Anda di halaman 1dari 81

CARA MELEPASKAN INFUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


004/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Melepaskan  infus adalah pencabutan cairan yang telah dimasukkan ke dalam


tubuh pasien melalui pembuluh darah karena keadaan pasien yang sudah
membaik.
Tujuan Agar tidak timbulnya reaksi alergi, emboli udara, infeksi, edema paru-paru pada
pasien.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Perlak dan pengalas


2. Sarung tangan

3. Kapas alkohol larutan antiseptik (klorheksidin glukonat 2%, alcohol 60-


90% atau PVI 10%

4. Plester bedah atau band aid steril, kasa 2×2 cm,

5. Gunting plester
6. Bengkok

Prosedur
1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat

3. Mencuci tangan

4. Memasang perlak dan pengalas

5. Memakai sarung tangan

6. Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alkohol

7. Melepas plester dan kassa dari kulit

8. Menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus


pelan-pelan

9. Menekan kapas alkohol dengan plester

10. Membereskan alat dan merapikan pasien

11. Melepas sarung tangan


12. Mencuci tangan

13. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

CARA MEMASANG INFUS


No. Dokumen No. Revisi Halaman
003/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pemasangan infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh lewat
sebuah jarum ke dalam pembuluh darah intra vena (pembuluh balik) untuk
dapat menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
Tujuan 1. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yang didalamnya
mengandung air, vitamin, elektrolit, lemak, protein, dan kalori yang tidak
mampu untuk dipertahankan secara adekuat melalui oral

2. Agar dapat memperbaiki keseimbangan asam basa

3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah memerikan jalan/jalur


masuk dalam pemberian obat-obatan ke dalam tubuh

4. Memonitor tekanan darah intra Vena Central (CVP)

5. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan untuk di istirahatkan

6. Memberikan obat
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Standar infuse
2. Infuse Set / BTS

3. Cairan sesuai program medik

4. Jarum infuse dengan ukuran yang tepat

5. Pengalas

6. Torniket

7. Kapas alkohol
8. Plester

9. Gunting Kassa Steril

10. Sarung tangan Steril

Prosedur

1. Jelaskan prosedur yg akan dilakukan Pemasangan infus | dok. Aristianto


2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan & infus set dgn memasukkan ke bagian karet atau
akses selang ke botol infuse

4. Isi cairan ke dalam set infus dgn menekan ruang tetesan sampai terisi
sebagian & buka klem slang sampai cairan memenuhi selang & udara
selang ke luar

CARA MEMASANG INFUS


No. Dokumen No. Revisi Halaman
003/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 5. Letakkan pangalas dibawah lokasi ( vena ) yg akan dilakukan


penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan tornikut (karet pembendung) 10 sampai
12 cm di atas tempat penusukan & anjurkan pasien untuk menggenggam
dengan gerakan sirkular ( apabila sadar )
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Disinfeksi daerah yg akan ditusuk dengan kapas alcohol
9. Lakukan penusukan pada pembuluh intra vena dengan meletakkan ibu
jari di bagian bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
10. Perhatikan adanya keluar darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka
tarik ke luar bagian dalam ( jarum ) sambil melanjutkan tusukan ke
dalam vena
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan melakukan tekanan menggunakan jari tangan
agar darah tidak ke luar. Seterusnya bagian infus dihubungkan atau
disambungkan dengan slang infuse
12. Buka pengatur tetesan & atur kecepatan sesuai dengan dosis yg
diberikan
13. Jalankan fiksasi dengan kasa steril
14. Tuliskan tanggal & waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum

15. Lepaskan sarung tangan & cuci tangan


Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

SPO OBSERVASI DJJ


No. Dokumen No. Revisi Halaman
010/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Tindakan memeriksa denyut jantung janin


Tujuan 1. Memantau keadaan janin dengan memeriksa denyut jantung janin
2. Denyut jantung janin normal 120-160 X / menit
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan :
Alat :
1. Dopler
2. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Posisi pasien diatur terlentang
Pelaksanaan :
1. Perawat cuci tangan dg 6 langkah
2. Pakaian bawah pasien dinaikkan sampai batas symphisis
3. Menentukan palpasi tempat untuk meletakkan doppler
4. Meletakkan doppler dengan tepat
5. Mendengarkan detak jantung janin
6. Mencatat hasil observasi
7. Pasien dirapikan kembali
Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

SPO MENGUKUR TEKANAN DARAH


No. Dokumen No. Revisi Halaman
011/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Mengukur tekanan darah pada dinding arteri


Tujuan 1. Untuk mengetahui pekerjaan jantung
2. Untuk menentukan diagnosa
3. Untuk menentukan langkah langkah keperawatan
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan :
Alat :
1. Tensimeter
2. Stetoskop
3. Buku catatan
Pelaksanaan :
1. Cuci tangan sesuai standar spo cuci tangan
2. Identifikasi pasien (sesuai standar spo identifikasi pasien)
3. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
4. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
5. Buka lengan baju bila perlu gulung ke atas
6. Pasang manset tensimeter pada lengan atas pada pipa karetnya berada di sisi
luar lengan. Manset dipasang tidak terlalu kencang dan tidak terlalu longgar
7. Pasang pompa tensimeter
8. Raba denyut arteri branchialis, lalu tempatkan stetoskop pada daerah
tersebut.
9. Tutup scrub balon karet, buka pengunci air raksa
10. Pompa balon sampai denyut arteri tidak terdengar lagi dan air raksa dalam
pipa gelas naik
11. Buka skrup balon perlahan-lahan sehingga air raksa turun perlahan-lahan.
Sambil perhatikan turunnya air raksa dengarkan bunyi denyutan
pertama/sistole, dengarkan terus sampai denyutan terakhir/diastole

SPO MENGUKUR TEKANAN DARAH


No. Dokumen No. Revisi Halaman
011/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

PROSEDUR 12. Rapikan pasien dan alat

13. Cuci tangan

14. Catat hasil pengukuran dan respon pasien pada status pasien
Unit Terkait Unit rawat inap dan unit rawat jalan
SPO MENGUKUR NADI DAN PERNAFASAN
No. Dokumen No. Revisi Halaman
012/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Menghitung nadi dan jumlah pernafasan (inspirasi diikuti ekspirasi) dalam satu
menit
Tujuan 1. Untuk mengetahui jumlah pernafasan dalam 1 menit

2. Untuk mengetahui pekerjaan jantung

3. Untuk mengetahui keadaan umum pasien

4. Untuk menentukan diagnosa


Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Arloji tangan dengan penunjuk detik


2. Buku catatan nadi dan pernafasan pasien

Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Identifikasi pasien
3. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan, anjurkan pada pasien
supaya tenang dan rileks, boleh sambil berbaring atau duduk
4. Hitung denyut nadi selama satu menit pada arteri radialis
5. Observasi frekuensi, irama dan volume
6. Catat hasil tindakan dan respon pasien pada status pasien
7. Cuci tangan
Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

SOP MENGUKUR SUHU BADAN DENGAN TERMOMETER AIR


RAKSA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
013/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Mengukur suhu badan klien dengan mempergunakan thermometer suhu


Tujuan Mengetahui suhu badan klien untuk membantu :

1. Menentukan diagnosa

2. Menentukan langkah-langkah keperawatan


Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Baki bersih : berisi thermometer bersih dan tempatnya serta dua botol yang
berisi air sabun dan air bersih
2. Bengkok

3. Potongan tissu

4. Vaselin/jelly pada tempatnya

Pelaksanaan:
 Pengukuran suhu pada aksila
Bawa alat-alat ke dekat klien
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Atur posisi pasien
5. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan tissue
6. Letakkan thermometer padadaerah aksila dan lengan pasien fleksi di atas dada
7. Setelah 3-10 menit angkat thermometer dan baca hasilnya
8. Catat hasil
9. Bersihkan thermometer dengan kertas tissue
10.cuci dengan air sabun desinfeksi dan bilas dengan air bersih dan keringkan
11. Cuci tangan setelah prosedur selesei dilakukan

Pemeriksaan suhu Oral


1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Gunakan sarung tangan
4. Atur posisi pasien

SOP MENGUKUR SUHU BADAN DENGAN TERMOMETER AIR


RAKSA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
013/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

PROSEDUR 5. Tentukan letak bawah lidah

6. Turunkan suhu thermometer dubawah 34° C – 35 °C

7. Letakkan thermometer dibawah lidah sejajar dengan gusi

8. Anjurkan mulut dikatupkan selama 3 menit

9. Angkat thermometer dan baca hasilnya

10. Catat hasil

11. Bersihkan thermometer dengan kertas tissue

12. Cuci dengan air sabun, desinfektan dan bilas dengan air bersih dan keringkan

13. Cuci tangan

Pemeriksaan suhu rectal

1. Jelaskan prosedur pada klien


2. Cuci tangan
3. Pakai sarung tangan

4. Atur posisi pasien

5. Tentukan thermometer dan atur pada nilai nollalu oleskan jelly

6. Letakkan telapak tangan pada sisi glutea pasien dan masukkan thermometer
ke dalam rectal jangan sampai berubah tempatnya dan ukur suhu

7. Setelah 3-5 menit angkat thermometer dan baca hasilnya

8. Catat hasil

9. Bersihkan thermometer dengan kertas tissue

10. Cuci dengan air sabun, desinfektan, dan bilas dengan air bersih lalu
keringkan

11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan


Unit Terkait Unit rawat jalan dan unit rawat inap

SPO VAGINAL TOUCHE (VT)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
014/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pemeriksaan dalam adalah suatu tindakan pemeriksaan dalam yang dilakukan
terhadap klien untuk menegakkan penyakit/diagnosa tertentu
Tujuan 1. Untuk mendeteksi dini adanya kompikasi / penyulit

2. Memantau jalannya persalinan, apakah masih fisiologis atau sudah termasuk


patologis

3. Memantau pembukaan servik

4. Menilai penurunan bagian terendah janin

5. Memantau keadaan ketuban sudah pecah atau masih utuh


Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 016/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Tutupi badan ibu dengan selimut

2. Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
(mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu
sama lain)

3. Gunakan sarung tangan steril saat melakukan pemeriksaan

4. Gunakan kapas DTT yang dicelupkan air DTT/larutan antiseptic. Basuh


labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk menhindari
kontaminasi tinja

5. Periksa genetalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan)
termasuk kondiloma, varikositas vulva atau rectum atau luka parut di
perineum

6. Lakukan penilaian terhadap :

 Cairan vagina dan tentukan ada bercak darah, perdarhan pervaginam, atau
mekonium

 Jika ada perdarahan pervaginam jangan lakukan PD

 Bila ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat
pewarnaan mekonium, nilai apakah kental atau encer, lakukan
pemeriksaan DJJ

 Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan
seksama menurut petunjuk partograf

 Jika ada tanda-tanda gaawat janin konsul dokter spesialis

 Jika mekonium kental, nilai DJJ konsul dokter spesialis

 Jika berbau berarti sudah ada tanda tanda infeksi

SOP VAGINAL TOUCHE (VT)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
014/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 7. Dengan hati hati pilahkan labia mayora dengan jari manis dan ibu jari
(gunakan tangan periksa)

8. Masukkan denganhati-hati jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah


9. Jika selaput ketuban belum pecah jangan lakukan amniotomi

10. Nilai vagina. Luka parut divagina mengindikasikan adanya riwayat


robekan perineum atau tindakan episiotomi sebelumnya

11. Niali portio uteri (konsistensi dan posisi)

12. Nilai pembukaan servik

13. Pastikan tali pusat atau bagian terkecil janin tidak teraba pada saat
melakukan PD

14. Nilai penurunan kepalaserta nilai penunjuknya ( ubun-ubun kecil, ubun-


ubun besar, atau frontanela magna) dan nilai penyusupan kepala adan
apakah ukuran kepala sesuai dengan ukuran jalan lahir

15. Jika pemeriksaan terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari secara
hati-hati. Celupkan sarung tangan pada larutan densifektan untuk
dekontaminasi, lepaskan sarungtangan dalam posisi terbalik lalu rendam
dalam larutan klorin selama 10 menit

16. Cuci tangan lalu keringkan dengan handuk kering

17. Bantu ibu untuk mengambil posisi lebih nyaman

18. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu an keluarga


Unit Terkait Kamar berasalin

SPO DEKONTAMINASI ALAT DENGAN LARUTAN KLORIN


No. Dokumen No. Revisi Halaman
015/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung tngan dan
benda benda lainnya yang terkontaminasi.
Tujuan 1. Untuk menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada alat-alat
instrumen persalinan

2. Memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen termasuk


spora, yang mungkin telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan
yang dipakai

3. Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau


permukaan lingkungan

4. Untuk perlindungan personal dan pasien


Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Ember plastik
2. Larutan klorin 0,5%

3. Air

4. Sabun

5. Handuk kering

6. Sarung tangan rumah tangga

Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan rumah tangga
3. Isi ember plastik dengan lartan klorin yg dicampur air dengan perbandingan
1:9
4. Rendam alat –alat habis pakai di ember plastik yang sduah dicampur dengan
larutan klorin selama 10 menit
5. Cuci alat-alat dengan sabun kemudian bilas dengan air bersih
6. Keringkan alat-alat dengan handuk bersih
7. Siap untuk disterilkan
8. Cuci tangan

Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

SPO PENGGUNAAN ALAT STRERILISATOR (AUTOKLAV)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
016/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Merupakan alat sterilisasi yang diperguanakn khusus untuk mensterilkan alat-
alat medis.
Tujuan 1. Untuk menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada alat-alat
instrumen persalinan setelah dilakukan pencucian

2. Memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen termasuk


spora, yang mungkin telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan
yang dipakai

3. Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau


permukaan lingkungan

4. Untuk perlindungan personal dan pasien


Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Alat sterilisator (autoklav)


2. Kain kering (pembungkus)

3. Alat-alat medis yang sudah dicuci

4. Bahan-bahan medis seperti kassa, dan kapas

Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Bungkus alat-alat medis dengan menggunakan kain bersih rangkap dua
3. Masukkan dan tata alat-alat yang sudah di bungkus dengan kain di dalam
alat sterilisator (autoklav)
4. Atur suhu sampai 121° dan waktu ± 2 jam
5. Matikan alat
6. Keluarkan dari alat sterilisator
7. Tunggu sampai dingin
8. Cuci tangan
9. Ulangi sterilisasi alat dalam kurun waktu 2 X 24 jam
Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan
SPO PENGGUNAAN APD
No. Dokumen No. Revisi Halaman
017/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Kelengkapan yang harus digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja
untuk menjaga keselamatan petugas itu sendiri dan orang orang di sekeliling
Tujuan 1. Untuk menjaga keselamatan petugas dan pasien

2. Untuk mencegah infeksi nosokomial

3. Untuk melindungi seluruh atau bagian tubuh petugas terhadap kemungkinan


potensi bahaya dan kecelakaan kerja
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

1. Penutup kepala atau topi pelindung


2. Kacamata goglees

3. Masker

4. Sarung tangan panjang

5. Celemek/skot

6. Sepatu boots

Pelaksanaan

1. Mencuci tangan sesuai standar


2. Menggunakan alat pelindung diri

3. Setelah selesaei melaksankan tugas alat pelindung diri dilepas dan


didekontaminasi ulang

4. Mencuci tangan
Unit Terkait Unit rawat inap, ok, ipsrs, unit rawat jalan, unit bedah
SOP / PROTAP MENERIMA PASIEN BARU

No. Dokumen No. Revisi Halaman


005/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian 1. Menerima pasien yang baru masuk untuk dirawat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

2. Pasien segera memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan


Tujuan Sebagai acuan untuk penerimaan pasien baru. 
Kebijakan Kebijakan direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan :

 Pasien dan keluarganya diterima dengan ramah.


 Bila pasien dapat berdiri, atau berat badan sebelum penderita dibaringkan.

 Selanjutnya lakukan pengkajian data melalui anamnese dan pemeriksaan


fisik.

 Laporan pasien pada penanggung jawab ruangan.

 Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang tata tertib yang berlaku di
Rumah Sakit serta orientasi keadaan ruangan/fasilitas yang ada.

 Mencatat data dari hasil pengkajian pada catatan medik dan catatan
perawatan pasien.

 Memberitahukan prosedur perawatan/tindakan yang segera dilakukan.

Unit terkait Ruang Perawatan


SOP MENCUCI TANGAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


006/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari kotoran maupun


mikroorganisme dengan menggunakan sabun / sabun anti septik (handrub) dan
air mengalir
Tujuan Mencegah dan mengendalikan infeksi silang
Kebijakan Kebijakan direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Tarik ke atas lengan baju ( bila seragam berlengan panjang), lepaskan
perhiasan dan jam tangan

2. Buka kran dan alirkan air

3. Hindari percikan air ke baju

4. Atur aliran air supaya tidak terlalu besar/kecil

5. Basahi tangan dan lengan bawah secara menyeluruh di bawah air mengalir

6. Berilah sabun/sabun antiseptik pada telapak tangan dan gosoklah tangan


sesuai prosedur pelaksanaan

 Telapak tangan dengan telapak tangan

 Telapak tangan di atas punggung tangan kiri, telapak tangan kiri di atas
punggung tangan kanan

 Telapak tangan dengan telapak tangan dengan jari saling terkait

 Letakkan punggung jari dengan telapak tangan satunya dengan jari saling
mengunci dan sebaliknya

 Jempol kiri digosok memutar oleh telapak tangan kanan dan sebaliknya

 Jari kiri menguncup gosok memutar ke arah dalam pada telapak tangan
kanan dan sebaliknya
SOP MENCUCI TANGAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


006/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 7. Bilas dengan air mengalir sampai bersih lalu tangan di arahkan ke bawah
sehingga air mengalir ke ujung jari tangan

8. Keringkan dengan handuk kering

9. Matikan kran dengan menggunakan handuk yang sudah dipakai untuk


mengeringkan tangan. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan pada pasien.
Unit Terkait Unit bedah, rawat jalan, igd, rawat inap, ipsrs
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR INFORMED
CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSU KARTINI 002/SPO/VK/RSUK 0 1/ 4

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR 02 Maret 2016
OPERASIONAL
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan kepada


pasien atau keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan
terhadap pasien.
Tujuan 1. Memberikan hak pasien untuk memahami tindakan yang akan dijalani
beserta kemungkinan komplikasi dan tatalaksananya
2. Agar pasien benar-benar dapat memutuskan untuk setuju atau tidak setuju
dengan tindakan medis yang akan diberikan kepadanya setelah mendapatkan
informasi selengkap-lengkapnya dari dokter
3. Mencegah tuntutan hukum jika terjadi komplikasi tindakan medis
4. Mencegah kesalahan komunikasi antara dokter dengan pasien
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Dpjp memberikan penjelasan baik secara lisan atau tertulis dengan
memberikan kesempatan yang cukup untuk tanya jawab. Bentuk tertulis
dapat dijadikan bukti bahwa informasi tersebut telah diberikan
2. Penjelasan dilakukan menggunakan bahasa yang dipahami oleh pasien,
sesuai tingkat pendidikan serta ras / etnisnya. Bilamana perlu dapat
digunakan alat peraga atau gambar untuk memudahkan penjelasan
3. Informasi yang diberikan setidaknya meliputi :
 Diagnosa dan tata cara tindakan medis
 Tujuan/alasan medis yang dilakukan dan prospek keberhasilan
 Resiko, manfaat, komplikasi dan side effect (akibat ikutan) yang
mungkin terjadi
 Resiko-resiko yang harus diinformasikan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR INFORMED
CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSU KARTINI 002/SPO/VK/RSUK 0 2/4

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR 02 Maret 2016
OPERASIONAL
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur  resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut


 resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya
4. Prognose penyakit bila tindakan medis dilakukan atau tidak dilakukan
5. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko masing-masing
6. Resiko bila tidak dilakukan tindakan
7. Perkiraan hanya diinformasikan (bisa oleh bagian pemasaran/humas/kasa)
8. Selama prosedur penjelasan, pasien mempunyai hak untuk bertanya
9. Setelah penjelasan diberikan, pasien diminta mengulang apa yang telah
dimengerti. Jika ada bangian yang penting tidak dimengerti oleh pasien atau
disalah mengertikan, dokter harus mengulangi lagi penjelasannya hingga
pasien mengerti
10.Setelah menerima penjelasan dan mengerti, pasien berhak menyetujui tau
menolak tindakan kedokteran yang akan dilakukan
11. Persetujuan tindakan medis tertulis diberikan oleh pasien sendiri bila dia
kompeten (dewasa, sadar dan sehat mental)
12.Atau oleh keluarga terdekat atau walinya dalam hal ini dia (pasien) tidak
kompeten
13.Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran
Dalam hal ini dilakukan tindakan kedokteranuntuk menyelamatkan jiwa
pasien  dan atau mencegah kecacatan, dokter atau dokter gigi
14.wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin pada pasien setelah pasien
sadar atau kepada keluarga
15.Keputusan melakukan tindakan kedokteran untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan atau mencegah kecacatan diputuskan oleh dokter.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR INFORMED
CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSU KARTINI 002/SPO/VK/RSUK 0 3/4

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR 02 Maret 2016
OPERASIONAL
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 12. Urutan prioritas yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan
adalah sebagai berikut :
 Pasien sendiri sudah dewasa / sudah bmenikah, sadar, sehat mental,
tanpa paksaan
 Pasien dewasa dibawah kemampuan dilakukan oleh walinya
 Pasien dengan gangguan mental oleh mereka sesuai hak sebagaiberikut :
 ayah atau ibu kandung
 wali yang sah
 saudara kandung
 Pasien yang sudah menikah, oleh mereka sesuai urutan hak sebagai
berikut :
 suami atau istri
 ayah atau ibu kandung
 anak kandung
 saudara kandung
 Pasien dibawah umur 21 tahun, oleh mereka sesuai urutan hak sebagai
berikut :
 ayah atau ibu kandung
 saudara kandung yang sudah dewasa
 Pasien dibawah umur 21 tahun yang tidak mempunyai orang tua atau
berhalangan hadir, oleh mereka sesuai urutan hak sebagai berikut :
 ayah / ibu angkat
 saudara kandung yang sudah dewasa
 keluarga terdekat

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR INFORMED
CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSU KARTINI 002/SPO/VK/RSUK 0 4/ 4

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR 02 Maret 2016
OPERASIONAL
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 13. Dalam hal dilakukan tindakan kedokteran untuk menyelamatkan jiwa
pasien atau mencegah kecacatan, dokter atau dokter gigi wajib memberikan
penjelasan sesegera mungkin pada pasien setelah pasien sadar atau kepada
keluarga
14. Jika pasien menyetujui dilakukan tindakan kedokteran yang disebut maka
pasien akan menandatangani lembar persetujuan tindakan kedokteran dan
diberitahukan kapan akan dilakukan tindakan kedokteran tersebut
15. Jika pasien tidak menyetujui tindakan medis yang akan dijalankan maka
pasien akan menandatangani lembar penolakan tindakan kedokteran

Unit terkait o Instalasi bedah


o Igd
o Unit rawat inap
o Unit rawat jalan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENOLAKAN
TINDAKAN MEDIS

RSU KARTINI No. Dokumen No. Revisi Halaman


007/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian 1. Penolakan tertulis yang ditandatangani oleh pasien/ keluarga pasien atas
2. dasar penjelasan mengenai tindakan medik yg akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.
Tujuan Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang menolak
tindakan medis dan tindak lanjut pengobatan yang direncanakan serta resiko dan
alternatif pelayanan dan pengobatan yang diberikan

Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan Medik di RSU Kartini


Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Petugas menjelaskan kepada pasien / keluarga tentang tindakan medis atau
2. pengobatan yang akan dilakukan serta kemungkinan resiko yang dapat
3. ditimbulkan.
4. Petugas menanyakan apakah pasien bersedia atau menolak untuk dilakukan
5. tindakan medis atau pengobatan setelah dilakukan penjelasan.
6. Apabila pasien / keluarga menolak dilakukan tindakan medis atau
pengobatan,
7. petugas meminta pasien untuk menendatangani blangko penolakan tindakan
atau pengobatan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENOLAKAN


TINDAKAN MEDIS
RSU KARTINI No. Dokumen No. Revisi Halaman
007/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR 02 Maret 2016
OPERASIONAL
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 8. Petugas mendokumentasikan pernyataan penolakan tindakan medis atau


menolak pengobatan yang sudah ditanda tangani pasien/ keluarga ke dalam
rekam medis
Unit Terkait  Unit rawat inap
 Rekam Medis

SOP PENULISAN RESEP


No. Dokumen No. Revisi Halaman
009/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian peresepan adalah proses pengambilan keputusan pengobatan oleh dokter ke


pasien berupa terapi obat dengan memperhatikan ketepatan pasien, jenis obat,
rute pemberian, dosis, kekuatan sediaan, waktu, dan lama/durasi pengobatan

Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam penulisan resep


Kebijakan Sesuai dengan kebijakan direktur tentang pelayanan medikdi RSU Kartini
nomer 003/SK-DIR/RSUK/II/2016 yang mengacu pada :
1. UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. UU No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3. UU No.29 Tahun 2009 Tentang Praktek Kedokteran
4. Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011

Prosedur Sebelum penulisan resep:


1. Menegakkan diagnosis dan prognosis berdasarkan gejala klinis, data
laboratorium, dan pencitraan yang khas dari masing-masing penyakit.
2. Menentukan tujuan pengobatan apakah untuk pencegahan primer/sekunder,
simptomatik, preventif, kuratif, rehabilitative atau paliatif.
3. Menentukan pilihan obat berdasarkan tujuan pengobatan dan kondisi
klinis/organ pasien tekait farmakodinamik dan farmakokinetik sesuai
dengan formularium RS Kartini.
4. Melakukan medical reconciliation (penyelarasan obat) sebelum menulis
resep. Penyelarasan obat yaitu membandingkan antara daftar obat yang
sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan untuk mencegah
duplikasi obat, terhentinya suatu obat (omissions), atau kesalahan obat
lainnya.
5. Memperhatikan kemungkinan adanya kontra indikasi, reaksi alergi obat
maupun interaksi obat.
6. Menuliskan terapi obat dalam rekam medik.

Penulisan resep
1. Menulis resep pada lembar resep.
2. Menulis dengan tulisan yang jelas dan dapat dibaca serta menggunakan
istilah dan singkatan yang lazim digunakan.
3. Mengenali obat-obatan yang masuk dalam kategori Look Alike Sound
Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga
kesehatan lain.
4. Memastikan bahwa resep sudah memenuhi kelengkapan suatu resep
sebelum dikirim ke farmasi, yaitu:
1. Nama pasien
2. Tanggal lahir
3. Berat Badan pasien (khususnya pasien anak)
4. Nomor RM

SOP PENULISAN RESEP


No. Dokumen No. Revisi Halaman
009/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 5. Nama dokter


6. Tanggal penulisan resep
7. Nama ruang pelayanan
8. Memastikan adanya riwayat alergi obat
9. Tanda R/ pada setiap sediaan
10. Nama obat dan bentuk sediaan
11. Jumlah sediaan
12. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat
13. Pencampuran beberapa obat dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk sediaan campuran tersebut telah
terbukti efektif dan aman
14. Aturan pakai (frekuensi, dosis, dan rute pemberian). Untuk aturan
pakai “jika perlu” atau prn harus dituliskan dosis maksimal dalam
sehari.
5. Dalam peresepan obat off label (penggunaan obat yang indikasinya di
luar indikasi yang disetujui oleh BPOM), harus berdasarkan panduan
pelayanan medik yang telah ditetapkan oleh komite medis.

Setelah penulisan resep


1. Memeriksa kebenaran obat yang telah diresepkan.
2. Memberikan penjelasan kepada pasien ataupun keluarga pasien oleh
petugas farmasi yang sebaiknya dilakukan oleh Apoteker tentang cara
penggunaan obat, efek terapi yang diharapkan, dan efek obat yang tidak
diharapkan yang mungkin terjadi.
3. Menetapkan parameter respons pasien terhadap obat, memantau secara
berkala untuk mengetahui efektivitas dan kemungkinan efek samping
yang dialami pasien.
4. Jika terjadi efek samping obat, dokter melaporkan sesuai dengan SPO
Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat.
5. Jika terjadi perubahan terhadap instruksi pegobatan yang telah diterima
oleh apoteker atau asisten apoteker, maka dokter mengganti dengan
resep baru.
6. Memastikan bahwa setiap obat yang diresepkan sesuai dengan yang
tercantum dalam rekam medis

Unit Terkait Unit rawat inap, unit rawat jalan, unit farmasi, ok, unit bedah
SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN
KALA IV

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RSU KARTINI 018/SPO/VK/RSUK 0 1/6

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Asuhan Persalinan Normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
pengeluaran hasil konsepsi setelah pembuahan berumur lebih dari 37 minggu dan
setelah bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi.
Tujuan Membantu persalinan supaya bersih dan aman, serta mencegah terjadinya
komplikasi dalam persalinan
Kebijakan Kebijakan direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

 Bak instrumen berisi partus set (klem 2,gunting tali pusat 1,setengah
koher 1, kateter 1)
 Sarung tangan steril
 Kom berisi kapas dan air DTT
 Penghisap lendir atu delee
 Oksitosin
 Spuit 3cc
 Umbilikal klem
 Kasa steril
 Kain utk ibu dan bayi
 Bengkok
 Tempat placenta
 Baskom berisi air DTT dan waslap
 Baskom berisi cairan klorin 0,5%
 Tempat sampah basah dan kering
MENGENAL GEJALA DAN TANDA KALA DUA
Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
 Ibu merasakan adanya dorongan kuat untuk meneran
 Ibu merasakan tekanan rektum dan vagina semakin meningkat
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfingter ani membuka
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
1. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan , dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru
lahir.
SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN
KALA IV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
017/SPO/VK/RSUK 0 2/6
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur  Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal
bahu bayi
 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partu set.
2. Memakai celemek plastik
3. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan tangan dengan
handuk bersih dan kering.
4. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam
5. Memasukan oksitosin ke dalam tabung suntik(gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT dan steril), pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik.
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN BAIK
1. Membersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kasa dengan dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama
 Buang kasa atau kapas pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia.
 Ganti jika sarung tangan terkontaminasi (dekontaminasi) lepas dan
rendam dalam larutan clorin 0,5%
2. Melakukan pemeriksaan dalam untuk mamastikan pembukaan lengkap
3. Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap lakukan
amniotomi
4. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan clorin 0,5%,
kemudian lepaskan dan rendam sarung tangan dalam posisi terbalik
selama 10 menit. Kemudian cuci tangan
5. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
6. Mengambil tindakan yang sesuai jika tidak normal
7. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam. DJJ dan semua hasil
penilaian serta asuhan pada partograf.

SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN


KALA IV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSU KARTINI 018/SPO/VK/RSUK 0 3/6

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES


BIMBINGAN UNTUK MENERAN
 Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu
ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan yang sesuai dengan
keinginannya.
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga bagaimana peran mereka untuk mendukung
dan memberi semangat kepada ibu untuk meneran secara benar
Meminta keluarga untuk membantu menyiapkan posisi untuk meneran. (bila
ada rasa untuk meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu untuk ke
posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu
merasa nyaman)
 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran:
- Bimbing ibu untuk meneran secara benar
- Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu untuk mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya
(kecuali dalam posisi terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Anjurkan keluarga untuk memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Beri cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2
jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida)
 Anjurkan ibu untuk berjalan-jalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
 Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di atas perut ibu, jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
 Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
 Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan bahan dan alat
 Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN


KALA IV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
017/SPO/VK/RSUK 0 4/6
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI


Lahir Kepala
 Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi
dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil
bernafas cepat dan dangkal
 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan lanjutkan proses kelahiran bayi
 Jika tali pusat melilit di leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong diantara dua klem tersebut
 Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan

Lahirkan Bahu
 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegeng secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan ke arah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan
kemudian gerakan ke arah atas dan distal untuk mengeluarkan bahu belakang
Lahirkan Badan dan Tungkai
 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyangga kepala, lengan, dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelususri dan memegang lengan dan siku sebelah atas
 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai, dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari-jari lainnya
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
 Lakukan penilaian (selintas):
o Apabila bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
o Apabila bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan
tindakan resusitasi ( langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah
prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia)
 Keringkan dan posisi tubuh bayi di atas perut ibu
 Keringkan bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya (tanpa
membersikan verniks) kecuali bagian tangan
 Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
 Pastikan bayi dalam kondisi yang mantap di atas perut ibu

SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN


KALA IV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
018/SPO/VK/RSUK 0 5/6
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur  Periksa kondisi perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi kedua dalam uterus
(hamil tunggal)
 Beri tahu kepada ibu bahwa penolong akan menyuntik oksitosin (agar uterus
berkontraksi baik)
 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit
(intramuskular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin)
 Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir) pada
sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong
isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal
dari klem pertama.
 Pemotongan dan pengikatan tali pusat
 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) diantara 2 klem tersebut
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan
kembali ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan
simpul kunci
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
 Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi
 Letakan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel baik di dinding dada-perut ibu.
 Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu
 Selimuti bayi dan ibu dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
Mengeluarkan Plasenta
 Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,
meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah
sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir
(tetapkan lakukan tekanan dorso-kranial)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pinfahkan klem hingga berjarak sekitar 5-
10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1.Beri dosisi ulang oksitosin 10 unit IM
2.Lakukan katerisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3.Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4.Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5.Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
6.Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual

SOP PERSALINAN NORMAL, MANAJEMEN AKTIF KALA III DAN


KALA IV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
018/SPO/VK/RSUK 0 6/6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur Evaluasi
 Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam 2-3
kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan. Setiap 15 menit pada 1 jam
pertama pascapersalinan dan Setiap 20-30 menit pada jam kedua
pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk menatalaksanakan atonia uteri
 Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
 Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
 Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1
jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap 2 jam pertama pascapersalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
 Periksa kembali kodisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,6-37,5)
Kebersihan dan Keamanan
 Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah dekontaminasi
 Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampai yang sesuai
 Bersihkan badan ibu dengan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir,
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
 Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan
 Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
 Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
 Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan bersih.
Dokumentasi
 Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV

Unit Terkait Unit rawat inap, unit bersalin, unit rawat jalan,

SOP PERSALINAN SUNGSANG


No. Dokumen No. Revisi Halaman
019/SPO/VK/RSUK 0 1/ 4

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Persalinan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri
sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (di daerah pintu atas
panggul/simphisis
Tujuan Membantu persalinan supaya bersih dan aman, serta mencegah terjadinya
komplikasi dalam persalinan
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan Alat

 Bak instrumen berisi partus set (klem 2,gunting tali pusat 1,setengah
koher 1, kateter 1)
 Sarung tangan steril
 Kom berisi kapas dan air DTT
 Penghisap lendir atu delee
 Oksitosin
 Spuit 3cc
 Umbilikal klem
 Kasa steril
 Kain utk ibu dan bayi
 Bengkok
 Tempat placenta
 Baskom berisi air DTT dan waslap
 Baskom berisi cairan klorin 0,5%
 Tempat sampah basah dan kering

Penatalaksanaan
MENGENAL GEJALA DAN TANDA KALA DUA
Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
 Ibu merasakan adanya dorongan kuat untuk meneran
 Ibu merasakan tekanan rektum dan vagina semakin meningkat
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfingter ani membuka
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
 Pastikan kelengkapan peralatan, bahan , dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi
baru lahir. Persiapan kelahiran janin harus selalu disediakan cunam
piper
 Menggelar handuk di atas perut ibu.

SOP PERSALINAN SUNGSANG


No. Dokumen No. Revisi Halaman
019/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur  Menyiapkan oksitosin 10 unit dan di taruh di dalam partus set


 Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal
paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan
2-5 IU oksitosin IM. Pemberian oksitosin ini untuk merangsang kontraksi
rahim sehingga fase cepat dapat diseleseikan dalam 2 his berikutnya
 Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkam secara bracht, yaitu kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang
panggul.
 Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak sangat teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
 Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan
tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller pada fundus uteri, sesuai
dengan sumbu panggul.
 Dengan gerakan hiperlordosis berturut turut lahir pusar, perut, bahu dan
lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
 Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu. Seorang asisten perawat
bayi segera menghisap lendir dan bersamaan itu penolong memotong tali
pusat.
 Dilanjutkan dengan perawatan bayi baru lahir, MAK III, kala IV dan
evaluaasi 2 jam PP sesuai dengan standar preosedur.
 Dilanjutkan dengan proses kebersihan dan kenyamanan (SOP
PERSALINAN NORMAL) dan terakhir dokumentasi
Unit Terkait Unit ruang bersalin

SOP PEMASANGAN KATHETER


No. Dokumen No. Revisi Halaman
020/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR
Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Msret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Memasukkan selang karet melalui uretra ke dalamkandung kemih


Tujuan 1. Mengosongkan kandung kemih
2. Mengambilair kemih steriluntuk bahan pemeriksaan
3. Untuk mengukur sisa air kemih
4. Mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan pembedahan
5. Mengurangi ketegangan kandun kemih
6. Untuk mencegah dekubitus pada penderita yang terus ngompol, koma
7. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis,
gangguan neuromuskuler, atau inkompetensia kandung kemih, serta pasca
operasi besar
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Persiapan alat :
o Baki katheter/ katheter tray berisi : − Pinset 1 buah.
 Handuk steril 2 buah.
 Kapas bola 3 buah.
o Folley katheter sesuai ukuran.
o Sepasang sarung tangan steril.
o Aquades.
o Spuit 10 cc.
o Urine bag.
o Gunting + plester.
o Bethadine cair.
o Perlak + pengalas.
o Bengkok + plastik.
o Jelly.
o Besi penggantung urine bag.

2. Pelaksanaan :
o cuci tangan (sesuai SPO cuci tangan)
o Identifikasi pasien(sesuai SPO identifikasi pasien)
o Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
o Pasang sketsel/ menutup korden.
o Siapkan posisi pasien :
 Wanita dorsal recumbent
 Laki-laki supinasi
o Pasang perlak dan pengalas di bawah pantat pasien.
o Buka alat-alat steril :
 Pinset, spuit, catheter.
 Buka Katheter tray, beri bethadine pada kapas bola
SOP MEMASANG KATHETER
No. Dokumen No. Revisi Halaman
020/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur o Siapkan plester sesuai kebutuhan.


o Pakai kaos tangan steril.
o Letakkan handuk steril dan katheter dengan spuit (bila perlu).
o isi spuit dengan aquadest sesuai keperluan.
o Pada wanita :
o buka labia mayora dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri,lalu
tarik sedikit ke atas.
o bersihkan daerah labia dengan pinset steril dari atas ke bawah terakhir
bagian meatus.pakai Kapas hanya sekali pakai.
o Tentukan urefisium urethra.
o lumasi ujung katheter dengan jelly kemudian masukkan perlahan-
lahan sepanjang 5 – 7,5 cm dan anjurkan pasien untuk nafas panjang.
o Isi balon katheter perlahan-lahan sampai adanya tahanan balon ± 15 –
20 cm.
o Hubungkan katheter dengan urine bag.
o Fiksasi katheter dengan plester.
o Rapikan dan atur kembali posisi pasien senyaman mungkin
o Bersihkan dan kembalikan alat-alat di tempatnya semula.
o Cuci tangan.
o Catat pada catatan perawat tentang prosedur yang telah dilaksanakan,
kondisi perineum, jumlah, warna/ bau urine dan reaksi pasien.
Perhatian :
1. Jaga sterilisasi alat-alat.

Unit Terkait Unit ruang bersalin, unit keperaawatan, unit igd

MELEPAS KATHETER

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
021/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI
Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu tindakan untuk melepas katheter dari kandung kemih


Tujuan 1. Pasien yang telah mengakhiri terapi pemasangan katheter menetap.
2. Pasien yang masih memerlukan terapi menetap dan dilakukan
penggantian tiap 1 minggu sekali.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Persiapan Alat :
a.Bengkok.
b. Kantong plastik.
c.Spuit on steril
d. Kapas alkohol/alkohol swab
e.Perlak dan pengalas.
f. Hand Scoon / sarung tangan

2. Cara Kerja :
 Cuci tangan(sesuai SPO cuci tangan) kemudian memakai hand scoon
 Identifikasi pasien (sesuai SPO).
 Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan.
 Pasang sketsel/ tutup korden.
 Siapkan posisi pasien :
 Wanita : dorsal recumbent
 Laki-laki : Supinasi
 Pasang perlak dan alas di bawah pantat pasien.
 Letakkan bengkok di antara kedua kaki pasien.
 Hisap balon kateter dengan spuit sampai habis.
 Letakkan bengkok di bawah kateter, tarik katheter keluar sambil
diputar perlahan-lahan.
 Anjurkan pasien nafas panjang.
 Masukkan katheter ke dalam bengkok.
 Lepas katheter dari urine bag dan alirkan urine sisa ke dalam urine
bag.
 Bersihkan bekas plester yang ada di kulit pasien.
 Atur posisi pasien dan rapikan pasien
 Bersihkan dan kembalikan alat ditempatnya.
 Cuci tangan
 catat jumlah urine ke dalam out put dan status pasien
Unit Terkait Unit Keperawatan, unit kebidanan
SPO KURETASE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
022/SPO/VK/RSUK 0 1/ 3

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri
dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke
dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
teknik pengerokan secara sistematis.
Tujuan  Abortus Inkompletus.
 Abortus septik.
 Hati-hati pada : abortus dengan cidera intra abdomen, abortus mola,
abortus terkomplikasi.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur PRA INTERAKSI :
 Sapa dan perkenalkan diri :’ selamat pagi/siang... saya bidan...
 Tanyakan identitas pasien dengan cara berkata ” sesuai dengan stndart
prosedure keselamatan pasien kami minta Ibu/Sdri untuk menyebutkan
nama dan tanggal lahir”
 Berikan penjelasan kepada keluarga atau pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan
 Siapkan ruangan.
 Siapkan alat.
 Cuci tangan kemudian memakai hand scoon.

INTERAKSI :
A. Persiapan sebelum tindakan.
Pasien :
- Dipasang infus dan bersihkan perut bagian bawah dan lipat paha
dengan air sabun.
- Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.
- Siapkankain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
- Medikamentosa :Analgetika, Sedativa, SulvasAtropin.
- Larutan antiseptik.
- Oksigen dengan regulator.
- Instrumen :
 Cunam tampon.
 Tenaculum atau klem ovarium.
 Speculum
 Sendok kuret.
 Sonde uterus
 Cucing dan povidon iodine
SOP KURETASE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


022/SPO/VK/RSUK 0 2/ 3
RSU KARTINI

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur  Penolong
 Baju kamar tindakan, masker, topi, alas kaki dan sarung tangan steril.
 Instrumen :
Penampung darah dan jaringan
Lampu sorot
PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
 Pasien dianjurkan untuk BAK spontan
 Memberitahu pasien tentang tindkan yang akan dilakukan
 Instruksi asisten untuk berikan sedatifa dan analgetik
 Pakai sarung tangan steril
 Bersihkan dan lakukan dekontaminasi
 Masukkan spekulum symp secara vertikal ke dalam vagina setelah itu
diputar ke bawah hingga posisi menjadi transversal
 Minta asisten untuk menahan spekulum tsb
 Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina dan tentukan bagian serviks
yang akan dijepit (pukul 11 dan 13)
 Jepit serviks dengan tenaculum padatempat yang ditentukan
 Jika penjepitan selesei keluarkan spekulum atas
 Lakukan pemeriksaan sonde uterus untuk mengetahui kedalaman dan
lengkung uterus
 Pegang tenaculum dan masukkan abortus tang melalui serviks dan
keluarkan dulu jaringan yang tertahan pada kanalis servikalis
 Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung
sendok kuret melalui kanalis servikalis ke dalam uterus hingga menyentuh
fundus uteri ( untuk mengukur kedalaman )
 Lakukan kerokan dindig uterus secara sistematis dan searah jarum jam
hingga bersih
 Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi lumen
vagina
 Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks
 Lepaskan spekulum bawah
 Kumpulkan jaringan.
DEKONTAMINASI
CUCI TANGAN
SOP KURETASE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


022/SPO/VK/RSUK 0 3/ 3

Tanggal Terbit Ditetapkan


STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur PERAWATAN PASCA TINDAKAN

 Periksa TTV, bersihkan instrumen, dan lakukan segera bila terjadi


komplikasi
 Catat kondisi dan buat laporan tindakan

 Buat instruksi pengobatan lanjutan

 Beritahu pada pasien dan keluarga, tindakan selesei dan pasien masih perlu
perawatan

 Jelaskan pada petugas tentang perawatan yang diperlukan dan kondisi yang
harus dilaporkan

TERMINASI

 Cuci tangan

 Mencatat tindakan dan hasilnya di rekam medis pasien


Unit Terkait Unit ruang bersalin dan ruang ok
PENATALAKSANAAN ABORTUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
RSU KARTINI 001/SPO/VK/RSUK 0

Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Adalah suatu tindakan dalam pengelolaan pasien yang mengalami ancaman
atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.
Tujuan Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan
abortus, sehingga tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor :003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur KRITERIA DIAGNOSIS :
1. Terlambat haid (amenorrhea), 20 minggu dengan disertai tanda-tanda
kehamilan subyektif / obyektif.
2. Perdarahan pervaginam dan kadang disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
3. Rasa sakit atau kram perut di daerah atas simpisis.

DIAGNOSIS BANDING :
1. Abortus imminens.
2. Abortus incipiens.
3. Abortus inkompletus.
4. Abortus habitualis.
5. Missed abortion.
6. Kehamilan ektopik yang terganggu.
7. Mola hidatidosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Test kehamilan.
2. Pemeriksaan Doppler / USG untuk menilai keadaan kehamilan serta
menentukan prognosisnya.
3. Pemeriksaan faktor koagulasi (waktu perdarahan, waktu pembekuan,
dan kadar fibrinogen) pada kasus-kasus missed abortion.
Unit Terkait  Unit Ruang Bersalin
 Unit Gawat Darurat
 Unit Laboratorium
 Unit Kamar Operasi
SOP PENANGANAN HPP

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 2
023/SPO/VK/RSUK 0

RSU KARTINI
Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Memberikan pertolongan pada korban dengan perdarahan pervaginam atau lochea
berlebihan pada  24 jam-42 hari setelah persalinan.
Tujuan Stabilisasi kondisi korban untuk mendapat penanganan
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor :003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Indikasi:
1. Sisa plasenta
2. Robekan jalan lahir
3. Kelainan plasenta dan selaput ketuban
4. Persalinan lama
5. Infeksi uterus
6. Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat
7. Terbukanya luka setelah bedah caesar dan luka setelah episiotomi

Persiapan
 Alat
Alat pelindung diri (masker, hanscoen, scort)
Obat emergensi
Obat anti perdarahan
Cairan infus
Blood Tranfusion (BTS)
Ball tampon
Hecting set
Curratage set
 Pasien
Memberitahukan prosedur yang akan dilakukan
Pelaksanaan
1. Petugas Cuci tangan.
2. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety,
handscoen, scort)
3. Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post
partum.
4. Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / Intra Vena menggunakan
jarum berlubang besar

SOP PENANGANAN HPP

RSU KARTINI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2/ 2
023/SPO/VK/RSUK 0

Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan


6. Pasang IntraVena line
7. Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan
tanda-tanda syok.
8. Petugas cuci tangan
9. Petugas mencatat hasil pemeriksaan di buku pelaporan.
10. Petugas melaporkan kepada dokter hasil pemeriksaan.

Unit Terkait Ruang bersalin, Ruang IGD


SPO HIPEREMESIS GRAVIDARUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 2
024/SPO/VK/RSUK 0
RSU KARTINI

Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Hiperemesis adalah keadaan dimana penderita mual, muntah – muntah yang
berlebihan ≥ 10x dalam 24 jam atau setiap saat sehingga mengganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari – hari.
Tujuan 1. Memberikan pedoman petugas tentang langkah – langkah pengelolaan
hiperemesis gravidarum, sehingga tindakan yang di lakukan dapat di
pertanggung jawabkan.
2. Agar penderita mendapat pertolongan segera dan dapat mengantisipasi
supaya tidak jatuh dalam keadaan yang lebih berat atau jelek.
3. Petugas dapat mengetahui kriteria diagnosis hiperemesis gravidarum,
yaitu :
1) Tingkat I.
 Mual/ muntah yang terus  Nadi meningakat, sekitar
menerus 100x/menit
 Perasaan lemah  Tekanan darah sistolik turun
 Nafsu makan tidak ada  Tugor kulit kurang
 Berat badan menurun  Lidah kering, mata cekung.
 Perasaan nyeri di epigastrium.
2) Tingkat II.
 Tampak lebih lemah dan  Berat badan menurun.
apatis.  Mata cekung.
 Lidah kering dan tampak  Tekanan darah menurun.
kotor.  Hemokonsentrasi, oliguri,
 Nadi lebih kecil cepat. konstipasi.
 Kadang – kadang suhu naik  Nafas bau aceton dan aceton
sedikit. dalam urine.
 Mata sedikit interik.
3) Tingkat III.
 KU lebih memburuk dan lebih  Suhu Meningkat
payah  Tensi menurun
 Tumpah berhenti  Ensefalopatgi Wernicke
 Kesadaran menurun dari (nistagmus, dplopia, perubahan
somnolen sampai coma mental)
 Nadi lebih kecil dan cepat  Ikterik
4) Diagnosa banding
 Kehamilan dengan ikterik.  Kehamilan dengan pielonefritis.
 Kehamilan dengan hipertensi.  Kehamilan dengan ulcus vetriculi
 Kehamilan dengan
appendicitis akut.

SPO HIPEREMESIS GRAVIDARUM


No. Dokumen No. Revisi Halaman
024/SPO/VK/RSUK 0 2/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Tujuan 5) Pemerikasaan penunjang


 Urine (aceton)
 Fungsi hepar
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Pasang infus sesuai advis doktrer,lakukan rehidrasi.
2. Berikan anti emesis sesuai advis dokter.
3. KIE.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk USG bila kondisi sudah membaik,
5. memastikan ada tidaknya kehamilan kembar atau kehamilan mola.
Unit Terkait Unit rawat jalan, unti rawat inap, unit ruang bersalin
SPO PENGELOLAHAN PASIEN KPD (KETUBAN PECAH DINI)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 2
025/SPO/VK/RSUK 0
RSU KARTINI

Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu tindakan perawatan dan pengelolaan pasien inpartu dimana pada pasien
diketemukan pecahnya kulit ketuban sebelum terjadinya persalinan pada umur
> 20 minggu
Tujuan Memberikan langkah-langkah pada petugas dalam pengelolaan ketuban pecah
dini sehingga tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor :003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur PROSEDUR :
Petugas mengetahui kriteria diagnosis ketuban pecah dini sebagai berikut :
a. Umur kehamilan >2minggu.
b. Keluar cairan dari vagina.
c. Pemeriksaan inspeculo : tampak cairan keluar dari OUE.
d. Test kertas nitrasin : terjadi perubahan warna menjadi biru.
e. Test ferning : positif.

FAKTOR ETIOLOGI :
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab berpengaruh terjadinya KPD
yaitu :
a. Infeksi.
b. Koitus.
c. Anomali janin.
d. Absormalitas struktur dan biokimia kulit ketuban.
e. Status sosial ekonomi yang rendah.
Diagnosa Banding :
a. Fistula vesico vaginalis dengan kehamilan.
b. Stress incontinensis.
Pemeriksaan Penunjang :
a. Darah: jumlah leokosit > 15.000/mm3 kemungkinan terjadi infeksi.
b. USG: membantu dan menentukan umur kehamilan, letak dan berat
janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.

PRA INTERAKSI :
1. Berikan penjelasan kepada keluarga
atau pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan.
2. Lakukan inform consent
3. Siapkan ruangan/kamar
4. Siapkan alat.
5. Cuci tangan.

SPO PENGELOLAHAN PASIEN KPD (KETUBAN PECAH DINI)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2/2
025/SPO/VK/RSUK 0
RSU KARTINI

Ditetapkan
Tanggal Terbit
Direktur
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian INTERAKSI :
a. Pengelolaan KPD bergantung pada : - Umur kehamilan.
- Kesejahteraan dan maturitas paru-paru janin.
- Presentasi janin.
- Ada/tidaknya infeksi pada ibu dan janin.
- Ada/tidaknya tanda-tanda inpartu.
- Cervikal rippeners (untuk kepentingan induksi).
b. Lakukan secara konservatif :
- Rawat rumah sakit.
- Jika kulit ketuban pecah > 6jam, beri antibiotik sesuai dengan
prosedur pemberian antibiotik kemoterapi obstetrik dan ginekologi.
- Jika umur kehamilan > 32-34mg dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
- Beri kortikosteroid selama 7 hari untuk memacu kematangan paru-
paru janin.
- Bila umur kehamilan 32-34 mg, air ketuban masih keluar,
pertimbangkan untuk dilakukan terminasi pada umur kehamilan 35
minggu.
c. Lakukan secara aktif bila :
- Umur kehamilan > 37 minggu, dilakukan induksi persalinan dan
bila gagal dilakukan bedah caesar.
- Pada keadaan DKP/ letak lintang dilakukan sectio caesarea.
- Didapatkan infeksi, diberikan antibiotik (sesuai prosedur pemberian
antibiotik kemoterapi obstetri dan ginekologi) dan kehamilan di
akhiri dengan :

Sectio caesarea bila bishop score < 5 atau pada keadaan infeksi
yang berat.

Induksi persalinan bila bishop score > 5.
d. Perawatan RS : dilakukan sampai pengeluaran air ketuban berhenti
atau setelah perawatan tindakan terminasi selesai.

TERMINASI :
1. Cuci tangan.
2. Catat tindakan dan hasilnya di Rekam Medis pasien.
Unit Terkait Ruang igd, ruang bersalin

SOP PENANGANAN PASIEN ASURANSI


No. Dokumen No. Revisi Halaman
026/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Serangkaian prosedur kegiatan mendaftar pasien asuransi untuk


pelayanan rawat jalan tingkat lanjut
Tujuan Memastikan bahwa pasien mendapatkan jaminan pelayanan
kesehatan dari asuransi sesuai manfaatnya
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Untuk pemeriksaan di Poli, pasien asuransi membawa kartu asuransi &
Surat Rujukan dari dokter keluarga atau SJP
2. Petugas asuransi RS Kartini menerbitkan SJP sebagai jaminan pelayanan
kesehatan, kemudian pasien asuransi melakukan pemeriksaan POLI.
3. Untuk pemeriksaan di IGD, pasien membawa kartu asuransi asli &
fotocopy
4. Petugas asuransi RS Kartini menerbitkan SJP sebagai jaminan pelayanan
kesehatan, kemudian pasien asuransi melakukan pemeriksaan di poli,
dengan dilampirkan form rawat jalan dari asuransi masing-masing,
apabila pasien tidak mempunyai manfaat rawat jalan maka pasien
tersebut sebagai pasien umum.

Unit Terkait Bagian Rekam Medis, Poli, Kasir, Laboratorium, Radiologi, Farmasi
SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 1/ 6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu tindakan pengelolaan pasien hamil dengan penyakit penyerta sbb:
1. Preeklampsi adalah timbulnya hipertensi disertai oedema dan
proteinuria akibat kehamilan setelah umur kehamilan ≥ 20 mgg atau
segera setelah persalinan.
2. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang / koma (kelainan
tersebut bukan akibat kelainan neurologis) yang sebelumnya ditandai
dengan gejala pre-eklampsia.
Tujuan Memberikan kepada petugas tentang langkah-langkah pada pengelolaan
preeklampsia dan eklampsia sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Petugas mengetahui kriteria diagnosis dari :
1. Preeklampsia yaitu sekelompok penyulit yang timbul pada ibu hamil ≥
20 mg, bersalin/nifas dan ditandai dengan hipertensi, edema dan atau
proteinuria.
- PE ringan: ditemukan gejala sbb : Tensi sistolik ≥ 140
mmhg, tensi diastolik ≥ 90 mmhg.
- Kenaikan T sistolik ≥ 30 mmhg.
- Kenaikan T diastolik ≥ 15 mmhg.
a. PE berat: bila didapatkan satu / lebih gejala dibawah ini adalah sbb:
- T sistolik ≥ 160 mmhg, T diastolik ≥ 110.
- Proteinuria > 5gr/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan
kwantitatif.
- Oliguria: produksi urin < 500 cc/24 jam yang disertai
dengan kenaikan kadar kreatin plasma.
- Gangguan vissus dan serebral.
- Nyeri epigastrikan/nyeri pada kwadran kana atas
abdomen.
- Edema paru-paru dan sianosis.
- Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (PJI)
- Adanya ”HELP SINDROME” (Hemolysis, elevated liver
enzym, low platellet count). DD :
1. Hipertensi menahun.
2. Kelainan ginjal.

SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 2/ 6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur a Epilepsi.
Pemeriksaan penunjang :
2. Darah lengkap.
3. Urine lengkap.
4. Asam urat darah.
5. Fungsi hati dan ginjal.
2. Eklampsia : timbulnya kejang/koma yang sebelumnya didahului oleh
adanya gejala PE.
PRA INTERAKSI :
1. Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga atau pasien tentnag
tindakan yang akan dilakukan
2. Pasien menerima dan memberikan persetujuan tentang tindakan yang
akan dilakukan
3. Menyiapkan ruangan / penunggu dimohon keluar ruangan
4. Mendekatkan alat-alat ke dekat pasien
5. Cuci tangan

PRE EKLAMPSI :
a. PE ringan: istirahat dan sedatif.

Rawat jalan :
- Istirahat banyak.
- Diet cukup protein, rendah karbohirat, lemak dan garam.
- Berikan sedative ringan: fenobarbital 3 x 30 mg.
selama 7 hari atau diazepam 3 x 2 mg selama 7 hari. -
Roborantia.
- Kunjungan ulang tiap 1 minggu.

Rawat inap bila :
- Pada kehamilan preterm (< 37 mg). Bila tensi mencapau
normal selama perawatan.
1. Maka persalinan ditunggu sampai aterm.
2. Bila tensi turun belum mencapai nomaltensi maka
diakhiri pada kehamilan > 37 mg.
3. Pada umur kehamilan > 37 mg persalinan ditunggu
spontan atau dipertimbangkan untuk dilakukan induksi
persalinan.
b. PE berat : beri anti hipertensi dan anti kejang. Rawat segera dan
tentukan jenis perawatan/tindakan :
1. Aktif : kehamilan segera diakhiri bersama dengan pemberian
pengobatan medisinalis.
Induksi

SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 3/6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur • Ibu.
- Kehamilan >37 mg.
- Adanya gejala/tanda eklampsia.
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu :

a. Dalam waktu setelah 6 jam sejak dimulainya


pengobatan medisinalis terjadi kenaikan tensi.
b. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medisinalis tak ada perubahan.
• Anak.
- Adanya tanda-tanda fetal distress.
- Adanya tanda-tanda IUGR (PJI).
- Laboratorium: adanya ”HELLP SINDROME”.
2. Pengobatan medisinalis :
• Segera dirawat di RS.
• Istirahat berbaring kesatu sisi (kiri).
• Infus RL 500cc (60-125cc/jam).
• Beri antasida.
• Diet cukup protein, rendah KH, lemak dan garam.
• Beri obat anti kejang (Mg SO4).
- Loading dose 10gr MgSO4 40% (5gr boka dan 5gr boki).
- Maintance dose dilanjutkan 5gr MgSO4 40% IM setiap
6jam bila syarat memenuhi.
• Beri diuretik bila ada tanda-tanda : - Edema paru-paru.
- Payah jantung kongestif. - Edema anasarka.
• Anti hipertensi diberikan bila :
- T sistolik ≥ 180 mmhg dan T sistolik ≥ 110 mmhg.
- Clonidin 0,15mg/cc dilarutkan dalam 10cc larutan garam
fisiologis -> disuntikkan 5cc IV pelan-pelan bila ada
penurunan maka diberikan lagi 5cc IV pelan-pelan dalam
5menit, diberikan tiap 4 jam T diastolik menjadi
normaltensi.
- Kardiotonik : bila ada tanda-tanda payah jantung,
perawatan dilakukan bersama dengan penyakit dalam.
- Obat-obatan lain :
a. Antiptoretika: bila suhu rektal > 38,5c dan dibantu
kompres dingin.
b. Antibiotika: diberikan atas indikasi.
c. Analgetik: bila ada nyeri.

SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 4/ 6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 3. Pengobatan Obstetric: cara terminasi kehamilan.


• Belum Inpartuc:
- Induksi persalinan.
- Bedah caesar :
a. Bishop score <5.
b. Primigravida / bila sudah melahirkan
pervaginam.
 Sudah Inpartu :
- Kala I :
 Fase laten: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC.
 Fase aktif :

Amniotomi.

Bila 6 jam dari amniotomi pembukaan belum
lengkap dilakukan SC.

Kala II: persalinan pervaginam dengan buatan.
4.
Konservatif : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal.
• Indikasi.
- Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai dengan
tanda-tanda impending eklamsia dan keadaan janin baik.
• Pengobatan mediasal.
- Sama dengan pengobatan mediasal pada pengelolaan
aktif.
 Pengobatan obstetri.
- Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif tapi tidak ada terminasi.
- mgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tandatanda
preeklamsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam.
- Bila dalam 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan terapi medisinal dan harus
segera diterminasi.
EKLAMPSIA :
a. Pengobatan medisinal
 Obat anti kejang (MgSO4)
- Loading dose: 4 mg MgSO4 20% (20 cc) iv pelan-pelan selama 4
menit dilanjutkan 10 gr MgSO4 40% diberikan 5 gr bokong
kanan dan 5 gr bokong kiri.

SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 5/ 6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur - Maintenance: tiap 6 jam diberikan 5 gr MgSO4 40% ini,bila


syarat pemberian memenuhi.
 Dosis tambahan: 2gr Mg SO4 20% IV selama 3 menit
 Bila masih kejang, maka 20 menit setelah pemberian anti
kejang terakhir diberikan amobarbital 3-5mg/kg BB/IV
pelan.
 Monitoring tanda-tanda keracunan MgSO4.
 Obat-obat supportif: sama dengan obat-obat preeklamsi
berat.
 Perawatan pada serangan kejang :
- Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang
- Masukkan sudip lidah ke mulut penderita.
- Kepala direndahkan, orofaring dihisap dengan alat penghisap.
- Fiksasi badan pada tempat tidur, harus cukup kendor untuk
mencegah terjadinya fraktur.
 Perawatan penderita dengan koma :
- Monitoring kesadaran dan dalamnya koma denganmenggunakan
”Glasgow Pittsborgh Coma Scale”.
- Cegah dikubitus dan pemberian makanan per sonde
(pada koma yang lama).
b. Pengobatan obstetri.
 Sikap dasar.
Prinsip semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
 Bila diakhiri, sikap dasar : bila sudah terjadi stabilitas
(pemulihan ) hemodinamik dan metabolisme ibu yaitu 4-8
jam setelah salah satu/lebih keadaan dibawah ini :
•Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
•Setelah kejang terakhir.
• Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir.
• Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
- Cara terminasi kehamilan : sama dengan pre eklampsia berat.
c. Penyulit.
- Gagal ginjal.
- Gagal jantung.
- Oedema paru-paru.
- Kelainan pembekuan darah.
- Perdarahan otak.
- Kematian janin.

SOP PENANGANAN PASIEN PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
027/SPO/VK/RSUK 0 6/ 6

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur TERMINASI
1. Laksanakan hasil kolaborasi.
2. Catat tindakan dan hasilnya di Rekam medis pasien
Unit Terkait Ruang Bersalin, Laboratorium, IGD dan Kamar Operasi.
SOP PENGATURAN POSISI PASIEN LITHOTOMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
028/SPO/VK/RSUK 0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu sikap atau posisi pasien tidur dengan paha diangkat menekuk ke arah
perut, biasanya pasien ditidurkan pada gynekologi bed
Tujuan Untuk memudahkan pada waktu pemeriksaan gynecology, membuat
diagnosa, atau pengobatan pada penyakit dari ureter dan kangdung kemih
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan
Alat :
1. Tempat tidur khusus / gynecology bed
2. Selimut / kain penutup
3. Kapas kering / tissu
4. Anti coagulant
Pelaksanaan :
1. Pasien diberitahu dan dijelaskan mengenai tindakan
yang akan dilakukan
2. Perawat cuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Pasien berbaring terlentang, pakaian bawah dibuka
4. Kedua kaki ditekuk dan dibantu oleh petugas untuk
meletakkan pada penahan lutut
5. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
6. Persiapan melakukan tindakan ke pasien
7. Perawat cuci tangan
Unit Terkait Unit Ok, Ruang Bersalin, IGD
SOP PEMASANGAN AKDR (IUD)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
029/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pemasangan AKDR merupakan teknik pemasangan alat kontrasepsi yang


dipasang di dalam rahim
Tujuan Sebagai panduan dalam setiap tindakan pemasangan AKDR di rumah sakit
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan pasien
1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan
dilakukan
2. Siapkan lingkungan yang mendukung
pelaksanaan tindakan, penerangan yang cukup dan jaga privasi pasien
Persiapan alat
Bak instrumen yang berisi:
1. Spekulum cocor bebek
2. Tenaculum
3. Tampontang
4. Cucing + betadin
5. Sonde uterus
6. Gunting sibol
7. Sarung tangan steril
8. Kassa
9. Lampu sorot
Pelaksanaan
1. Jelaskan pada klien apa yang
akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan.
Sampaikan pada klien kemungkinan akan merasa sakit pada beberapa
langkah waktu pemasangan nanti. Pastikan klien sudah mengosongkan
kandung kemih nya
2. Cuci tangan pakai sarung
tangan
3. Posisikan lithotomi
4. Lakukan vulva hygiene
5. Periksa dalam
6. Pasang spekulum cocor bebek
secara hati-hati
7. Jepit serviks menggunakan
tenaculum

SOP PEMASANGAN AKDR (IUD)


No. Dokumen No. Revisi Halaman
029/SPO/VK/RSUK 0 2/2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 8. masukkan sonde uterus dengan no touch techniique


(tidak sentuh) untuk menentukan posisi rahim dan kedalaman rongga
uterus
9. keluarkan sonde dan ukur kedalaman rongga uterus di
tabung inserter IUD yang masih di dalam kemasan sterilnya dengan
menggeser leher biru pada tabung inserter
10. buka seluruh plastik penutup kemasan keluarkan
inserter dari tempat kemasan
11. masukkan tabung inserter secara hati-hati kedalam
kavum uteri
12. lepaskan lengan IUD dengan menggunakan teknik
menarik (withdrawl), tarik keluar pendorong , dorong perlahan lahan.
Tabung inserter kedalam kavum uteri sampai tanda biru menyentuh
serviks, tarik keluar sebagian tabung inserter. Potong benang kira kira 3-
4 cm panjangnya
13. keluarkan tabung inserter
14. lepaskan dan keluarkan tenaculum
15. periksa serviks
16. keluarkan spekulum dengan hati-hati
17. buang bahan-bahan bekas pakainyang terkontaminasi
18. rendam alat-alat dilarutan klorin 0,5% selama 10
menit
19. cuci tangan di larutan klorin dan lepas handscon dalam
posisi terbalik
20. lengkapi rekam medik
21. ajari klien memeriksa sendiri benang IUD
22. buat jadwal kontrol
Unit Terkait Unit UGD, Ruang Bersalin, unit Farmasi
SOP AFF IUD
No. Dokumen No. Revisi Halaman
030/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pencabutan AKDR adalah melakukan pencabutan alat kontrasepsi yang


diletakkan di dalam rahim yang berbentuk huruf T diselubungi kawat halus
yang terbuat dari tembaga bekerja untuk mencegahsperma dan ovum
bertemu
Tujuan Sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah penatalaksanaan KB
AKDR dalam rangka peningkatan mutudan kinerja di rumah sakit umum
Kartini
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan
Alat :
Bak instrumen yang berisi:
1. Spekulum cocor bebek
2. Tenaculum
3. Tampontang
4. Cucing + betadin
5. Sonde uterus
6. Sarung tangan steril
7. Kassa
8. Lampu sorot
9. Aligator
Pelaksanaan :
1. Jelaskan pada ibu tentang
prosedur yang akan dilakukan
2. Posisikan ibu dengan posisi
lithotomi
3. Petugas cuci tangan dilanjutkan
memakai sarung tangan steril
4. Usap vagina ibu dengan betadin
2-3 kali
5. Masukkan spekulum cocor
bebek dengan hati-hati
6. Lihat dan periksa apakah
benang IUD kelihatan, kalo iya langsung cabut benang menggunakan
aligator secara hati-hati
7. Jika benang tidak terliahat, jepit
serviks dengan tenaculum kemudian masukkan sonde untuk melihat
kedalaman ruang kavum uteri
8. Masukkan aligator secara hati-
hati agar tidak terjadi perforasi, jika terasa langsung cabut IUD secara
hati-hati

SOP AFF IUD


No. Dokumen No. Revisi Halaman
030/SPO/VK/RSUK 0 2/2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 9. Keluarkan IUD


10. Cabut korentang kemudian dep
dengan menggunakan kassa betadin
11. Lepas spekulum
12. Beritahu ibu tentang tindakan
yang telah dilakukan
13. Bersihkan alat-alat dan rendam
dalam larutan klorin
14. Cuci tangan dalam larutan
klorin, lepas handscon secara terbalik
15. Cuci tangan
16. Catat dalam rekam medik
paasien
Unit Terkait Unit Ruang Bersalin
SOP PENJAHITAN LUKA PERINEUM
No. Dokumen No. Revisi Halaman
031/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahit lapis demi lapis.
Tujuan Sebagai pedoman agar robekan pada perineum baik, yang terjadi akibat
luka episiotomi maupun ruptur perineum spontan dapat dijahit dengan
benar.
Kebijakan Semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Nomor
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur ETIOLOGI
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
- Kepala janin terlalu cepat lahir.
- Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya.
- Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut.
- Pada persalinan dengan distoksia bahu.
2. JENIS/TINGKAT.
Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat :
- Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
- Tingkat Il : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain
mengenai selanput lendir vagina juga mengenai muskulus
perinei transversalis, tapi tidak mengenai sphinter ani.
- Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum
sampai mengenai otot-otot sphinfer ani.
Teknik menjahit robekan perineum :
- Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan
hanya dengan memakai catgut yang dijahit secara jelujur (continouse
suture) atau dengan cara angka delapan
(figure of eight).
- Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat l maupun tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak
rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut yang
diratakan terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir
robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

SOP PENJAHITAN LUKA PERINEUM


No. Dokumen No. Revisi Halaman
031/SPO/VK/RSUK 0 2/2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit
STANDAR Ditetapkan
PROSEDUR 02 Maret 2016 Direktur
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur -Mula mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit
dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur,penjahitan selaput lendir
vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan
benang sutera secara terputus-putus
Unit Terkait Unit Ruang Bersalin, Ruang OK
SOP PEMBERIAN OD (OKSITOSIN DRIP)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
032/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu tindakan pada ibu hamil baik yang sudah inpartu maupun yang
belum inpartu dengan memasukkan Inf. D5% dan oksitosin 5
Internasional Unit
Tujuan 1. Mempercepat proses persalinan
2. Pasien mendapatkan tindakan yang tepat dan benar
3. Kesejahteraan ibu dan janin terpenuhi
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini Nomor :
003/SK-DIR/II/2016
Prosedur A. Persiapan
1. Persiapan alat/obat.
2. Infus set / Blood Tranfusion
3. 2 kolf Dextrose 5%.
4. Obat oksitosin 5 unit.
5. Persiapan pasien.
6. Pesiapan penolong.

B. Pelaksanaan
1. Pastikan tidak ada kontra indikasi pemberiannya, dan bila his
memang tidak adekuat.
2. Siapkan 500 cc glukose/dextrose 5 % yang ditambah dengan 5 IU
oksitosin.
3. Tetesan dimulai dengan 8 tetes/menit melakukan evaluasi
selama 15 menit, bila his belum adekuat tetesan dinaikkan tiap
15 menit menjadi 4 tetes/menit sampai timbul his yang adekuat.
Tetesan maksimal adalah 40 tetes/menit, bila dengan 40
tetesan/menit dan sudah 2 kolf dextrose habis tetap belum adekuat
maka oksitosin dianggap gagal.
4. Yang dimaksud dengan his yang adekuat dalam Minis adalah his
yang mempunyai sifat sebagai berikut:
 Interval setiap 3 – 5 menit, dengan fase relaksasi yang
sempurna.
 Lamanya: 40 – 60 detik.
 lntensitas cukup, yang secara praktis dapat ditentukan
dengan menekan fundus uteri dengan jari-jari
tangan puncak kontraksi. lntensitas dianggap cukup apabila
pada waktu ditekan uterus tidak menjadi cekung.
5. Evaluasi dari kemajuan persalinan dimulai pada his yang
adekuat
Unit Terkait Unit Ruang Bersalin

SOP OBSERVASI PASIEN GAWAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
033/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Memantau keadaan pasien gawat 


Tujuan Sebagai acuan pemantauan/ observasi penderita gawat agar selamat jiwanya
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini Nomor :
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Penderita gawat harus di observasi
2. Observasi dilakukan tiap 5 – 15 menit sesuai dengan tingkat
kegawatannya.
3. Observasi dilakukan oleh paramedis perawat, bila perlu oleh dokter.
4. Hal-hal yang perlu diobservasi :
a. Keadaan umum penderita
b. Kesadaran penderita
c. Kelancaran jalan nafas (air Way).
d. Kelancaran pemberian O2
e. Tanda-tanda vital :
- Tensi
- Nadi
- Respirasi / pernafasan
- Suhu
f. Kelancaran tetesan infus
5. Apabila hasil observasi menunjukkan keadaan penderita semakin
tidak baik maka paramedis perawat harus lapor kepada Dokter yang
sedang bertugas (diluar jam kerja pertelpon).
6. Apabila kasus penyakitnya diluar kemampuan Dokter UGD maka
perlu dirujuk
7. Observasi dilakukan maksimal 2 jam, selanjutnya diputuskan
penderita bisa pulang atau rawat inap.
8. Perkembangan penderita selama observasi dicatat di kartu status
penderita (les UGD) / lembar observasi.
9. Setelah observasi  tentukan apakah penderita perlu : rawat jalan /
rawat inap / rujuk
Unit Terkait Unit Ruang Bersalin, unit IGD, unit OK, unit Bedah, Unit rawat inap

SOP PENANGANAN PASIEN KOMA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
034/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Keadaan koma adalah keadaan penurunana kesadaran dan respons dalam
bentuk yang berat, kondisinya seprti tidur yang dalam dimana pasien tidak
dapat bangun dari tidurnya
Tujuan 1. Memberikan rasa puas secara jasmani dan rohani kepada pasien dengan
kondisi koma
2. Memberikan rasa nyaman dan bebas nyeri pasien dengan kondisi koma
3. Memberikan rasa ikhlas dan tabah kepada keluarga pasien dengan
kondisi koma
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini Nomor :
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Persiapan :
Dokter dpjp atau dokter jaga melakukan asesmen kondisi koma
terhadap pasien
2. Memenuhi kebutuhan emosi:
a. Menginformasikan ke ruangan terkait kondisi pasien
b. Pendampingan keagamaan oleh petugas bina rohani kepada
pasien dengan kondisi terminal
c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk memberikan
tuntunan menjelang ajal sesuai agamanya
3. Memenuhi kebutuhan jasmani pasien :
a. Perawat melakukan evalusi vital sign / tanda – tanda kehidupan
pasien
b. Membantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman dalam
berbaring
c. Memberikan obat- obatan antinyeri
d. Melakukan perawatan personal hygiene
e. Memenuhi kebutuhan nutrisi melalui ngt/ cairan infus
Unit Terkait Unit UGD, Unit ICU, Unit Bersalin

SOP KET (KEHAMILAN EKROPIK TERGANGGU)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
035/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah suatu keadaan dimana hasil
konsepsi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Lebih
dari 45% kehamilan ektopik terjadi pada tuba dan baru memberi gejala dan
tanda sebagai kehamilan ektopik bila trjadi gangguan baik sebagai rupture
maupun hanya abortus tuba.
Tujuan Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah
pengelolaan KET, sehingga tindakan yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Mengantisipasi agar penderita tidak sampai jatuh dalam keadaan
yang lebih buruk.
3. Petugas dapat mengenali KET dengan memeriksa sesuai dengan
kriteria diagnosis sebagai berikut :
1. Anamneses :
a. Nyeri perut pada satu sisi/perut bagian bawah
b. Riwayat terlambat haid
c. Perdarahan pervaginam
d. Adanya riwayat pingsan
2. Pemeriksaan fisik :
a. Di dapatkan ada tanda-tanda syok hipovolemik, KU pucat,
anemis, hipotermi, tachicardi dan keringat dingin
b. Adanya tanda-tanda akut abdomen berupa : perut tegang
terutama bagian bawah
c. Defence muskular (+) adanya tanda-tanda cairan bebas
intra abdomen
d. Pemeriksaan dalam (VT) ada fluksus portio lembut dan
nyeri goyang portio (+), nyeri putar (slinger pain) (+)
e. Didapat masa di adneksa dan nyeri tekan
f. Cavum douglas menonjol
3. Diagnosa banding.
a. Abortus imminens.
b. Apendicitis.
c. Radang panggul.
d. Neoplasma ovarii yang terinfeksi.
e. Torsi.
f. Ruptur tanpa kehamilan

SOP KET (KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
035/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 25 Februari 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Tujuan 4. Pemeriksaan penunjang.


a. Laboratorium darah.
b. Tes kehamilan.
c. Kuldusintesis.
d. USG : adanya GS diluar kavum uteridan di sertai gambaran cairan bebas.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini Nomor :
003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Memperbaiki keadaan
umum dengan memberikan cairan dan transfuse.
2. Operasi segera: bila diagnosa KET ditegakkan operasi dapat dilakukan
tergantung keadaan kurante operasi, berupa:
• Salphingektomi.
• Wedge resection pada cavum uteri.
• Ooforektomi, dll.
3. Persetujuan medis tertulis.
Unit Terkait Unit Rawat jalan, Unit IGD, Unit Bersalin, Unit OK
SOP PERSIAPAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
036/SPO/VK/RSUK 0 1/ 2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 25 Februari 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Adalah suatu langkah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang
akan dilakukan operasi SC
Tujuan 1. Pasien mendapat
pelayanan sesuai kebutuhannya.

2. Pasien yang akan di operasi dipersiapkan secara optimal.

3. Pelaksanaan operasi berjalan lancar.

4. Ada indikasi yang jelas untuk di lakukan tindakan SC dan ketentuan jam.

5. Ada surat prsetujuan tindakan yang di tanda tangani oleh pasien, suami dan
keluarga.

6. Ada kolaborasi dengan dokter anastesi, dokter penyakit dalam, dokter anak
untuk pelaksanaan operasi.

7. Memberi informasi ke bagian terkait (kamar operasi, ICU Bila diperlukan).


Kebijakan Sesuai dengan Kebijakan Direktur tentang pelayanan medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Tersedia alat :
a. Infus set.

b. DC.

c. Obat premidikasi.

d. Kasa alkohol.

e. Baju operasi dan topi.

f. Tensimeter, termometer, fetal phone.

g. Set heacting.

h. Set bayi, beserta infus set, infus, abocath.

SOP PERSIAPAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESARIA


No. Dokumen No. Revisi Halaman
036/SPO/VK/RSUK 0 2/2

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur Penatalaksanaan :

1. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan.

3. Siapkan alat – alat ke dekat pasien.

4. Pasang infus sesuai advis dokter.

5. Pasang DC.

6. Lepaskan perhiasan, gigi palsu, hapus make up.

7. Lengkapi lembar persiapan pembedahan dan lembar serah terima untuk


diserahkan ke petugas kamar operasi.

8. Kirim pasien ke kamar operasi setelah ada panggilan dari kamar operasi
Unit Terkait Ruang Bersalin, Ruang OK, Ruang IGD
SOP PERAWATAN LUKA OPERASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
037/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Perawatan luka yang dilakukan pada pasien post operasi


Tujuan 1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat
menjaga kebersihan   luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
Kebijakan Sesuai dengan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan Dekatkan
alat-alat ke pasien
2. Pasang sampiran
3. Perawat cuci tangan
4. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
5. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
6. Letakkan pengalas dibawah area luka
7. Letakkan nierbeken didekat pasien
8. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan
menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
9. Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan
ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara
perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. ( Bila masih terdapat
sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )
10. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi
angkat balutan dengan berlahan
11. Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic,
hindari kontaminasi dengan permukaan luar wadah
12. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
13. Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan
obat luka dengan memperhatikan tehnik aseptic
14. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
15. Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
16. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan
terapi)

SOP PERAWATAN LUKA OPERASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
037/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 17. Menutup luka dengan cara:


a. Balutan kering
 Lapisan pertama kassa kering steril u/ menutupi daerah insisi dan
bagian sekeliling kulit
 Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
 Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah – kering
- Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi cairan steril atau
untuk menutupi area luka
- Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
- Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c. Balutan basah – basah
- Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan
fisiologik u/ menutupi luka
- Lapisa kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
- Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan
dengan cairan fisiologi
18. Plester dengan rapi
19. Buka sarung tangan dan masukan kedalam nierbeken
20. Lepaskan masker
21. Atur dan rapikan posisi pasien
22. Buka sampiran
23. Evaluasi keadaan umum pasien
24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih,
kering dan rapi
25. perawat cuci tangan
26. Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan

Unit Terkait Unit rawat inap, unit bersalin

SOP PENANGANAN PERDARAHAN ANTEPARTUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 1
038/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu, perdarahan


berasal dari:
1. Kelainan plasenta: plasenta previa, solusio plasenta, perdarahan
antepartum yang belum jelas sumbernya, inversio filamentosa, ruptur
sinus marginalis, plasenta sirkum valata.
2. Bukan kelainan plasenta: varises pecah, erosi servik, polip.
3. Suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian/seluruh
pembukaan jalan lahir (OUI=ostium uteri internum).
Tujuan 1. Memberikan petugas tentang langkah-langkah yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Petugas dapat mengetahui diagnosis dan gambaran klinik, sbb :
1. Anamneses : sifat perdarahan dan umur kehamilan.
2. Inspeksi : pucat, anemis, earna darah (merah segar).
3. Palpasi abdomen : letak janin, bagian bawah janin belum masuk.
4. Pemeriksaan inspekculo : asal dari perdarahan.
5. Pemeriksaan USG : letak janin dan plasenta.
Kebijakan Sesuai dengan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur 1. Dilakuka
n amniotomi (bila ada pembukaan) dan diikuti pemberian oksitosin drip
dalam infus(bila tidak disertai adanya his).
2. Apabila pembukaan lengkap/hampir lengkap, kepala sudah
turun di H III-IV maka:
• Janin hidup: dilakukan ekstrasi vakum/ekstrasi forceps.
• Janin mati: embriotomi.
3. Dilakukan bedah Caesar apabila:
• Janin hidup, pembukaan masih kecil.
• Perdarahan banyak, pembukaan masih kecil.
• Janin tidak bisa lahir pervaginum, panggul sempit, letak lintang.
• Ligas a. Hipogastrika, apabila fungsi reproduksi hendak dipertahankan.
4. Histerektomi apabila terjadi ”uterus convelliar” dan kontraksi
tidak baik.
Unit Terkait Unit UGD, Unit OK, Unit Bersalin

SOP PENANGANAN PASIEN MOLAHIDATIDOSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 2
039/SPO/VK/RSUK 0
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Suatu tindakan pengelolaan tumor jinak trofoblas yang ditandai dengan
adanya hiperplasi dan degenerasi trofoblas, seperti rangkaian buah anggur
dan sering disebut juga dengan ”hamil anggur”.
Tujuan Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan
mola hidatidosa sehungga tindakan yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan.

