Anda di halaman 1dari 33

Blok 16 Perawatan Penyakit Periodontal & Jaringan Lunak Oral

Perawatan Xerostomia & Penyakit Kelenjar Saliva

Dr. Erna Sulistyani, drg. M.Kes

Erna Sulistyani 2020 1


Capaian Pembelajaran
 CP-MA (COURSE LEARNING OUTCOME)
Menguasai & mampu mengkaji konsep teoritis tentang perawatan penyakit
periodontal dan jaringan lunak oral secara non bedah dan/atau bedah
dengan mutu dan kualitas yang terukur berdasarkan prosedur baku untuk
mengembalikan atau memulihkan sistem stomatognasi

 Sub CP-MA/Kemampuan Akhir yang Diharapkan/KAD (LESSON LEARNING


OUTCOME)
o Mampu mengkaji konsep teoritis tentang penentuan indikasi perawatan non bedah
lesi jaringan lunak oral
o Mampu mengkaji konsep teoritis tentang prinsip-prinsip penatalaksanaan lesi-lesi
jaringan lunak oral secara farmakologik dan non farmakologik

Erna Sulistyani 2020 2


Xerostomia
Xerostomia (mulut kering) merupakan gejala dari :
o berbagai penyakit
o Efek samping terapi radiasi pada leher dan kepala
o Efek samping dari berbagai obat
Xerostomia
 Dapat disebabkan oleh penurunan fungsi saliva
maupun tidak.
 Ditemukan pada sekitar 20% pada lansia, bukan
terkait proses aging namun lebih ke efek samping
obat2 an yang diminum lansia

Erna Sulistyani 2020 3


Diagnosis
1. Anamnesa yang teliti tentang riwayat penyakit medis terutama
gejala yang dirasakan, obat yang digunakan dan riwayat penyakit
yang lalu
2. Identifikasi pathonomonic hyposalivasi
 kaca mulut melekat pada mukosa bukal dan lidah
 air liur berbusa;
 tidak ada air liur yang menggenang di dasar mulut;
 papila dorsum lidah hilang
 arsitektur gingiva berubah menjadi halus;
 mukosa mulut (terutama palatum) mengkilat;
 lidah berlobus/pecah-pecah;
 karies servikal (lebih dari dua gigi); dan/atau
 Debris pada palatum (Osailan et al, 2011)

Erna Sulistyani 2020 4


3. Pengukuran laju aliran saliva setelah puasa semalaman atau 2 jam setelah
makan
• Laju aliran saliva utuh yang tidak distimulasi :
pasien duduk dengan posisi tegaksecara konstan mengalirkan air liur dari
bibir bawah ke dalam wadah bertingkat selama 15 menit.

• Laju aliran saliva terstimulasi


setelah pasien mengunyah permen karet basa tanpa rasa atau parafin wax
(1–2 g) selama 1 menit atau dengan larutan asam sitrat 2% yang diletakkan
di sisi lidah dengan interval 30 detik. Saliva kemudian dikumpulkan ke
dalam gelas ukur selama 5 menit.

Produksi air liur harian normal bervariasi antara 0,5 dan 1,5 liter. Laju aliran
saliva yang tidak distimulasi adalah sekitar 0,3-0,4 ml / menit. Tingkat ini
menurun menjadi 0,1 ml/menit selama tidur dan meningkat menjadi sekitar
4, 0-5, 0 ml/menit selama makan, mengunyah, dan aktivitas yang merangsang
lainnya.
Erna Sulistyani 2020 5
Pengelolaan Xerostomia

Tujuan adalah untuk mengurangi gejala pasien dan/atau meningkatkan aliran


saliva.
o Pengobatan yang mudah adalah hidrasi yang tepat;
o peningkatan kelembapan di malam hari;
o menghindari pasta gigi yang mengiritasi dan makanan yang renyah/ keras;
o penggunaan permen karet/permen bebas gula.
o Penggunaan terapi radiasi yang dimodifikasi intensitasnya dan/atau
penggunaan amifostine (agen sitoprotektif) dapat mengurangi efek
xerostomia
o Mengurangi dosis obat atau berpotensi mengganti obat dengan obat yang
kurang xerogenik.
Erna Sulistyani 2020 6
Perawatan:

 Topikal intraoral
 Permen & permen karet bebas gula, semprotan tri-ester
gliserol beroksigen (lebih efektif).
 Semprotan sialogogue topikal yang mengandung asam
malat 1% untuk xerostomia pada pasien dengan mulut
kering yang diinduksi antidepresan atau antihipertensi
 Pengganti saliva bertujuan untuk meningkatkan
viskositas, mengandung mineral (misalnya, ion fluorida,
kalsium, dan fosfat), karboksimetilselulosa atau
hidroksietilselulosa, zat penyedap, dan pengawet
(misalnya propil atau metil paraben).
 Elektrostimulasi intraoral juga telah diuji untuk
meningkatkan aliran saliva.
Erna Sulistyani 2020 7
 Sialogogues sistemik
 Pilocarpine dan cevimeline adalah dua sialogog sistemik
yang disetujui FDA. Efeknya tergantung pada keberadaan
jaringan kelenjar fungsional.
 Pilocarpine oral adalah obat parasimpatomimetik
dengan aksi muskarinik, dosis 3 dd 1 5 mg selama
minimal 3 bulan
 Cevimeline adalah stimulan kelenjar ludah dengan
afinitas yang lebih kuat untuk reseptor muskarinik M3,
dosis 3 dd 1, 30 mg selama minimal 3 bulan
 Efek sampingnya meliputi: keringat berlebih, vasodilatasi,
muntah, mual, diare, cegukan terus-menerus,
bronkokonstriksi, hipotensi, bradikardia, peningkatan
frekuensi kencing, dan masalah penglihatan
Erna Sulistyani 2020 8
 Pilocarpine dan cevimeline kontraindikasi telatif pada
pasien dengan
o Asthma tidak terkontrol atau penyakit paru kronis
o Pengguna β-adrenergic blocker
o Ulser pada gaster yang aktif
o Hipertensi tidak terkontrol
o narrow-angle glaucoma dan iritis,
o Penyakit kardiovascular
o Anethole trithione merupakan cholagogue yang telah
terbukti memperbaiki gejala oral dan meningkatkan
aliran saliva pada pasien dengan xerostomia dan
hiposalivasi.

Erna Sulistyani 2020 9


MUMPS
Mumps disebabkan oleh mumps virus (MuV), golongan Paramyxoviridae
virus yang enveloped, non-segmented, negative-sense RNA.

Erna Sulistyani 2020 10


Diagnosis
 Diagnosis berdasar gejala klinis. Hanya sktr 14% memerlukan
pemeriksaan penunjang yaitu
 Serum amilase meningkat pada mumps. Virus Mumps dapat diisolasi dari
usapan nasofaring, darah, dan cairan dari rongga bukal biasanya dalam
jangka waktu 7 hari sebelum, hingga 9 hari setelah, onset parotitis.
 Mumps dapat dipastikan dengan titer imunoglobulin M (IgM) mumps
spesifik positif atau dengan menunjukkan peningkatan yang signifikan
pada kondisi akut dan titer antibodi imunoglobulin G (IgG) mumps
spesifik antara spesimen serum akut dan yang sembuh.

Erna Sulistyani 2020 11


Perawatan
 Tidak ada agen antivirus yang diindikasikan untuk pengobatan penyakit virus
ini, karena gondongan adalah penyakit yang sembuh sendiri.
 Menjaga asupan cairan oral sangat penting, karena hidrasi yang adekuat dan
makanan pasien penting. Diet ringan dengan asupan cairan yang banyak
dianjurkan dan paling baik ditoleransi.
 Hindari makanan dan cairan asam karena dapat menyebabkan iritasi
lambung.
 Analgesik (asetaminofen, ibuprofen) untuk sakit kepala atau
ketidaknyamanan akibat parotitis. Penggunaan kompres hangat atau dingin
secara topikal pada area parotis yang bengkak dapat menenangkan area
tersebut.

Erna Sulistyani 2020 12


 Analgesik yang lebih kuat mungkin diperlukan untuk pasien orkitis. Istirahat
di tempat tidur, penyangga skrotum, dan kompres es direkomendasikan.
 Pasien dengan komplikasi spesifik mungkin memerlukan perawatan rawat
inap untuk stabilisasi cairan intravena, manajemen nyeri dan observasi ketat
terus menerus.
 Pasien dengan meningitis, ensefalitis, miokarditis, nefritis, atau pankreatitis
berat memerlukan tingkat perawatan suportif rawat inap yang lebih tinggi.
 Pencegahan
 Strategi utama pencegahan MUMPs adalah imunisasi, terutama pada bayi dan
anak kecil.
 Mencegah penyebaran, anak2 yg menderita mumps harus dikarantina dirumah dan
tidak boleh masuk sekolah dan pusat penitipan anak selama 9 hari setelah
terjadinya pembengkakan kelenjar parotis..

Erna Sulistyani 2020 13


Bacterial Sialadenitis
 Pennyebab : paling sering disebabkan Saphylococcus aureus.
Bakteri lainsnya : streptococci, coliform dan beberapa bakteri
anaerobic
 Faktor Predisposisi
 Sialolithiasis
 Penurunan fungsi saliva (krn dehidrasi, setelah operasi dan obat)
 OH yang buruk
 Tipe :
 Akut
 Kronik

Erna Sulistyani 2020 14


Terapi
 Antibiotik antistaphylococcal. Pengobatan awal adalah dengan antibiotik
aktif melawan S. aureus (misalnya, dikloxasilin, 4 hari 1250 mg per oral,
sefalosporin generasi pertama, atau klindamisin), dimodifikasi sesuai dengan
hasil kultur.
 Dengan meningkatnya prevalensi S. aureus yang resisten terhadap metisilin
(MRSA) terutama di antara lansia yang tinggal di fasilitas perawatan
perawatan lanjutan, vankomisin sering diperlukan.
 Klorheksidin 0,12% larutan kumur tiga kali sehari akan mengurangi beban
bakteri di rongga mulut dan akan meningkatkan kebersihan mulut.
 Hidrasi, sialagog (misalnya, jus lemon, permen keras, atau zat lain yang
memicu aliran air liur), kompres hangat, pijat kelenjar, dan kebersihan
mulut yang baik juga penting. Abses membutuhkan drainase.
 Kadang-kadang, parotidektomi superfisial atau eksisi kelenjar submandibular
diindikasikan untuk pasien dengan sialadenitis kronis atau kambuhan .

Erna Sulistyani 2020 15


Sjögren's syndrome (SS),
SS is adalah penyakit autoimun keradangan kronis
yang sering ditemukan pd wanita post menopause.

Erna Sulistyani 2020 16


Diagnosis SS
Diagnosis: Sindrom Sjogren bisa sulit didiagnosis karena tanda dan gejala
bervariasi dari orang ke orang dan bisa mirip dengan yang disebabkan
oleh penyakit lain.
 Tes darah: jumlah sel darah,Antibodi umum pada sindrom Sjogren
(SSA & SSB), Tanda peradangan,Gangguan hati dan ginjal
 Tes mata: Schirmer tear test. Sepotong kecil kertas saring
ditempatkan di bawah kelopak mata bawah untuk mengukur air mata
 Sialogram. Sinar-X khusus ini dapat mendeteksi pewarna yang
disuntikkan ke kelenjar ludah
 Skintigrafi saliva. alat kedokteran nuklir ini menggunakan suntikan
isotop radioaktif ke pembuluh darah , yang dilacak selama satu jam
untuk melihat seberapa cepat ia tiba di semua kelenjar ludah.
 biopsi bibir untuk mendeteksi keberadaan kelompok sel inflamasi,
yang dapat mengindikasikan sindrom Sjogren
Erna Sulistyani 2020 17
Perawatan SS
 Atasi xerostomia spt yang telah dijelaskan sebelumnya
 Atasi mata kering dengan menggunakan obat tetes mata yang dijual
bebas Kurangi peradangan matadengan Obat tetes mata resep
seperti cyclosporine (Restasis) atau lifitegrast (Xiidra)
 Tangani komplikasi spesifik. Gejala radang sendi dapat diatasi dengan
obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau obat radang sendi lainnya.
Infeksi jamur di mulut diobati dengan obat antijamur.
 Rawat gejala di seluruh sistem. Hydroxychloroquine (Plaquenil), obat
yang dirancang untuk mengobati malaria, sering kali membantu
dalam mengobati sindrom Sjogren. Obat yang menekan sistem
kekebalan, seperti methotrexate (Trexall) dapat juga diberikan

Erna Sulistyani 2020 18


Sialolithiasis
Adalah kelainan jinak (non-malignant) yang disebabkan oleh
pembentukan batu pada kelenjar saliva mayor

