Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS KASUS

PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJ


IBAN WARGA NEGARA

AULIA DHIYA IZZATI


XII MIPA 3

TAHUN AJARAN 2022-2023


KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA

I. Kronologi kasus

Gugatan pelanggaran hak cipta awalnya dilayangkan oleh ahli waris Henk Ngantung pada 30
Juni 2020. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 35/Pdt.Sus-HKI/ Hak Cipta/2020/PN
Jkt.Pst. Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau dikenal dengan nama Henk Ngantung adalah
seniman dan Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965. Henk Ngantung membuat sketsa
tugu sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan pada 1962. Sketsa itu
direalisasikan dalam bentuk patung di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan diberi nama Tugu
Selamat Datang. Sedangkan, mal Grand Indonesia baru didirikan dan dibuka di dekat
Bundaran HI pada 2007 lalu. Grand Indonesia kemudian menggunakan sketsa Tugu Selamat
Datang sebagai logo mal itu.

II. Analisis kasus

Hak cipta menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(UU Hak Cipta), pengertian hak cipta sendiri adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Untuk informasi, Henk Ngantung adalah seniman dan Gubernur Jakarta 1964-1965. Henk
Ngantung membuat sketsa tugu sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan
pada 1962. Sketsa itu direalisasikan dalam bentuk patung di Bundaran Hotel Indonesia.
Sketsa itu akhirnya diberi nama Tugu Selamat Datang.

Sketsa itu dilindungi Pasal 40 huruf f UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Di sisi
lain, sketsa itu telah mendapatkan Sertifikat Hak Cipta Nomor 46190 yang dikeluarkan
Kemenkum HAM. Adapun logo Tugu Selamat Datang mulai dipakai Grand Indonesia sejak
2004.

Pelanggaran Hak Cipta sendiri rawan terjadi di Indonesia. Menjelang awal tahun 2021 Mal
Grand Indonesia dinyatakan harus mengganti kerugian sebesar Rp 1 Miliar oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini dikarenakan Mal Grand Indonesia tanpa
seizin pemegang Hak Cipta, yaitu ahli waris Henk Ngantung yang memiliki hak atas sketsa
tugu selamat datang yang dijadikan logo Mal Grand Indonesia. Henk Ngantung sendiri
adalah seniman dan mantan Gubernur Jakarta pada tahun 1964-1965, dan sketsa tersebut
dibuat oleh Henk Ngantung pada tahun 1962. Sementara sketsa tersebut sudah
mendapatkan Sertifikat Hak Cipta Nomor 46190 dari Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam kasus ini Mal Grand Indonesia menurut pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta, dijelaskan ada
beberapa karya perlindungannya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung
selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1
Januari tahun berikutnya. Ciptaan tersebut antara lain adalah:

 Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;


 Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
 Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
 Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
 Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
 Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni
pahat, patung, atau kolase;
 Karya arsitektur;
 Peta; dan
 Karya seni batik atau seni motif lain.

Menurut ketentuan pasal diatas jika dihitung dari pembuatannya saja seharusnya Hak Cipta
pada hari ini perlindungan terhadap Hak Cipta tersebut masih berlaku

Seperti yang sudah dijelaskan diatas meski Hak Cipta timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif, namun sangat penting bagi pencipta untuk selalu mendaftarkan
ciptaannya. Hal tersebut sebagai alat pembuktian jika suatu ciptaan merupakan ciptaan
orang tertentu. Apabila ciptaan tersebut tidak didaftarkan, jika ada pihak lain yang memakai
ciptaan seseorang tanpa izin maka akan sangat merugikan orang tersebut jika tidak ada bukti
bahwa hak ciptanya dilindungi oleh negara untuk menggugat pihak yang menggunakan
ciptaan tersebut tanpa izin.

Telah dijelaskan juga pada penjelasan pasal 4 UU Hak Cipta, bahwa yang dimaksud hak
eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain
yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Dengan kata lain, pemegang
hak cipta mempunyai hak untuk memanfaatkan ciptaannya dan mempunyai hak untuk
melarang pihak lain untuk menggunakan ciptaannya.

