Anda di halaman 1dari 3

Nama : Suhendri

NIM : 2222105209
Kelas : 2TIO2

Kasus Pelanggaran Hak Cipta Film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!"

Pada tahun 2016, terjadi kasus pelanggaran hak cipta film "Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Boss!". Film tersebut diproduksi oleh Falcon Pictures dan dibintangi oleh
Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian, dan Tora Sudiro. Film tersebut merupakan
reboot dari film "Warkop DKI" yang populer di era 1980-an.

Lembaga Warkop DKI selaku pemilik hak cipta atas film "Warkop DKI" merasa
bahwa film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!" telah melanggar hak cipta
mereka. Hal ini dikarenakan film tersebut menggunakan nama, karakter, dan
materi lainnya dari film "Warkop DKI" tanpa izin dari Lembaga Warkop DKI.

Lembaga Warkop DKI kemudian melaporkan kasus tersebut ke Direktorat


Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM. DJKI
melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa Lembaga Warkop DKI memiliki
hak cipta atas film "Warkop DKI".

Pada tanggal 11 April 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan


putusan terhadap kasus tersebut. PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa film
"Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!" telah melanggar hak cipta Lembaga
Warkop DKI. PN Jakarta Pusat juga memerintahkan Falcon Pictures untuk
membayar ganti rugi kepada Lembaga Warkop DKI sebesar Rp1 miliar.

Falcon Pictures kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun,


pada tanggal 9 Agustus 2017, Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan
PN Jakarta Pusat. PT Jakarta juga memerintahkan Falcon Pictures untuk
membayar biaya perkara sebesar Rp20 juta.
Kasus pelanggaran hak cipta film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!" ini
menjadi salah satu kasus pelanggaran hak cipta yang cukup ramai dibicarakan di
Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta dapat diproses
secara hukum dan pelaku pelanggaran dapat dikenakan sanksi.

● Penjelasan Kasus

Dalam kasus ini, Falcon Pictures terbukti melanggar hak cipta film "Warkop DKI"
karena menggunakan nama, karakter, dan materi lainnya dari film tersebut tanpa
izin dari Lembaga Warkop DKI.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC),


hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kasus ini, Lembaga Warkop DKI telah mendaftarkan film "Warkop DKI" ke
DJKI. Hal ini menunjukkan bahwa film tersebut telah dilindungi oleh hak cipta.
Oleh karena itu, Falcon Pictures tidak berhak untuk menggunakan film tersebut
tanpa izin dari Lembaga Warkop DKI.

● Putusan Pengadilan

Pada tanggal 11 April 2017, PN Jakarta Pusat mengeluarkan putusan terhadap


kasus tersebut. PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa film "Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Boss!" telah melanggar hak cipta Lembaga Warkop DKI. PN Jakarta
Pusat juga memerintahkan Falcon Pictures untuk membayar ganti rugi kepada
Lembaga Warkop DKI sebesar Rp1 miliar.

Putusan PN Jakarta Pusat kemudian dikuatkan oleh PT Jakarta pada tanggal 9


Agustus 2017. PT Jakarta juga memerintahkan Falcon Pictures untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp20 juta.

Putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta dapat


diproses secara hukum dan pelaku pelanggaran dapat dikenakan sanksi. Dalam
kasus ini, Falcon Pictures dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp1
miliar kepada Lembaga Warkop DKI.

● Pesan Moral

Kasus pelanggaran hak cipta film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!" ini dapat
menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat perlu memahami
pentingnya hak cipta dan menghindari pelanggaran hak cipta. Pelanggaran hak
cipta dapat merugikan pencipta dan dapat diproses secara hukum.

Selain kasus pelanggaran hak cipta lagu dan film, terdapat beberapa kasus
pelanggaran hak cipta lainnya di Indonesia, seperti:

➢ Pelanggaran hak cipta buku, seperti kasus pelanggaran hak cipta buku
"Sang Pemimpi" karya Andrea Hirata oleh penerbit Elex Media
Komputindo.
➢ Pelanggaran hak cipta karya seni, seperti kasus pelanggaran hak cipta
lukisan "Mona Lisa" oleh Leonardo da Vinci oleh seniman asal Indonesia,
Heri Purnomo.
➢ Pelanggaran hak cipta karya desain, seperti kasus pelanggaran hak cipta
logo "Tugu Selamat Datang" oleh Grand Indonesia.

Pelanggaran hak cipta dapat merugikan pencipta dan dapat diproses secara
hukum. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami pentingnya hak cipta dan
menghindari pelanggaran hak cipta.

Anda mungkin juga menyukai