Anda di halaman 1dari 14

Pada tanggal 10 Januari 2011 Deddy Hartawan Jamin yang merupakan pemegang saham publik

sebanyak 210.500.000 (dua ratus sepuluh juta lima ratus ribu) lembar saham atau sebesar 8,52 %
(delapan koma lima puluh dua persen) dan Imani United Pte.Ltd. sebanyak 130.000.000 (seratus
tiga puluh juta) lembar saham pada sebesar 5,26 % (lima koma dua puluh enam persen) saham
dengan hak suara dari PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. telah mengajukan Surat Permohonan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terdaftar dibawah No. 38/Pdt.P/2011/PN.Jkt.Sel.
Alasan mengajukan permohonan antara lain karena ada dugaan perseroan dan atau Direksi atau
Dewan Komisaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak menjalankan azas
transparansi dalam berbagai tindakan korporasi yang dilakukan. Atas dasar hal tersebut, meminta
penetapan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melakukan pemeriksaan atas PT
Sumalindo Lestari Jaya Tbk. Dasar hukum yang digunakan adalah pasal 138 Undang-undang
No. 40 tahun 2007, Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa: (a) Perseroan melakukan
perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau (b) anggota
Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan
atau pemegang saham atau pihak ketiga.

Pada salah satu permohonan yang diajukan adalah pemeriksaan terhadap tindakan direksi yang
melakukan pembelian Zero Coupond Bond sebesar Rp 140.254.908.652,00 (seratus empat puluh
miliar dua ratus lima puluh empat juta sembilan ratus delapan ribu enam ratus lima puluh dua
rupiah) dari PT Sumalindo Hutani Jaya belum pernah mendapatkan persetujuan RUPS-LB dari
pemegang saham. Hal ini menurut para pemohon merupakan tindakan melawan hukum karena
termohon sebagai perusahaan publik bertindak tidak sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas
Pasar Modal No.IX.E.2 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.

Terhadap permohonan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan penetapan,
yaitu penetapan No. 38/ Pdt.P/2011/PN.Jkt.Sel tanggal 28 April 2011 yang amarnya
mengabulkan permohonan para Pemohon berkenaan dengan Pemeriksaan PT Sumalindo Lestari
Jaya Tbk; Menetapkan dan mengangkat ahli untuk melakukan pemeriksaan terhadap perseroan;
Menetapkan jangka waktu pemeriksaan perseroan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak diterimanya kesepakatan dengan pemeriksa (Ahli); Memerintahkan ahli membuat dan
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak habisnya jangka waktu pemeriksaan
terhadap perseroan. Sesudah penetapan ini dijatuhkan, PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk.
mengajukan permohonan kasasi secara tertulis pada tanggal 09 Mei 2011 sebagaimana ternyata
dari akta permohonan kasasi No.38/Pdt.P/2011/ PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan permohonan tersebut diikuti oleh memori kasasi yang memuat
alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 20 Mei
2011. Pada tingkat kasasi dalam Putusan No. 3017 K/Pdt/2011, Mahkamah Agung pada tanggal
12 September 2012 menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. Sumalindo Lestari
Jaya Tbk.

Dari uraian putusan tersebut, berkaitan dengan dugaan pelanggaran transaksi material PT.
Sumalindo Lestari Jaya Tbk. Dalam pertimbangan hukum tidak memerintahkan Bapepam
sebagai otoritas dalam Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
Modal untuk melakukan pemeriksaan. Sedangkan dasar dan sumber hukum utama yang
berkaitan dengan pasar modal adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
dan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan peraturan
pelaksanaannya. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan
undang-undang umum (general law) terhadap kegiatan perseroan pada umumnya. Sedangkan
Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merupakan undang-undang khusus
(specialis law) dalam kegiatan pasar modal. Sehingga bagaimanakah kewenangan Bapepam
dalam pemeriksaan terhadap pelanggaran transaksi material pada Peraturan Bapepam Nomor
IX.E.2 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama dan bagaimana akibat
hukum terhadap transaksi material yang dilakukan tanpa persetujuan RUPS oleh PT Sumalindo
Lestari Jaya Tbk. pada Putusan Mahkamah Agung No. 3017 K/Pdt/2011.

Gugatan Sumalindo Tidak Diterima, Penggugat Duga Banyak Keganjilan


Jakarta–Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menerima Gugatan kepada PT Sumalindo
Lestari Jaya (SULI) yang dibacakan putusanya pada kamis (5/12/2013) oleh hakim Soehartono
di PN Jaksel. Putusan Putusan Niet Ontvankelijkverklaard (NO) dibacakan di ruang sidang yang
dihadiri oleh pengacara penggugat dan tergugat. Majelis hakim menilai gugatan penggugat kabur
dan tidak ada korelasi dengan tuntutan yang berkaitan dengan formalitas dan prosedural gugatan
(Osscuur Libel).

Putusan pengadilan yang sempat ditunda dua kali dan menimbulkan tanda tanya ini, membuat
penggugat terheran-heran, namun penggugat tetap menghormati keputusan majelis hakim.
“Kami jelas heran, tetapi kita menghormati putusan hakim. Mungkin itu yang terbaik dilakukan
oleh majelis hakim,” jelas Wahyu.

Namun penggugat, jelas wahyu, tidak akan diam dan berhenti sampai pada putusan ini.
Pemegang saham publik SULI  tetap akan terus berupaya membongkar kasus kejahatan
corporate crime ini demi untuk kepentingan PT SULI dan seluruh pemegang saham PT SULI.
“Kami akan terus berusaha mengungkap semua kejahatan coorporate crime untuk pelajaran buat
publik, kalau saat ini belum berhasil, ada saatnya nanti kami akan berhasil”, tegas Wahyu.