Boyd, 2013
Erna Sulistyani 2020 19
Diagnosis
 sialolithiasis sering tidak bergejala kecuali jika terdapat obstruksi saluran saliva
dan kelenjar saliva terinfeksi (sialadenitis).
 Tes radiografi: rontgen oklusal adalah pilihan diagnostik awal. Memberikan hasil
(+) batu duktus radiopak besar. (-) untuk batu yang lebih kecil dan tidak sensitif
terhadap batu parenkim. Hanya sekitar 80% batu yang terbuat dari radioopak,
 Sialografi: gold standard untuk diagnosis: (visualisasi yang sangat baik dari duktus
saliva dan patologi duktus yang mendasari.) Kontras yang disuntikkan melalui
jarum kecil shg bias dideteksi dgn rontgn dan bertindak sebagai sialogog. Kerugian
termasuk paparan radiasi (terutama jika menggunakan digital digunakan) dan
risiko reaksi kontras
 Tomografi terkomputasi non-kontras (NCCT) dan CT yang ditingkatkan kontras
(CECT)
 MR Sialografi
 Sialendoskopi memungkinkan visualisasi langsung batu saliva dan saluran saliva,
 Ultrasonografi: fokus hyperechoic dengan bayangan posterior

Erna Sulistyani 2020 20


Perawatan

 Tindakan konservatif termasuk pijat kelenjar ludah, obat antiinflamasi


nonsteroid (NSAID), dan sialogog.
 Tanda-tanda infeksi menunjukkan perlunya terapi antibiotik
 Operasi :
 endoskopi.
 Eksternal shockwave lithotripsy (ESWL) merupakan pilihan untuk batu
yang tidak teraba atau tidak terlihat saat endoskopi.
 Bedah transoral
 Eksisi bedah kelenjar parotis harus menjadi pilihan terakhir.

Erna Sulistyani 2020 21


Sialorrhea
 Hipersalivasi krn peningkatan produksi jarang ditemukan
 Sialorrhoe biasanya disebabkan karena lesi oral yang sakit,
keracunan logam, berhubungan dng nausea, Parkinson’s diseases
yang dipacu oleh obat dan pada masa pertumbuhan gigi (usia 15
sampai 18 bulan)
 Drooling adalah keluarnya saliva dari mulut yang tidak disadari.
Sering dijumpai pada anak dengan gangguan fisik dan kognitif
 Penyebab berhubungan dengan penyakit neuromuscular
terutama cerebral palsy. Penurunan kemampuan ut menelan air
ludah adalah sumber masalahnya

Erna Sulistyani 2020 22


Diagnosis
 Pengukuran air liur dengan berbagai teknik seperti
menggunakan wadah, mengumpulkan sputum, dan
mengukur volume sekresi yang terserap pada
gulungan kapas intraoral.
 Kuesioner untuk mendapatkan gambaran subjektif
tentang jumlah air liur. Penilaian dasar dapat
diperoleh dengan menanyakan berapa banyak oto
atau baju harus diganti setiap hari.

Erna Sulistyani 2020 23


Perawatan
 Sialore dikenal sulit untuk diobati.
 Perawatan konservatif
 perubahan dalam pola makan atau kebiasaan,
 latihan motorik oral,
 perangkat intra-oral seperti perangkat latihan palatal,
 perawatan medis seperti pengobatan (memblokir reseptor
muskarinik sistem kolinergik) atau suntikan toksin botulinum.
 Perawatan invasif : pembedahan atau radiasi. Hasil yang lebih
permanen, namun efek samping. Radiasi untuk pasien usia
lanjut yang bukan kandidat untuk operasi dan tidak dapat
mentolerir terapi medis

Erna Sulistyani 2020 24


Sialectasis/ptyalectasis/ sialoangiectasis)

 adalah dilatasi saluran kelenjar ludah. Paling sering terlihat pada kelenjar
parotis dan berhubungan dengan infeksi dan kerusakan kelenjar.
 Etiology : berbagai kondisi yang menyebabkan keradangan kronik pada
kelenjar saliva, yaitu
o idiopathic
o Sjogren syndrome
o post-infectious
o sialadenitiskambuhan
o Penyimpitan ductus salivary
o congenital (jarang)

Erna Sulistyani 2020 25


diagnosis
 Riwayat pembengkakan kambuhan yang sakit
 Pemeriksaan : kelenjar saliva bengkak, bila dipalpasi/ditekan akan keluar
sekresi kental (nanah)
 Bila ada curiga SS maka rujuk untuk pemeriksaan darah untuk autoimun :
rheumatoid factor, ANA, SS-A, SS-B antibodies.

Erna Sulistyani 2020 26


Radiographic imaging
 Ultrasonografi: murah dan bias untuk memandu FNA , tidak ada
radiasi
 MRI: pemeriksaan terbaik untuk anatomi untuk tumor kelenjar ludah
tidak adanya paparan radiasi; 'sialogram MRI "
 CT: tanpa kontras mengggunakan kontras; terbaik untuk
limfadenopati
 Sialogram: berguna untuk mengidentifikasi batu – pemeriksaan
terbaik dari struktur intraduktal; kadang-kadang punya efek
terapeutik (dilatasi saluran, 'pembilasan kelenjar') (ref Gerry RG
1955)
 Sialendoscopy

Erna Sulistyani 2020 27


Perawatan
 Perawatan konservative
 Antibiotik, analgesic, obat kumur, sialogogues, memijat kelenjar
Antibiotik thdp Staph aureus: Augmentin, klindamisin
 Bedah
 Manajemen konservatif yang gagal
 Tindakan bedah membutuhkan
- Penjelasan dan persetujuan pasien
- Gejala korelasi dengan proses patologis
 Sialendosocpy dengan dilatasi ductus dan sekaligus pemberian steroid/antimikroba

Erna Sulistyani 2020 28


 Injeksi Botulinum toxin type A ke kelenjar saliva
 Dipandu dgn USG
 Atropi irreversible

 Parotidectomy
o Supeficial parotidectomy
o Total parotidectomy
o Near-total parotidectomy

Erna Sulistyani 2020 29


Reference
 Giraddi, G. B., & Saifi, A. M. (2016). Micro-marsupialization versus surgical
excision for the treatment of mucoceles. Annals of maxillofacial surgery, 6(2),
204–209. https://doi.org/10.4103/2231-0746.200324
 Lakraj, A. A., Moghimi, N., & Jabbari, B. (2013). Sialorrhea: anatomy,
pathophysiology and treatment with emphasis on the role of botulinum
toxins. Toxins, 5(5), 1010–1031. https://doi.org/10.3390/toxins5051010
 Scmidt, R.J. Cook S.P., Reilly J.S (2016 ) Pediatric Salivary Gland Disease, Pocket
DentistryFastest Clinical Dentistry Insight Engine, Available from
https://pocketdentistry.com/pediatric-salivary-gland-disease/
 Wang Y, Yu GY, Huang MX, Mao C, Zhang L. Diagnosis and treatment of congenital
dilatation of Stensen's duct. Laryngoscope. 2011 Aug;121(8):1682-6. doi:
10.1002/lary.21854. PMID: 21792955.
 Deeptha and Kamal K Pathey. “Excision of Mucocele – a Case Report.” (2017).
International Journal of Recent Advances in Multidisciplinary Research Vol. 03,
Issue 12, pp.2063-2065, December, 2016

Erna Sulistyani 2020 30


 Sharma, Divya. (2014). ORAL MUCOCELE: A CASE REPORT. NATIONAL JOURNAL OF
DENTAL SPECIALITY AND RESEARCH. 1. 13-16.
 Rubin, S., Eckhaus, M., Rennick, L. J., Bamford, C. G., & Duprex, W. P. (2015).
Molecular biology, pathogenesis and pathology of mumps virus. The Journal of
pathology, 235(2), 242–252. https://doi.org/10.1002/path.4445
 Garofalo S, Briganti V, Cavallaro S, Pepe E, Prete M, Suteu L, Tavormina P. Nickel
Gluconate-Mercurius Heel-Potentised Swine Organ Preparations: a new
therapeutical approach for the primary treatment of pediatric ranula and
intraoral mucocele. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2007 Feb;71(2):247-55. doi:
10.1016/j.ijporl.2006.10.013. Epub 2006 Nov 20. PMID: 17116334.
 Chalathadka, Mahabaleshwara & Ranganathan, Ajeya & Pb, Rachana & Abraham,
Abe & Gera, Mark & Unakalkar, Sumanth. (2019). Management of Mucocele: A
Review. 227-234.
 Hammett JT, Walker C. Sialolithiasis. [Updated 2020 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549845

Erna Sulistyani 2020 31


 Sagari S K, Vamsi K C, Shah D, Singh V, Patil G B, Saawarn S. Micro-
marsupialization: A minimally invasive technique for mucocele in
children and adolescents. J Indian Soc Pedod Prev Dent [serial online]
2012 [cited 2020 Sep 24];30:188-91. Available
from: http://www.jisppd.com/text.asp?2012/30/3/188/105008
 Villa, A., Connell, C. L., & Abati, S. (2014). Diagnosis and management
of xerostomia and hyposalivation. Therapeutics and clinical risk
management, 11, 45–51. https://doi.org/10.2147/TCRM.S76282
 Iowa Head and Neck Protocols (2019) Sialectasis, University of Iowa
Health Care, Available from
https://medicine.uiowa.edu/iowaprotocols/sialectasis, September 28th
2020

Erna Sulistyani 2020 32


Thank you for your attention

Erna Sulistyani 2020 33

Anda mungkin juga menyukai