Anda di halaman 1dari 2

Film Soekarno Tak Jadi Ditarik

Para pecinta dan penikmat film yang belum pernah menonton “Soekarno: Indonesia Merdeka”
bisa bersuka cita atas putusan hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pasalnya, Hakim Suwidya tak jadi menarik peredaran film Soekarno itu sebagaimana yang
dikeluarkannya pada 11 Desember 2013 lalu. Ia memutuskan mengubah penetapan sementara
tersebut.
 
Suwidya berpendapat Pasal 67 huruf a tentang Hak Cipta memang memberikan kewenangan
kepada pihak yang dirugikan untuk meminta pengadilan niaga mencegah berlanjutnya
pelanggaran hak cipta. Khususnya, mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak
cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan.

 
Karena objek dari sengketa hak cipta ini adalah Film Soekarno, penggugat awalnya meminta
agar film ini dihentikan sementara. Dan permintaan ini dikabulkan oleh hakim melalui penetapan
sementara pada Desember lalu.
 
Namun, pada persidangan kali ini, Suwidya memiliki penafsiran berbeda setelah menggali lebih
dalam aturan pada Pasal 67 huruf a UU Hak Cipta. Berdasarkan pasal tersebut, Suwidya
menafsirkan penghentian peredaran baru dapat dilakukan apabila karya cipta yang diduga
melanggar itu belum masuk ke jalur perdagangan.
 
Pemohon dinilai terlambat mengajukan pencegahan penayangan sehingga film telah beredar di
pasaran. Film dirilis pada 9 Desember 2013, sedangkan permohonan penetapan sementara baru
dilakukan pada 10 Desember 2013.

 
“Pemohon terlambat karena film telah terlanjur beredar dan hal ini tidak diatur dalam pasal ini
(Pasal 67 huruf a UU Hak Cipta, red),” ucap Suwidya saat membacakan penetapannya di ruang
sidang PN Jakarta Pusat, Selasa (7/1).
 
Sekadar mengingatkan, pada 11 Desember 2013 lalu, hakim pengadilan niaga melarang Hanung
Bramantyo, PT Tripar Multivision Plus, dan Ram Punjabi untuk mengedarkan dan menayangkan
film yang tengah menuai kontroversi tersebut. Soalnya, sang pemohon penetapan sementara,
Rachmawati Soekarnoputri menilai ada adegan dalam naskah film yang tidak sesuai dengan
sejarah Bung Karno sendiri.

 
Adegan yang dimaksud tertulis di halaman 35 naskah pertama, halaman 41 di naskah kedua, dan
halaman 65 di naskah ketiga. Meskipun telah direvisi, adegan tentang penamparan oleh serdadu
Jepang hingga Bung Karno terduduk tetap dipertahankan. Padahal, menurut putri ketiga
Soekarno ini, kejadian itu tidak pernah ada. Untuk itu, Rachmawati meminta film tersebut
dihentikan penayangannya untuk sementara waktu.
 
Namun, amar penetapan itu tidak dapat dilaksanakan. Hanung tetap merilis film tersebut di
bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Sehingga, bagian keuntungan Hanung dkk atas film tersebut
merupakan kerugian bagi si pemohon. Kendati demikian, alasan Hanung tetap memutar film
tersebut adalah adegan yang dimaksud tidak ada dalam film.
 
Sutradara memutuskan untuk mengedit sendiri filmnya. Adegan yang dimaksud Rachma juga
tidak jadi ditayangkan Hanung dengan pertimbangan tertentu. Pengeditan tersebut adalah kuasa
dari sutradara.
 
Amar lain yang ditetapkan Suwidya adalah meminta Hanung dkk untuk menyerahkan master dan
naskah film tersebut kepada Rachmawati. Namun, permintaan ini telah dilakukan para pihak
pada 13 Desember 2013 lalu. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dan setelah mengetahui tidak
ada kerugian dari pihak Hanung, Suwidya memerintahkan untuk mengembalikan uang jaminan
sejumlah Rp250 juta kepada Rachmawati.
 
Kuasa hukum Hanung dkk, Rivai Kusumanegara sangat mengapresiasi penetapan hakim.
Sebagai kasus pertama kali yang terjadi di Indonesia, lanjutnya, penetapan ini telah dapat
memberikan perlindungan hukum bagi karya film yang dibuat dengan iktikad baik. Alhasil,
penonton dapat menikmati karya yang dibuat Multivision dengan nyaman.
 
“Akhirnya, film itu bisa dinikmati secara sah dan halal oleh penonton,” ujar Rivai usai
persidangan, Selasa (7/1).
 
Kuasa Hukum Rachmawati, Turman M Panggabean berpendapat penetapan hakim ini
membuktikan tetap ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Hanung dkk. Pasalnya,
penetapan hakim tidak membatalkan penetapan sementara sebelumnya. Suwidya tetap
mengabulkan sebagian permintaan pemohon, yaitu memerintahkan Hanung dkk untuk
menyerahkan master dan naskah film.

 
Kendati demikian, Turman tetap akan menyerahkan pokok permasalahan mengenai pencipta
kepada majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa gugatan tersebut
nantinya.
 
Lebih lanjut, Turman meminta agar para pihak tetap mengingat asal muasal film ini dapat
terbentuk. Menurutnya, Rachmawati adalah pencipta dari film ini. Film ini tercipta karena
berasal dari inisiatif Rachma. “Film ini berasal dari hasil pagelaran. Ini asal muasalnya. Jadi,
tolong luruskan sejarah,” tandasnya.
 
Meski Film Soekarno ini tak jadi ditarik dari peredaran, bukan berarti dua belah pihak sudah bisa
bernafas lega. Pasalnya, hakim belum memutus substansi perkara ini, yakni apakah Hanung dkk
terbukti melanggar hak cipta dalam Film Soekarno itu sebagaimana didalilkan oleh Rachmawati?
Kita tunggu saja.

Anda mungkin juga menyukai