Anda di halaman 1dari 8

Hak Kekayaan Intelektual : Hak Paten

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa
digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya[1]. Istilah atau
terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang
pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik
disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. [2] Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak,
Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Kumpulan Artikel Hak Kekayaan Intelektual


Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi,
pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. [4] Objek yang
diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia [5] Sistem HKI
merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya
intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain
dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain
terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan
masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem
dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau
karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan
masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih
lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi [6]

Teori Hak Kekayaan Intelektual


Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya,
Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak
manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang
disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia [7]

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia


 Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840.
Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada
tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten
tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-
Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888,
anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the
Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942
sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan
dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda
tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor
Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
 Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan
nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang
mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri
Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
 Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai
berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang
tiruan/bajakan.

1
 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property
(Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam
Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
 Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk
menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk
mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan
sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
 Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986
Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal
dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang
HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi
pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12
Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
 Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak
Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang
merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan,
Departemen Kehakiman.
 Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya
disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989
mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1
April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
 Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay
Round of Multilateral Trade Negotiations , yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Persetujuan TRIPS).
 Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak
Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
 Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu.
 Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun
2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun
2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif
satu tahun sejak di undangkannya.
 Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai
berlaku efektif sejak tahun 2004.

Ruang Lingkup HKI

Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hak Cipta (Copyrights)


2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :

 Paten (Patent)
 Desain Industri (Industrial Design)
 Merek (Trademark)
 Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
 Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
 Rahasia dagang (Trade secret)

2
 Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)

Sifat Hukum HKI


Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di
masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di
Indonesia.

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual


Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang
pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual [9]

Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual


 Warganegara Indonesia
 Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
 Berijazah Sarjana S1
 Menguasai Bahasa Inggris
 Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
 Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

3
Paten

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang
tersebut, adalah):
 Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
 Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan
ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk
pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang
memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten
mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor
mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus
melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

Hukum yang mengatur


Saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hukum paten. Antara lain, WTO Perjanjian
TRIPs yang diikuti hampir semua negara.
Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi tertentu. Dengan demikian, untuk
mendapatkan perlindungan paten di beberapa negara atau wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten di
masing-masing negara atau wilayah tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang dapat mengajukan satu aplikasi paten
ke Kantor Paten Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan mendapatkan multiple paten (hingga 36 paten,
masing-masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku di seluruh wilayah Eropa.

Subjek yang dapat dipatenkan


Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang
diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software),
teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-
obatan, DNA, RNA, dan sebagainya. Khusus Sel punca embrionik manusia (human embryonic stem atau hES) tidak
bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat
dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial.
Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk software dan metode bisnis,
sementara di Eropa, software dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software
masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan,
teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara,
terdapat perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat, metode
bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam prakteknya. Mengingat sesuai prinsip
sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada
koleganya. Sehingga pada tahun 1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates mengajukan nota
keberatan terhadap aplikasi paten ini.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya),
mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu
perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat
diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat

4
dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat
perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas
agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan,
yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan,
kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

Istilah - Istilah dalam Paten


 Invensi
Adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi,
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
 Inventor atau pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang
terdaftar dalam daftar umum paten.
 Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang
tanpa persetujuannya :
a. Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan
untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
b. Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan
tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
- Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
- Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
- Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang
paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.

 Pengajuan Permohonan Paten


Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Paten.
 Sistem First to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan
permohonan dianggap sebagai pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
 Kapan sebaiknya permohonan Paten diajukan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat sistem Paten Indonesia menganut sistem
First to File. Akan tetapi pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan atau
mengungkapkan penemuan tersebut.
 Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan permohonan Paten ?
a. Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu
dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang
akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara
invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.
b. Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang
akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
c. Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan
teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak
ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari
biaya pengajuan permohonan Paten.

Aplikasi

5
Paten dimohon dengan mengisi permohonan Paten bertulis di kantor yang berkait. Pemohonan berisi penjelasan
bagaimana cara untuk membuat dan memakai penemuan dan, di bawah beberapa perundangan, jika tidak jelas,
kegunaan penemuan. Permohonan paten juga mungkin harus terdiri dari "klaim". Klaim menegaskan penemuan dan
perwujudan untuk yang pelamar ingin hak-hak jelas.
Untuk paten untuk diberi, itu akan menerima efek hukum, permohonan jelas harus memenuhi syarat hukum
berhubungan ke patentability. Apabila patent penggunaan sudah berasah, kebanyakan kantor paten memeriksa
permohonan untuk memenuhi dengan undang-undang Patentability yang relevan. Jika permohonan tidak memenuhi
syarat, penolakan biasanya dikembalikan kepada pelamar atau agen pematen mereka, yang bisa menanggapi
keberatan untuk mencoba mengatasi mereka dan mendapatkan dana bantuan paten.
Setelah diberi paten, ianya subyek di kebanyakan negara untuk biaya maintenance, secara umum diperbaharui setiap
tahun, AS yang menjadi pengecualian penting.
Dalam Egbert v. Lippmann,104 U. S. 333 (1881) (the "korset kasus"), Mahkamah Agung Amerika Serikat memperkokoh
keputusan bahwa seorang penemu yang sudah "benar-benar memikirkan hak-haknya selama sebelas tahun" dengan
tidak melamar paten tidak bisa mendapatkan sesuatu paten pada waktu itu. Keputusan ini ditetapkan sebagai aturan
35. yang menghalang seorang penemu dari mendapatkan paten jika penemuan sudah di guna oleh publik selama lebih
dari satu tahun sebelum memohon paten.
Syarat hasil temuan yang akan dipatenkan di Indonesia adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya),
mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu
perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat
diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat
dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat
perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas
agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan,
yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan,
kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

