Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN HASIL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

SKENARIO 1

ABORTUS HABITUALIS (BERULANG)

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1_Eugenia 6

1) Lindya Okti Herbawani P1337424520049


2) Dewi Firdayanti P1337424520050
3) Ni Luh Gede Adnyasuari P1337424520051
4) Fitriana Sindi P1337424520052
5) Humaira Tadzkiyyatus Shalihah Adz-Zahra P1337424520053
6) Aisyah Wiranda P1337424520054
7) Nurcahaya Sulamin Lubis P1337424520055

Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Magelang


Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
2021/2022

SKENARIO 1 (ABORTUS BERULANG)

Seorang perempuan, umur 27 tahun (umur suami 52 tahun), G3P0A2, amenore 2 bulan, belum
pernah melakukan tes kehamilan, mengalami mual muntah sejak 2 minggu yang lalu,
menyatakan kekhawatiran terhadap kehamilannya yang ketiga. Hasil pemeriksaan: KU lemah,
TB 150 cm, BB 35 kg, TD 110/70 mmHg, nadi 76x per menit. Hasil pemeriksaan Hb : 9 gr%/ dl.
Hasil pemeriksaan USG : terlihat kantong kehamilan didalam uterus.

I. Klarifikasi Istilah
1. Abortus
Adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.
2. Amenore
adalah kondisi tidak terjadinya menstruasi atau tidak haid.
3. kantong kehamilan
adalah keberadaan kantung kehamilan. Kantung inilah yang membungkus bayi yang
sedang berkembang.
4. uterus
adalah keberadaan kantung kehamilan. Kantung inilah yang membungkus bayi yang
sedang berkembang.

II. Identifikasi Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Abortus Habitualis atau berulang?
2. Apa saja faktor predisposisi abortus habitualis atau berulang?
3. Tatalaksana terhadap abortus habitualis atau berulang?
4. Apa yang harus dilakukan bidan apabila berhadapan dengan klien abortus habitualis
seperti kasus skenario diatas?
5. Bagaimana menyusun diagnosa kehamilan dengan abortus habitualis?
III. Curah Pendapat
1. Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut.
Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah satu kali
abortus spontan, pasangan punya resiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi,
seadngkan bila pernah 2 kali, resiokonya akan meningkat 25 %. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus ber-urutan adalah 30 - 45 %.
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali,
tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran atau abortus secara berturut-turut.
Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
2. Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain:
a. Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)
b. Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari:
1) infeksi, kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi,
penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol,
2) faktor immunologis dan
3) defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan
pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimesternkedua) dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman.
c. Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma
3. Penatalaksanaan terhadap klien dengan kasus abortus habitualis adalah mengetahui
kondisi ibu secara keseluruhan, apabila ada kondisi gawat darurat perlu dilakukan
rujukan misal terjadi perdarahan sebelum rujuk lakukan stabilitas kondisi pasien atau
penanganan awal terlebih dahulu. Namun pada kasus abortus habitualis atau riwayat
keguguran berulang tiga kali perlu dilakukan pemeriksaan yang komprehensif dan
adekuat dari awal kehamilan dan perlu berkolaborasi dengan spesialis kandungan.
4. Apabila pada kasus diatas, yang harus dilakukan bidan pertama setelah memastikan
kehamilannya, membesarkan hati ibu dan memberikan semangat agar psikologis ibu
tidak mengalami kekhawatiran yang berlebihan yang justru akan berdampak tidak baik
pada janin. Bidan perlu memperhatikan kadar Hb yakni 9 g%/ dl, perlu memberikan
edukasi kepada ibu dan penanganan terhadap anemia dengan memberikan tablet Fe 90
tablet selama kehamilannya. Selain itu, penting bagi bidan berkolaborasi dengan spesialis
kandungan berhubungan dengan kondisi riwayat kehamilan ibu.
5. Cara menyusun diagnose kehamilan dengan abortus habitualis pada kasus skenario diatas
dapat dituliskan sebagai berikut:
G3P0A2 Hamil 8 minggu dengan anemia sedang

IV. Merumuskan Hipotesa

Abortus Habitualis

Pengkajian Tindakan

Abortus Habitualis Faktor Abortus Habitualis


Merupakan kejadian keguguran atau
pengeluaran hasil konsepsi pada umur Faktor dari janin (fetal),yang terdiri
kehamilan kurang dari 22 minggu yang dari: kelainan genetik (kromosom)
terjadi berulang 3 kali berturut-turut
Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri
dari: infeksi, kelainan hormonal,
faktor immunologis dan defek
anatomis
dua kali untuk mengetahui penyebab abortus
Berkolaborasi dengan dokter mengenai kondisi riwayat abortus
selama kehamilan)
tablet tambah darah sesuai dengan kebutuhan ibu (90 tablet
Memberikan suplemen, makanan tambahan (PMT bumil) dan
kacangan (mengandung zat besi)
Menganjurkan ibu untuk konsumsi sayuran hijau dan kacang-
telur, ikan, dan lain-lain
Menganjurkan ibu untuk konsumsi protein seperti hati ayam,
menganggu psikologi dan perkembangan janin
agar tidak khawatir yang berlebihan yang justru akan
Memberikan motivasi psikologis untuk membesarkan hati ibu

Faktor dari ayah (paternal): kelainan


sperma
Tindakan Kebidanan :

Penegakan diagnosa
V. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (learning objectives)
1. Mengklarifikasi istilah abortus habitualis
2. Mengetahui faktor penyebab abortus habitualis
3. Mengetahui penatalaksanaan abortus habitualis
4. Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh bidan mengenai abortus habitualis

VI. Pengumpulan Informasi Dan Belajar Mandiri


1. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa
acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 mingguatau berat janin
kurang dari 500 gram.
Menurut Prawirorahardjo, 2018, hal 460-472, Abortus habitualis adalah abortus yang
terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah satu kali abortus spontan, pasangan punya
resiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, seadngkan bila pernah 2 kali, resiokonya
akan meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus
ber-urutan adalah 30 - 45 %. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk
menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran atau abortus
secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari
seluruh kehamilan.
Menurut Puji Wahyuningsih, 2016, hal 239, menjelaskan Pengertian abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan (oleh penyebab tertentu) pada atau sebelum kehamilan
tersebut berusia 20-22 minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup diluar
kandungan (belum viable). Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga
kali berturut turut atau lebih.
2. Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain:
a. Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)
b. Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari:
1) infeksi, kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi,
penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol,
2) faktor immunologis dan
3) defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan
pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimesternkedua) dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman.
c. Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma
[CITATION Wor13 \p 84 \l 1033 ]
Menurut Prawirohardjo, 2018, hal 472, faktor penyebab abortus habitualis
selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu
kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte tropboblast cross reactive (TLX). Bila
reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini
dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, dekade terakhir
menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat
diobati sesuai dengan penyebabnya. Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah
inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban
untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana
osrium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim
dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks
yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah
melebar.
Etiologi abortus ini menurut Puji Wahyuningsih, 2016, hal 246, adalah meliputi
sebagai berikut:
a. Kelainan genetik (kromosom), yaitu anomali pada genetik atau kromosom, sehingga
dapat menyebabkan malformasi janin dan dapat menyebabkan abortus.
b. kelainan hormonal (imunologik), yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah, maka akan
terjadi abortus.
c. Kelainan anatomis, Salah satu penyebab kelainan anatomis yang paling sering adalah
inkompetensia serviks, yaitu keadaan dimana serviks tidak dapat menerima beban
untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, osteum
serviks membuka/inkompeten tanpa disertai rasa mules atau kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya tindakan usaha pembukaan serviks
yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis
sudah melebar.
3. Menurut Prawirohardjo, 2018, hal 472, diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit
dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/ inspekulo kita bisa menilai
diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat
mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan
penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan
fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan.
Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 - 14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau
McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/MERSILENE
yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap
dilahirkan.
Hal tersebut sependapat dengan Puji Wahyuningsih, 2016, hal 246, diagnosis
inkompetensia serviks dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau pemeriksaan inspekulo
yang cermat, kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapat selaput ketuban
yang menonjol pada saat memasuki trimester kedua, diameter melebihi 8 mm.

4. Apabila pada kasus diatas, yang harus dilakukan bidan pertama setelah memastikan
kehamilannya, membesarkan hati ibu dan memberikan semangat agar psikologis ibu
tidak mengalami kekhawatiran yang berlebihan yang justru akan berdampak tidak baik
pada janin. Bidan perlu memperhatikan kadar Hb yakni 9 g%/ dl, perlu memberikan
edukasi kepada ibu dan penanganan terhadap anemia dengan memberikan tablet Fe 90
tablet selama kehamilannya. Selain itu, penting bagi bidan berkolaborasi dengan spesialis
kandungan berhubungan dengan kondisi riwayat kehamilan ibu.
5. Cara menyusun diagnose kehamilan dengan abortus habitualis pada kasus skenario diatas
dapat dituliskan sebagai berikut:
G3P0A2 Hamil 8 minggu dengan anemia sedang
DAFTAR PUSTAKA

Heni Puji Wahyuningsih, S. T. (2016). Praktikum Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Organization, W. H. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar
Dan Rujukan . Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Sarwono Prawirohardjo, K. S. (2018). Ilmu Kandungan edisi ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai