Artikel ke-1
“Hak ekslusif yang diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya di
bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk
melaksanakannya.”
Pada kasus tersebut, tahun 1990 sock adaptor yang menjadi sengketa
dibuat oleh Rimba dan Sugihartono yang bekerja pada PT. perusahaan Gas
Negara Tbk (persero) (selanjutnya disingkat PGN) atas perintah dari direksi
perusahaan tersebut, pada saat itu Rimba memiliki posisi sebagai Kepala
Pelaksana Teknis Proyek Pemjadig, dan Sugirhartono bertugas untuk
membuat desain dan gambar sock adaptor. Apabila dikaitkan dengan aspek
HKI, pada Pasal 12 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten yang mengatakan bahwa:
“Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu invensi yang dihasilkan
dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang memberikan pekrjaan
tersebut, kecuali diperjanjikan lain.”
Pada Tahun 2006 dimana Rimba telah keluar dari PGN, dia
mendaftarkan sock adaptor yang diakui sebagai ciptaannya kepada Ditjen
HKI yang telah disahkan melalui tahap-tahap sampai dengan pengumuman
pendaftaran. Permasalahan yang ada yaitu pada tahun 1990 pihak PGN pada
kasus tersebut tidak mendaftarkan objek invensi yaitu sock adaptor kepada
Ditjen HKI. Maka apabila kembali pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang
Tahun 2001 mengenai pengertian Paten yang menjelaskan bahwa hak
ekslusif Paten atas suatu invensi diberikan oleh negara atas dasar
permintaan inventor atau pendaftar yang berhak, tentu yang berhak atas hak
ekslusif Paten yaitu Rimba yang mendaftarkan objek sock adaptor tersebut
kepada Ditjen HKI. Namun apabila pada tahun 1990 pihak PGN
mendaftarkan sock adaptor tersebut kepada Ditjen HKI dan pada tahun 2006
Rimba juga mendaftarkan objek yang sama kepada Ditjen HKI, tentu Rimba
tidak berhak atas hak ekslusif Paten sock adaptor tersebut, karena
berdasarkan Pasal 8 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten yang mengatakan bahwa:
“Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung
sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.”
“Suatu invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut
tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.”
Saran saya terhadap kasus tersebut yaitu ditujukan kepada Ditjen HKI
untuk pengumuman Hak Paten yang hanya diumumkan pada papan
pengumuman di kantor Ditjen HKI, seharusnya pengumuman pengesahan
Hak Paten harus lebih dapat disosialisasikan kepada masyarakat contohnya
melalui surat kabar atau media lainnya, agar kedepannya kasus-kasus seperti
yang terjadi antara Rimba dan PGN dapat dihindari karena ketidaktahuan dari
PGN atas pengumuman tersebut.
Selanjutnya, pada kasus tersebut juga dapat dihubungkan dengan
aspek-aspek HKI pada bidang Desain Industri, karena pada kasus tersebut
objek yang menjadi sengketa yaitu sock adaptor berdasarkan Pasal 1 Angka
1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang
mengatakan bahwa:
Pada kasus tersebut yang menjadi objek dari sengketa tersebut adalah
benih jagung curah, yang apabila merujuk pada unsur-unsur dari pasal diatas,
benih jagung curah termasuk ke dalam varietas tanaman karena benih jagung
curah berbentuk dan termasuk ke dalam biji-bijian.
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa
Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh Pak Suwoto dan kawan-
kawan dengan memalsukan kemasan hologram PT. BISI tentu melanggar
Pasal 90 dan 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang
mengatakan: