Penolakan
dan penghinaan terus terjadi tidak hanya dati kaumnya saja, namun juga dari kalangan
keluarganya. Bahkan Istri dan putranya Kan’an secara terang-terangan menolak dan menentang
ajaran Nabi Nuh. Yang lebih parah lagi bahwa mereka memengaruhi orang lain untuk tidak
mengikuti ajaran Nab Nuh AS.

Kaumnya tidak percaya bahwa Nabi Nuh adalah utusan Allah dan meyakini bahwa Nabi Nuh
hanyalah manusia biasa, tidak memiliki kekuatan,  tidak memiliki kelebihan apapun, bahkan
tidak memiliki harta  yang lebih banyak dibanding mereka dan mereka mengatakan bahwa Nabi
Nuh telah berdusta. Mereka sangat merendahkan Nabi Nuh bahkan lebih daripada itu, mereka
ingin mengusir beliau.

Salah satu pemimpin kaum Nuh yang zalim tersebut kemudian berkata bahwa mereka akan
dengan rela dan ikhlas menjadi pengikut Nabi Nuh dan taat pada ajaran-ajaran yang dibawa Nabi
Nuh asalkan Nabi Nuh bersedia mengikuti dengan syarat pengikut Nabi Nuh yang sudah taat dan
dianggap hina karena miskin diusir. Nabi Nuh dengan tegas menolak persyaratan ini karena tidak
ingin meninggalkan umatnya.

Mendengar jawaban Nabi Nuh, para pemimpin kaumnya yang zalim justru merasa kesal dan
balik menantang Nabi Nuh AS. Mereka meminta Nabi Nuh segera mendatangkan Azab bagi
mereka bila memang mereka telah perbuat zalim dan durhaka kepada Allah SWT sebagai bukti
bahwa Nabi Nuh memang benar adanya merupakan utusan Allah untuk membawa kaumnya ke
jalan yang benar.

Nabi Nuh kemudian merasa tidak tahu lagi cara menghadapi dan menyadarkan kaumnya
sementara beliau sudah berusaha semampunya. Sehingga beliau memilih untuk berserah diri dan
meminta pentunjuk pada Allah tuhan semesta alam. Akhirnya Nabi Nuh berdoa dan meminta
Allah agar segera melimpahkan azab kepada kaumnya yang membangkang. Allah kemudian
mendengar doa Nabi Nuh.
KISAH PEMBANGUNAN DAN MUKJIZAT BAHTERA NABI NUH
ALAIHISSALAM
Sebelum azab Allah yang amat pedih dan berat ditimpakan pada kaum Nuh berupa banjir
bandang yang menenggelamkan dunia, Allah SWT memberikan petunjuk sekaligus mukjizat
kepada Nabi Nuh yaitu diperintahkannya oleh Allah SWT untuk membangun sebuah bahtera
yang sangat besar dan kuat. Bahtera yang mampu menampung pengikut dari kaum Nuh yang taat
dan beriman kepada Allah SWT. Kisah nabi nuh bagian ini memberitahu kita tentang seberapa
peduli Allah SWT kepada umatnya.

Setelah mendapat petunjuk dan perintah, segera Nabi Nuh dan kaumnya yang taat membuat
bahtera. Bahtera tersebut terbuat dari kayu jati. Pembuatan bahtera tersebut memerlukan waktu
yang cukup lama yakni sekitar 40 tahun hingga bahtera tersebut dapat digunakan. Selama proses
pembuatan bahtera itu pula kesabaran Nabi Nuh terus diuji berupa cemoohan dan hinaan dari
kaumnya yang zalim.

Kaum Nuh yang zalim menganggap bahwa pekerjaan pembuatan bahtera tersebut merupakan
pekerjaan sia-sia dan pekerjaan orang gila. Mereka menganggap tidak ada gunanya membangun
bahtera diatas bukit gurun pasir yang tandus. Jangankan banjir, hujanpun tidak ada yang turun.
Akan tetapi Nabi Nuh dan pengikutnya terus membangun bahtera tanpa mempedulikan hinaan
dan cemoohan kaumnya.