Untuk ketentuan pidana juga diatur sebagai mana pada pasal 113 yang pada ayat (2) dan (3)
berbunyi:

“(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dalam pasal tersebut, ayat (2) mengatur mengenai pelanggaran terhadap hak ekonomi
pencipta yang merupakan hak untuk penerjemahan ciptaan, pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pertunjukan ciptaan, dan komunikasi
ciptaan. Untuk ayat (3) sendiri merupakan sanksi pelanggaran terhadap hak ekonomi
pencipta yang merupakan hak untuk penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala
bentuknya, pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan pengumuman ciptaan.

Dalam kasus Mal Grand Indonesia dapat dipahami bahwa seharusnya dalam proses
penggantian logo harus betul-betul memperhatikan setiap elemen dari logo tersebut.
Sehingga kesalahan serupa yang seharusnya dalam pembuatan logo membawa keuntungan
malah membawa kerugian bagi pelaku usaha.

Majelis hakim yang diketuai Agung Suhendro pun memutuskan almarhum Henk Ngantung
sebagai pencipta sketsa Tugu Selamat Datang dan ahli warisnya sebagai pemegang hak cipta
atas sketsa Tugu Selamat Datang. Hal itu sesuai Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia cq Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nomor HKI.2-
KI.01.01-193 tertanggal 25 Oktober 2019 tentang percatatan pengalihan hak atas ciptaan
tercatat nomor 46190.

"Menyatakan bahwa tergugat (Grand Indonesia) telah melanggar hak ekonomi penggugat
atas ciptaan sketsa/gambar 'Tugu Selamat Datang' dengan mendaftarkan dan/atau
menggunakan logo Grand Indonesia yang menyerupai bentuk sketsa 'Tugu Selamat Datang',"
demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari situs web resmi PN Jakarta Pusat, Rabu
(20/1/2021).

Putusan tersebut diketok dalam sidang putusan 2 Desember 2020. "Menghukum tergugat
untuk membayar kerugian materiil yang dialami penggugat atas penggunaan logo Grand
Indonesia sebesar Rp 1 miliar yang dibayarkan secara penuh dan sekaligus setelah putusan
dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap."

“Yang paling penting dari kegiatan ini adalah bagaimana kita membangun kepedulian dari
pengelola usaha baik itu tenant maupun pengelola mall agar tidak menjual barang-barang 
palsu yang melanggar kekayaan intelektual,” ujar Ahmad Rifadi selaku Koordinator
Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa DJKI pada Rabu, 13 April 2022.

“Kami juga tidak ingin brand kami Podomoro jatuh juga karena hal itu. Kami juga sudah
melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masuknya barang palsu di tempat kami,”
kata Mustaf sebagai General Affair Deli Park Mall.

Sementara itu, kegiatan Sertifikasi Mall merupakan salah satu program unggulan DJKI di
2022. Sepanjang tahun ini, DJKI akan mengunjungi dan memberikan edukasi pada mal-mal di
seluruh Indonesia.

PANDANGAN TERHADAP KASUS

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan. Norma- norma
yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagi peraturan yang ditaati.
Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang
tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus
diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu negara.
Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati. Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai
yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan . Jadi, menurut saya hasil akhir dari kasus ini telah berd
asar dengan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
https://news.detik.com/berita/d-5342325/duduk-perkara-tugu-selamat-datang-
berujung-denda-ke-grand-indonesia

https://news.detik.com/berita/d-5342325/duduk-perkara-tugu-selamat-datang-
berujung-denda-ke-grand-indonesia

http://scholar.unand.ac.id/62264/2/Bab%20I.pdf

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/21/09002811/kronologi-gugatan-
terhadap-grand-indonesia-hingga-dihukum-bayar-denda-rp?page=all

https://legal2us.com/waspada-hak-cipta-belajar-dari-kasus-mal-grand-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai