Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DEMOKRASI BERKEADABAN

Oleh :
Aufiya Ilhamal Hafizh (NIM 17019013)
Jody Satrio Nugroho (NIM 15117035)
Rafi Hexa Fauzan (NIM 15119042)
Savira Qorry Aina (NIM 11518009)
Titus Arya Bimantoro (NIM 15119083)
Vindi Nur Astri (NIM 15119085)
Yoga Ageng Pangestu (NIM 12118072)

Dosen Pembimbing : Ridwan Fauzi, MH

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2020
PRAKATA

Salam sejahtera untuk kita semua. Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala, karena atas kehendak-Nya lah kita masih diberi nikmat sehat wal afiat
untuk bisa menyelesaikan makalah Pendidikan Kewarganegaraan ini bersama-sama. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Pertama-tama, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ridwan Fauzi, MH, selaku dosen Mata
Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing serta mengarahkan kami
dengan penuh kesabaran. Selanjutnya kami ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman satu
kelompok yang telah bersusah payah mengorbankan waktu dan menuangkan pemikirannya serta
telah mendukung kami dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Karena tanpa teman-teman dan
Bapak, kami tidak dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Atas selesainya penulisan
makalah ini, kami mengucap syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akhir kata, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan maupun kekurangan
dalam pembuatan makalah ini. Sekian dari kami, terimakasih.

Bandung, Februari 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI
PRAKATA………………………………………………………………………………..I
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….....2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………3
2.1 Teori………………………………………………………………………………......3
2.1.1 Konsep-Konsep Demokrasi………………………………………………………...3
2.1.2 Teori Demokrasi…………………………………………………………………....4
2.1.3 Demokrasi di Negara Pancasila…………………………………………………….6
2.1.4 Media dan Demokrasi………………………………………………………………8
2.2 Isu Kontekstual……………………………………………………………………....13
2.3 Analisis dan Pemecahan Masalah…………………………………………………...17
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..23
3.1 Simpulan…………………………………………………………………………….23
3.2 Saran………………………………………………………………………………...23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..24
LAMPIRAN……………………………………………………………………….........25

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menerapkan sekaligus
menjunjung tinggi demokrasi, sebagaimana diatur dalam Sila Keempat Pancasila yang
berbunyi, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan”. Sila tersebut memuat tentang kedudukan, kewajiban, dan hak serta kebebasan
seluruh masyarakat dalam berdemokrasi, serta mengutamakan kepentingan bersama atau
kepentingan negara diatas kepentingan golongan (kelompok) atau pribadi. Sila ini berkaitan
dengan sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia. Sistem demokrasi ini adalah
implementasi dari musyawarah mufakat. (Ni’matul Huda, 2014)
Sistem demokrasi di negara kita selain diatur oleh Pancasila, juga dijamin dan diawasi
oleh undang-undang. Seluruh masyarakat sejatinya sudah diberikan kebebasan untuk
berdemokrasi, apalagi di era globalisasi teknologi yang semuanya serba mudah ini. Berbagai
media menyediakan wadah bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan mengadu
kepada pemerintah. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, dan semakin bebasnya
berdemokrasi, ada pihak-pihak tertentu yang mencederai demokrasi. Kebebasan
berdemokrasi yang semakin keterlaluan, tidak bertanggung jawab, kemudian mengakibatkan
rakyat sampai menyalahgunakan kebebasan ini untuk mencaci maki atau menghina
pemerintah, menyebarkan hoax, fitnah dan provokasi dengan ajakan membenci pemerintah,
bahkan sampai berniat untuk menjatuhkan pemerintah yang syah demi ambisi meraih
kekuasaan hanya dengan cara-cara yang tidak benar sekaligus tidak beradab.
Di sisi lain masyarakat belum atau bahkan tidak mendapatkan hak untuk berdemokrasi
akibat adanya pembungkaman kalangan aktivis kritis, ditandai dengan meredupnya sikap
kritis civil society, baik pers, LSM, akademisi, dan sebagainya sebagai mitra pemerintah.
Akibatnya, demokrasi kita sejatinya sedang tumbuh namun dengan kondisi yang masih
kurang baik.
1