Kebijakan Sesuai dengan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Petugas mengetahui dan mengenali criteria diagnosis mola hidatidosa, yaitu :
1. Anamnesis :
- Adanya riwayat terlambat haid.
- Perdarahan pervaginam sedikit-sedikit atau banyak sekali sehingga
penderita syok, perdarahan dapat berwarna coklat”pure juice” atau
merah cerah.
- Pengeluaran gelembung mola.
- Pembesaran uterus lebih cepat dari hamil biasa.
- Mual dan muntah lebih hebat.
- Dapat disertai febris walau tidak ada infeksi.
- Adanya gejala dari komplikasi medis : preklampsi, hipertiroid,
anemia dan gangguyan keseimbangan elektrolit.
2. Pemeriksaan fisik :
- Muka tampak cekung dengan keadaan lebih merata dari keadaan
umumnya ( seperti muka mola ).
- Dapat disertai dengan tanda-tanda preeklampsi.
- Pembesaran uterus sesuai atau lebih besar dari usia kehamilan.
- Dapat ditemukan kista lutein, kadang-kadang bilateral.
- Tidak didapatkan balloltement.
- Tidak terdengar DJJ.
- Perdarahan uterus kadang disertai dengan gelembung mola.
- Apabila OUE terbuka tak teraba adanya kulit ketuban dan cairan uteri
seperti mudah dimasuki ujung jari.
3. Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan USG : ditemukan gambaran multiple echo seperti
sarang tawon atau badai salju dan didapatkan gambaran kista lutein.
- Pemeriksaan urine : kadar HCG didalam urine > 1 juta IU dalam 24
jam.

SOP PENANGANAN PASIEN MOLAHIDATIDOSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


2/2
039/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Unit Terkait Ruang Bersalin, Ruang UGD, Ruang OK


SOP PEMBERIAN OBAT MELALUI SUNTIKAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


1/ 3
040/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Memberikan obat melalui suntikan


Tujuan Umum :
Membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pengobatan melalui suntikan
Khusus :
memberikan bantuan kepada semua pasien yang membutuhkan pengobatan
melalui suntikan

Kebijakan Sesuai dengan Kebijakan Direktur tentang Pelayanan Medik di RSU Kartini
Nomor : 003/SK-DIR/RSUK/II/2016
Prosedur Persiapan
 Alat
Disposible spuit
Gergaji ampul
Obat yang diperlukan
Bak injeksi
Kapas alkohol 70%
Bengkok
Cairan Pelarut (WFI)
Safety box
 Pasien
Memberikan penjelasan tentang prosedur pemberian obat
Memberikan obat secara IM (intramuskuler)
1. Perawat cuci tangan
2. Bawa alat alat ke dekat pasien
3. Siapkan obat pada spuit sesuai dosis
4. Cocokkan nama obat dan nama pasien
5. Mengatur Posisi pasien (sesuai keadaan umum dan
tempat penyuntikan)
6. Desinfeksi lokal penyuntikan menggunakan kapas
alkohol 70 %
7. Area kulit dengan ibu jari dan telunjuk pada lokal
penyuntikan

SOP PEMBERIAN OBAT MELALUI SUNTIKAN


16
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
040/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur 8. Jarum ditusukkan tegak lurus (90°) pada lokal


penyuntikan
9. Penghisap ditarik sedikit (bila ada darah tarik keluar
jarum)
10. Obat dimasukkan perlahan, amati reaksi alergi
11. Setelah obat masuk seluruhnya jarum ditarik dengan
cepat
12. Lakukan penekanan dan massage pada lokal
penyuntikan menggunakan kapas alkohol
13. Rapikan pasien dan alat-alat dibereskan
14. Perawat cuci tangan
15. Mendokumentasikan dalam form catatan keperawatan
jenis obat, dosis, rute, jam pemberian, reaksi obat
16. Selesei
Memberikan obat melalui intravena (IV)
Perawat cuci tangan
1. Bawa alat alat ke dekat pasien
2. Siapkan obat pada spuit sesuai dosis
3. Cocokkan nama obat dan nama pasien
4. Mengatur Posisi pasien (sesuai keadaan umum dan tempat penyuntikan)
5. Desinfeksi lokal penyuntikan menggunakan kapas alkohol 70 %
6. Area kulit dengan ibu jari dan telunjuk pada lokal penyuntikan (Pada
Vena maupun infus)
7. Obat dimasukkan perlahan, amati reaksi alergi
8. Setelah obat masuk seluruhnya jarum ditarik dengan cepat
9. Lakukan penekanan dan massage pada lokal penyuntikan menggunakan
kapas alkohol
10. Rapikan pasien dan alat-alat dibereskan
11. Perawat cuci tangan
12. Mendokumentasikan dalam form catatan keperawatan jenis obat, dosis,
rute, jam pemberian, reaksi obat
13. Selesei

SOP PEMBERIAN OBAT MELALUI SUNTIKAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


3/3
040/SPO/VK/RSUK
RSU KARTINI

Ditetapkan

Tanggal Terbit Direktur


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL 02 Maret 2016
Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Prosedur Memberikan obat melalui intracutan (IC)


1. Cuci tangan
2. Bawa alat alat ke dekat pasien
3. Siapkan obat pada spuit sesuai dosis
4. Cocokkan nama obat dan nama pasien
5. mengatur Posisi pasien (sesuai keadaan umum dan tempat
penyuntikan)
6. Desinfeksi lokal penyuntikan menggunakan kapas alkohol 70 %
7. Fiksasi kulit lengan bagian bawah dalam dengan mengarea kulit
bagian distal lokal penyuntikan
8. jarum ditusukkan sejajar pada permukaan kulit
9. Penghisap ditarik sedikit
10. Obat dimasukkan secara perlahan
11. setelah obat dimasukkan jarum ditarik
12. lakukan hapusan darah atau obat pada tempat penusukan
menggunakan kapas alcohol (jangan dilakukan penekanan atau
massage)
13. rapikan pasien dan alat-alat dibereskan
14. perawat cuci tangan
15. pendokumentasian
16. selesei

Unit Terkait Unit rawat inap, Unit UGD, Unit bersalin, unit OK

VISI
Memberikan pelayanan kebidanan sesuai
standar dan profesional

Misi
Ramah, Sopan, Tanggap

Motto
Persalinan aman, bayi lahir sehat, ibu selamat
adalah idaman kami

Ditetapkan

Kepala Ruangan Direktur

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

SOP PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL


No. Dokumen No. Revisi Halaman
0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pelayanan kesehatan yang mengacu pada pelayanan kesehatan yang ditujukan
secara kusus pada ibu dan bayi.
Tujuan Pelayanan yang dilakukan sebelum bayi dilahirkan melalui pemeriksaan ibu
hamil sampai pada penanganan pasca persalinan untuk menjamin kesehtan bayi
agar dapat dilahirkan dapat sehat dan terhindar dari kecacatan.
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
Nomor :
Prosedur Persiapan Alat

Prosedur

Unit Terkait Petugas Rawat Inap, Petugas Rawat Jalan

SOP TRANSFER PASIEN SC DARI RUANG VK BERSALIN KE RUANG


OPERASI (OK)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pasien ruang bersalin yang membutuhkan tindakan pembedahan (Sectio


Secarea)
Tujuan Sebagai acuan bagi dokter dan bidan apabila pasien di ruang bersalin
membutuhkan tindakan operasi
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
Nomor :
Prosedur 1. Dokter penanggungjawab dan Bidan melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh kepada pasien
2. Dokter penanggungjawab akan menginformasikan kepada pasien dan
keluarga bahwa pasien membutuhkan tindakan operasi
3. Setelah pasien setuju, bidan jaga akan melakukan informed consent kepada
pasien di damping oleh keluarga
4. Bidan jaga akan menginformasikan melalui telepon kepada perawat jaga
ruang operasi bahwa ada pasien dari ruang bersalin yang membutuhkan
tindakan operasi
5. Perawat ruang bersalin melaporkan hasil aborat pasien dan
mengkonfirmasikan kepada dokter spesialis anastesi
6. Perawat kamar ruang operasi menindaklanjuti sesuai prosedur di kamar
operasi
7. Bidan jaga akan melakukan tindakan pre operasi terhadap pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi
- Menyuntikkan obat antibiotic profilaksis
- Pemasangan dower Chateter dan scaren
- Pengecekan TTV dan DJJ ( denyut jantung janin )
8. Perawat kamar operasi akan menginformasikan kepada bidan jaga ruang
bersalin bahwa pasien sudah dapat dipindahkan ke kamar operasi
9. Bidan jaga akan mengantarkan pasien ke kamar ruang operasi dengan
membawa berkas rekam medis lengkap
10. Di ruang operasi bidan jaga melakukan operan TTV dan DJJ pasien dengan
perawat ruang operasi.

Unit Terkait Petugas VK bersalin, Petugas ruang operasi (OK)

SOP TRANSFER PASIEN GINEKOLOGI DARI RUANG VK BERSALIN KE


RUANG OPERASI (OK)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
0 1/ 1

RSU KARTINI
Tanggal Terbit Ditetapkan
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr. Singgih Pudjirahadjo, M.Kes

Pengertian Pasien ruang bersalin yang membutuhkan tindakan pembedahan


Tujuan Sebagai acuan bagi dokter dan bidan apabila pasien di ruang bersalin
membutuhkan tindakan operasi
Kebijakan Kebijakan Direktur tentang pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
Nomor :
Prosedur 11. Dokter penanggungjawab dan Bidan melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh kepada pasien
12. Dokter penanggungjawab akan menginformasikan kepada pasien dan
keluarga bahwa pasien membutuhkan tindakan operasi
13. Setelah pasien setuju, bidan jaga akan melakukan informed consent kepada
pasien di damping oleh keluarga
14. Bidan jaga akan menginformasikan melalui telepon kepada perawat jaga
ruang operasi bahwa ada pasien dari ruang bersalin yang membutuhkan
tindakan operasi
15. Perawat ruang bersalin melaporkan hasil aborat pasien dan
mengkonfirmasikan kepada dokter spesialis anastesi
16. Perawat kamar ruang operasi menindaklanjuti sesuai prosedur di kamar
operasi
17. Bidan jaga akan melakukan tindakan pre operasi terhadap pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi
- Menyuntikkan obat antibiotic profilaksis
- Pemasangan dower Chateter dan scaren
- Pengecekan TTV
18. Perawat kamar operasi akan menginformasikan kepada bidan jaga ruang
bersalin bahwa pasien sudah dapat dipindahkan ke kamar operasi
19. Bidan jaga akan mengantarkan pasien ke kamar ruang operasi dengan
membawa berkas rekam medis lengkap
20. Di ruang operasi bidan jaga melakukan operan TTV pasien dengan perawat
ruang operasi.

Unit Terkait Petugas VK bersalin, Petugas ruang operasi (OK)

Anda mungkin juga menyukai