Dengan adanya putusan ini, menurut Wahyu, menunjukkan bahwa posisi pemegang saham
publik sangat lemah dan karenanya mudah untuk dimanipulasi dengan segala tipudaya pemegang
saham mayoritas. Putusan ini  menjadi preseden buruk bagi pemegang saham publik. “Ini
merupakan preseden buruk bagi pencari keadilan dari para pemegang saham publik yang masih
selalu dihegemoni oleh pemegang saham mayoritas dan pengendali perusahaan,” jelasnya.
Wahyu mempertanyakan kewenangan direksi Sumalindo. “Direksi bisa apa kalau Pemegang
saham tidak setuju”, putusan NO ini juga penuh keganjilan, setelah 10 bulan persidangan, pihak
penggugat dapat menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli sedangkan pihak tergugat  tidak bisa
menghadirkan saksi fakta dan ini menunjukan bahwa tergugat tidak mempunyai fakta hukum
yang jelas”, tandas Wahyu.

Di sisi lain,  pengacara tergugat Romulo Silaen, merasa bersukur karena eksepsinya diterima dan
gugatan dari penggugat tersebut tidak dikabulkan oleh majelis hakim. Menurut Romullo,
keputusan hakim terhadap gugatan PT Sumalindo Lestari Jaya belum sampai ke pokok perkara.
“Dari sisi formalitas gugatannya yang diputus oleh hakim. Belum sampai ke pokok perkara,”
tandasnya.

Sebegaimana diketahui, Gugatan perdata pemegang saham publik PT SULI dilayangkan oleh
pemegang saham publik kepada 11 tergugat yaitu PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI), Amir
Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro, Kadaryanto,
Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa Penilai Publik
Benny, Desmar dan Rekan. Gugatan dilakukan karena pemilik saham minoritas SULI merasa
dirugikan dan dipermainkan oleh manajemen SULI yang dimiliki saham mayoritasnya oleh Putra
Sampoerna dan Hasan Sunarko. Manajemen PT SULI dianggap mengabaikan asas-asas good
coorporate governance, selain juga dianggap banyak mengabaikan keputusan hukum yang sudah
berlaku sehingga merugikan banyak pihak.

Pemegang saham publik menegaskan bahwa sebagai penggugat akan menjadikan ganti rugi
tersebut di atas untuk dikembalikan kepada rekening milik Tergugat 1 (PT SULI) terhitung sejak
dibacakannya putusan Pengadilan Negeri, sebagai dana untuk memperbaiki manajemen dan
kinerja SULI. Dengan demikian, penggugat ingin menegaskan niat dan komitmennya untuk
perbaikan SULI.

Sumalindo Lestari Jaya digugat, penggugat akan ikuti putusan


hakim pada 21 November 2013
Sidang Gugatan kepada PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI) yang rencana dibacakan putusanya
pada kamis (7/11/2013) ditunda oleh majelis hakim hingga dua minggu ke depan, Kamis
(21/11/2013). Penundaan putusan dikarena oleh alasan belum siapnya putusan sidang sengketa
yang melibatkan pemegang saham publik SULI, Deddy Hartawan Jamin dengan direksi SULI
dan pemegang saham mayoritas PT SULI yang saham mayoritasnya dikuasai oleh PT PT
Sumber Graha Sejahtera (SGS) dengan induk PT Samko Timber LTD Singapore, milik
Sampoerna Strategic dan Hasan Sunarko.

Menurut pengacara Deddy Hartawan Jamin, Wahyu Hargono, pihaknya akan mengikuti
keputusan hakim untuk penundaan ini. ”kita sangat menghormati keputusan hakim, hakim
mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutuskan masalah ini, tentunya agar
mendapatkan hasil yang seadil-adilnya”, ujar Wahyu.

Wahyu mengatakan, penggugat masih sabar untuk menanti putusan pengadilan yang seadil-
adilnya bagi terbukanya kebenaran yang seharusnya menjadi impian bagi para pencari keadilan.
“kita berharap putusan pengadilan nanti dapat mematahkan permainan jahat coorporate crime
yang dilakukan oleh para tergugat, sekaligus pengadilan juga dapat membuka kebenaran dan
keadilan, sesuai dengan kehendak Tuhan yang akan terjadi,” paparnya.

Sebegaimana diketahui, gugatan perdata kepada PT SULI diajukan oleh pemegang saham
publik, Deddy Hartawan Jamin kepada 11 tergugat yaitu PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI),
Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro,
Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa
Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan. Gugatan dilakukan karena pemilik saham minoritas
SULI merasa dirugikan dan dipermainkan oleh manajemen dan pemegang saham mayoritas
SULI. Manajemen PT SULI dianggap mengabaikan asas-asas good coorporate governance,
selain juga dianggap banyak mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku sehingga
merugikan banyak pihak.

Penggugat menuntut ganti rugi kepada tergugat, baik materiil maupun immateriil, senilai 18,7
Triliun, karena Itu sejatinya adalah milik PT Sumalindo. Jika gugatan ini dikabulkan, Deddy
Hartawan Jamin menegaskan, ganti rugi tersebut di atas akan dikembalikan kepada rekening
milik Tergugat 1 (PT SULI) sebagai dana untuk memperbaiki manajemen dan kinerja SULI.
Dengan demikian, Deddy ingin menegaskan niat dan komitmennya untuk memperbaiki SULI,
bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Selanjutnya akan bersama- sama merencanakan membongkar kejahatan lainnya, kejahatan


nasional dan internasional yg sudah dilakukan oleh tergugat.

Jalan Panjang Membongkar Corporate Crime Sumalindo Lestari Jaya


PT SGS yang induknya Samko timber LTD di Singapore digugat oleh Deddy Hartawan Jamin.

“Kembalikan kepada Negara, apa yang menjadi milik Negara. kembalikan kepada perusahaan
apa yang menjadi milik Perusahaan”

Kalimat di atas meluncur dengan tenang dan tegas saat ditanya apa alasan dirinya menggugat PT
SGS, SULI dan para direksi SULI. Menurut Deddy, dirinya selalu mau sabar dan akan membuka
penyebab kerugian di SULI, terlebih lagi data yang sudah dikumpulkan itu cukup banyak dan
diduga sudah mengarah kepada coorporate crime.

Sampai saat ini, manajemen PT. SULI dan PT SGS, Pemegang saham mayoritas nya, tidak
terlihat ada itikad baik untuk menyehatkan dan menyelesaikan masalah dengan baik-baik.
“Akhirnya kita gugat mereka agar bersedia diperiksa buku laporan perusahaan yang sudah
diaudit oleh EY agar dilakukan audit khusus oleh PWC, sementara untuk audir HPH dan HTInya
dilakukan pemeriksaan Oleh IPB. Pengadilan Negeri (PN) Jaksel sudah memutuskan bahwa
SULI bermasalah dan harus mau diperiksa”, ujar Deddy menceritakan hari ini (6/11/2013).

Karena tidak ada itikad baik juga setelah diputuskan di PN Jaksel, mereka melakukan upaya
akal- akalan dengan kasasi ke MA. Maka, kita pun menggugat secara perdata kepada 11 tergugat
yaitu PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI), Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran
Sunarko, Setiawan Herliantosaputro, Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, PT
Sumber Graha Sejahtera ( PT SGS ), Kantor Jasa Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan.

Gugatan dilakukan karena pemilik saham publik minoritas SULI merasa dirugikan dan
dipermainkan oleh manajemen SULI dan Pemegang saham mayoritasnya/ Pengendali, yang
dimiliki oleh Sampoerna Strategic dan Hasan sunarko. Manajemen PT SULI dianggap
mengabaikan asas-asas good coorporate governance, selain juga dianggap banyak mengabaikan
keputusan hukum yang sudah berlaku sehingga merugikan banyak pihak.
Menurut Deddy, gugatannya bertujuan untuk mengembalikan kekayaan negara kepada negara,
dan mengembalikan kekayaan dan aset perusahaan PT. SULI kepada perusahaan PT. SULI, yang
sudah banyak disulap untuk kepentingan pribadi dan kelompok

“Gugatan kita ini dimaksudkan agar PT. SULI bisa bangkit kembali menjadi Perusahaan Swasta
Nasional yang sehat dan jadi kebanggaan Negara”, tegas Deddy. “Jangan di biarkan ulah
manajemen dan pemegang saham mayoritas yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab, kita
sebagai pemegang saham Publik minoritas akhirnya banyak dirugikan”, lanjut Deddy.

Awal mula penyebab gugatan pemeriksaan kepada SULI, menurut Deddy, sebenarnya karena
pada mulanya pemegang saham Publik Minoritas PT SULI ingin mengetahui penyebab kerugian
di PT SULI dan mau melihat buku laporan kinerja perusahaan. Karena tidak ada respon yang
baik dan benar, akhirnya tuntutan tersebut berlanjut ke pengadilan hingga kasasi MA. Bahkan
hingga kini sudah berlanjut kepada permasalahan perdata.

Publik tidak mengerti, kenapa kalau mereka ditanya, perusahaan rugi karena apa? jawaban
Direksi dalam RUPS dan RUPSLB, selalu saja karena perusahaan rugi karena dunia lagi krisis,
krisis terus dan terus, dari tahun 2008 hingga 2013.

Pemegang saham publik SULI berharap gugatan perdata yang sedang menunggu putusan PN
Jaksel ini kamis besok (7/11/2013) dapat menimbang niat baik penggugat agar keadilan itu dapat
dirasakan untuk kebaikan semua pemegang saham SULI

Deddy mempertanyakan Pemegang saham Majoritas, Pengendali PT. SULI, yaitu Samko timber
LTD di Singapore yang dimiliki oleh Sampoerna Strategic dan Hasan Sunarko melalui PT SGS,
yang berusaha dengan segala cara untuk menolak agar tidak dilakukan pemeriksaan tersebut.
Sampai-sampai mereka lakukan upaya kasasih ke MA agar tidak diperiksa, yang pada akhirnya
upaya mereka itu di tolak di MA.

“Kalau mereka tidak melakukan perbuatan kejahatan, kenapa harus keberatan untuk diperiksa?”,
ucap Deddy

Deddy melihat apa yang sudah dilakukan oleh manajemen SULI dan selalu disetujui dengan
voting oleh PT SGS, pemegang saham mayoritas/ Pengendali PT. SULI sebagai pelanggaran dan
perbuatan melawan hukum yang nyata dilakukan secara sistemik dan terstruktur untuk
mengambil hak Pemegang saham Publik.

Jelas-jelas SULI melakukan pelanggaran terhadap UU tentang Perusahaan Terbuka (PT), UU


pasar modal, UU Hukum Niaga, UU kehutanan dan yang paling penting sudah melanggar
Hukum Tuhan, karena di dalam hati dan pikiran mereka sudah ada rencana dan sudah
mengambil hak dan milik orang lain dengan cara diam- diam.

Sumalindo Lestari Jaya pantas digugat karena tidak transparan dan


akuntabel
Perusahaan publik yang tidak menerapkan asas transparansi dan akuntablitas publik akan rentan
terhadap konflik dan gugatan.
Gugatan dapat dilakukan oleh salah satu pemegang saham, termasuk pemegang saham publik
yang tidak puas atas semua informasi dan kinerja perusahaan yang dianggap dapat merugikan
saham milik masyarakat luas.
Pernyataan itu dilontarkan  pengamat ekonomi Yanuar Rizki, dan Indra Abidin Nasri dari
Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Publik, di Jakarta, Kamis (31/10). Kasus Seperti
diketahui, kasus sengketa antarpemegang saham terjadi di Bumi Plc dan PT Sumalindo Lestari
Jaya (SULI).

Kasus sengketa antarpemegang saham  itu bisa terjadi akibat masih lemahnya transparansi dan
akuntabilitas pihak perusahaan publik di pasar modal Indonesia. Padahal, transparansi dan
akuntabilitas perusahaan publik adalah persyaratan yang sangat penting untuk membangun good
coorporate governance, sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atas dana publik
yang diserap.

“Pasti akan rawan konflik dan bisa digugat oleh pemegang saham lainnya jika perusahaan publik
tidak transparan dan akuntabel,” ungkap Indra Abidin Nasri dari  Lembaga untuk Transparansi
dan Akuntabilitas Publik.  “Sumalindo yang sekarang digugat perdata materiil dan immateriil
sebesar Rp 18,7 Triliun di pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah contohnya.”

Menurut dia, sengketa antarpemegang saham harusnya tidak boleh sampai terjadi jika
perusahaan publik tersebut menerapkan transparansi dan asas akuntabilitas. Karena dianggap
tidak transparan, PT SULI  juga pernah digugat di pengadilan hingga ke tingkat  Mahkamah
Agung.  “Jadi, hati-hati emiten jika tidak transparan, bisa digugat seperti itu,” ujar Indra
mengingatkan.

Hal senada juga dilontarkan pengamat ekonomi dan pasar modal, Yanuar Rizky. Menurut dia, 
perusahaan terbuka bisa digugat dan disengeketakan oleh pemegang saham lainnya jika ada
ketidakpuasan atas manajemen dan kebijakan perusahaan.

“Boleh-boleh saja menggugat ke Pengadilan Niaga maupun Pengadilan Negeri, jika ke


Pengadilan Negeri, disamping perdata juga ada unsur pidana,” jelas Yanuar Rizky.  Ia
menambahkan, putusan pengadilan yang akan disidangkan nanti akan dilihat masyarakat apakah
adil atau tidak bagi kasus sengketa pemilik saham publik.

“Karena itu, persidangan sengketa di pengadilan ini penting juga untuk dicermati dan dipantau
oleh publik, agar pelajaran dan manfaatnya juga dapat dirasakan oleh publik,” cetus Yanuar.
 
Yanuar menegaskan menuntut dan memperkarakan kinerja perusahaan publik oleh pemegang
saham publik diperbolehkan, asalkan dengan bukti-bukti yang kuat. Kata dia, pengadilan
merupakan mediator yang bisa menjadi penengah yang adil dalam memutus sengketa para pihak.
“Kalau nuntut, nuntut apa saja boleh, tinggal menunggu pengadilan nanti memutuskan hasilnya
apa, kalau siapa yang dimenangkan dalam kasus ini, lihat saja di pengadilan,” tandasnya.

Sengketa antarpemegang saham sedang terjadi di PT SULI dan sedang bergulir di PN Jakarta
Selatan.  Deddy Hartawan Jamin selaku pemegang saham publik SULI melakukan gugatan
kepada 11 tergugat yaitu PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk (SULI), Amir Sunarko, David, Lee
Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro, Kadaryanto, Harbrinderjit Singh
Dillon, Husni Heron, PT Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa Penilai Publik Benny, Desmar
dan Rekan.

Gugatan dilakukan karena pemilik saham minoritas merasa dirugikan dan dipermainkan oleh
manajemen SULI yang dimiliki saham mayoritasnya. Manajemen PT SULI dianggap pemegang
saham publik mengabaikan asas-asas good coorporate governance, selain juga dianggap banyak
mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku.

Sengketa antarpemegang saham juga terjadi akibat adanya dugaan konflik kepentingan yang
terkait dengan para pemegang saham di PT Suli. Pihak penggugat menyebut jabatan direktur
utama dan presiden komisaris SULI adalah direktur utama dan komisaris utama di PT Sumber
Graha Sejahtera (SGS), perusahaan pemegang kendali saham mayoritas SULI.

Pihak penggugat juga menyebut mereka juga merangkap posisi direktur dan komisaris di Samko
Timber Limited di Singapura yang dimiliki oleh keluarga Sampoerna dan keluarga Hasan
Sunarko.
 
Diduga lakukan kriminalitas perusahaan, Sumalindo Digugat Bayar Rp 18,7
Triliun
Sidang sengketa pemegang saham PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk (SULI) kembali digelar di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2013). Sidang lanjutan itu telah sampai pada
tahap akhir kesimpulan dari masing-masing pihak, baik penggugat maupun tergugat, yang
diserahkan oleh pengacara.

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Soehartono akan menjatuhkan putusan perkara Kamis, 07
November 2013 mendatang sebagai akhir dari perselisihan yang melibatkan para pemegang
saham publik atau minoritas dengan pemegang saham mayoritas PT SULI.

Pengacara penggugat Deddy Hartawan Jamin, Danggur Konradus mengatakan pihaknya sangat
optimis gugatannya akan diterima hakim karena bukti, saksi dan fakta-fakta selama persidangan,
sangat mendukung dan meyakinkan terhadap semua gugatan.

“Kita menggugat direksi dan pemegang saham mayoritas karena mereka kita anggap telah
melakukan tindakan corporate crime atau kejahatan korporasi yang merugikan kami, pemegang
saham publik. Dan tidak ada itikad baik dari pihak mereka untuk menyelesaikan ini,” kata
Danggur melalui pesan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Danggur menjelaskan corporate crime yang dilakukan PT SULI terlihat dari beberapa bukti yang
telah diungkap di pengadilan. Seperti penjualan anak perusahaan PT SULI yaitu PT Sumalindo
Hutani Jaya (SHJ) yang melabrak prosedur dengan harga yang tidak wajar dan sangat murah.
Hal ini mengakibatkan kerugian PT SULI.

Selain itu, ia menambahkan praktek illegal logging yang sangat masif dan sistematis di area PT
SULI tidak tercatat dalam laporan keuangan juga menjadi bukti sangat penting terjadinya
corporate crime di PT SULI. Selain illegal logging, penambangan batubara secara besar-besaran
di area PT SHJ, perusahaan patungan antara SULI dan Inhutani I yang berlangsung sejak awal
tahun 2006 juga menjadi fakta yang sangat fatal karena semua aktifitas penambangan dan
keuntungannya tidak pernah dilaporkan dalam perusahaan.

Kesimpulan penggugat juga disebutkan bahwa coorporate crime tersebut sangat dimungkinkan
terjadi karena adanya konspirasi antar direksi dan para pemegang saham mayoritas yang terkait
dengan PT SULI.

“Konspirasi tersebut dapat dilakukan karena para pemegang saham di seputar PT SULI adalah
mereka yang semuanya memiliki hubungan kekeluargaan yang berpotensi terjadinya conflict of
interest,” jelas Danggur.

Ia menuturkan Presiden Direktur PT SULI pada tahun 2009 hingga sekarang adalah Amir
Sunarko dengan Komisaris Utama Ambran Sunarko (sebelum digantikan oleh Wijiasih
Cahyasasi, kakak kandung Ani Yudhoyono, pada tahun 2010). Aris Sunarko, Ambran Sunarko
dan Amir Sunarko adalah kakak beradik kandung. Di sisi lain, pemegang saham mayoritas PT
SULI adalah PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) yang pemegang saham dan direksinya
dikendalikan oleh Aris Sunarko yang juga kakak kandung dari Amir dan Ambran Sunarko.

“Fakta hubungan kekerabatan di antara direksi dan pengendali saham mayoritas PT SULI ini
sangat mempengaruhi semua kebijakan yang terjadi yang berorientasi kepada keuntungan
sepihak dan sesaat juga telah merugikan kepentingan pemegang saham minoritas atau publik,”
imbuh Danggur.

Salah satu contoh nyata, Ia menambahkan PT SGS tidak mau buku Sumalindo diperiksa dengan
berbagai alasan.

“Apa ruginya perusahaan diaudit oleh tim independen yang diminta oleh pemegang saham
Publik? Kenapa putusan Penetapan pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus
dikasasi ke MA?” tanya Danggur.

Sementara pengacara Wahyu Hargono menambahkan selain bukti, saksi-saksi, baik yang
diajukan penggugat maupun tergugat justru memberikan keterangan yang semakin memperkuat
gugatan kliennya.

“Seperti fakta material, potensi tegakan tanaman, penunjukan penilai, peta wilayah penambangan
di lahan PT SHJ, yang semua itu memperlihatkan secara nyata bahwa PT SULI melakukan
tindakan yang kita sebut corporate crime,” imbuh Wahyu.

Dengan bahasa lain, Ia menegaskan Direksi PT SULI telah merampok perusahaannya sendiri,
membuat rugi perusahaan sendiri, demi kepentingan dan keuntungan yang lebih besar, meski
harus merugikan pemegang saham publik.

“Karena itu, wajar dan sangat masuk akal jika kita menggugat ganti rugi, baik materil maupun
immateriil, senilai 18 triliun lebih dan penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar nilai
gugatan ganti rugi tersebut dikembalikan untuk kepentingan PT SULI,” jelasnya.
Menurutnya, tuntutan ganti rugi itu tidak seberapa dengan kerusakan corporate crime yang telah
ditimbulkan PT SULI.

“Angka ini belum seberapa bila dibandingkan dengan nilai keuntungan dari tindak corporate
crime yang mereka lakukan,” tukas Wahyu.

Pemegang Saham publik Sumalindo minta perusahaan kembalikan uang 18,7


Triliun
Jakarta – Pemegang saham publik Sumalindo Lestari Jaya (SULI) meminta pemegang saham
mayoritas untuk mengembalikan uang perusahaan sebesar 18,7 Triliun disebabkan kebijakan
divestasi, tidak transparansinya direksi hingga merugikan perusahaan. Demikian disampaikan
pengacara penggugat dalam persidangan di PN Jakarta Selatan (10/10/2013).

Danggur Konrandus, menjelaskan bahwa direksi bertanggung jawab penuh terhadap semua
kebijakan dan keputusan perusahaan, baik pidana maupun perdata. Pemegang saham mayoritas
yang mendukung direksi juga ikut bertanggung jawab secara tidak langsung. Bahkan, ada fakta
material yg disembunyikan oleh direksi dan komisaris pada waktu divestasi saham dan tidak
dibahas dalam RUPS.

Sidang sengketa antar pemegang saham PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk, kali ini tergugat X PT
Sumber Graha Sejahtera (milik Kel Sampoerna dan Kel Sunarko) menghadirkan saksi ahli Dr
Fulgensius Jimmy, SH, MH, MM dosen Universitas Parahyangan dan Tarumanegara.

Dalam keterangannya di persidangan, saksi menyebutkan bahwa pemegang saham minoritas


memiliki hak untuk menggugat keputusan yang dibuat pemegang saham mayoritas, jika
pemegang saham minoritas mencukupi sepersepuluh dari persentase kepemilikan saham,
sebagaimana diatur dalam UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jika ada indikasi
pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas yang bersifat pidana maupun
perdata, jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat, maka pemegang saham
minoritas berhak untuk mengajukan gugatan. Penjelasan saksi ahli ini seakan justru memperkuat
dan menguntungkan gugatan yang dilakukan penggugat karena memberikan alasan legal yang
sangat jelas akan hak dan kewenangan pemegang saham minoritas dalam konteks sengketa
terhadap pemegang saham mayoritas.

