Anda di halaman 1dari 57

 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
BAB II

  LANDASAN TEORI
 
Studi Terdahulu
 
Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan 2011 – 2035,
  disebutkan bahwa dalam mengambil langkah – langkah yang diperlukan sesuai
tugas,
  fungsi, dan wewenang masing – masing untuk melaksanakan Program
Dekade Aksi Keselamatan Jalan, mengacu kepada 5 (lima) Pilar Program Dekade
 
Aksi Keselamatan Jalan yang meliputi:
 
Pilar I yaitu Manajemen Keselamatan Jalan bertanggung jawab untuk
mendorong terselenggaranya koordinasi antar pemangku kepentingan dan
terciptanya kemitraan sektoral guna menjamin efektivitas dan keberlanjutan
pengembangan dan perencanaan strategi keselamatan jalan pada level nasional,
termasuk di dalamnya penetapan target pencapaian dari keselamatan jalan dan
melaksanakan evaluasi untuk memastikan penyelenggaraan keselamatan jalan telah
dilaksanakan secara efektif dan efisien yang fokus kepada:
a. Penyelerasan dan koordinasi keselamatan jalan
b. Protokol kelalulintasan kendaraan darurat
c. Riset keselamatan jalan
d. Survailans cedera dan sistem informasi terpadu
e. Dana keselamatan jalan
f. Kemitraan keselamatan jalan
g. Sistem manajemen keselamatan angkutan umum
h. Penyempurnaan regulasi keselamatan jalan

Pilar II yaitu Jalan yang Berkeselamatan bertanggung jawab untuk


menyediakan infrastruktur jalan yang berkeselamatan dengan melakukan perbaikan
pada tahap perencanaan, desain, konstruksi, dan operasional jalan, sehingga
infrastruktur jalan yang disediakan mampu mereduksi dan mengakomodir
kesalahan dari pengguna jalan yang fokus kepada:

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 8


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
a. Badan jalan yang berkeselamatan
 
b. Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan yang berkeselamatan
 
c. Perencanaan dan pelaksanaan perlengkapan jalan
  d. Penerapan manajemen kecepatan
  e. Menyelenggarakan peningkatan standar kelaikan jalan yang
berkeselamatan
 
f. Lingkungan jalan yang berkeselamatan
 
g. Kegiatan tepi jalan yang berkeselamatan
 

  Pilar III yaitu Kendaraan yang Berkeselamatan bertanggung jawab untuk


memastikan bahwa setiap kendaraan yang digunakan di jalan telah mempunyai
standar keselamatan yang tinggi, sehingga mampu meminimalisir kejadian
kecelakaan yang diakibatkan oleh sistem kendaraan yang tidak berjalan dengan
semestinya. Selain itu kendaraan juga harus mampu melindungi penguna dan orang
yang terlibat kecelakaan untuk tidak bertambah parah jika menjadi korban
kecelakaan. Pilar III ini berfokus kepada:
a. Penyelenggaraan dan perbaikan prosedur uji berkala dan uji tipe
b. Pembatasan kecepatan pada kendaraan
c. Penanganan muatan lebih (overloading)
d. Penghapusan kendaraan (scrapping)
e. Penetapan standar keselamatan kendaraan angkutan umum

Pilar IV yaitu Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan bertanggung


jawab untuk meningkatkan perilaku pengguna jalan dengan mengembangkan
program – program yang komprehensif termasuk di dalamnya peningkatan
penegakkan hukum dan pendidikan yang fokus kepada:
a. Kepatuhan pengoperasian kendaraan
b. Pemeriksaan kondisi pengemudi
c. Pemeriksaan kesehatan pengemudi
d. Peningkatan sarana dan prasarana sistem uji surat izin mengemudi
e. Penyempurnaan prosedur uji surat izin mengemudi

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 9


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
f. Pembinaan teknis sekolah mengemudi
 
g. Penanganan terhadap 5 (lima) faktor risiko utama plus
 
h. Penggunaan elektronik penegakkan hukum
  i. Pendidikan formal keselamatan jalan
  j. Kampanye keselamatan

 
Pilar V yaitu Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan bertanggung jawab
 
untuk meningkatkan penanganan tanggap darurat pasca kecelakaan dengan
 
meningkatkan kemampuan pemangku kepentingan terkait, baik dari sisi sistem
  ketanggapdaruratan maupun penanganan korban termasuk di dalamnya melakukan
rehabilitasi jangka panjang untuk korban kecelakaan yang fokus kepada:
a. Penanganan pra kecelakaan
b. Penanganan pasca kecelakaan
c. Penjaminan korban kecelakaan yang dirawat di rumah sakit rujukan
d. Pengalokasian sebagian premi asuransi untuk dana keselamatan jalan
e. Riset pra dan pasca kejadian kecelakaan pada korban
Penyusunan Tugas Akhir ini berfokus pada Pilar II untuk menyediakan
infrastruktur jalan yang berkeselamatan dengan melakukan perbaikan pada daerah
rawan kecelakaan.
Berdasarkan hasil pencarian, didapatkan beberapa topik studi yang hampir
sama dengan topik tugas akhir ini, dapat dilihat pada Tabel II-1 beberapa studi yang
hampir sama namun tetap ada beberapa perbedaan didalamnya.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 10


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-1 Studi Terdahulu
 
Penyusun Muhammad Muhamad Rizal Bayu Pramadya
  Amarullah Abdillah dan Kurniawan Sakti
  Tharik Rahman

 
Judul Penelitian Perancangan Perancangan Analisis
  Penanganan Penanganan Penentuan Lokasi
  Lokasi titik rawan Lokasi titik rawan titik rawan
kecelakaan (Black kecelakaan (Black kecelakaan Lalu
 
Spot) pada ruas Link) di Ruas Lintas Di Jalur
 
Jalan PH. H. Jalan Padalarang Utama Kabupaten
Mustofa - AH. – Cipatat, Desa Jember (Metode
Nasution Kota Citatah, Pencacahan
Bandung Kecamatan Indikator
Cipatat, Kerawanan)
Kabupaten
Bandung Barat
sepanjang 5,9 Km

Manfaat Melakukan Melakukan Melakukan


Penelitian penanganan penanganan analisis
dengan Strategi terhadap lokasi kerawanan
Manajemen Lalu jaringan rawan kecelakaan lalu
Lintas terhadap kecelakaan (black lintas dengan
lokasi titik rawan link) yang paling metode
kecelakaan (black efektif pencacahan
spot) yang paling mengurangi indicator
efektif kecelakaan kerawanan dan
mengurangi
kerawanan
kecelakaan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 11


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Lokasi Ruas Jalan PH. H. Ruas Jalan Kabupaten
 
Mustofa - AH. Padalarang Jember
 
Nasution Cipatat,
  Kabupaten
  Bandung Barat

  Persamaan Membahas keselamatan jalan


Perbedaan
  Penanganan yang Penanganan yang Metode analisis

  dilakukan adalah dilakukan adalah menggunakan


Black Spot black link, metode
 
berdasarkan target berdasarkan target pencacahan dan
Pilar II RUNKJ Pilar II Rencana luaran analisis
2011 - 2035 Umum Nasional berupa lokasi titik
Keselamatan rawan kecelakaan
Jalan 2011 – 2035

Kecelakaan Lalu Lintas

Lalu lintas adalah gerak atau pindah kendaraan manusia dan hewan dijalan
dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan alat gerak (Arpandi, 2011). Lalu
lintas merupakan faktor penting dalam kehidupan masyarakat, manusia pada
dasarnya tidak bisa hidup sendiri dan tidak bisa hidup dalam satu tempat saja. Maka
dari itu lalu lintas sangat dibutuhkan oleh masyakat. Dalam praktiknya, lalu lintas
yang baik adalah lalu lintas yang mampu melayani manusia dana tau barang dengan
aman, nyaman, dan efisien. Lalu lintas yang aman haruslah didukung oleh prasarana
jalan, bangunan pelengkap jalan, kelengkapan jalan dan lain lain.

Kecelakaan lalu lintas adalah terjadinya peristiwa di jalan yang tidak


disengaja melibatkan kendaraan pengguna jalan yang mengakibatkan korban
manusia maupun kerugian materi.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 12


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
2.2.1 Teori Kecelakaan
 
Berdasarkan Direktur Keselamatan Transportasi Darat Kementrian
 
Perhubungan aspek kesalahan manusia (pengemudi) adalah penyebab terbesar
 
kecelakaan di jalan raya, sekitar 80 – 90%. Faktor lainnya adalah prasarana
  kendaraan yang tidak layak sekitar 10 – 15% serta sarana jalan sekitar 5 – 10%.
 