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah pelaksanaan demokrasi di Indonesia sudah berjalan dengan baik?
2) Bagaimana posisi media dalam membangun demokrasi?
3) Bagaimana cara yang tepat bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi/kritik kepada
pemerintah tanpa harus takut akan dikriminalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Mengetahui dan mampu memberikan pandangan terhadap pelaksanaan demokrasi di
Indonesia.
2) Mengetahui posisi media dalam demokrasi.
3) Meningkatkan kepekaan terhadap permasalahan terkait demokrasi khususnya
penyampaian aspirasi/kritik kepada pemerintah.
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori
2.1.1 Konsep-Konsep Demokrasi
Demokrasi memiliki konsep yang selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat
strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada implementasinya terjadi perbedaan
antara negara yang satu dengan negara yang lain. Terdapat beberapa istilah demokrasi
yaitu demokrasi konstitusional, parlementer, terpimpin, Pancasila, rakyat, soviet, nasional,
dan lain sebagainya. Semua istilah demokrasi tersebut menggunakan prinsip kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat. (Muntoha, 2009)
Muntoha (2009) juga menyatakan bahwa Gwendolen M. Carter, John H. Herz dan
Henry B. Mayo mengkonseptualisasikan demokrasi sebagai pemerintahan yang dapat
dicirikan berdasarkan prinsip-prinsip seperti:
1) Pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi
individu dan kelompok dengan cara menyusun pergantian pemimpin secara berkala,
tertib dan damai, dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif.
2) Adanya sikap toleransi terhadap pendapat yang berlawanan.
3) Persamaan di dalam hukum yang diwujudkan dengan sikap tunduk pada rule of law
tanpa membedakan kedudukan politik.
4) Adanya pemilihan umum yang bebas dengan disertai adanya model perwakilan yang
efektif.
5) Diberinya kebebasan berpartisipasi dan beroposisi bagi partai politik, organisasi
kemasyarakatan, masyarakat dan perseorangan serta prasarana pendapat umum semacam
pers dan media massa.
6) Adanya penghormatan terhadap hak rakyat untuk mengemukakan pendapat.
7) Dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan dengan lebih
mengutamakan penggunaan cara-cara persuasi dan diskusi daripada koersif dan represif.
3
2.1.2 Teori Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani Demos dan Kratos, Demos artinya public /
rakyat, Kratos artinya kekuasaan, pengertian Demokrasi adalah kekuasaan tertinggi berada
di tangan rakyat, atau kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan
kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk
mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan
revolusi. Dalam demokrasi, rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki hak dan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan dan
menyampaikan aspirasi kepada pemimpinnya.
Para ahli mengemukakan demokrasi sebagai berikut.
>> Abraham Lincoln : Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
>> Charles Costello : Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi
hak-hak perorangan warga negara.
>> John L. Esposito : Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat.
Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun
mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga
resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif.
>> Hans Kelsen : Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Di mana rakyat
telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam
melaksanakan kekuasaan Negara.
>> Sidney Hook : Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas
yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
4
>> C.F. Strong : Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota
dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas
tersebut.
>> Henry B. Mayo : Dalam demokrasi, Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
di mana terjadi kebebasan politik.
>> Merriam : Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat; khususnya,
oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan
oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang
biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik;
rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas
atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.
>> Samuel Huntington : Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling
kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala
dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir
seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara. (Ni’matul Huda, 2014: 196)
W. A. Bonger mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari satu kesatuan
hidup yang memerintahkan diri sendiri, dalam artian rakyat sebagai anggota mayoritas turut
berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menjalankan pemerintahan
tersebut. Dalam demokrasi, prinsip yang diterapkan adalah kedaulatan rakyat yang dijamin
oleh undang-undang. Kekuasaan tertinggi dijalankan secara langsung oleh rakyat, dan rakyat
berhak untuk menentukan wakil-wakil yang mereka pilih dalam sistem pemilihan bebas.
(Eddy Purnama, 2007: 4)
5
2.1.3 Demokrasi di Negara Pancasila
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut.
1) Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-
royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur
berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2) Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3) Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4) Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-
cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak
ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Dalam Rancangan TAP MPR RI tentang Demokrasi Pancasila disebutkan bahwa Demokrasi
Pancasila adalah norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan
penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi
kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya
serta lembaga-lembaga negara baik di pusat maupun di daerah.
Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila :
1) Kebebasan atau persamaan (Freedom/Equality)
Kebebasan / persamaan adalah dasar demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana
mencapai kemajuan dan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa pembatasan
dari penguasa. Dengan prinsip persamaan semua orang dianggap sama, tanpa dibeda-
bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan bersama untuk mengembangkan diri sesuai
dengan potensinya. Kebebasan yang dikandung dalam demokrasi Pancasila ini tidak berarti
Free Fight Liberalism yang tumbuh di Barat, tapi kebebasan yang tidak mengganggu hak
dan kebebasan orang lain.
6
2) Kedaulatan Rakyat (people’s Sovereignty)
Dengan konsep kedaulatan rakyat, hakikat kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat
dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal. Pertama,
kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, sedangkan kedua, terjaminnya
kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan. Perwujudan lain konsep kedaulatan
adalah pengawas oleh rakyat. Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai
kebaikan hati penguasa.
3) Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab dicirikan dengan adanya :
a) Dewan Perwakilan Rakyat yang representatif.
b) Badan kehakiman / peradilan yang bebas dan merdeka.
c) Pers yang bebas
d) Prinsip Negara hukum
e) Sistem dwi partai atau multi partai.
f) Pemilihan umum yang demokratis
g) Prinsip mayoritas.
h) Jaminan akan hak-hak dasar dan hak-hak minoritas
Prinsip-prinsip demokrasi Pancasila telah disusun sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh
dalam masyarakat, meski harus dikatakan baru sebatas demokrasi prosedural, dalam proses
pengambilan keputusan lebih mengedepan voting ketimbang musyawarah untuk mufakat,
yang sejatinya merupakan azas asli demokrasi Indonesia. Praktek demokrasi ini tanpa
dilandasi mental state yang berakar dari nilai-nilai luhur bangsa merupakan gerakan omong
kosong belaka.
7
2.1.4 Media dan Demokrasi
Media komunikasi merupakan sebuah sarana atau alat yang dipakai sebagai
penyampaian pesan dari komunikator kepada khalayak. Media sangat dominan dalam
berkomunikasi ialah panca indra manusia seperti mata dan telinga.
Media komunikasi juga dijelaskan untuk sebuah sarana yang dipakai untuk
memproduksi, mengolah, reproduksi, serta mendistribusikan untuk menyampaikan sebuah
informasi. Media komunikasi sangat berperan penting untuk kehidupan seluruh masyarakat.
Dengan sederhana, media komunikasi merupakan perantara dalam menyampaikan sebuah
informasi dari komunikator kepada komunikan yang memiliki tujuan agar efisien dalam
menyebarkan pesan atau informasi. Komunikasi adalah percakapan yang berlangsung
dengan dasar persamaan persepsi.
Berikut ini definisi Media komunikasi menurut sudut pandang para ahli.
• Nurhayati (2013)
Media komunikasi memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, sehingga
seorang guru atau dosen harus mampu mengidentifikasi media-media yang dibutuhkan
sebelum memulai proses pembelajaran. Perawat gigi dalam memberikan upaya promotif
berupa penyuluhan dapat disetarakan dengan seorang guru atau dosen yang mengajar di
kelas. Dengan demikian perawat gigi hendaknya memahami seni mengelola kelas selama
komunikasi dalam penyuluhan.
• Badusah, dkk (2000)
Media adalah suatu kaedah atau perantara berkomunikasi yang berhubungan antara satu
sama lain seperti menggunakan kabar, berita dan gambar untuk menyebarkan maklumat dan
pandangan. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran, ia merupakan perantaraan yang
menghubungkan maklumat dan tujuan pengajaran guru dengan penerima yaitu pelajar yang
akan memproses perantaraan itu, dan jika sesuai dapat diterima oleh pelajar dengan
berkesan.
Fungsi media komunikasi adalah sebagai berikut.
1) Sebagai landasan penyampai informasi.
2) Sebagai komunikasi interaktif yang meliputi opini audiens.
3) Perantara dalam menyampaikan sebuah informasi dari komunikator kepada komunikan
yang bertujuan agar efisien dalam menyebarkan informasi atau pesan.
8
Penjabaran lebih lanjut dari fungsi media komunikasi tersebut, apabila dikaitkan
dengan demokrasi, adalah sebagai berikut. Dalam demokrasi, rakyat berperan sebagai
komunikator atau penyampai pesan, dan pemimpin atau pemerintah berperan sebagai
komunikan atau penerima pesan. Pesan yang dimaksud adalah aspirasi rakyat, kritik, saran,
opini, keluhan, dan aduan yang ditujukan kepada pemerintah. Di satu sisi, rakyat juga
berperan sebagai audiens atau komunikan dari pemerintah.
Peran media dalam demokrasi memiliki kaitan dengan kebebasan pers yang
merupakan perwujudan dari penyaluran aspirasi masyarakat, yang diatur dan dijamin dalam
undang-undang. Media massa sejatinya sudah menjadi sarana penyaluran aspirasi sejak
masa kemerdekaan, namun baru mendapatkan kebebasan mulai di era Reformasi, setelah
sebelumnya sempat dibatasi atau bahkan dibungkam.
Dalam demokrasi, media sebagai perantara penyampai aspirasi dibuktikan dengan
hadirnya kolom aspirasi atau suara rakyat, kemudian maraknya forum dialog, dan lain
sebagainya, sebagai jembatan antara rakyat dengan pemimpinnya. Kini, media massa
semakin memiliki peran secara dinamis dalam proses demokrasi, terutama menjembatani
pendapat publik melalui jejaring sosial yang tersebar secara masif.
McNair, 1995 dalam Slamet (2016) menyatakan bahwa posisi media dalam
membangun demokrasi adalah sebagai sentral dari beberapa elemen pembangunan
demokrasi, atau seperti gatekeeper bagi seluruh pesan politik. Media juga dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
9
Pengaplikasian fungsi dari media dalam berdemokrasi terdiri dari:
1) Media sosial yang digunakan sebagai perantara kampanye
Kekuatan media sosial untuk mempengaruhi masyarakat didasarkan secara eksklusif pada
aspek sosialnya ini berarti interaksi dan partisipasi yang bisa dilakukan melalui kampanye.
Kampanye pada dasarnya adalah penyampaian pesan –pesan dari pengirim kepada khalayak.
Dengan berkembangnya teknologi internet dan banyak penduduk di Indonesia menggunakan
internet serta mempunyai media sosial seperti facebook, twitter, blog dan youtube. Indonesia
menempati urutan kedelapan di seluruh dunia. Layanan jaringan media sosial yang khas bisa
berbagi konten, komunitas web, dan forum internet media sosial dari alat dan komunitas
yang berbeda.
Penggunaan media sosial itu harus direncanakan, dikomunikasikan dan di program untuk
meningkatkan kredibilitas partai. komunikasi organisasi adalah pertimbangan yang penting
untuk memastikan cukup interaksi dalam platform media sosial. Dapat disimpulkan bahwa
media sosial telah memainkan dan akan terus memainkan peran penting dalam kampanye
Pemilihan Umum 2014. Sejauh penggunaan masa depan media sosial melalui platform
seperti Facebook, Twitter, dan Youtube, kandidat politik akan terus berinteraksi dengan
pendukung dan menerima dukungan dalam bentuk sumbangan dan relawan.
2) Media sebagai perantara informasi Pemilu
Pemilihan Umum merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat yang merupakan kehendak
mutlak bangsa Indonesia setelah menetapkan dirinya sebagai negara demokrasi. Nilai
demokrasi pada pemilu antara lain setiap tahapan penyelenggaraan pemilu sesuai
mengandung kepastian hukum. Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan
mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme
pertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan pemilihan umum harus
dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Implementasi dari upaya yang
dilakukan dalam meningkatkan kualitas adalah membentuk dan melaksanakan fungsi
pengawasan pemilu. Penataan agenda (Agenda Setting) mengacu kepada kemampuan media
massa untuk mengarahkan perhatian khalayak terhadap isu-isu tertentu yang diagendakan
media massa.