Menurut pengacara lainnya, Agustinus Dawarja, bahwa Pemegang saham minoritas berwenang
menggugat pemegang saham mayoritas dan direksi dan komisaris jika akibat perbuatan mereka
perseroan dirugikan. Ketika ketentuan pasal 3 ayat 2 UU No. 40 tahun 2007 terpenuhi maka
pemegang saham dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi melebihi kepemilikan
sahamnya.

Sebagaimana diketahui, Gugatan perdata pemegang saham publik PT SULI dilayangkan oleh
pemegang saham publik, Deddy Hartawan Jamin kepada 11 tergugat yaitu PT Sumalindo Lestari
Jaya, Tbk (SULI), Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan
Herliantosaputro, Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, PT Sumber Graha
Sejahtera, Kantor Jasa Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan.
Gugatan dilakukan karena pemilik saham minoritas SULI merasa dirugikan dan dipermainkan
oleh manajemen SULI yang dimiliki saham mayoritasnya oleh Putera Sampoerna dan Hasan
Sunarko. Manajemen PT SULI dianggap mengabaikan asas-asas good coorporate governance,
selain juga dianggap banyak mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku sehingga
merugikan banyak pihak.

Penggugat menuntut ganti rugi kepada tergugat, baik materiil maupun immateriil, senilai 18,7
Triliun. Jika gugatan ini dikabulkan, maka sesuai ketentuan pasal 180 HIR, pengadilan Jakarta
Selatan menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar
bij voorraad) meskipun ada bantahan, banding atau kasasi.

Deddy Hartawan Jamin menegaskan bahwa sebagai penggugat akan menjadikan ganti rugi
tersebut di atas untuk dikembalikan kepada rekening milik Tergugat 1 terhitung sejak
dibacakannya putusan Pengadilan Negeri, sebagai dana untuk memperbaiki manajemen dan
kinerja SULI. Dengan demikian, Deddy ingin menegaskan niat dan komitmennya untuk
perbaikan SULI, bukan kepentingan pribadi semata.

Sumalindo melakukan penyimpangan dengan menjual Murah Aset senilai $ 1


Miliar
Jakarta – Sumalindo Lestari Jaya (Suli) menjual Sumalindo Hutani Jaya (SHJ) pada 2009 dengan
harga murah pada perusahaan lain karena manajemen SULI tidak melakukan penghitungan
terhadap potensi volume tegakan pohon dan faktor koreksi  yang ada di lahan hutan SHJ.
Demikian disampaikan pengacara penggugat Danggur Konradus dalam persidangan lanjutan
gugatan perdata terhadap 11 tergugat PT Sumalindo Lestari Jaya yang dilaksanakan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (22/8/2013).

Penggugat menghadirkan saksi ahli Suwarno staf ahli kementerian kehutanan dan dosen IPB.
Menurut Suwarno, yang ahli dalam bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) yang membeberkan
tentang potensi volume tegakan di lahan Sumalindo dan factor koreksi di lahan Sumalindo
mempunyai potensi ekonomi. “Hutan bisa diduga potensi volume tegakan dari sekumpulan
pohon sehingga bisa diketahui volume kayu,” jelasnya.

Menurut saksi ahli Suwarno, rencana kerja usaha (RKU) harus baik agar pengelolaan hutan
tanaman industry (HTI) juga mendapatkan hasil yang baik. Patut diduga terjadi kesalahan dalam
perencanaan  pengelolaan kehutanan sehingga mengakibatkan kerugian. “Faktor koreksi, factor
produksi, factor eksploitasi bisa dilihat untuk melihat adanya pengelolaan kehutanan yang baik,”
tuturnya.

Majelis Hakim melihat adanya kemungkinan kesalahan perencanaan kehutanan jika dilihat dari
keterangan saksi ahli.

Menurut Danggur, sidang kali ini membuktikan bahwa ada kesalahan prosedur dalam penjualan
saham SHJ dengan harga yang murah. “Ada perkiraan potensi volume tegakan di hutan yang
tidak diperhitungkan. Padahal waktu itu lahan hutan juga mempunyai faktor koreksi yang tinggi
sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, seharusnya Sumalindo menjual SHJ lebih
mahal,” terang Danggur.
Danggur menambahkan bahwa terlihat jelas dalam persidangan, asset yang potensi nilainya USD
1 Miliar, dijual dengan harga USD 700.000 saja. Penjualan asset PT SHJ itu dilakukan dengan
cara dipaksakan oleh managemen PT Sumalindo yang mendapat dukungan Pemegang Saham
Pengendalinya PT SGS/PT Samko di Singapore (Sampoerna Strategic dan Hasan Sunarko
sekeluarga, ed). Banyak aturan dan prosedur yang dilanggar dan informasi yang tidak benar
diberikan kepada pemegang saham publik. “ada penyimpangan yg sudah direncanakan oleh
Management dan pemegang saham mayoritas PT SGS/ Samko (Group Sampoerna dan Kel
Hasan Sunarko)  yg berdomisili di Singapore, dengan memaksakan menjual asset perusahaan
yaitu PT SHJ dengan harga murah, sehingga tdk heran kalau perusahaan PT Sumalindo selalu
mengalami kerugian”, tegas Danggur

Seperti diberitakan sebelumnya, gugatan perdata yang dilakukan pemegang saham publik ini,
menurut penggugat bertujuan untuk mengembalikan milik perusahaan dan kejayaan PT
Sumalindo, yang telah banyak dicuri oleh managemen yang disetujui pemegang saham
pengendalinya dalam melakukan itu sehingga banyak pihak yang dirugikan.