2.2.2 Konsep Kecelakaan
 
Berdasarkan UU nomor 22 tahun 2009 disebutkan kecelakaan lalu lintas
 
adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
  Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban
manusia dan/atau kerugian harta benda. Terjadinya suatu kecelakaan selalu
mengandung unsur ketidaksengajaan dan tidak disangka – sangka serta akan
menimbulkan perasaan terkejut, heran, dan trauma bagi orang yang mengalami
kecelakaan tersebut. Pasal 229 berisi tentang penggolongan kecelakaan lalu lintas
yaitu:
- Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
- Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
- Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
- Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan,
ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

Direktorat Keselamatan Transportasi Darat (2007:3) menjelaskan bahwa


yang dimaksud dengan kecelakaan yang serius adalah sebuah kecelakaan (satu kali
kecelakaan) tetapi menelan korban meninggal dunia lebih besar dari delapan orang.
Secara prinsip setiap kecelakaan lalu lintas jalan yang menimbulkan korban jiwa
manusia harus dilakukan investigasi dan penelitian untuk mengetahui kemungkinan
penyebab kecelakaan yang dapat dijadikan rekomendasi guna mencegah terjadinya
kecelakaan serupa terulang kembali. Seperti diketahui, faktor penyebab kecelakaan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 13


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
ada 3 yaitu faktor pengendara, faktor kendaraan, dan faktor jalan dan lingkungan.
 
Menurut Oglesby (1988) tingkah laku pribadi pengemudi di dalam arus lalu lintas
 
adalah faktor yang menentukan karakteristik lalu lintas yang terjadi. Bertambahnya
usia  atau orang yang lebih tua akan lebih beresiko mengalami kecelakaan karena
  reflek pengemudi menjadi lebih lambat dan kemampuan fisik tertentu akan
menurun. Reaksi dalam mengemudi erat hubungannya dengan kondisi fisik
 
manusia, dari penerima rangsangan setelah melihat suatu tanda sampai
 
pengambilan tindakan terdiri dari:
  1. Perception atau pengamatan yaitu rangsangan pada panca indera
  meliputi penglihatan diteruskan oleh panca indera yang lain.
2. Identification yaitu pengidentifikasian dan pengertian terhadap
rangsangan.
3. Emotion atau judgement yaitu proses pengambilan keputusan untuk
menentukan reaksi yang sesuai (misalnya berhenti, menyalip, menepi,
atau membunyikan tanda suara).
4. Violation yaitu pengambilan tindakan yang membutuhkan koordinasi
dengan kendaraan, misalnya menginjak pedal rem, banting setir, dan lain
sebagainya.
Total waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pengamatan sampai pada
reaksi besarnya adalah 2,5 detik. Adapun sebab – sebab kecelakaan yang
disebabkan oleh faktor kendaraan antara lain adalah:
1. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh perlengkapan kendaraan:
- Alat – alat rem tidak bekerja dengan baik
- Alat – alat kemudi tidak berjalan dengan baik
- Ban atau roda dalam kondisi buruk
- Tidak ada kaca spion
2. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh penerangan kendaraan:
- Syarat lampu penerangan tidak terpenuhi
- Menggunakan lampu yang menyilaukan
- Lampu tanda rem tidak bekerja

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 14


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
3. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pengamanan kendaraan:
 
- Karoseri kendaraan yang tidak memenuhi syarat keamanan
 
4. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh mesin kendaraan:
  - Mesin tiba – tiba mogok di jalan
  5. Karena hal – hal lain dari kendaraan:
- Muatan kendaraan terlalu berat untuk truk dan lain – lain
 
- Perawatan kendaraan yang kurang baik (perseneling blong, kemudi
 
patah dan lain – lain).
  Jalan sebagai landasan bergeraknya kendaraan harus direncanakan agar
  memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan bagi pemakainya. Perencanaan
geometrik jalan harus memperhatikan lalu lintas yang akan lewat pada jalan
tersebut, kelandaian jalan, dan alinyemen horizontal. Faktor kecelakaan yang
disebabkan oleh faktor jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh perkerasan jalan:
- Lebar perkerasan yang tidak memenuhi syarat
- Permukaan jalan yang licin dan bergelombang
- Permukaan jalan yang berlubang
2. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh alinyemen jalan:
- Tikungan yang terlalu tajam
- Tanjakan dan turunan yang terlalu curam
3. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh pemeliharaan jalan:
- Jalan rusak
- Perbaikan jalan yang menyebabkan kerikil dan debu berserakan
4. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh penerangan jalan:
- Tidak adanya lampu penerangan jalan pada malam hari
- Lampu penerangan jalan yang rusak dan tidak diganti
5. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh rambu lalu lintas:
- Rambu ditempatkan pada tempat yang tidak sesuai
- Rambu lalu lintas yang ada kurang atau rusak
- Penempatan rambu yang membahayakan pengguna jalan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 15


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
 
Lintas Jalan Pasal 93 menjelaskan korban kecelakaan lalu lintas seperti berikut ini:
 
- Korban mati (fatal) adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat
  kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
  hari setelah kecelakaan tersebut.
- Korban luka berat (seriously injury) adalah korban yang karena luka –
 
lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu
 
lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi kecelakaan. Cacat tetap berarti
  bila sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali
  dan tidak dapat sembuh/pulih untuk selama – lamanya.
- Korban luka ringan (slight injury) adalah korban yang tidak termasuk
pengertian korban mati dan korban luka berat.
Sedangkan menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
(2004:2) korban luka ringan adalah korban kecelakaan yang mengalami luka luka
yang tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Jalan Berkeselamatan

Keselamatan jalan raya adalah suatu upaya mengurangi kecelakaan jalan


raya dengan memperhatikan faktor – faktor penyebab kecelakaan, seperti prasarana,
faktor sekeliling, sarana, manusia dan rambu atau peraturan. Keselamatan jalan raya
merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari konsep transportasi
berkelanjutan yang menekankan pada prinsip transportasi yang aman, nyaman,
cepat, dan dapat diakses oleh semua orang dan kalangan baik oleh para penyandang
cacat, anak – anak, ibu – ibu maupun para lanjut usia. Tujuan dari keselamatan jalan
raya adalah untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Hal ini karena
dengan rendahnya angka kecelakaan lalu lintas maka kesejahteraan dan
keselamatan bagi mereka di jalan raya semakin terjamin. Sedangkan fungsi
keselamatan jalan raya adalah untuk menciptakan ketertiban lalu lintas agar setiap
orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas di jalan raya dapat berjalan dengan
aman.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 16


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
2.3.1 Keselamatan Jalan
 
Dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Bab I tentang Ketentuan
 
Umum Pasal 1 ayat 31 disebutkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah
 
suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas
  yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan. Berdasarkan
  Kamus Besar Bahasa Indonesia selamat adalah terhindar dari bencana; aman
sentosa;
 
sejahtera; tidak kurang suatu apapun; sehat; tidak mendapat gangguan;
kerusakan; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Artinya keselamatan lalu
 
lintas adalah melayani pengguna lalu lintas dengan aman, tidak mendapat
  gangguan, nyaman dan efisien dalam berlalu lintas. Keselamatan lalu lintas
merupakan bagian dari konsep transportasi yang aman, nyaman, efisien (cepat),
bersih (mengurangi polusi) dan dapat diakses oleh semua orang dan kalangan, baik
oleh para penyandang cacat, anak – anak, ibu – ibu maupun lanjut usia
(Soejachmoen, 2004).

Tujuan keselamatan lalu lintas adalah untuk menekan angka kecelakaan lalu
lintas di Indonesia (Soejachmoen, 2004). Dengan rendahnya angka kecelakaan lalu
lintas maka kesejahteraan dan keselamatan bagi mereka (pengguna jalan) semakin
terjamin (Soejachmoen, 2004). Fungsi dari keselamatan lalu lintas untuk
menciptakan ketertiban lalu lintas agar setiap orang yang melakukan kegiatan atau
aktivitas di jalan raya dapat berjalan dengan aman (Soejachmoen, 2004).

Menurut Undang – Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan disebutkan


bahwa keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan
terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang
disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan / atau lingkungan. Jalan yang
berkeselamatan adalah jalan yang mampu menjelaskan maksud tanpa komunikasi
(self explaining), mampu menciptakan kepatuhan tanpa peringatan (self
enforcement), dan mampu meminimalisir keparahan korban apabila terjadi tabrakan
(forgiving to road user). Prinsip dasar untuk meningkatkan keselamatan jalan
adalah dengan biaya rendah dan manfaat tinggi. Berikut ini adalah beberapa akar
permasalahan terkait keselamatan jalan:

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 17


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
- Kemampuan terbatas dalam menyediakan infrastruktur tepat waktunya
 
- Pemanfaatan bagian jalan yang tidak sebagaimana mestinya
 
- Tantangan pemanfaatan badan jalan dengan beban melebihi
  (overloading)
  - Jalan arteri dapat diakses langsung dari jalan lingkungan / lokal
- Ruas jalan masih banyak yang tanpa marka dan rambu
 
- Bangunan permanen terlalu dekat di sisi jalan
 
- Simpang sebidang dengan titik konflik terlalu banyak dan terbuka
  - Alinyemen jalan masih banyak yang sub-standar
  - Bahu jalan beda tinggi dengan badan jalan
- Kejadian iklim yang ekstrim seperti banjir yang lama, panas yang tinggi