10
Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik.
Kecenderungan jurnalisme menjadi alat propaganda terutama di musim kompetisi pemilihan
umum hal ini karena terkonsentrasinya pemilikan media pada sekelompok elit kekuatan
ekonomi, sejumlah konglomerat yang secara keamanan bisnis (business safety) masih sangat
tergantung pada kekuatan politik yang sedang atau akan berkuasa. Dalam Pemilu, media
jurnalisme mesti menyajikan fakta-fakta dan informasi independen tentang peristiwa dan
isu-isu yang akan jadi referensi bagi masyarakat dalam membuat keputusan.Tujuan paling
penting bagi media massa adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga. Untuk itu
independensi media sangatlah penting.Independen dari otoritas politik, otoritas sosial atau
bisnis, dan tidak ada bias personal.
3) Media sebagai tempat sumber informasi mengenai politik
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin memudahkan interaksi antar
individu maupun kelompok. Lalu lintas pesan dan pemberitaan tidak sepenuhnya dikuasai
negara tetapi bebas mengalir pada khalayak. Media sosial yang memiliki kekuatan dalam
penyebaran informasi menjadi pilihan untuk mempengaruhi, memotivasi, dan melakukan
tindakan yang dikehendaki oleh penyebar pesan. Pada saat yang bersamaan, dominasi media
massa arus utama semakin memudar.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengguna media sosial tanpa perbedaan
sosial ekonomi dan politik, menganalisis upaya media sosial dan media massa menjangkau
khalayak, menelaah media sosial sebagai pendukung jaringan komunikasi politik dalam
demokrasi bernegara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk memberikan
gambaran holistik tentang media sosial dalam kaitannya dengan jaringan komunikasi politik
yang dimanfaatkan oleh individu, kelompok maupun berbagai entitas politik. Hasil
penelitian ini adalah pengguna media sosial tidak terikat oleh status sosial, ekonomi dan
politik; media sosial dan media massa arus utama memiliki karakter berbeda dalam
menyebarkan pesan kepada khalayak; dan media sosial merupakan pendukung jaringan
komunikasi politik dalam demokrasi bernegara.
11
4) Media sebagai penjaga persatuan bangsa
Pembahasan terhadap intoleransi, radikalisme, kebhinekaan seringkali menjadi ulasan awak
media ketika ingin menggali lebih dalam tentang situasi dan kondisi bangsa, ketika mereka
mewawancarai narasumber. Baik narasumber dari intelektual kampus, pengamat politik,
politisi, para aktivis maupun masyarakat umum, yang akhirnya terekam dan tersaji dengan
jelas ketika disajikan oleh media massa. Sebagaimana tujuan utamanya adalah
memanfaatkan teknik dari media sehingga dapat mencapai pembaca, pemirsa maupun
pendengarnya dalam jumlah yang tidak terhingga. Apa yang disajikan dan disampaikan
oleh media tentang sesuatu kejadian bukan merupakan sesuatu hal yang polos, tetapi lebih
memperhitungkan akibat dan pengaruh pemberitaan tersebut terhadap pembaca, penonton
maupun pendengarnya.
Salah satu dari media tersebut adalah televisi. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2002 Tentang Penyiaran, secara lembaga merupakan penyelenggara penyiaran yang
dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga penyiaran sebagai media komunikasi massa yang mempunyai peran penting
dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta
kontrol dan perekat sosial.
Selain fungsi dan pengaplikasian media dalam demokrasi di atas, media sosial juga
dapat diaplikasikan dengan pemerintah membuka atau menyediakan layanan pengaduan
masyarakat, kolom aspirasi atau kolom aduan, dan forum dialog antara masyarakat dengan
lembaga negara.
12
2.2 Isu Kontekstual
Sebagai sebuah negara yang multi etnis serta memiliki berbagai macam keyakinan,
Indonesia sangat rentan terjadi konflik yang bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan.
Maka untuk mengatasi atau paling tidak meminimalisir hal tersebut, diperlukan suatu sikap yang
arif dan bijak yakni membangun semangat kebangsaan (Nasionalisme) pada semua elemen
bangsa Indonesia.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pesat seperti media
online sangat berpengaruh kepada masyarakat. Dengan adanya media online, masyarakat
mendapatkan kemudahan dan efisiensi dalam memperoleh informasi. Saat ini penyebaran
informasi tidak hanya dilakukan oleh situs-situs resmi seperti dari lembaga negara ataupun situs
berita yang sudah dikenal luas oleh masyarakat, melainkan semua pihak dapat melakukan
penyebaran informasi. Namun sayangnya, terdapat beberapa pihak baik individu maupun
kelompok tidak bertanggung jawab yang menyalahgunakan kemudahan media online dengan
menyebarkan berita bohong (hoax). Hoax adalah suatu informasi atau berita yang belum
diketahui kebenarannya dan bukan termasuk fakta.
Di Indonesia, hoax telah dianggap meresahkan dan menimbulkan berbagai masalah.
Masyarakat menjadi sulit membedakan antara fakta dan hoax. Bahkan kadang media yang sudah
dikenal luas dan dipercaya di masyarakat ikut terkontaminasi penyebaran hoax. Pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab tersebut memiliki tujuan dan maksud tertentu yang tidak banyak
diketahui oleh masyarakat.
Selain hoax, media online juga sering disalahgunakan untuk melontarkan ujaran kebencian
oleh suatu pihak baik individu maupun kelompok kepada individu maupun kelompok lainnya,
bahkan ujaran kebencian itu secara terang-terangan dikemukakan oleh beberapa tokoh di negara
ini. Tujuan beberapa pihak tersebut dalam melakukan ujaran kebencian adalah untuk
menjatuhkan salah satu pihak ataupun lawan politiknya. Hal ini sangat bertentangan dengan
prinsip-prinsip dari negara demokrasi.
Saat ini, tidak sedikit kasus mengenai penyebaran berita bohong (hoax) serta ujaran
kebencian yang dibawa ke ranah hukum, salah satunya yaitu Kasus Saracen. Saracen merupakan
suatu sindikat yang diduga menyebarkan berita bohong (hoax) dengan unsur SARA dan pesan
kebencian secara aktif di media sosial berdasarkan pesanan. (BBC News Indonesia)
13
Sindikat Saracen beraksi sejak November 2015, mereka melakukan aksinya dengan cara
mengirimkan proposal kepada beberapa pihak tertentu, lalu menawarkan jasa penyebaran pesan
kebencian berunsur SARA di media sosial. Saracen menggunakan grup Facebook seperti
Saracen News, Saracen Cyber Team, dan Saracennews.com untuk menggalang lebih dari
800.000 akun. (BBC News Indonesia)
Dalam kasus Saracen ini ditetapkan tiga tersangka yaitu JAS yang berperan sebagai ketua,
MFT yang berperan membidangi media dan informasi situs Saracennews.com, dan SRN yang
berperan sebagai koordinator grup wilayah. Terhadap dua tersangka, yakni MFT dan SRN,
disangkakan Pasal 45A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan
UU ITE dengan ancaman enam tahun penjara dan atau pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 ayat 3 UU ITE
dengan ancaman empat tahun penjara. Sedangkan kepada tersangka JAS dipersangkakan tindak
pidana akses ilegal Pasal 46 ayat 2 jo pasal 30 ayat 2 dan atau pasal 46 ayat 1 jo pasal 30 ayat 1
UU ITE nomor 11 tahun 2008 dengan ancaman tujuh tahun penjara. (BBC News Indonesia)
Politik identitas juga merupakan wujud lain dari politik SARA yang sudah gencar
digaungkan sejak tahun 2013-2014. Maraknya politik identitas ini adalah dengan kemunculan
para Ulama atau Haba’ib dan umat Muslim garis keras yang anti-NKRI, Nasionalisme, dan
Bhinneka Tunggal Ika. Mereka hadir dengan mendengungkan gema Muslim Supremacy, yang
didukung oleh para elit politik yang telah lama berkecimpung dalam pemerintahan di negara kita.
Muslim Supremacy secara bahasa diartikan kedudukan tertinggi atau kekuasaan tertinggi
dalam suatu organisasi berada di tangan umat Muslim. Umat Muslim tersebut mendapatkan
tempat yang terhormat dan kasta yang tertinggi dalam suatu organisasi serta mendominasi
organisasi tersebut, sehingga cenderung tidak menyisakan tempat bagi umat non-Muslim atau
umat muslim yang tidak berbeda paham dengan mereka, atau tidak memberi ruang pada warga
minoritas. Bisa jadi, ketika mereka berkuasa, kasta bangsawan dan golongan tertinggi
kemungkinan akan berasal dari kalangan Ulama dan Haba’ib.
Mereka seringkali memaksa dan mengintimidasi masyarakat agar mengikuti paham
mereka, jika tidak sepaham, masyarakat tersebut akan dikafirkan atau dianggap murtad karena
golongan Muslim supremacy ini merasa seolah paling taat dan benar-benar paling Islami.
Jaminannya adalah surga dan neraka untuk mengintimidasi masyarakat agar mengikuti paham
mereka dan menindas warga minoritas.
14
Para pejuang Muslim supremacy ini memiliki keinginan untuk memberlakukan hukum
Syari’ah, pembuktiannya adalah mereka tega mempolitisasi agama demi meraih kekuasaan
mereka, meraup suara dari seluruh umat Muslim untuk memenangkan pasangan calon pemimpin
tertentu, hingga memprovokasi masyarakat dengan menjual ayat dan mayat untuk tidak memilih
pemimpin yang non-Muslim.
Cara kerja mereka tidak jauh berbeda dengan sindikat Saracen, pada tahun 2014 mereka
meraup suara umat Muslim untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden yang
sealiran dengan mereka, serta gencar mendengungkan ujaran kebencian bernada SARA,
menyebarkan fitnah dan hoax, serta mempermasalahkan keislaman salah satu pasangan calon
presiden, tujuannya agar calon presiden yang mereka serang habis-habisan tidak mendapatkan
suara dan kalah dalam pemilihan umum saat itu. Namun misi mereka gagal. Kemudian, di tahun
2015-2016 golongan Muslim supremacy ini kembali merobek demokrasi dan Bhinneka Tunggal
Ika dengan mempolitisasi ayat dan mayat untuk menjatuhkan seorang kepala daerah di
Indonesia.
Tujuan utamanya sama, bukan hanya menjatuhkan kepala daerah tersebut, tetapi juga
untuk melengserkan Presiden dengan cara yang tidak manusiawi agar kaum Muslim supremacy
tersebut bisa menguasai Indonesia. Hasilnya, pada tahun 2017 kepala daerah tersebut berhasil
mereka gulingkan dan mereka jebloskan ke penjara---meskipun sebetulnya kepala daerah
tersebut tidak bersalah melainkan dizalimi, tetapi Presiden gagal untuk mereka lengserkan. Cara
kerja kaum Muslim supremacy ini kembali terulang pada tahun 2018-2019 ketika pemilihan
presiden, mereka kembali merobek demokrasi dengan cara yang sama, tetapi berkali-kali gagal.
Provokasi, hoax, fitnah, caci maki, serta makar terhadap salah satu calon presiden gencar
mereka gaungkan, tetapi kali ini penegak hukum bertindak keras dan tegas dibandingkan tahun
2013-2014. Beberapa orang dari kaum ini sejatinya sudah menyalahi kebebasan demokrasi
secara tidak beradab dan tidak bertanggung jawab, namun ketika mereka diproses secara hukum
oleh para penegak hukum mereka masih berlindung di bawah payung “kedzaliman dan
kesewenangan pemerintah terhadap umat Muslim”, “iztima Ulama”, berteriak “Kriminalisasi
Ulama”, “Pemerintah Anti-Islam, Kafir, Negara Thaghut”, “Demokrasi Thaghut”, dan
“Ketidakadilan Pemerintah''. Masih banyak upaya mereka untuk menjatuhkan pemerintahan
yang syah hingga kini, yaitu dengan memprovokasi atau menunggangi para mahasiswa, buruh,
dan sejumlah elemen masyarakat melalui berbagai demo semisal demo buruh, demo RUU, dan
lain sebagainya.
15
Tidak terkecuali hasutan untuk makar atau menjatuhkan pemerintah yang syah secara
paksa di tengah Pandemi Covid-19 ini.
Berdasarkan kedua isu tersebut, inti masalah yang kami tinjau adalah mengenai provokasi
terhadap masyarakat yang merupakan akibat dari pihak-pihak yang menyalahi kebebasan
demokrasi, sehingga kebebasan demokrasi tersebut menjadi tidak bertanggung jawab dan tidak
beradab. Sebagaimana kita tahu, provokasi adalah tindakan menghasut yang membangkitkan
kemarahan di antara masyarakat.
Provokasi seringkali digaungkan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab
untuk merusak keberlangsungan demokrasi di negara kita. Masyarakat dihasut dengan berbagai
macam cara agar tercipta kebencian bernuansa SARA, pengkotakan masyarakat, serta tujuan
negatif lainnya. Yang kemudian hasilnya adalah negara yang kuat dan berdiri tegak bisa hancur
terpecah belah. Masyarakat kita sejatinya ingin sekali untuk dapat bersatu, mewujudkan
kesetaraan dalam segala bidang, dan bersama-sama berdemokrasi dengan cara yang damai,
santun, beradab, demokratis, dan manusiawi.
Namun sayangnya, lemahnya masyarakat kita adalah mudah dihasut dan percaya terhadap
provokasi yang digaungkan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab tersebut, sehingga
hasutan-hasutan tersebut mudah tertanam dalam masyarakat kita. Hal ini tentu menyalahi
demokrasi yang berkeadaban, karena demokrasi yang berkeadaban sebetulnya menjamin
kebebasan berdemokrasi namun tetap bertanggung jawab dan diatur oleh undang-undang,
sehingga tidak boleh ditabrak atau dilanggar agar tidak terjadi berbagai penyimpangan terhadap
kebebasan demokrasi, salah satunya provokasi.
16
2.3 Analisis dan Pemecahan Masalah
Negara Indonesia adalah negara multi etnis sehingga akan banyak masalah terkait Suku,
Agama, Ras, dan Golongan. Salah satu masalah yang muncul yaitu penyebaran berita hoax
terkait SARA tersebut dan juga dalam hal politik. Maka dari itu, penyebaran berita hoax harus
dicegah dan ditanggulangi dengan benar. Menertibkan dan memberantas berita palsu dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui kampanye literasi, inisiatif pengecekan
fakta, dan penetapan langkah-langkah hukuman untuk mencegah penyebarannya. Salah satu
upaya pemerintah adalah melakukan kolaborasi preventif untuk mengurangi kemungkinan suatu
peristiwa yang dapat memicu longsoran berita palsu.
Untuk tindakan pencegahan menyebarnya berita palsu yaitu pemerintah harus melakukan
kegiatan kolaboratif kepada masyarakat dengan tujuan utama sebagai berikut.
1) Memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan keterampilan.
2) Mempersempit kesenjangan antara lokal dan global.
3) Membantu mengidentifikasi masalah yang tumpang tindih antara berbagai masalah dan
konteks.
4) Memungkinkan pengiriman pesan yang konsisten.
Jika keempat tujuan tersebut telah tercapai, maka berita palsu penyebarannya akan minim
dan dapat dicegah. Sebaiknya dilakukan pembekalan kepada masyarakat mengenai pengetahuan
akan internet sehat dengan literasi media sehingga dapat mengenali ciri-ciri berita hoax, dan
penerima berita dapat mengakses, menganalisis, dan mengevaluasi dalam mengambil makna dari
suatu berita, karena masyarakat bertanggung jawab akan perbuatannya sendiri, terutama dalam
hal pertanggungjawaban penyebaran berita bohong dan menyesatkan (hoax) ini. Selain kepada
masyarakat, pencegahan penyebaran berita palsu juga dapat dimulai dari siswa sekolah dengan
literasi yang bermutu dan bermanfaat.
Di Indonesia, sejak tahun 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan
Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi dari Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
(http://gln.kemdikbud.go.id/). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Upaya
Pemerintah Indonesia Mengendalikan Berita Palsu.