Menurut Ibnu Abbas, seorang Thaif yang memiliki pengetahuan yang amat luas menyatakan
bahwa bahtera Nuh ini memiliki ukuran panjang seluas 1.200 hasta atau sekitar 550 meter dan
lebar 600 hasta atau sekitar 275 meter. Bahtera tersebut terdiri dari 3 tingkat yakni tingkat
pertama diperuntukkan khusus untuk hewan-hewan, tingkat ke dua untuk pengikut Nabi Nuh,
dan tingkat ketiga untuk bangsa burung.

Desain bahtera di bagian atasnya ditutup dengan penutup kayu agar seluruh penumpang dan
isinya nantinya aman dan selamat ketika Allah melimpahkan azab kepada kaum Nuh yang
durhaka kepada Allah SWT. Dinding bahtera dibuat sekuat mungkin untuk menahan derasnya air
banjir yang akan membinasakan seluruh umat manusia yang zalim dan tidak beriman kepada
Allah SWT.

Kemudian Nabi Nuh juga berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar nantinya setelah azab
diturunkan, Allah tidak membiarkan seorang dari kaum maupun pemimpinyang zalim tersebut
selamat dan tetap tinggal di muka bumi. Nabi Nuh tidak ingin nantinya mereka yang selamat
akan kembali menyebabkan banyak umat manusia yang tersesat, berbuat maksiat, dan akan lebih
zalim lagi.

Kemudian setelah bahtera Nuh selesai dibangun, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk bersiap-
siap dan mengumpulkan umatnya serta perbekalan selama akan terjadinya banjir. Allah
memberikan tanda berupa munculnya air dari dalam tannur atau sebuah Oven tradisional di
dapur rumah Nabi Nuh. Hingga bila dimasukkan ke dalam logika, tidak mungkin sebuah oven
dapat mengeluarkan sumber air. Kisah nabi nuh berikutnya tentang datangnya azab.
DATANGNYA AZAB BAGI KAUM NABI NUH YANG ZALIM
Maka suatu hari ketika tannur di dalam dapur Nabi Nuh menunjukkan tanda-tanda keluarnya air,
Nabi Nuh kemudian segera mempersiapkan diri dan membuka bahteranya. Nabi Nuh
mengumpulkan umatnya yang beriman untuk segera melindungi diri dan masuk ke dalam
bahtera. Nabi Nuh juga membawa segala jenis binatang berpasang-pasangan mulai dari bintang
buas, burung,  gajah, sapi, hingga semut.

Pada hari itu pula malaikat Jibril turun ke bumi dan membantu Nabi Nuh mengumpulkan serta
menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar nantinya setelah azab melanda seluruh
dunia dan menenggelamkan daratan beserta isinya, setiap spesies binatang tidak punah dan bisa
berkembang biak untuk generasi umat manusia selanjutnya. Peristiwa ini juga sudah dijelaskan
dalam Al-Qur’an.

Menurut beberapa riwayat, hewan yang pertama kali dinaikkan adalah sepasang burung kakak
tua sedangkan hewan terakhir yang dinaikkan adalah sepasang keledai. Diceritakan pula bahwa
di pundak keledai, iblis ikut bergelantungan agar bisa masuk ke dalam bahtera Nuh dan
mengganggu umat Nabi Nuh yang taat agar tidak masuk ke dalam. Peristiwa ini sudah tertulis
dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 40

Istri dan putra nabi Nuh Kan’an tidak beriman bahkan turut serta emncemoh bahtera Nabi Nuh
sehingga mereka tidak ikut menaiki bahtera. Hanya ada sekitar 80 orang mukmin yang masuk ke 
dalam bahtera. Allah SWT dengan kuasanya telah mengatur segalanya sehingga agar hewan
ternak tidak dimangsa oleh hewan buas, Allah menurunkan demam kepada hewan buas tersebut
hingga naluri buasnya turun.

Setelah semua pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan masuk ke dalam bahtera, lalu pintu masuk
dan seluruh pintu bahtera ditutup. Dengan kuasa Allah SWT, pemilik langit dan bumi, maka
turunlah air hujan dari langit dan memerintahkan bumi mengeluarkan air dari berbagai penjuru
dan celah-celah bumi. Seluruh celah bumi seolah seperti mata air yang mengeluarkan air dengan
sangat deras tanpa hentinya.

Air hujan yang sangat deras terjadi dan belum pernah terjadi selama bumi diciptakan termasuk
pula sesudahnya sampai sekarang tidak pernah terjadi hujan deras dengan begitu hebatnya. Air
lautan kemudian bergejolak dan ombak dahsyat menerpa serta menyapu bumi beserta isinya.
Dalam sekejap saja debit air semakin meninggi dan terjadilah air bah yang begitu dahsyatnya
yang membanjiri bumi.

Seluruh permukaan bumi dipenuhi dengan air sehingga seluruh isinya tenggelam bersama kaum
Nuh yang zalim. Bumi tenggelam dalam air sampai permukaan bumi tertinggi untuk pertama
kalinya dan tidak pernah terjadi lagi sampai saat ini. Itulah azab berupa bencana yang Allah
SWT kepadakaum Nabi Nuh yang sudah sangat menyimpang dari jalan Allah dan telah berbuat
musyrik kepada Allah SWT.
PUTRA NABI NUH YANG TENGGELAM BANJIR
Nabi Nuh dikaruniai 4 orang putra yakni putra tertua bernama Kan’an kemudian yang kedua
bernama Yafith, Sam dan Ham. Putra tertua Nabi Nuh merupakan anak yang zalim dan durhaka
kepada Nabi Nuh. Dia menyembunyikan rasa benci pada ayahnya sendiri dan mula-mulanya
berpura-pura beriman. Bahkan dia dan ibunya yang merupakan istri Nabi Nuh sering menghina
dan mencemooh Nabi Nuh. Kisah nabi nuh bagian ini cukup sedih untuk dibaca.

Ketika Nabi Nuh mengumpulkan seluruh umatnya, beliau teringat akan putra tertuanya yaitu
Kan’an. Beliau meminta agar Kan’an naik ke bahtera bersama pengikutnya yang lain. Namun
dengan angkuhnya Kan’an menolak dan tetap pada pendiriannya tidak ingin beriman kepada
Allah. Oleh karenanya, Kan’an termasuk golongan orang-orang yang merugi dan tidak
diselamatkan oleh Allah SWT.

Ketika air bah sudah mulai meninggi, Nabi Nuh sebagai seorang ayah terus membujuk sang anak
agar menaiki bahtera dan berkata “Hai anakku, naiklah ke kapan ini agar engkau selamat dari
azab Allah dan janganlah engkau masuk ke dalam golongan orang kafir” (Q.S. Hud: 43) Akan
tetapi Kanan justru menganggap bahwa bencana tersebut merupakan peristiwa alam biasa.

Kan’an kemudian menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memelihara ku dari air bah” dan di jawab pula oleh Nabi Nuh: “Tidak ada yang melindungi hari
ini dari azab Allah selai Allah (saja) yang Maha Penyayang.” Percakapan Nabi Nuh dan Kan’an
tersebut termuat dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 43.

Banjir kemudian semakin meninggi dan Kan’an tetap tidak mau masuk ke dalam kapal dan ingin
menyelamatkan diri dengan cara berenang menuju puncah gunung yang belum tersentuh air.
Kan’an menganggap bahwa air tidak akan sampai ke puncak gunung tersebut. namun dugaannya
ternyata salah, air banjir bahkan menenggelamkan puncak gunung tertinggi sekalipun.

Disela percakapan antara keduanya, muncullah gelombang besar yang memisahkan antara
bahtera Nabi Nuh dengan Kan’an. Seketika Kan’an lenyap dari penglihatan Nabi Nuh. Nabi Nuh
berusaha mencari keberadaan putra sulungnya akan tetapi sia-sia. Sebagai seorang ayah dan
darah dagingnya, beliau sangat sedih karena putra yang amat disayanginya tenggelam oleh azab
Allah.

Pada saat Kan’an tenggelam, Nabi Nuh sempat memohon kepada Allah agar putranya
diselamatkan karena Nabi Nuh mengingat bahwa Allah telah menjanjikan keselamatan bagi
seluruh keluarganya. Nabi Nuh kemudian bertanya-tanya mengapa putranya tidak selamat dari
azab tersebut dan Allah menjawab bahwa putranya telah durhaka dan bukan termasuk keluarga
yang dijanjikan Allah untuk selamat.