- Budaya berkendaraan yang tidak mematuhi aturan

Prinsip keselamatan jalan dalam desain jalan adalah desain jalan yang aman
(sesuai dengan prinsip – prinsip geometri) serta dilengkapi dengan fasilitas
perambuan yang baik dan efektif diharapkan dapat menggiring pengemudi untuk
merespon kondisi jalan di depannya untuk menghindarkan maneuver atau
pergerakan yang tidak diharapkan, menghindarkan perilaku yang illegal, serta
menghindarkan pengemudi dari pengguna kecepatan yang tidak sesuai dengan
desain kecepatan yang ada (Pd T-17-2005-B tentang Audit Keselamatan Jalan).
Berdasarkan Pd T-17-2005-B tentang Audit Keselamatan Jalan) ada beberapa
prinsip dasar dalam perbaikan atau pembuatan desain jalan yang dapat
meningkatkan perilaku pengemudi antara lain melalui:

- Peningkatan kondisi lingkungan jalan, sehingga pengemudi dapat leluasa


untuk menguasai kondisi lingkungan jalan

- Pemasangan rambu peringatan dan marka yang dapat menuntun


pengemudi ketika menuju atau melalui tempat – tempat berbahaya

- Pengemudi dan pejalan kaki harus dituntun secara konsisten melalui


perambuan, marka, serta penjaluran yang cukup jelas terbaca

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 18


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
- Mempertegas hirarki jalan melalui feature desain guna menggiring lalu
 
lintas mengikuti jalurnya
 
- Mempertegas karakteristik alinyemen jalan, bila perlu lengkapi dengan
 
delineasi (khusus jalan antar kota.
 
2.3.2 Indeks Keselamatan Jalan
 
Dalam Pd T-09-2004 B tentang Penanganan Lokasi titik rawan kecelakaan
 
Lalu Lintas terdapat beberapa penilaian untuk keselamatan jalan diantaranya adalah
 
angka ekivalen kecelakaan, tingkat fatalitas, dan tingkat kecelakaan. Angka
  ekivalen kecelakaan adalah angka yang digunakan untuk pembobotan kelas
kecelakaan, angka ini didasarkan kepada nilai kecelakaan dengan kerusakan atau
kerugian materi. Tingkat fatalitas adalah angka kecelakaan lalu lintas fatal yang
dibandingkan dengan volume lalu lintas dan panjang ruas jalan. Tingkat kecelakaan
adalah angka kecelakaan lalu lintas yang dibandingkan dengan volume lalu lintas
dan panjang ruas jalan. Menurut Dirjen Bina Marga pendekatan untuk mengetahui
indeks keselamatan dapat dicari dari perhitungan nilai resiko kecelakaan (R). Nilai
resiko kecelakaan merupakan hasil perkalian antara nilai peluang (P) yang
menyebabkan kecelakaan dan nilai dampak keparahan (D) yang dialami oleh
korban kecelakaan. Secara matematis, nilai R dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
R=PxD
Nilai peluang (P) didapatkan dari perkiraan jumlah kejadian kecelakaan
sebelumnya pada ruas jalan yang ditinjau, terjadinya penyimpangan kondisi
eksisting terhadap standar teknis yang berlaku dan kombinasi antara perilaku
pengguna serta kompleksitas lalu lintas. Nilai peluang (P) tersaji dalam Tabel II-2
dibawah. Nilai dampak (D) didapatkan berdasarkan riwayat kecelakaan yang
pernah terjadi dan referensi lain atas kecelakaan yang diakibatkan oleh
penyimpangan serupa. Nilai peluang tersaji dalam Tabel II-3 dibawah. Setelah
diketahui nilai peluang dan nilai dampak maka dapat dihitung nilai resiko
kecelakaan. Semakin tinggi nilai resiko kecelakaan maka semakin besar tingkat
kepentingan penanganan lokasi yang ditinjau.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 19


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-2 Nilai Peluang (P)
 
Nilai Definisi Peluang
 
Kemungkinan kejadian kecelakaan sangat jarang atau terjadi
1
  penyimpangan terhadap standar ≤20%

  Kemungkinan kejadian kecelakaan jarang atau terjadi


2
penyimpangan terhadap standar antara >20% - ≤40%
 
Kemungkinan kejadian kecelakaan sedang atau terjadi
3
  penyimpangan terhadap standar antara >40% - ≤60%
Kemungkinan kejadian kecelakaan sering atau terjadi
  4
penyimpangan terhadap standar antara >60% - ≤80%
 
Kemungkinan kejadian kecelakaan sangat sering atau terjadi
5
penyimpangan terhadap standar >80%
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2007); Mulyono et al. (2008)

Tabel II-3 Nilai Dampak Keparahan

Nilai Definisi Dampak Keparahan

1 Keparahan korban sangat ringan (kategori luka ringan)

10 Keparahan korban ringan (kategori luka ringan)

40 Keparahan korban sedang (kategori luka cukup berat)


Keparahan korban berat (kategori luka berat dan berpotensi
70
meninggal)
100 Keparahan korban sangat berat (fatalitas ≥2 orang)
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2007); Mulyono et al. (2008)

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 20


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-4 Tingkat Kepentingan Penanganan Berdasarkan Nilai Resiko
 
Nilai Kategori Tingkat Kepentingan Penanganan
 
Dapat diabaikan, diartikan tingkat defisiensi
  1 – 50 Diabaikan keselamatan sangat rendah sehingga tidak
memerlukan monitoring
 
Respon pasif: monitoring, diartikan tingkat
  defisiensi keselamatan rendah, mulai
50 – 100 Rendah
diperlukan pemantauan terhadap titik – titik
  yang berpotensi menyebabkan kecelakaan
  Respon aktif: diperlukan penanganan yang
100 – 250 Sedang
tidak terjadwal
 
Respon aktif: diperlukan penanganan yang
250 – 350 Tinggi
terjadwal
Respon aktif: diperlukan audit keselamatan
jalan, selanjutnya penanganan segera dan
>350 Ekstrim
mendesak tidak lebih dari 2 (dua) minggu
setelah laporan AKJ disetujui
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2007); Mulyono et al. (2008)

2.3.3 Acuan Teknis Keselamatan Jalan

Keselamatan Jalan memiliki beberapa pedoman atau acuan teknis


diantaranya adalah:
- Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan 2011 – 2035
- Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Keselamatan Jalan
- Instruksi Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor IM 1 Tahun
2013 tentang Rencana Aksi Peningkatan Keselamatan Transportasi
- Panduan Teknis Jalan Berkeselamatan
- Pd T-09-2004-B tentang Penanganan Lokasi titik rawan kecelakaan Lalu
Lintas
- Pd T-17-2005-B tentang Audit Keselamatan Jalan
- 015-T-BM-1999 tentang Pengaturan Lalu Lintas untuk Keselamatan
Selama Pekerjaan Pemeliharaan Jalan
- Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 21


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Prasarana Jalan
 
Berdasarkan UU nomor 38 tahun 2004 pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa jalan
 
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi bagian jalan, termasuk bangunan
 
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
  pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah tanah atau air di atas
  permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

  Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling utama dalam


mendukung
  berlalu lintas, baik lalu lintas manusia dan/atau barang. Prasarana jalan
digunakan sebagai sarana lalu lintas untuk melayani pergerakan manusia atau
 
barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Keberadaan prasarana jalan sangat
mendukung berkembangnya suatu wilayah yang ditandai dengan lancarnya
distribusi pergerakan manusia, barang dan jasa sehingga perkembangan wilayah
tersebut menjadi lebih maju.

2.4.1 Bagian – Bagian Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan


disebutkan bahwa:
a. Badan jalan merupakan bagian jalan yang mencakup seluruh jalur lalu
lintas, median, serta bahu jalan.
b. Jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati suatu penampang
tertentu pada suatu ruas jalan, satuan waktu, keadaan jalan, dan lalu lintas
tertentu disebut Kapasitas Jalan.
c. Kecepatan kendaraan merupakan jarak yang ditempuh per satuan waktu
yang dinyatakan dalam satuan km/jam atau m/detik.
d. Jalan masuk adalah fasilitas akses lalu lintas untuk memasuki ruas jalan.
e. Bangunan pelengkap jalan antara lain jembatan, terowongan, pohon,
lintas atas, lintas bawah, tempat parkir, gorong – gorong, tembok
penahan, lampu penerangan jalan, pagar pengaman, dan saluran tepi jalan
dibangun sesuai dengan persyaratan teknis.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 22


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
f. Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan
 
adalah bangunan atau alat yang dimaksudkan untuk keselamatan,
 
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi
  pengguna jalan dalam berlalu lintas. Contoh perlengkapan jalan tersebut
  antara lain rambu – rambu (termasuk nomor rute jalan), marka jalan, alat
pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan alat pengamanan
 
pengguna jalan, serta fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan
 
angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar jalan seperti tempat parkir
  dan halte bus.
  g. Perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna jalan
adalah bangunan yang dimaksudkan untuk keselamatan pengguna jalan,
pengamanan aset jalan, dan informasi pengguna jalan. Contoh
perlengkapan jalan tersebut antara lain patok – patok pengarah, pagar
pengaman, patok kilometer, patok hektometer, patok ruang milik jalan,
batas seksi, pagar jalan fasilitas yang mempunyai sebagai sarana untuk
keperluan memberikan perlengkapan dan pengamanan jalan, dan tempat
istirahat.
h. Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan
wajib meliputi:
- Aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan APILL (alat
pemberi isyarat lalu lintas), rambu, dan marka
- Petunjuk dan peringatan yang dinyatakan dengan rambu dan tanda –
tanda lain dan/atau
- Fasilitas pejalan kaki di jalan yang telah ditentukan

Menurut Pedoman Nomor 038-T-BM-1997 tentang Perencanaan Geometrik


Antar Kota disebutkan bahwa klasifikasi jalan dibagi menurut fungsi jalan, menurut
kelas jalan, menurut medan jalan, dan menurut wewenang pembinaan jalan.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 23


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
- Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas:
 
1. Jalan Arteri, jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri
 
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan
 
masuk dibatasi secara efisien,
 
2. Jalan Kolektor, jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi
  dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang
  dan jumlah jalan masuk dibatasi,

  3. Jalan Lokal, jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri

  perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.