Menurut pengacara penggugat lainnya, Wahyu Hargono, Pemegang saham publik menuntut
managemen Suli dan pemegang saham pengendalinya PT SGS/ PT Samko di Singapore agar
mengembalikan apa yang selama ini telah mereka ambil dari PT SULI demi keberlangsungan
dan kebangkitan perusahaan.

PT Sumalindo Lestari Jaya harus diperiksa


Jakarta– Keputusan MA yang menolak permohonan kasasi Perseroan yang tertera dalam Putusan
MA No. 3017 K/PDT/2011 pada 12 September 2012 adalah keputusan final yang sudah
seharusnya mengikat kepada semua pihak. Keputusan MA tersebut sudah tertuang dalam website
resmi MA yang dapat diakses oleh para pihak yang berperkara. Demikian kesimpulan yang
disampaikan Humas MA ketika ditemui hari ini (4/3/2013).

Dengan demikian keputusan divestasi Sumalindo Alam Lestari (SAL) dalam Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) 20 Februari 2013 lalu dianggap melampaui  putusan
MA sekaligus dapat dianggap SULI tidak memiliki niat baik untuk mematuhi aturan hukum yang
telah ditetapkan oleh MA.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya PT SULI menggelar RUPS Luar Biasa pada 20 Februari
2013 dengan hasil keputusan untuk divestasi anak perusahaannya, PT SAL, dalam rangka untuk
menutup hutang dan menambah modal kerja perusahaan. Keputusan ini dianggap oleh pemegang
saham minoritas, Danggur Konradus, sebagai cacat hukum dan melanggar putusan Mahkamah
Agung.

Kasus ini berawal pada tanggal 28 April 2011, PN Jaksel telah memerintahkan ahli bidang audit
akutansi dan keuangan yaitu Kantor Akuntan PUblik Tanudireja, Wibisana dan Rekan (Price
Waterhouse Coopers) dan ahli bidang industri kehutanan yaitu Program Magister Bisnis Institut
Pertanian Bogor untuk memerika PT Sumalindo Lestari Jaya melalui Penetapan
No.38/PDT.P/2011/PN.Jak.Sel.
Manajemen SULI tidak menerima pemeriksaan dan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung
pada Pada 9 Mei 2011. MA telah memutuskan menolak permohonan kasasi Perseroan yang
tertera dalam Putusan MA No. 3017 K/PDT/2011 pada 12 September 2012.

“Dengan penolakan permohonan Kasasi oleh MA, maka Perseroan sudah pasti akan diperiksa
termasuk salah satunya adalah anak perusahaan Sumalindo Alam Lestari (SAL). Seharusnya
RUPSLB tidak dilanjutkan, karena harus ada pemeriksaan kepada Perusahaan. Kenapa akhirnya
SAL dijual?, ini mencurigakan” jelas Danggur.

Menurut Danggur bahwa informasi yang dimuat di website Mahkamah Agung adalah informasi
resmi sehingga data-data yang sudah dipublikasikan melalui website tersebut tidak akan berubah
dan karenanya informasi mengenai kasasi dari PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI) yang ditolak
Mahkamah Agung juga tidak dapat berubah. Ini artinya, lanjut Danggur, menurut hukum,
penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 738/PDT.P/PN.Jak.Sel wajib dilaksanakan.

Selain itu, asas keterbukaan informasi yang dianut perusahaan terbuka menjadi sangat penting
bagi para investor terutama pemegang saham publik. “Informasi yang dimuat dalam website
tersebut menjadi bahan pertimbangan bagi direksi perseroan untuk menentukan langkah-langkah
tindakan hukum. Sehingga RUPSLB pada 20 Februari 2013 menjadi cacat hukum,” terang
Danggur.

Di lain pihak, pengacara PT SULI, Otto Hasibuan belum menerima keputusan MA tersebut
karena baru tertuang dalam website MA. Otto mengatakan bahwa surat keputusan MA tersebut
belum dapat diterimanya dan keputusan yang ada dalam website belum dapat dijadikan sebagai
bukti untuk dilakukanya keputusan pengadilan. ““Saya berpandangan keputusan belum final,
karena kami belum menerima surat keputusan dari MA, baru termuat dalam website”, pungkas
Otto.

SULI menabrak Hukum dan Lecehkan Keputusan Mahkamah Agung


Jakarta – Manajemen PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI) menabrak hukum dan melecehkan
keputusan Mahkamah Agung terkait larangan penjualan seluruh saham anak perusahaan
Sumalindo Alam Lestari (SAL) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di
Balai Kartika Jakarta hari ini. Pemilik saham minoritas PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI)
menolak hasil RUPSLB tersebut dan akan membawa kasus ini melalui jalur hukum.
“Kami menolak keputusan RUPSLB PT SuLI karena cacat hukum, menabrak hukum dan
melecehkan keputusan MA,” jelas pemegang saham publik, Deddy Hartawan Jamin dan
Danggur Kondradus di Hotel Atlet Century Park Jakarta setelah menghadiri RUPS LB
(20/2/2013).

Menanggapi keputusan RUPSLB yang telah menyepakati penjualan seluruh saham SAL,
Danggur berjanji akan membawa keputusan ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTUN) untuk dilakukan pembatalan, dan meminta ahli untuk memeriksa PT SULI.
“Kami akan membawa ke PTUN dan Pengadilan TInggi untuk menyelesaikan permasalahan
Divestasi dalam RUPS LB hari ini,” terang Danggur.
Sebagaimana diketahui, pemegang saham minoritas beberapa waktu lalu mempertanyakan dan
menggugat manajemen PT SULI ke pengadilan karena beberapa tindakan perusahaan dianggap
merugikan perusahaan serta diduga kuat ada kesengajaan untuk merugikan perusahaan.

Keputusan Mahkamah Agung agar SULI mengadakan audit sebelum melakukan divestasi dan
sudah dimuat di website Mahkamah Agung seolah diabaikan oleh pihak manajemen SULI.
“Kami sudah berikan bukti keputusan Mahkamah Agung yang sudah dipasang di website ke
RUPS, namun pihak manajemen hanya melihat dan mempertimbangkannya. Kenapa SULI telah
banyak menjual anak perusahaannya namun masih tetap merugi dan perlu untuk menjual
kembali anak perusahaannya?” Jelas Danggur.

Pemegang saham minoritas (publik) berharap OJK berkomitmen untuk melindungi pemegang
saham public dari kediktatoran pemegang saham mayoritas. RUPS LB ini dilakukan pada saat
proses hukum masih membelit PT SULI terkait inbreng saham kepada anak perusahaan SAL dan
penjualan Hutan Tanaman Industri kepada Tjiwi Kimia.

Pengadilan negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Deddy Hartawan Jamin dan
memerintahkan kepada ahli bidang audit akutansi dan keuangan yaitu kantor Akuntan Publik
Tanudiredja, Wibisana, dan rekan (Price Waterhouse Coopers) dan ahli bidang industri
kehutanan yaitu program Magister Bisnis Institute Pertanian Bogor untuk memeriksa perseroan
melalui penetapan No. 38/PDT.P/2011/PN Jaksel. Keputusan pengadilan negeri Jakarta selatan
ini kemudian diperkuat oleh keputusan Mahkamah Agung dengan amar putusan yaitu menolak
permohonan kasasi perseroan.

Gugatan terhadap PT Sumalindo Lestari Jaya mulai disidangkan


Jakarta – Sidang gugatan perdata terhadap 11 tergugat terkait PT Sumalindo Lestari Jaya
dilaksankan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini(31/1/2013). Majelis hakim menunda
persidangan sampai tanggal 14 Februari karena mayoritas para pihak tergugat tidak ada yang
hadir di persidangan.

Sidang sengketa bisnis  konglomerat yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hartoyo ini
melibatkan keluarga Putra Sampoerna dan keluarga Hasan Sunarko yg digugat oleh Deddy
Hartawan Jamin terkait dengan pengelolaan PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI).

Menurut pengacara Deddy Hartawan Jamin, Wahyu Hargono, gugatan dilakukan karena Deddy
Hartawan Jamin yang pemilik saham minoritas SULI merasa dirugikan dan dipermainkan oleh
manajemen SULI yg dimiliki saham mayoritasnya oleh Putra Sampoerna dan Hasan Sunarko.

Para tergugat, sambung Wahyu, melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan
kesalahan prosedur dalam penjualan saham Suli kepada Pabrik Tjiwi Kimia.

Kesalahan-kesalahan para tergugat juga berkaitan dengan kesalahan prosedur  dalam


penjualan/pengalihan  surat hutang tanpa bunga atau zero coupon bond kepada Marshall
Enterprise  (MEL) tanpa melalui prosedur  hukum yang benar sehingga mengakibatkan kerugian
bagi penggugat.
Selain itu, tergugat juga dianggap melakukan kesalahan prosedur para tergugat dalam
mengajukan permohonan persetujuan pengalihan saham kepada Menteri kehutanan tanpa
didahului persetujuan RUPS Sumalindo (SULI) dan atas dasar dokumen palsu yang
mengakibatkan kerugian bagi Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat.

Wahyu melanjutkan, ada perbuatan melawan hukum para tergugat dalam pengelolaan Perseroan
tanpa melalui Tata kelola perusahaan yang baik dan benar yang merugikan penggugat.
Adanya ketertutupan informasi oleh pihak direksi dan manajemen Sumalindo terhadap transaksi
afiliasi berupa inbreng aset tergugat pada PT Sumalindo Alam Lestari anak perusahaan SULI
juga merupakan perbuatan melawan hukum dan merugikan penggugat.

Tindakan para tergugat ini telah memenuhi syarat-syarat suatu perbuatan melawan hukum seperti
melanggar hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum, melanggar
kesusilaan, bertentangan dengan azas kepatutan yang berlaku dan lalulintas masyarakat terhadap
diri atau barang orang lain sesuai putusan Hoge Raad Belanda tanggal 31 Januari 1919.

Akibatnya, Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat mengalami Kerugian berupa materi
maupun immateri  sehingga menuntut agar PT Sumalindo Lestari Jaya melakukan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk mengganti seluruh Dewan Direksi dan Dewan
Komisaris untuk menghindari kerugian terhadap Perseroan.

Para tergugat harus dihukum membayar uang paksa (dwangsom), denda keterlambatan, bunga
keterlambatan akibat perbutan melawan hukum para tergugat sebesar Rp. 1,7 Triliun dan
kerugian immateri sebesar Rp. 10 Triliun. Bunga keterlambatan 6% pertahun dari material dan
immaterial apabila terlambat membayar ganti rugi material dan immaterial tersebut.  Sesuai
ketentuan pasal 180 HIR, pengadilan Jakarta Selatan menyatakan putusan dalam perkara ini
dapat dilaksanakan terlebih daulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada bantahan, banding
atau kasasi.

Menariknya, Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat menjadikan ganti rugi immateri tersebut
di atas untuk dikembalikan kepada rekening milik tergugat 1 (PT Sumalindo Lestari Jaya)
terhitung sejak dibacakannya putusan Pengadilan Negeri, sebagai dana untuk memperbaiki
manajemen dan kinerja SULI.

Dengan demikian, Deddy ingin menegaskan niat dan komitmennya untuk perbaikan SULI,
bukan kepentingan pribadi semata.

Anda mungkin juga menyukai