17
Gerakan membaca justru sudah mulai berevolusi menjadi literasi informasi sebagai gerakan
jangka panjang yang telah dicanangkan oleh para pustakawan. Dengan adanya tingkat literasi
yang tinggi, maka para siswa memiliki pemikiran yang baik dalam mengelola sebuah informasi
termasuk berita palsu tersebut.
Untuk tindakan penanggulangan jika sudah terjadi kasus berita hoax seperti Sindikat Saracen,
pemerintah harus memberi hukuman sesuai hukum yang berlaku agar para pelaku jera. Penyebar
berita bohong atau hoax dapat dijerat dengan 2 (dua) pasal dalam KUHP, yakni Pasal 14 Ayat
(1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran
dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun. (2)
Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan
keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau
pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun. Pasal
15, berisi “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau
yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar
demikian akan atau sudah dapat menciptakan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan
hukuman penjara paling lama dua tahun”.
Ujaran kebencian untuk menjatuhkan salah satu pihak ataupun lawan politik dalam suatu
pemilihan umum sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dari negara demokrasi. Ujaran
kebencian tersebut biasanya dalam bentuk black campaign. Black campaign (kampanye hitam)
dimaknai sebagai usaha untuk mengisi jabatan tertentu, terutama untuk jabatan publik dengan
cara-cara yang tidak sehat. Munculnya black campaign dapat menimbulkan ancaman terhadap
keamanan penyelenggaraan pemilihan umum sebab dapat menimbulkan reaksi yang tidak tepat
dan berlebihan dari tim pasangan calon yang diserang sehingga berujung pada munculnya
potensi gesekan antar massa pendukung pasangan calon.
Dampak dari black campaign yang berpotensi dapat mengganggu stabilitas politik.
Kampanye hitam dapat terjadi tatkala ada kandidat yang tidak mampu memperluas
keterampilannya dalam berkampanye, atau tidak mempunyai visi dan misi maupun program
kerja yang siap diadu dengan kompetitor.

18
Munculnya kampanye hitam disisi lain juga menjadi persoalan dalam sistem politik
demokrasi, sebab para pemilih berpotensi terpengaruh oleh informasi-informasi yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya oleh sebab mereka adanya informasi yang menyudutkan pasangan
calon kepala daerah tertentu. Upaya preventif dapat dilakukan dengan berbagai cara, agar setiap
kampanye hitam (black campaign) dapat dicegah atau berkurang.
Penegakan hukum atas peredaran kampanye hitam (black campaign) di media sosial,
penegakan hukum secara tidak langsung juga harus dilakukan dalam rangka menanggulangi
penyebaran kampanye hitam (black campaign) di media sosial. Upaya preventif dapat dilakukan
oleh setiap orang atau lembaga negara yang ditunjuk untuk melakukan upaya penanggulangan
kampanye hitam (black campaign). Adapun upaya preventif khususnya black campaign di media
sosial dilakukan melalui:
1) Literasi Media
Literasi media menjadi salah satu modal bagi masyarakat untuk menggunakan media
sosial. Literasi media dipergunakan untuk melakukan analisa mengenai isi atau konten
yang ada pada media sosial. Selain itu, budaya membaca, memeriksa, dan menganalisa
menjadi penting dalam penggunaan media sosial.
2) Kerja Sama Antar-Lembaga
Sifat internet yang terbuka di ruang maya dapat diakses oleh siapapun menjadi sulit untuk
dikendalikan. Oleh karena itu, penanggulangan kampanye hitam (black campaign) di
media sosial tidak bisa dikerjakan oleh satu lembaga saja. Hal ini memerlukan adanya
kerja sama antar-lembaga negara untuk mengendalikan apa yang terdapat dalam dunia
maya tersebut, termasuk penegakan hukumnya. Penegakan hukum akan dapat berjalan
dengan baik, apabila penegak hukumnya membangun sinergitas untuk melakukan upaya
pencegahan sampai dengan upaya represif. Bawaslu dan KPU merupakan dua lembaga
negara yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan bertugas untuk
melakukan penyelenggaraan Pemilu. Selain melakukan kerja sama dengan lembaga
negara, pemerintah juga perlu melakukan kerja sama dengan penyedia situs media sosial
seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp, dll. Kerja sama dilakukan dengan
meminta kepada penyedia situs untuk melakukan upaya pencegahan apabila terdapat
kampanye hitam (black campaign) yang beredar pada situs atau aplikasi tersebut.
19
Negara Indonesia ini berdiri di atas prinsip musyawarah yang diimplementasikan dalam
berdemokrasi dan adanya wakil rakyat sebagai penampung aspirasi rakyat, selain itu juga
musyawarah para pendiri negara untuk merumuskan konstitusi negara dan ideologi serta bentuk
negara yang didirikan, bai’at (pemilihan dan pelantikan pemimpin oleh rakyat), memilih
pemimpin oleh rakyat secara bebas, nasehat dan kontrol terhadap pemerintah, membantu
pemerintah dalam kebaikan, menolak taat kepada pemerintah jika memerintah maksiat,
meluruskan pemerintah dengan jalan yang paling baik, serta hak rakyat untuk menurunkan
pemerintah jika menyimpang, akan tetapi untuk menurunkan pemerintah harus sesuai dengan
ketentuan atau kriteria yang ditetapkan oleh konstitusi dan secara legal. Tentu saja kita boleh
bebas berdemokrasi asal dengan cara yang demokratis dan tanpa menggunakan kekerasan,
terutama dalam menyampaikan aspirasi, kita sebagai masyarakat Indonesia harus tetap damai
dan saling menerima perbedaan.
Sebagai rakyat, wajib hukumnya bagi kita untuk menaati dan mematuhi pemimpin dalam
hal-hal kebaikan, mendukung kebijakannya, menghindari fitnah dan pertumpahan darah, amar
ma’ruf nahi munkar. Jika hendak menyampaikan kritik kepada pemerintah, hendaklah kita
menyampaikan dengan damai, dengan cara-cara yang santun dan demokratis, bukan dengan
mencaci maki / menghina, menghujat, menjatuhkan pemerintah serta dengan cara yang anarkis
dan cenderung memberontak apalagi menurunkan pemerintah secara paksa sebelum masa
baktinya berakhir.
Sebaiknya rakyat menyuarakan protes dan kritiknya dengan menyiapkan argumen yang
kuat yang telah disepakati bersama dengan kelompok yang sependapat dan mengajukan
permohonan resmi untuk bernegosiasi dengan pemerintah yang bersangkutan. “demo” pun
menurut kami sebaiknya tidak perlu dilakukan dengan merusak fasilitas umum yang bisa saja
membahayakan orang yang tidak bersalah, sebetulnya kalau mau berdemo bisa saja
menyampaikan aspirasi kepada pemerintah dengan cara-cara yang damai, demokratis, dan
manusiawi.

