Anda di halaman 1dari 4

Kasus Pelanggaran Hak Cipta Lagu "Lagu Syantik" oleh Gen Halilintar

Penjelasan

Pada tahun 2021, Halilintar Anofial Said dan Lenggogeni Umar Faruk yang dikenal dengan
Gen Halilintar, mengunggah video di kanal YouTube mereka yang berisi lagu berjudul
"Lagu Syantik". Lagu tersebut merupakan lagu milik Siti Badriah yang dirilis pada tahun
2018.

Pada video tersebut, Gen Halilintar mengganti lirik lagu "Lagu Syantik" dengan lirik yang
sesuai dengan kehidupan mereka. Lagu tersebut juga diiringi dengan musik yang berbeda
dari versi aslinya.

Akibat perbuatannya tersebut, Gen Halilintar dilaporkan oleh Siti Badriah ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Siti Badriah menuduh Gen Halilintar telah melakukan pelanggaran hak
cipta terhadap lagunya.

Analisis

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak
cipta adalah hak eksklusif pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya,
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kasus ini, Gen Halilintar telah mengumumkan lagu "Lagu Syantik" karya Siti Badriah
tanpa izin dari pemilik hak cipta. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Selain itu, Gen Halilintar juga telah memperbanyak lagu "Lagu Syantik" karya Siti Badriah
tanpa izin dari pemilik hak cipta. Hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Putusan PN

Pada tanggal 19 Juli 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Gen
Halilintar terbukti bersalah melakukan pelanggaran hak cipta terhadap lagu "Lagu Syantik"
karya Siti Badriah.

Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Gen Halilintar harus
membayar ganti rugi kepada Siti Badriah sebesar Rp100 juta. Selain itu, Gen Halilintar juga
harus menghapus video yang berisi lagu "Lagu Syantik" dari kanal YouTube mereka.
Kasus Pelanggaran Hak Cipta Desain Logo oleh Mal Grand Indonesia:

Penjelasan:

Pada tahun 2020, Mal Grand Indonesia didirikan dan menggunakan logo yang menyerupai
bentuk sketsa "Tugu Selamat Datang" karya Edhi Sunarso. Logo Mal Grand Indonesia
tersebut terdaftar sebagai merek dagang.

Yayasan Seni Rupa Indonesia (YSRI) selaku pemilik hak cipta atas sketsa "Tugu Selamat
Datang" kemudian melaporkan Mal Grand Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
YSRI menuduh Mal Grand Indonesia telah melanggar hak cipta dengan menggunakan logo
yang menyerupai sketsa milik Edhi Sunarso.

Analisis:

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak
cipta atas ciptaan seni rupa berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70
tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Dalam kasus ini, meskipun sketsa "Tugu Selamat Datang" terdaftar sebagai benda cagar
budaya, hak cipta atas karya tersebut tetap dimiliki oleh Edhi Sunarso atau dalam hal ini
diwakili oleh YSRI.

Penggunaan logo Mal Grand Indonesia yang menyerupai sketsa "Tugu Selamat Datang"
tanpa izin dari pemilik hak cipta dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Putusan PN:

Pada tanggal 23 Juni 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Mal Grand
Indonesia terbukti bersalah melakukan pelanggaran hak cipta terhadap sketsa "Tugu Selamat
Datang".

Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Mal Grand
Indonesia harus:

 Membatalkan pendaftaran merek dagang yang menyerupai sketsa "Tugu Selamat


Datang".
 Mencabut dan tidak lagi menggunakan logo yang melanggar hak cipta.
 Membayar ganti rugi kepada YSRI sebesar Rp1 miliar.
Kasus Hak Cipta Pada Samsung dan Apple

Penjelasan:

Kasus hak cipta antara Samsung dan Apple terjadi sejak tahun 2011. Kasus ini bermula dari
gugatan Apple kepada Samsung atas pelanggaran hak cipta desain iPhone.

Apple berpendapat bahwa Samsung telah melanggar hak cipta desain iPhone dengan
meluncurkan produk Galaxy S dan Galaxy Tab. Apple mengklaim bahwa desain kedua
produk tersebut memiliki kemiripan yang signifikan dengan desain iPhone.

Samsung membantah tuduhan tersebut. Samsung berpendapat bahwa desain Galaxy S dan
Galaxy Tab merupakan hasil karya sendiri yang tidak meniru desain iPhone.

Kasus ini sempat bergulir di berbagai pengadilan di Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Uni
Eropa. Pada akhirnya, kasus ini dimenangkan oleh Apple di beberapa negara, termasuk
Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Analisis:

Kasus hak cipta antara Samsung dan Apple merupakan salah satu kasus hak cipta paling
terkenal di dunia. Kasus ini menunjukkan bahwa perlindungan hak cipta atas desain produk
juga penting untuk diperhatikan.

Dalam kasus ini, Apple berhasil membuktikan bahwa desain iPhone merupakan hasil karya
intelektual yang dilindungi oleh hak cipta. Apple juga berhasil membuktikan bahwa
Samsung telah melanggar hak cipta tersebut dengan meluncurkan produk Galaxy S dan
Galaxy Tab.

Putusan pengadilan dalam kasus ini juga menunjukkan bahwa hak cipta atas desain produk
dapat dilindungi di berbagai negara. Putusan ini dapat menjadi preseden penting bagi kasus-
kasus hak cipta serupa di masa mendatang.

Putusan PN:

Pada tanggal 24 Mei 2018, pengadilan federal di Amerika Serikat memutuskan bahwa
Samsung terbukti bersalah melakukan pelanggaran hak cipta terhadap desain iPhone.

Dalam putusannya, pengadilan federal di Amerika Serikat memerintahkan Samsung untuk


membayar ganti rugi kepada Apple sebesar US$533 juta.
Putusan pengadilan federal di Amerika Serikat ini merupakan kemenangan besar bagi Apple.
Putusan ini menunjukkan bahwa Apple berhasil melindungi hak cipta desain iPhone dari
pelanggaran oleh Samsung.

Anda mungkin juga menyukai