Percakapan antara Nabi Nuh dan Allah SWT dimuat dalam surah Hud yang artinya “Ya
Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah
yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya” (QS. Hud :45). Kemudian Allah
menjawab: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
selamat) sesungguhnya perbuatannya, perbuatan yang tidak baik. sebab itu, janganlah kamu
memohon kepada-Ku  sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku
memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengathuan” (QS. Hud: 46).

Nabi Nuh kemudian menyadari kesalahannya dan segera memohon pengampunan kepada Allah
SWT. Nabi Nuh kemudian mengikhlaskan kepergian putra dan istrinya yang zalim serta seluruh
umatnya yang tidak percaya padanya dan lebih memilih menyembah berhala yang merupakan
perbuatan musyrik yang sangat tidak disukai Allah SWT. Subhanallah, semoga dosa-dosa
mereka diampuni Allah SWT. Kisah nabi nuh berlanjut dengan selamatnya bahtera nuh. 

SELAMATNYA BAHTERA NUH BESERTA SELURUH ISINYA DARI AZAB


ALLAH SWT
Sementara Allah menenggelamkan seluruh permukaan bumi dari manusia, pohon, bahkan
sampai melebihi puncak gunung, Allah SWT memberikan perlindungan dan memilihara bahtera
Nuh yang berlayar selama 150 hari di lautan tanpa batas sampai air banjir reda bersama umat
mukmin yang beriman di dalamnya. Kapal terus berlayar hingga kaum Nuh yang zalim tidak
tersisa.

Setelah seluruh kaum Nuh yang zalim tenggelam, kemudian Allah memerintahkan bumi
menghisap seluruh air yang dan memerintahkan langit menghentikan hujan deras yang begitu
dahsyat tersebut. Maka surutlah air bah yang telah menenggelamkan bumi dan tidak menyisakan
satupun kaum Nuh yang zalim selamat dari satu-satunya bencana terbesar dan berdahsyat yang
pernah  terjadi di bumi Allah.

Setelah air banjir surut, bahtera Nabi Nuh kemudian terdampar di Gunung Judi. Di sanalah
pengikut Nabi Nuh beristirahat dan memulai kehidupan baru yang damai dan bertakwa kepada
Allah SWT. Banyak perselisihan pendapat yang terjadi mengenai letak gunung Judi karena
beberapa sumber menyatakan bahwa gunung Judi yang dimaksud berada di Armenia, ada yang
mengatakan di Irak atau di Turki.

KISAH SETELAH BANJIR DAN KETURUNAN NABI NUH


Setelah bahtera mendarat, keluarlah Nabi Nuh beserta ketiga putranya yang bertakwa dan
seluruh pengikutnya yang berjumlah 80 orang. Kemudian turun juga hewan-hewan yang selamat.
Di gunung inilah terjadi kehidupan baru dengan seluruh umat yang taat dan beriman kepada
Allah serta jauh dari perbuatan tercela, musyrik, dan durhaka kepada Allah SWT.

Menurut riwayat, dikisahkan bahwa seluruh pengikut Nabi Nuh yang selamat dalam bahtera Nuh
tersebut akan wafat dan tidak menyisakan keturunan satupun. Hanya putra-putra Nabi Nuh yakni
Yafith, Sam, dan Ham yang memiliki keturunan. Hingga didapatkan kesimpulan bahwa seluruh
umat manusia di muka bumi sekarang ini merupakan keturunan anak Nabi Nuh yang terbagi
menjadi 3 turunan.
Yafith melahirkan keturunan bangsa Rum (Romawi) dan kini berkembang pesat menjadi bangsa
Eropa. Sam dan keuturannya yang merupakan asal usul lahirnya bangsa Arab yang kini
mendiami wilayah Arab dan Timur Tengah di benua Asia Barat. Serta putra terakhir yaitu Ham
menghasilkan keturunan bangsa Habasyah yang kini merupakan keturunan bangsa Afrika yang
mendiami wilayah benua Afrika.
Dahulu ada beberapa orang saleh bernama Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr yang dicintai
oleh m

asyarakat[1]. Ketika mereka wafat, maka masyarakat merasa sedih karena kehilangan mereka,
saat itulah setan memanfaatkan kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan
patung-patung dengan nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun
melakukannya.

Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai mereka yang membuat
patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka yang kemudian disesatkan oleh
setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa patung-patung itu adalah sesembahan
mereka.

Mereka pun menyembah patung-patung itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirikkan di tengah-
tengah mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat seorang laki-laki di kalangan
mereka sebagai nabi dan Rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wa
Ta’ala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar mengajak
kaumnya menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dan meninggalkan sesembahan-
sesembahan selain-Nya. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah, ia berkata kepada
mereka:

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu
selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa
azab hari yang besar (kiamat).” (QS. Al A’raaf: 59)

Maka di antara kaumnya ada yang mengikuti ajakannya, mereka terdiri dari kaum fakir dan
dhu’afa (lemah). Adapun orang-orang kaya dan kuat, maka mereka menolak dakwahnya,
sebagaimana istrinya dan salah satu anaknya juga menolak dakwahnya. Mereka yang menolak
dakwahnya menenatangnya dan berkata kepadanya,

“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami
tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di
antara Kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan
apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS.
Huud: 27)

Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak berputusa asa terhadap sikap kaumnya yang menolak dakwahnya,
ia terus mengajak mereka di malam dan siang hari, menasihati mereka secara rahasia dan terang-
terangan, menjelaskan kepada mereka dengan lembut hakikat dakwah yang dibawanya, tetapi
mereka tetap saja kafir kepadanya, tetap saja sombong dan melampaui batas, dan terus
membantah Nabi Nuh ‘alaihissalam dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Mereka juga menyakitinya, menghinanya, dan memerangi dakwahnya.
Pernah suatu ketika, sebagian orang-orang kaya mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam dan
meminta kepadanya untuk mengusir orang-orang fakir yang beriman kepadanya agar orang-
orang kaya ridha dan mau duduk bersamanya sehingga bisa beriman kepadanya, namun Nabi
Nuh ‘alaihissalam menjawab,

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku.
Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah
beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku
memandangmu sebagai suatu kaum yang tidak mengetahui–Dan (Nuh berkata), “Wahai
kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka
tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Huud: 29-30)

Maka kaumnya pun marah dan menuduhnya telah sesat, dan mereka berkata, “Sesungguhnya
kami melihatmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al A’raaf: 60)

Nuh balik menjawab, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam”– “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat
Tuhanku, aku memberi nasehat kepadamu,  dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS. Al A’raaf: 61-62)

Nabi Nuh ‘alaihissalam tetap bersabar mendakwahi kaumnya, hari demi hari dilaluinya, bulan
demi bulan dilaluinya dan tahun demi tahun dilaluinya, tetapi yang mau mengikuti seruannya
hanya beberapa orang saja. Bahkan ketika Nuh mendatangi sebagian mereka, mengajak mereka
agar menyembah Allah dan beriman kepada-Nya, mereka taruh anak jarinya ke telinga mereka
agar tidak mendengar kata-kata Beliau, dan ketika Beliau pergi kepada yang lain sambil
menyebutkan kepada mereka nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka serta
menceritakan tentang penghisaban pada hari Kiamat, mereka taruh baju mereka di wajah mereka
agar tidak melihat Beliau, dan hal ini berlangsung terus hingga akhirnya orang-orang kafir
berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam,

“Wahai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu
ancamkan kepada Kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Hud: 32)

Nuh menjawab, “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia
menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.–Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak
menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Hud :
33-34)

Maka Nabi Nuh pun bersedih karena kaumnya tidak mau memenuhi ajakannya, bahkan sampai
meminta agar disegerakan azab untuk mereka. Meskipun begitu, Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak
berputus asa, dia tetap berharap kiranya ada di antara mereka yang mau beriman. Hari demi hari
berganti, bulan demi bulan berganti dan tahun pun berganti dengan tahun berikutnya, tetapi
ajakan Beliau tidak membawa hasil, Beliau berdakwah kepada kaumnya dalam waktu yang
cukup lama, yaitu 950 tahun sebagaimana yang difirmankan Allah,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun..”  (QS. Al ‘Ankabut: 14)

Namun sedikit sekali yang mau beriman kepadanya. Hingga akhirnya, Beliau mengadu kepada
Allah seperti yang disebutkan dalam surah Nuh:

“Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,–Maka seruanku itu
hanyalah menambah mereka lari .–Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka  agar
Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupi bajunya  dan mereka tetap (di atas sikapnya) dan menyombongkan diri dengan
sangat.–Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka  dengan cara terang-terangan ,–
Kemudian sesungguhnya aku  seru mereka  dengan terang-terangan dan dengan diam-diam,–
Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun,–Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,–Dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan  untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 5-12)

–Nabi Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-
orang kafir itu tinggal di atas bumi.–Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya
mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak
yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.  (QS. Nuh : 26-27)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat kapal, dan
mengajarkan kepadanya bagaimana membuatnya dengan baik. Mulailah Nabi
Nuh ‘alaihissalam membuat kapal dengan dibantu orang-orang yang beriman kepadanya. Setiap
kali, orang-orang kafir melewati Nuh dan pengikutnya, mereka menghina dan mengejeknya
karena melihat Beliau membuat kapal besar di gurun sahara yang tidak ada sungai dan laut.
Penghinaan mereka bertambah, ketika mereka tahu bahwa maksud Nabi
Nuh ‘alaihissalam membuatnya adalah untuk menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari azab
yang akan Allah timpakan kepada mereka.

Akhirnya, pembuatan kapal pun selesai, Nabi Nuh mengetahui bahwa banjir besar akan tiba,
maka ia meminta kepada setiap mukmin dan mukminah untuk menaiki kapal tersebut, ia juga
mengangkut setiap hewan, burung, dan hewan lainnya sepasang.

Hingga ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam bersama pengikutnya telah berada di atas kapal,


datanglah banjir besar. Langit mengucurkan hujannya dengan deras, mata air di bumi pun mulai
memancarkan airnya dengan kuat, Nuh pun berkata, “Dengan menyebut nama Allah di waktu
berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Huud: 41)
Kapal pun mulai berlabuh dan mengapung di atas air. Ketika itu, Nabi Nuh melihat anaknya
yang kafir, ia memanggilnya dan berkata, “Wahai anakku! Naiklah  bersama kami dan
janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud : 42)

Tetapi anaknya menolak ajakannya dan berkata, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung
yang dapat memeliharaku dari banjir besar!”

Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi pada hari ini dari azab Allah selain Allah  Yang
Maha Penyayang.”

Gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya; maka anak itu termasuk orang-orang
yang ditenggelamkan.” (QS. Huud : 43)

Kaum Nabi Nuh yang kafir saat melihat air membanjiri rumah mereka dan mengalir dengan
derasnya, maka mereka merasa akan binasa, mereka pun segera mencari tempat-tempat tinggi
untuk menyelamatkan diri, tetapi sayang sekali, ternyata banjir itu telah mencapai puncak
gunung. Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan Nabi
Nuh dan para pengikutnya. Nuh dan pengikutnya pun bersyukur kepada Allah atas keselamatan
yang diberikan-Nya.

Setelah  kaum yang kafir itu tenggelam, maka diwahyukan kepada langit dan bumi,

“Wahai bumi telanlah airmu, dan wahai langit  berhentilah,” maka air pun surut, kapal itu pun
berlabuh di atas bukit Judi.” (QS. Huud : 44)

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nuh dan para pengikutnya turun dari


kapal, Dia berfirman,

“Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS. Huud: 48)

Ketika diketahui oleh Nuh ‘alaihissalam anaknya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan,


Nuh ‘alaihissalam berkata:

“Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau
itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” (QS. Huud : 45)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya  perbuatannya
tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu agar kamu jangan termasuk orang-orang
yang tidak berpengetahuan.” (QS. Huud : 46)

Nuh pun berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon
kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak
memberikan ampun kepadaku, serta menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud : 47)

Setelah Nabi Nuh dan para pengikutnya turun dan melepaskan hewan-hewan yang diangkutnya,
maka mulailah Beliau dan para pengikutnya menjalani hidup yang baru, Beliau berdakwah
kepada kaum mukmin dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama, Beliau banyak
melakukan dzikrullah, shalat dan berpuasa hingga Beliau wafat dan menghadap Allah ‘Azza wa
Jalla.

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa


man waalaah.

Selesai.

Anda mungkin juga menyukai