20
Di satu sisi, demokrasi di negara kita bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik, jika
masyarakat kita mampu mewujudkannya dengan cara-cara yang damai, santun, beradab,
demokratis, dan manusiawi. Misalnya, masyarakat menyalurkan aspirasi mereka kepada
pemerintah dengan mengadakan dialog antara masyarakat dengan wakil rakyat atau dengan
pemerintah (contoh beberapa perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa mengunjungi DPR/MPR
atau Presiden untuk berdialog lalu Presiden atau DPR/MPR menerima mereka dengan hangat
dan terbuka serta bersedia mendengarkan mereka), kritik dan saran yang membangun kepada
pemerintah atau wakil rakyat, atau melalui media sosial dengan menyuarakan aspirasi mereka
lewat layanan kolom aduan masyarakat atau kolom aspirasi, namun dengan cara yang santun.
Pemerintah atau wakil rakyat menampung dan menerima suara rakyat dengan terbuka,
mempertimbangkannya sebelum melaksanakan pembangunan dan pembenahan atas permintaan
dan suara dari publik. Kemudian, ada juga sebagian masyarakat yang menerima kekalahan ketika
pemilihan umum, tetapi pemerintah tetap merangkul mereka dan menjadikan mereka mitra
pemerintah meskipun mereka berada dalam pihak oposisi. Mereka tetap dapat menyuarakan
aspirasi mereka dan diterima secara terbuka oleh pemerintah demi membenahi jalannya
pembangunan di negara ini. Selain itu juga, meskipun mereka berada dalam oposisi, tetapi
mereka tetap mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah.
Namun, di satu sisi, demokrasi kita bisa dikatakan berjalan kurang baik, karena masyarakat
belum atau bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk bebas berdemokrasi akibat adanya
pembungkaman kalangan aktivis kritis, ditandai dengan meredupnya sikap kritis civil society,
baik pers, LSM, akademisi, dan sebagainya sebagai mitra pemerintah. Kemudian anggapan dari
sebagian masyarakat bahwa isi kritik mereka tidak dapat dibedakan dengan hujatan, makian,
fitnah, hoax, dan lain sebagainya. Pemerintah terkadang cenderung membela pihak yang pro
namun belum atau tidak dapat memberikan kesempatan kepada pihak kontra. Atau pemerintah
cenderung menampung aspirasi masyarakat mayoritas, sementara masyarakat minoritas belum
atau bahkan tidak difasilitasi oleh pemerintah, jika merujuk pada ciri pemerintah yang terbuka
dan bertanggung jawab, yang salah satunya adalah menjamin hak serta kebebasan seluruh
masyarakat, tidak peduli mayoritas atau minoritas.

21

Tetapi sebetulnya kembali lagi pada cara masyarakat menyampaikan aspirasi tadi,
hendaknya dengan damai dan mengedepankan etika dan sikap yang manusiawi. Kemudian,
mengenai cara yang tepat untuk menyalurkan aspirasi kepada pemerintah tanpa harus takut akan
kriminalisasi, sebetulnya kita sebagai rakyat boleh saja bebas menyalurkan aspirasi atau
mengkritik, tetapi apabila mengkritik, baiknya kita menggunakan cara yang sehat, beretika, serta
tetap mengedepankan sopan santun dan berdamai dengan pemimpin atau wakil rakyat.
22
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Demokrasi memiliki konsep yang selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat
strategis dalam sistem ketatanegaraan. Demokrasi adalah kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat, atau kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi Pancasila adalah
norma yang mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan
negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap
warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan,
dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta lembaga-lembaga negara baik di pusat maupun di
daerah. Demokrasi Pancasila memiliki beberapa prinsip yaitu Kebebasan, Kedaulatan Rakyat,
serta Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa rakyat memegang peranan yang sangat
penting dalam keberjalanan demokrasi di Indonesia. Saat ini demokrasi di negara kita masih
kurang berjalan dengan baik sebetulnya, karena masyarakat belum atau bahkan tidak
mendapatkan kesempatan untuk bebas berdemokrasi. Posisi media dalam membangun demokrasi
adalah sebagai sentral atau penengah (mediator) dari beberapa elemen pembangunan demokrasi.
Cara yang tepat bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi/kritik kepada pemerintah tanpa
harus takut akan dikriminalisasi adalah dengan menyalurkan aspirasi/kritik tersebut secara sopan
dan santun, serta tidak menggunakan bahasa yang kasar atau menghina.
3.2 Saran
Studi literatur masih perlu dikembangkan lagi untuk menambahkan metode-metode yang
mampu diterapkan untuk mengatasi permasalahan penyebaran berita hoax, ujaran kebencian, dan
SARA. Selain itu diharapkan masyarakat juga mampu mengimplementasikan tindakan-tindakan
preventif dalam menanggulangi kampanye hitam yang dapat mencederai keberlangsungan
demokrasi di Indonesia sehingga demokrasi di Indonesia bisa berjalan lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agustam. 2011. Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan di
Indonesia. Jurnal TAPIs, 7(12), 82-85.
Agustian, H. Ary Ginanjar dan Sumodiningrat, Gunawan. 2008. Mencintai Bangsa dan Negara
Pegangan dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara di Indonesia. Bogor : Sarana Komunikasi
Utama.
Berlian, Cheny. 2017. Sanksi Pidana Pelaku Penyebar Berita Bohong dan Menyesatkan (Hoax)
Melalui Media Online. Journal Equitable, 2(2), 33.
Demokrasi. Wikipedia. Tersedia di https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi. Diakses tanggal 18
Februari 2021, pukul 09:26.
Huda, Ni’matul. 2014. Ilmu Negara. Jakarta : Raja Grafindo.
Huda, Ni’matul, dan Nasef, Imam. (2019). Teori Demokrasi. Negara Hukum, Demokrasi, dan
Judicial Review, 29-37.
Kasus Saracen: Pesan Kebencian dan Hoax di Media Sosial. BBC News Indonesia. Tersedia di
https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41022914. Diakses tanggal 19 Februari 2021, pukul
22.33.
Mufti, Muslim dan Naafisah, Didah Durrotun. 2013. Teori-Teori Demokrasi. Jakarta : Pustaka
Setia.
Muntoha. (2009). Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum, 3(16), 379-395.
Purnama, Eddy. 2007. Negara Kedaulatan Rakyat. Jakarta : Nusamedia.
Scumpeter, Joseph A. 2011. Capitalism, Socialist and Democracy. Jakarta : Raja Grafindo.
Slamet, Adiyana. (2016). Media dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia. Jurnal Ilmu Politik
dan Komunikasi, 6(1), 119-126.

24
LAMPIRAN
Lampiran A Konsep Demokrasi 
25

Lampiran B Teori-Teori Demokrasi


26

Lampiran C Posisi Media dalam Membangun Demokrasi

Lampiran D Kasus Saracen


27

Anda mungkin juga menyukai