- Klasifikasi menurut kelas jalan terdiri atas:

1. Klasifikasi menurut kelas jalan berkitan dengan kemampuan jalan untuk


menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.

2. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan


klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel dibawah.
(Pasal 11, PP. No.43/1993).

Tabel II-5 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan

Muatan Sumbu Terberat


Fungsi Kelas
MST (ton)
Arteri I >10
II 10
IIIA 8
Kolektor IIIA
8
IIIB
Sumber : PP No.43/1993

- Klasifikasi menurut medan jalan:

1. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar


kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 24


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
2. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometric dapat
 
dilihat dalam Tabel dibawah ini.
 
3. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
 
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana
  trase jalan dengan mengabaikan perubahan – perubahan pada bagian
  kecil dari segmen rencana jalan tersebut.

  Tabel II-6 Klasifikasi Jalan Menurut Medan

No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


 
1 Datar D <3
 
2 Perbukitan B 3 – 25
3 Pegunungan G >25

- Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.


26/1985 adalah:

1. Jalan Nasional

2. Jalan Propinsi

3. Jalan Kabupaten / Kotamadya

4. Jalan Desa

5. Jalan Khusus

2.4.1.1 Persyaratan Teknis Konstruksi Jalan

Persyaratan teknis jalan meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan,


kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bengunan pelengkap jalan,
perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus.
Persyaratan teknis jalan harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, dan
lingkungan. Perencanaan teknis jalan sekurang – kurangnya harus memenuhi
ketentuan teknis mengenai:
a. Ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan
b. Dimensi jalan
c. Muatan sumbu terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 25


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
d. Persyaratan geometrik jalan
 
e. Konstruksi jalan
 
f. Konstruksi bangunan pelengkap jalan
  g. Perlengkapan jalan
  h. Ruang bebas, dan
i. Kelestarian lingkungan hidup
 

2.4.1.2
  Geometrik Jalan

  Geometrik jalan dapat diartikan sebagai suatu bangunan jalan raya yang

  menggambarkan tentang bentuk atau ukuran jalan raya baik yang menyangkut
penampanng melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk
fisik jalan.

Berdasarkan RSNI T – 14 – 2004 Daerah manfaat jalan (Damaja) dibatasi


oleh batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan, tinggi minimum
5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan kedalaman minimum
bebas 1,5 meter. Daerah milik jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan
kedalaman 1,5 meter. Daerah pengawasan jalan adalah ruang sepanjang jalan di
luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu diukur dari tepi jalur luar
dengan ukuran sebagai berikut:
1. Jalan arteri primer 11 meter,
2. Jalan arteri sekunder 11 meter,
3. Jalan kolektor primer 9 meter,
4. Jalan kolektor sekunder 9 meter,
5. Jalan lokal primer 6,5 meter,
6. Jalan lokal sekunder 6,5 meter,
7. Jalan lingkungan primer 5 meter,
8. Jalan lingkungan sekunder 2 meter, dan
9. Jembatan 100 meter kea rah hilir dan hulu.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 26


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

  Gambar II-1 Tipikal Damaja, Damija, dan Dawasja


Sumber: RSNI T-14-2004 Geometri Jalan Perkotaan halaman 13
 
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan
oleh jarak pandang pengemudi yang ditetapkan sebagai daerah bebas samping
tikungan. Komposisi potongan melintang jalan terdiri atas komponen - komponen
sebagai berikut:
1. Jalur lalu lintas
2. Median dan jalur tepian
3. Bahu
4. Jalur pejalan kaki
5. Selokan
6. Lereng
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya,
pada Tabel II-7 menunjukkan lebar lajur dan bahu jalan sesuai kelas jalan. Lebar
jalur minimum adalah 4,5 meter yang memungkinkan 2 kendaraan dengan lebar
maksimum 2,1 meter saling berpapasan. Papasan 2 kendaraan lebar maksimum 2,5
meter yang terjadi sewaktu – waktu dapat memanfaatkan bahu jalan.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 27


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-7 Lebar lajur jalan dan bahu jalan
 
Lebar Lajur (m) Lebar Bahu Sebelah Luar (m)
Kelas
 
Jalan Tanpa Trotoar Ada Trotoar
Disarankan Minimum
Disarankan Minimum Disarankan Minimum
 
I 3,60 3,50 2,50 2,00 1,00 0,50
  II 3,60 3,00 2,50 2,00 0,50 0,25
III A 3,60 2,75 2,50 2,00 0,50 0,25
  III B 3,60 2,75 2,50 2,00 0,50 0,25
III C 3,60 *) 1,50 0,50 0,50 0,25
 
Keterangan: *) = Jalan 1-jalur 2 arah, lebar 4,50 m
 
Sumber: RSNI T 14 – 2004 Halaman 16
 
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang dengan atau tanpa
marka jalan yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang
berjalan selain sepeda motor (PP RI No. 43 Tahun 1993). Apabila lajur dibatasi
oleh marka garis membujur terputus, maka lebar lajur diukur dari sisi dalam garis
tengah marka garis tepi jalan sampai dengan garis tengah marka garis pembagi arah
pada jalan 2-lajur 2-arah atau sampai dengan garis tengah garis pembagi lajur pada
jalan berlajur lebih dari satu. Apabila lajur dibatasi oleh marka garis membujur
utuh, maka lebar lajur diukur dari masing – masing tepi sebelah dalam marka
membujur garis utuh (RSNI T 14 – 2004).

Bahu jalan merupakan daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan


jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan
untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas, dan permukaan.
Lebar minimum bahu jalan untuk bahu luar dan bahu dalam dapat dilihat pada
Gambar II-2. Kemiringan bahu jalan yang normal adalah antara 3 – 5%, kemiringan
melintang bahu jalan harus lebih besar dari kemiringan melintang lajur kendaraan.
Ketinggian permukaan bahu jalan harus menerus dengan permukaan perkerasan
jalan.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 28


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Gambar II-2 Tipikal Kemiringan Melintang Bahu Jalan
Sumber: RSNI T 14 – 2004 Halaman 17

Kecepatan rencana pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
untuk mengikat komponen perencanaan geometrik jalan yang dinyatakan dalam
km/jam. Kecepatan rencana memungkinkan kendaraan – kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang baik dan cerah, lalu lintas yang
lengang, dan pengaruh hambatan samping jalan yang tidak berarti. Kecepatan
rencana untuk masing – masing fungsi jalan dapat ditetapkan dan dapat dilihat pada
Tabel II-8.

Tabel II-8 Kecepatan Rencana (Vr) Jalan Perkotaan


Fungsi Jalan Kecepatan Rencana, Vr
(km/jam)
1. Arteri Primer 50 – 100
2. Kolektor Primer 40 – 80
3. Arteri Sekunder 50 – 80
4. Kolektor Sekunder 30 – 50
5. Lokal Sekunder 30 - 50
Sumber: RSNI T 14 – 2004 Halaman 9

2.4.2 Bangunan Pelengkap Jalan

Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang menjadi bagian dari jalan
yang dibangun sesuai dengan persyaratan teknik untuk mendukung fungsi dan
keamanan konstruksi jalan. Bangunan pelengkap jalan menurut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 29


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, bangunan pelengkap jalan
 
memiliki fungsi sebagai berikut:
 
1. Jalur Lalu Lintas
  Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas adalah
  jembatan, lintas atas, lintas bawah, jalan layang dan terowongan (Permen
PU Republik Indonesia No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
 
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pasal 15).
 
2. Pendukung Konstruksi Jalan
  Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai pendukung
  konstruksi jalan mencakup saluran tepi jalan, gorong – gorong, dan dinding
penahan tanah (Permen PU Republik Indonesia No. 19/PRT/M/2011
tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Pasal 21).
3. Fasilitas Lalu Lintas dan Fasilitas Pendukung Pengguna Jalan
Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai fasilitas lalu lintas
dan fasilitas pendukung pengguna jalan meliputi jembatan penyebrangan
pejalan kaki, terowongan penyebrangan pejalan kaki, pulau jalan, trotoar,
tempat parkir di badan jalan, dan teluk bus yang dilengkapi dengan halte
(Permen PU Republik Indonesia No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Pasal 25).

2.4.2.1 Median Jalan

Median jalan merupakan suatu bagian tengah badan jalan yang secara fisik
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah, median jalan (pemisah tengah)
dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang diturunkan
(depressed), atau median rata (flush). Median jalan direncanakan dengan tujuan
untuk meningkatkan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi pemakai jalan
maupun lingkungan. Median jalan berfungsi sebagai berikut:

1. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;

2. Untuk menghalangi lalu lintas belok kanan;

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 30


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
3. Lapak tunggu bagi penyebrang jalan;
 
4. Penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu
 
kendaraan dari arah berlawanan;
 
5. Penempatan fasilitas pendukung jalan;
 
6. Cadangan lajur (jika cukup luas);
 
7. Tempat prasarana kerja sementara;
 
8. Dimanfaatkan sebagai jalur hijau.
 
Kriteria median jalan dapat digunakan jika:
 
1. Jalan bertipe minimal empat lajur dua arah (4-2/UD)

2. Volume lalu lintas dan tingkat kecelakaan tinggi

3. Diperlukan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas.

Dalam perencanaan median harus memenuhi ketentuan – ketentuan yang


berkaitan dengan aspek keselamatan, aspek geometrik, aspek kelancaran, aspek
kenyaman, aspek efisiensi atau ekonomis, aspek drainase jalan, dan aspek pejalan
kaki. Penempatan median tepat pada sumbu jalan. Sisi tepi median harus saling
sejajar dengan garis membujur sumbu jalan, kecuali pada daerah taper menjelang
bukaan median. Penempatan median jalan dalam potongan melintang jalan dapat
dilihat pada Gambar II-3 berikut.

Gambar II-3 Median Dalam Potongan Melintang Jalan


Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 5

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 31


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Median jalan memiliki tiga tipe yang bisa digunakan, yaitu:
 
1. Median jalan datar, yaitu median yang dibatasi oleh dua buah marka
 
membujur garis utuh, bila jarak dua buah marka membujur garis utuh
 
bisa dikategorikan sebagai median jika jarak tersebut > 18 cm,
  didalamnya dilengkapi marka serong. Ketentuan penggunaan marka
  sebagai median jalan mengikuti pedoman perencanaan marka yang

 
berlaku. Contoh median membujur garis utuh dapat dilihat pada Gambar
II-4.
 

Gambar II-4 Median Datar


Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 5

2. Median yang ditinggikan, yaitu median yang dibuat lebih tinggi dari
permukaan jalan. Pada sisi luar median harus dilengkapi dengan kereb.
Median yang ditinggikan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Median yang ditinggikan dipasang apabila lebar lahan yang tersedia


untuk penempatan median kurang dari 5,0 meter.

b. Tinggi median dari permukaan jalan adalah antara 18 cm dan 25 cm.


Detail potongan dan penempatan median yang ditinggikan dalam
potongan melintang jalan dapat dilihat pada Gambar II-5 berikut.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 32


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Gambar II-5 Median yang Ditinggikan
  Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 6

  c. Spesifikasi kereb yang dipasang harus mengikuti SNI 03-2442-1991.


Sudut bagian muka permukaan kereb tidak boleh tajam. Detail
potongan kereb dapat dilihat pada Gambar II-6 sampai dengan
Gambar II-7 berikut.

Gambar II-6 Sisi Luar Median yang Dilengkapi Kereb


Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 6

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 33


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Gambar II-7 Penampang Melintang Kereb
Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 6
 

3. Median yang diturunkan, yaitu median yang dibuat lebih rendah dari
permukaan jalur lalu lintas. Pemasangan median ini mengikuti ketentuan
sebagai berikut:

a. Median yang diturunkan dipasang apabila lebar lahan yang


disediakan untuk median lebih atau sama dengan 5,0 meter;

b. Kemiringan permukaan median antara 6 – 15% dimulai dari sisi luar


ke tengah – tengah median dan secara fisik berbentuk cekungan,
seperti terlihat pada Gambar II-8.

c. Permukaan median tidak diperkeras dan dapat diberi material yang


mampu meredam laju kecepatan kendaraan yang lepas kendali.

Gambar II-8 Median yang Diturunkan


Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 7

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 34


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Lebar median dihitung dari antara kedua marka membujur garis utuh
 
termasuk lebar marka tersebut. Minimum lebar median ditetapkan berdasarkan ada
 
tidaknya bukaan yang direncanakan pada median tersebut, sepert terlihat pada
Tabel
  II-9 dan Tabel II-10.

  Tabel II-9 Lebar Minimum Untuk Median Tanpa Bukaan (Tipe Ditinggikan)

Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 7

Tabel II-10 Lebar Minimum Untuk Median Dengan Bukaan (Tipe Ditinggikan/Diturunkan)

Sumber: RSNI T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan Halaman 7

2.4.2.2 Trotoar

Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Trotoar Direktorat Pembinaan Jalan


Kota No.007/T/BNKT/1990 trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak di daerah
manfaat jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan
perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Fungsi utama trotoar adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki
sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyaman pejalan kaki
tersebut. Trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak
terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Ruang di bawah trotoar
dapat digunakan sebagai ruang untuk menempatkan utilitas dan pelengkap jalan
lainnya.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 35


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Trotoar Direktorat Pembinaan Jalan
 
Kota No.007/T/BNKT/1990 trotoar ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi
 
luar jalur lalu lintas (bila telah tersedia jalur parkir). Trotoar hendaknya dibuat
sejajar
  dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila
  keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan. Trotoar
sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau diatas
 
saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. Suatu
 
ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan
 
tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan
  kaki. Penggunaan lahan tersebut antara lain perumahan, sekolah, pusat
perbelanjaan, puat perdagangan, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan
social, daerah industri, terminal bus, dan lain – lain.
Berdasarkan Petunjuk Perencanaan Trotoar Direktorat Pembinaan Jalan
Kota No.007/T/BNKT/1990 menyebutkan persyaratan ruang bebas trotoar. Tinggi
bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang
dari 0,3 meter. Perencanaan pemasangan utilitas selain harus memenuhi ketentuan
ruang bebas trotoar, harus juga memenuhi ketentuan – ketentuan dalam buku
petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas. Ruang bebas trotoar dapat dilihat pada
Gambar II-9 berikut.

Gambar II-9 Ruang Bebas Trotoar


Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/T/BNKT/1990 (halaman 2)

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 36


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Lebar trotoar disarankan tidak kurang dari 2 meter. Pada keadaan tertentu
 
lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan batasan lebar minimum menurut
 
penggunaan lahan sekitarnya, seperti terlihat pada Tabel II-11.
 
Tabel II-11 Lebar Minimum Trotoar Berdasarkan Tata Guna Lahan
 

Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/T/BNKT/1990 (halaman 4)

2.4.3 Perlengkapan Jalan

Perlengkapan jalan adalah sarana untuk mengatur keselamatan, kelancaran,


keamanan, dan ketertiban lalu lintas antara lain perangkat lalu lintas, pengaman
jalan, rambu jalan, jembatan penyeberangan, kotak komunikasi, dan tempat
pemberhentian angkutan umum.

2.4.3.1 Rambu Lalu Lintas

. Rambu – rambu terdiri dari empat jenis yaitu rambu peringatan, rambu
larangan, rambu perintah, dan rambu petunjuk. Rambu peringatan digunakan untuk
menyatakan peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan di depan pemakai
jalan. Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu perintah digunakan untuk menyatakan
perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu petunjuk digunakan
untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat,
pengaturan, fasilitas, dan lain – lain bagi pemakai jalan. Ketentuan dari setiap jenis
rambu dapat dilihat pada Tabel II-12.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 37


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-12 Ketentuan dan Jenis Rambu Lalu Lintas
 
Jenis Rambu Ciri Keterangan Ketentuan Contoh Gambar
Peringatan
  Warna dasar Pemberi VR X (m)
kuning; peringatan >100 180
 
lambang / kemungkinan 81- 100
  tulisan hitam ada bahaya di 100
depan pengguna 61-80 80
 
jalan <60 50
 
Larangan Warna dasar Menyatakan Penempatan
  putih dan perbuatan yang dilakukan sedekat
merah; dilarang mungkin dengan
 
tulisan / dilakukan oleh daerah titik
lambang pengguna jalan larangan secara
hitam berulang setiap
15m
Perintah Warna dasar Menyatakan Ditempatkan
biru; tulisan perintah yang sedekat mungkin
warna putih wajib dilakukan dengan titik
oleh pengguna kewajiban dimulai
jalan
Petunjuk Warna dasar Menyatakan Ditempatkan
biru atau tempat fasilitas sedekat mungkin
hijau; tulisan atau penunjuk pada lokasi yang
/ lambang arah jurusan ditunjukkan
warna putih maksimal 50 m;
ditempatkan
sebelum lokasi
yang ditunjuk;
ditempatkan pada
awal petunjuk
tersebut dimulai
Sumber: Keputusan Menteri Nomor 61 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas

Ketentuan dalam penempatan posisi rambu harus diperhatikan tata cara


pemasangannya sesuai dengan panduan penempatan fasilitas perlengkapan jalan
dari Departemen Perhubungan dan disajikan dalam Tabel II-13.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 38


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-13 Posisi Rambu
 
Uraian Contoh
 
Rambu lalu lintas ditempatkan pada sisi
jalan
  sebelah kiri menurut arah lalu lintas,

  pemasangan rambunya diputar 15 derajat


berlawanan arah jarum jam dari posisi tegak
 
lurus arah lalu lintas.
 
Ketinggian daun rambu dari permukaan
 
tempat pemasangan rambu terhadap sisi
 
daun rambu bagian bawah adalah:
- Penempatan pada bagian di sisi jalan
(175 – 265) cm
- Penempatan di lokasi fasilitas pejalan
kaki (200 – 265) cm
Pemasangan rambu dalam satu tiang
maksimal dua buah daun rambu.

Ketinggian rambu yang terdapat pada ruang


manfaat jalan adalah 500 cm dari permukaan
jalan terhadap sisi bawah daun rambu.

Jarak rambu terhadap bagian tepi perkerasan


/ jalan bagian luar adalah minimal 60 cm.

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan


Salah satu komponen utama rambu adalah daun rambu, ketentuan dari setiap
jenis rambu sesuai dengan pedoman dapat dilihat pada Tabel II-14.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 39


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-14 Dimensi Daun Rambu
 
Jenis dan Ketentuan Rambu Gambar
 
Rambu Peringatan
 
Ukuran (mm) A B C D E R
 
Sangat kecil 450 9 16 265 75 37
 
Kecil 600 9 16 353 100 37
  Sedang 750 12 19 442 120 47

  Besar 900 16 22 530 150 56

  Rambu Larangan

Ukuran (mm) A B C

Sangat kecil 450 75 375

Kecil 600 100 500

Sedang 750 125 620

Besar 900 150 750

Rambu Perintah

Ukuran (mm) A B C D E

Sangat kecil 450 83 263 291 61

Kecil 600 110 351 388 82

Sedang 750 138 439 485 102

Besar 900 165 527 582 122

Rambu Petunjuk

Ukuran (mm) A B C D R

Sangat kecil 400 500 230 260 37

Kecil 500 600 350 350 37

Sedang 600 750 460 430 57

Besar 750 900 580 520 56

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 40


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
2.4.3.2 Marka Jalan
 
Marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau memperingatkan atau
 
menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. Marka jalan terdiri dari marka
 
membujur, marka melintang, marka serong, marka lambang, dan marka lainnya.
  Marka membujur berupa garis utuh, garis putus-putus, garis ganda yang terdiri dari
  garis utuh dan garis putus-putus, dan garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh.
Marka
 
melintang berupa garis utuh dan garis putus-putus. Marka melintang
berfungsi untuk menyatakan batas henti kendaraan. Marka serong berupa garis utuh
 
digunakan untuk menyatakan daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan dan
  pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. Marka lambang dapat
berupa panah, segitiga atau tulisan, dipergunakan untuk mengulangi maksud
rambu-rambu atau untuk memberi tahu pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan
dengan rambu-rambu.

a. Marka Garis Membujur


Marka membujur adalah marka jalan yang sejajar dengan sumbu jalan.
Marka membujur terdiri atas garis utuh, garis putus-putus, garis ganda yang
terdiri atas garis utuh dan garis putus-putus dan garis ganda yang terdiri atas
dua garis utuh.

1) Marka Membujur Garis Utuh


Marka ini meliputi garis tepi perkerasan, marka garis marginal,
marka garis pendekat, marka garis pengarah dan marka garis
larangan.
a) Marka Garis Tepi Perkerasan Jalan
 Marka ini berupa garis utuh yang dipasang membujur
pada bagian tepi perkerasan tanpa kerb.
 Marka garis tepi perkerasan jalan berfungsi sebagai
batas lajur lalu lintas bagian tepi perkerasan.
 Ukuran:
 Panjang (L) minimum marka jalan ini 20 m.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 41


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
 lebar garis utuh (W) pada marka jalan ini minimal 0,10
 
meter maksimal 0.15 meter sebagaimana tercantum
 
dalam Gambar II-10.
 

 
Gambar II-10 Penempatan Marka Garis Tepi Perkerasan Jalan Tampak Atas
Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 4

 Marka jalan ini ditempatkan pada perkerasan jalan


dibagian tepi dalam maupun tepi luar perkerasan
sebagaimana dalam Gambar II-11.

Gambar II-11 Penempatan Marka Tepi Perkerasan Jalan Tampak Samping


Sumber: Pd. T-12-2004-B (halaman 5)

 Pada jalan 2 (dua) arah yang mempunyai lebih dari 3


(tiga) lajur, tiap-tiap arah harus dipisah dengan garis
utuh membujur dan pada saat mendekati persimpangan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 42


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
atau keadaan tertentu dapat digunakan 2 (dua) garis utuh
 
yang berdampingan.
 
b) Marka Garis Marginal
 
 Marka garis utuh membujur yang ditempatkan pada
 
bagian tepi perkerasan yang dilengkapi dengan kerb.
 
 Marka jalan ini berfungsi sebagai batas bingkai jalan
  bagian tepi perkerasan.
   Ukuran: lebar garis utuh (W) pada marka jalan ini
minimal 0,10 meter maksimal 0,15 meter.
 
 Penempatan marka pada perkerasan jalan dibagian tepi
dalam maupun luar perkerasan sebelum kereb seperti
yang ditunjukkan pada Gambar II-12 dan Gambar II-13.

Gambar II-12 Penempatan Marka Garis Marginal Tampak Samping


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 5

Gambar II-13 Penempatan Marka Garis Marginal Tampak Atas


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 5

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 43


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
c) Marka Garis Pendekat
 
 Marka garis utuh membujur yang ada sebelum adanya
 
halangan atau pulau jalan
   Marka jalan ini berfungsi sebagai tanda bahwa arus lalu
  lintas/kendaraan mendekati halangan atau pulau jalan

   Ukuran : Lebar garis utuh (W) pada marka ini minimal


0,1 m maksimal 0,15 m
 
 Marka jalan ini ditempatkan pada perkerasan jalan
 
setelah adanya marka garis peringatan dan sebelum
  marka garis serong (chevron) seperti pada Gambar II-14.

Gambar II-14 Marka Garis Pemisah, Peringatan, Pendekat dan Chevron


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 6

d) Marka Garis Pengarah


 Marka garis utuh membujur yang dipasang sebelum
persimpangan sebagai pengganti marka garis putus-
putus pemisah lajur arah lajur.
 Marka jalan ini berfungsi sebagai pengarah lalu lintas
pada persimpangan sebidang.
 Ukuran: panjang (L) minimum marka jalan ini 20 meter
dari marka garis melintang batas henti. Lebar (W)
minimal 0,10 meter maksimal 0,15 meter.
 Penempatan marka pada perkerasan jalan setelah marka
batas lajur dan sebelum garis melintang batas henti
seperti pada Gambar II-15.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 44


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

  Gambar II-15 Marka Garis Pengarah


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 6
 
e) Marka Garis Larangan
 
 Marka garis utuh membujur pada daerah tertentu atau
tikungan dengan jarak pandang terbatas.
 Marka jalan ini berfungsi sebagai tanda larangan bagi
kendaraan untuk tidak melewati marka garis ini karena
jarak pandangan yang terbatas seperti di tikungan, lereng
bukit, atau pada bagian jalan yang sempit.
 Ukuran panjang (L) minimum marka sebesar 20 meter.
Lebar garis utuh (W) pada marka jalan ini minimal 0,1
meter maksimal 0,15 meter.
 Marka jalan ini ditempatkan pada sumbu perkerasan
jalan setelah marka peringatan sebagaimana terlihat
dalam Gambar II-16.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 45


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

  Gambar II-16 Garis Larangan Menyalip


Sumber: Pd. T-12-2004-B (halaman 7)

2) Marka Membujur Garis Putus-Putus


Marka membujur garis putus-putus terdiri atas marka garis sumbu
dan perintah, marka garis pengarah dan marka garis peringatan
serta marka membujur lainnya.
a. Marka Garis Sumbu dan Pemisah
 Marka jalan ini berfungsi sebagai marka garis sumbu
atau tanda pemisah lajur.
 Ukuran: Panjang masing-masing garis maupun jarak
celah pada garis putus-putus harus sama. Ketentuan
panjang marka dan inetrval diatur berdasarkan kecepatan
rencana sebagai berikut:
 Apabila kecepatan lalu-lintas kurang dari 60 km per jam,
panjang garis putusputus (a) 3,0 meter dan jarak celah
garis putus-putus (b) 5,0 meter, yang ditunjukkan pada
Gambar II-17.

Gambar II-17 Ukuran Garis Untuk Kecepatan Dibawah 60 km/jam.


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 8

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 46


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
 Apabila kecepatan lalu-lintas 60 km per jam atau lebih,
 
panjang garis putus-putus (a) 5,0 meter dan jarak celah
 
garis putus-putus (b) 8,0 meter sebagaimana dalam
  Gambar II-18.
 

  Gambar II-18 Ukuran Garis Untuk Kecepatan Diatas 60 km/jam


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 8
 

 Marka jalan ini ditempatkan pada sumbu perkerasan


untuk jalan lurus 2 jalur Untuk jalan yang memiliki jalur
pendakian, penempatan marka ini tidak pada sumbu
perkerasan, melainkan pada batas lajur pada jalur
pendakian sebagaimana dalam Gambar II-19.

Gambar II-19 Marka Garis Pemisah pada Daerah Pendakian


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 8

b. Marka Garis Pengarah


 Marka garis putus-putus membujur yang ditempatkan
mengikuti jejak lalu lintas yang membelok pada jalan
dengan lajur lebih dari dua.
 Marka jalan ini berfungsi sebagai marka pengarah
kendaraan yang akan membelok.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 47


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
 Ukuran: lebar garis minimum 0,10 meter dan maksimum
 
0,15 meter, panjang garis (a) 0,50 meter dengan jarak
 
celah (b) sama dengan panjang garis (a)
 
c. Marka Garis Peringatan
   Marka garis putus-putus membujur ditempatkan
  sebelum marka garis pendekat atau sebelum setelah

  marka garis putus-putus pemisah lajur


 Marka jalan ini berfungsi sebagai peringatan akan
 
mendekati marka garis pendekat
 
 Ukuran:
 Panjang minimum marka ini 50 m
 Panjang garis putus-putus (a) minimal 2 atau tidak boleh
lebih 4 kali jarak celahnya.
d. Marka Garis Membujur lainnya
Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 34 Tahun 2014
Tentang Marka Jalan Pasal 39 yang berisikan tentang marka
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f dan Pasal
16 yang berisikan tentang marka membujur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas :
a) marka tempat penyeberangan;
b) marka membujur garis putus-putus;
Sedangkan pada Pasal 40 dijabarkan mengenai

1) Marka tempat penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 39 huruf a berupa:
 marka untuk menyatakan tempat penyeberangan pejalan
kaki; dan
 marka untuk menyatakan tempat penyeberangan
pesepeda.
2) Marka tempat penyeberangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwarna putih.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 48


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
3) Marka untuk menyatakan tempat penyeberangan pejalan
 
kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i berupa:
 
 garis utuh yang membujur tersusun melintang jalur lalu
  lintas (zebra cross) tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas
  untuk menyeberang (pelican crossing); dan

   dua garis utuh yang melintang jalur lalu lintas dengan


alat pemberi isyarat lalu lintas untuk menyeberang
 
(pelican crossing).
 
4) Marka untuk menyatakan tempat penyeberangan pesepeda
  sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf ii berupa 2 (dua)
garis putus-putus berbentuk bujur sangkar atau belah ketupat.
Standar ukuran marka tempat penyeberangan pejalan kaki,
baik aplikasinya di lapangan diatur di dalam Peraturan Menteri
Perhubungan RI No. 34 Tahun 2014 Tentang Marka Jalan, seperti
pada Gambar II-20.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 49


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

Gambar II-20 Ukuran standar zebra cross


Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 34 Tahun 2014

Standar Ukuran Tempat Penyeberangan pejalan kaki


(Zebra cross) tanpa Pelican Crossing, seperti pada Gambar II-21.

Gambar II-21 Zebra Cross tanpa Pelican Crossing


Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan RI No. 34 Tahun 2014

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 50


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
b. Marka Melintang
 
1) Marka Melintang Garis Utuh
 
 Marka ini berupa garis utuh melintang pada perkerasan jalan
  di persimpangan atau daerah penyeberangan pejalan kaki.
   Marka ini berfungsi sebagai batas berhenti kendaran yang

  diwajibkan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) atau


rambu larangan.
 
 Ukuran: tebal garis marka melintang harus lebih besar dari
 
marka membujur, minimal 0,20 maksimal 0,30 meter.
   Penempatan pada persimpangan atau daerah penyeberangan
pejalan kaki seperti pada Gambar II-22.

Gambar II-22 Marka Melintang Garis Utuh


Sumber: Pd. T-12-2004-B (halaman 11)

2) Marka Melintang Garis Putus-putus


 Marka ini berupa garis ganda putus-putus pada pertemuan
jalan mayor dengan minor yang tidak dilengkapi lampu lalu
lintas (APILL).

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 51


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
 Marka ini berfungsi sebagai batas berhenti kendaraan
 
sewaktu mendahulukan kendaraan lain apabila tidak
 
dilengkapi dengan rambu larangan.
   Ukuran: tebal garis minimum 0,30, panjang garis (a) 0,60
  meter jarak celah (b) 0,30 meter.

   Marka ini ditempatkan pada persimpangan yang tidak


dilengkapi dengan rambu larangan atau APILL, harus
 
didahului dengan marka lambang berupa segi tiga yang salah
 
satu alasnya sejajar dengan marka melintang tersebut, jarak
  antara alas segitiga dengan garis tanda melintang minimal 1
meter maksimal 2,5 meter. Alas segitiga minimal 1 meter dan
tingginya 3 (tiga) kali alas segitiga sebagaimana dalam
Gambar II-23.

Gambar II-23 Marka Garis Melintang Putu-putus


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 12

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 52


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
c. Marka Serong
 
1) Marka serong dengan bingkai atau Chevron
 
 Berupa garis serong utuh dengan bingkai garis utuh yang
  menyatakan bahwa kendaraan tidak diperbolehkan
  menginjak bagian jalan tersebut.

   Marka ini berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau akhir


pemisah jalan, pengarah lalu lintas, dan kendaraan akan
 
mendekati pulau lalu lintas.
 
 Ukuran: tebal bingkai minimal 0,15 meter, tebal garis serong
  minimal 0,30 meter, jarak celah antar garis serong minimal
1,00 meter, garis sudut serong 45 terhadap arah lalu lintas,
panjang daerah arsir atau garis serong minimal 10,00 meter,
dan jarak akhir daerah arsir 2,00 meter dari ujung penghalang
atau pulau jalan.
 Penempatan: ditempatkan pada perkerasan jalan setelah
marka garis pendekat dan sebelum halangan atau pulau jalan,
sebagaimana terlihat pada Gambar II-24.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 53


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

Gambar II-24 Marka Serong Chevron


Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 13

2) Marka Bingkai Garis Serong


 Marka garis utuh serong yang menyatakan larangan bagi
kendaraan melintas di atas bagian jalan yang diberi tanda.
 Marka ini berfungsi sebagai pemberitahuan awal atau akhir
pemisah jalan, pengarah lalu lintas dan adanya pulau lalu
lintas.
 Ukuran: tebal garis bingkai minimal 0,15 meter.
 Penempatan: ditempatkan pada perkerasan jalan setelah
marka garis pendekat dan sebelum halangan atau pemisah
pulau jalan apabila panjang minimum daerah arsir tidak
mencukupi (kurang dari 10,00 meter).

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 54


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
d. Marka Lambang
 
Berdasarkan Pedoman Marka Jalan No. Pd.T-12-2004-B tahun
 
2004 tentang Marka Jalan menerangkan bahwa marka lambang
  dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu lalu lintas atau
  untuk memberitahu pemakai jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan
rambu lalu lintas jalan. Jenis-jenis marka lambang Berdasarkan
 
Pedoman Marka Jalan No. Pd.T-12-2004-B diuraikan sebagai berikut:
 
1) Marka Panah
 
 Marka panah berbentuk ujung anak panah dengan 1 atau 2
 
penunjuk arah.
 Marka panah berfungsi sebagai pengatur atau pengarah jalur
bagi lalu lintas.
 Ukuran: Panjang minimum 5 meter untuk kecepatan rencana
kurang dari 60 km.
 Panjang minimum 7,50 meter untuk kecepatan rencana lebih
dari 60 km, detail dimensi marka panah pada kecepatan ini
sama dengan 1,50 kali dimensi marka panah untuk kecepatan
dibawah 60 km/jam, yang ditunjukkan pada Gambar II-25.
 Jarak panah minimum 40,00 meter maksimum 80,00 meter,
dan jumlah minimum marka panah 2 buah.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 55


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

Gambar II-25 Detail Ukuran Marka Panah Untuk Kecepatan < 60 km.jam
Sumber: Pd. T-12-2004-B halaman 13

 Penempatan: ditempatkan pada perkerasan jalan sebelum


garis batas henti (5 sampai 10 meter).
2) Marka 2 Garis Utuh Melintang
Marka ini berupa garis utuh melintang, berfungsi sebagai
tempat penyeberangan jalan bagi pejalan kaki, dengan ukuran:
 Jarak garis melintang sekurang-kurangnya 2,50 meter.
 Lebar garis melintang 0,30 meter.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 56


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
2.4.3.3 Lampu Penerangan Jalan Umum
 
Penerangan jalan umum merupakan bagian dari bangunan pelengkap jalan
 
yang berfungsi menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan,
 
sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan dan
  kenyamanan pengguna jalan (khususnya pada malam hari), mendukung keamanan
  lingkungan, dan memberikan keindahan lingkungan jalan (SNI 7391 : 2008
Halaman
 
4). Dasar perencanaan lampu penerangan jalan terkait dengan hal – hal
berikut ini (SNI 7391 : 2008 Halaman 4) :
 
1. Volume lalu lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang
  bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
2. Tipikal potongan melintang jalan, situasi (layout) jalan dan
persimpangan jalan;
3. Geometrik jalan;
4. Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan
cahaya lampu penerangan;
5. Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya atau lampu;
6. Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain lain;
7. Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan
daerah sekitarnya; dan
8. Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.
Perencanaan jenis elemen lampu disesuaikan dengan spesifikasi (SNI 7391-
2008 Halaman 5). Pembagian terdiri dari berbagai jenis lampu seperti pada Tabel
II-15.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 57


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-15 Jenis Lampu Penerangan Menurut Karakteristik dan Penggunaannya
  Efisiensi Umur Pengaruh
rata-rata rencana Daya terhadap
 
Jenis Lampu Keterangan
(lumen / rata-rata (watt) warna
  watt) (jam) objek

  Lampu tabung 60 – 70 8.000 – 18 – 20; Sedang - Jalan kolektor dan


flourescent 10.000 36 – 40 lokal;
  tekanan - Efisiensi cukup tinggi
rendah
  tapi umur pendek;
- Digunakan pada hal –
  hal terbatas

  Lampu gas 50 – 55 16.000 – 125; 250; Sedang - Jalan kolektor, lokal


merkuri 24.000 400; 700 dan persimpangan;
tekanan tinggi - Efisiensi rendah
(MBF/U) umur panjang,
ukuran kecil;
- Digunakan secara
terbatas
Lampu gas 100 – 200 8.000 – 90; 180 Sangat - Jalan kolektor, lokal,
sodium 10.000 buruk simpang,
bertekanan terowongan, rest
rendah (SOX) area;
- Efisiensi tinggi, umur
panjang;
- Cahaya berwarna
kuning
Lampu gas 110 12.000 – 150; 250; Buruk - Jalan tol, arteri,
sodium 20.000 400 kolektor,
bertekanan persimpangan;
tinggi (SON) - Efisiensi tinggi; umur
panjang; ukuran
kecil;
- Dianjurkan untuk
digunakan
Sumber: SNI 7391-2008 Halaman 5

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 58


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sehingga dapat
 
memberikan kemerataan pencahayaan yang sesuai, keselamatan dan keamanan bagi
 
pengguna jalan, pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan,
dibanding
  pada bagian jalan yang lurus dan sebagai arah dan petunjuk yang jelas
  bagi pengguna jalan dan pejalan kaki. Sistem penempatan penerangan lampu jalan
yang disarankan sesuai kebutuhan seperti pada Tabel II-16 berdasarkan SNI 7391
 
– 2008 halaman 11 dibawah ini.
 
Tabel II-16 Sistem Penempatan Penerangan Jalan Umum (PJU)
 
Sistem Penerangan Lampu yang
Jenis Jalan
  Digunakan

- Jalan Bebas Hambatan Sistem menerus


- Jalan Arteri
Sistem menerus dan parsial
- Jalan Kolektor
- Jalan Lokal Sistem menerus dan parsial

- Persimpangan, Interchange, Ramp Sistem menerus dan parsial


- Jembatan
Sistem menerus
- Terowongan
Sistem menerus

Sistem menerus bergradasi

Sumber: SNI 7391 – 2008 Halaman 11


Maksud dari sistem menerus adalah penerangan jalan yang ditempatkan
secara menerus / kontinyu sepanjang jalan dan atau jembatan. Sistem parsial adalah
penerangan jalan yang ditempatkan pada suatu daerah – daerah tertentu atau pada
suatu panjang jarak tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan menerus
bergradasi adalah sama dengan menerus, hanya saja penempatannya pada
terowongan. Pada sistem penempatan parsial, lampu penerangan jalan harus
memberikan adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek
kesilauan dan ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi.
Struktur satu unit lampu penerangan terbagi menjadi sumber cahaya elemen
– elemen optik, elemen elektrik, penopang berupa tiang dan lengan serta pondasi

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 59


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
tiang. Gambaran umum perencanaan dan penempatan lampu penerangan jalan
 
seperti pada Gambar II-26.
 

Gambar II-26 Perencanaan Penerangan Jalan Umum (PJU)


Sumber: SNI 7391 : 2008 Halaman 12

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 60


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-17 Besaran – Besaran Kriteria Penempatan Penerangan Jalan Umum (PJU)
 
Uraian Besaran
1.  Tinggi Tiang Lampu (H)
  - Lampu Standar 10 – 15 m
  Tinggi tiang rata – rata digunakan 13 m
- Lampu Menara 20 – 50 m
 
Tinggi tiang rata – rata digunakan 30 m
 
2. Jarak Interval Tiang Lampu (E)
  - Jalan Arteri 3,0 H – 3,5 H
  - Jalan Kolektor 3,5 H – 4,0 H
- Jalan Lokal 5,0 H – 6,0 H
- Minimum jarak interval tiang 30 m
3. Jarak Tiang Lampu ke Tepi Perkerasan (S1) Minimal 0,7 m
4. Jarak dari Tepi Perkerasan ke Titik Penerangan Minimal 12 L
Terjauh
5. Sudut Inklinasi (i) 20º - 30º
Sumber: Spesifikasi No. 012/S/BNKT/1991 Halaman 10
Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu,
tinggi lampu, lebar jalan dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan
digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara umum dapat dilihat pada Tabel II-
18. Rumah lampu (lantern) tipe B mempunyai sorotan cahaya lebih ringan/ kecil,
terutama yang langsung ke jalan, yaitu jenis lampu gas merkuri atau sodium
bertekanan tinggi.

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 61


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Tabel II-18 Jarak antar Tiang Lampu Penerangan (e) Rumah Lampu Tipe B
 
Tinggi Lebar Jalan (m) Tingkat
  Jenis Lampu
Lampu (m) 4 5 6 7 8 9 10 11 Pencahayaan

 
50W SON atau 80W 4 31 30 29 28 26 - - -
  MBF/U
5 33 32 32 31 30 29 28 27
3,5 LUX
 
70W SON atau 125W
6 48 47 46 44 43 41 39 37
MBF/U
 

70W
  SON atau 125W
6 34 33 32 31 30 28 26 24
MBF/U 6,0 LUX
 
100W SON 6 48 47 45 42 40 38 36 34

150W SON atau


8 - - 48 47 45 43 41 39
250W MBF/U

100W SON 6 - - 28 26 23 - - - 10 LUX

250W SON atau


10 - - - - 55 53 50 47
400W MBF/U

250W SON atau


10 - - 36 35 33 32 30 28 20 LUX
400W MBF/U

400W SON 12 - - - - 39 38 37 36 30 LUX

Sumber: SNI 7391-2008 Halaman 13

2.4.3.4 Pagar Pengaman

Pagar pengaman adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi


sebagai pencegah pertama bagi kendaraan bermotor yang tidak dapat dikendalikan
lagi agar tidak keluar dari jalur lalu lintas (Keputusan Menteri Perhubungan No. 3
Tahun 1994). Pagar pengaman terletak diluar ruang bebas jalur pejalan kaki pada
titik tertentu yang memerlukan perlindungan. Menurut Pedoman Perencanaan,
Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalanan Kaki di
Kawasan Perkotaan pagar pengaman dibuat dengan tinggi 0,9 meter serta
menggunakan material yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan, seperti metal dan

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 62


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
beton. Pagar pegaman dapat berupa suatu unit konstruksi yang terdiri dari
 
lempengan dan/atau batang besi, tiang penyangga, dan pengikatnya yang dipasang
 
pada tepi jalan. Pagar pengaman dipasang pada lokasi – lokasi yang memiliki
karakteristik
  sebagai berikut:
  a. Sisi jalan yang kondisi geologinya sangat membahayakan
b. Sisi jalan yang berdampingan dengan bagian jalan lainnya
 
c. Sisi jalan yang membahayakan karena kondisi geometriknya
 
d. Sisi jalan yang berdekatan dengan bangunan – bangunan lainnya
  Pembuatan pagar pengaman dapat menggunakan pipa dan/atau lempengan
  besi. Pipa dan lempengan besi masing – masing berdiameter 10 cm dan lebar 31
cm. Sifat mekanis dari bahan mempunyai tegangan leleh tidak kurang dari 35
kg/mm², tegangan tarik tidak kurang dari 49 kg/mm², dan pemanjangan kurang dari
1,2% panjang total. Tinggi bagian atas pagar pengaman dari permukaan jalan
adalah 65 cm. Bentuk dan ukuran pagar pengaman dapat dilihat pada Gambar II-27
dan Gambar II-28.

Gambar II-27 Ukuran Pagar Pengaman


Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 3 Tahun 1994 Halaman 20

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 63


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 
 

TUGAS AKHIR DIV-TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


 

 
Gambar II-28 Fasilitas Pagar Pengaman
Sumber:
  Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan
Pejalan kaki di Kawasan Perkotaan
 

MUHAMMAD AMARULLAH (131134018) 64


JURUSAN TEKNIK SIPIL – POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
 

Anda mungkin juga menyukai