Pengaturan Hak Paten dalam Undang-Undang


Untuk melindungi paten, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten melalui Lembaran Negara Nomor 39 Tahun 1989, selanjutnya disebut Undang-Undang Paten. Undang-
undang ini merupakan produk pembangunan nasional di bidang hukum yang bertujuan melindungi paten sebagai hak
kekayaan intelaktual atas penemuan di bidang teknologi. Jika ada orang tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap
hak pemegang paten, dia dapat dipidana penjara dan denda karena melakukan kejahatan.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, arus globalisasi bidang kehidupan, dan konvensi
internasional, maka sudah waktunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten diubah dan disempurnakan.
Pada tanggal 7 Mei 1997 melalui Lembaran Negara Nomor 30 Tahun 1997 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.

Sifat Hukum Paten


1.    Benda Bergerak Immaterial
Undang-undang menganggap paten sebagai benda bergerak immaterial yang termasuk dalam kelompok Hak
Kekayaan Intelektual (intellectualproperty rights ). Paten adalah hak atas karya intelektual yang diakui sebagai hak milik
yang sifatnya tidak berwujud. Sebagai benda bergerak , paten dapat beralih atau dialihkan seluruh atau sebagian
karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan (Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Paten 2001).
Peralihan paten karena pewarisan terjadi secara otomatis karena ketentuan hukum waris. Jadi, tanpa memerlukan akta
notaris lebih dahulu sebab pewaris yang sudah meninggal dunia tidak mungkin dapat membuat akta peralihan di muka
notaris. Akan  tetapi, pengalihan paten cara lainnya dilakukan dengan akta notaris karena orang yang mengalihkan
paten masih hidup.
2.    Tidak Dapat Disita/Dirampas
Walaupun paten termasuk benda bergerak, dia tidak dapat disita atau dirampas. Alasannya paten itu adalah Hak
Kekayaan Intelektual yang bersifat pribadi dan manunggal dengan dengan diri inventornya. Perampasan atau penyitaan
paten oleh negara tidak dianut dalam Undang-Undang Paten. Akan tetapi, penggunaan paten bukan berarti tanpa
batas. Seperti hak milik lainnya, paten juga memiliki fungsi sosial, yaitu dibatasi oleh jangka waktu tertentu wajib
6
dilaksanakan atau digunakan di Indonesia, dibatasi oleh izin Presiden jika paten tidak dilaksanakan dala jangka waktu
tertentu, atau jika pemerintah menganggap paten itu penting untuk penyelenggaraan pertahanan keamanan negara,
maka pemerintah dapat melaksakannya sendiri. Semuanya itu harus didasarkan pada ketentuan yang adil, yaitu harus
sepengetahuan  pemegang paten dengan imbalan yang wajar.
3.    Paten Diberikan Oleh Negara
Paten diberikan oleh negara apabila diminta oleh inventor, baik orang atau badan hukum yang berhak atas invensi itu.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang tekonologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya itu, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.

Pengalihan Paten
Paten adalah hak kekayaan intelektual yang bersifat bergerak dan tidak berwujud dan mengandung nilai eonomi. Jadi,
paten dapat beralih kepada pihak lain, baik secara biasa maupun lisensi.
a.    Karena Pewarisan atau Perjanjian :
Menurut Pasal 66 Undang-Undang Paten 2001, paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian
karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
b.    Karena Pemberian Lisensi :
Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasar perjanjian lisensi untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16. Kecuali jika diperjanjikan lain, lingup lisensi meliputi semua perbuatan
dalam Pasal 16, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik
Indonesia (Pasal 69 Undang-Undang Paten 2001).

Pembatalan Paten dan Akibat Hukumnya


Undang-Undang Paten mengatur 3 jenis pembatalan paten yaitu :
a.    Batal Demi Hukum
Paten dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan
dalam jangka waktu yang ditentukan (Pasal 88 Undang-Undang Paten 2001). Paten yang batal demi hukum
diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada pemegang paten serta penerima lisensi dan mulai berlaku
sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
b.    Pembatalan Karena Permohonan
Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan pemegang paten yang
diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Pembatalan paten tidak dapat dilakukan jika penerima lisensi tidak
memberi persetujuan tertulis yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.
c.    Pembatalan Karena Gugatan
Menurut Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Paten 2001, gugatan pembatalan paten dapat dilakukan bila :
·      Paten tersebut menurut ketentuan Pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan.
·      Paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama
berdasarkan undang-undang ini.
·      Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan
dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pemberian lisensi
wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi
wajib.
Gugatan pembatalan karena alasan :
·      Ketentuan pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang paten melalui Pengadilan
Negara.
·      Paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain dapat diajukan oleh pemegang
paten atau pemegang lisensi kepada Pengadilan Negara agar paten lain yang sama dengan patennya dibatalkan.
·      Pemberian lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan
dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dapat diajukan oleh jaksa terhadap pemegang paten atau
penerima lisensi wajib kepada Pengadilan Niaga (Pasal 91 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 Undang-Undang Paten 2001).
Isi putusan Pengadilan Niaga tentang pembatalan paten disampaikan ke Direktorat Jenderal paling lama 14 hari sejak
putusan diucapkan. Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan putusan tentang pembatalan paten tersebut.
Pemegang lisensi paten yang dibatalkan karena alasan sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada orang lain
untuk penemuan yang
7
sama tetap berhak melaksanakan lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian lisensi

Anda mungkin juga menyukai