Nim : 05020220068
2. Perjanjian Jual-beli
a. Definisi
Perjanjian jual-beli adalah suatu perjanjian timbal-balik, dimana pihak yang satu
(penjual) berjanji akan menyerahkan suatu barang, dan pihak lain (pembeli) akan
membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata). Unsur pokok
perjanjian jual beli adalah “barang dan barang”. Perjanjian jual beli bersifat
konsensual yang ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH-Perdata, yang berbunyi: “Jual beli
dianggap sudah terjadi setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan
harga, meskipun benda tersebut belum diserahkan dan harga belum dibayar.”
(syahmin AK.,S.H.,M.,H. ,hal 50-51).
Di dalam akta perjanjian jual beli harus dengan tegas dibuat apa saja yang
menjadi hak dan keajiban para pihak. Ada dua keajiban utama pihak penjual, yaitu:
(a) menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan; (b) menanggung
kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat
tersembunyi.
Sementara itu, kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian
pada waktu dan tempat sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian. Jika si
pembeli tidak membayar harga pembelian, si penjual dapat menuntut pembatalan
pembelian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH-Perdata yang
berbunyi sebagai berikut.
Pasal 1266 KUH-Perdata merumuskan:
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang
bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban. Dalam hal
yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus
dimintakan kepada hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak
dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak
dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa menurut keadaan, atas
permintaan tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi
kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan.
Pasal 1267 KUH-Perdata menegaskan :
Pihak terhadap siapa perikatan tidak terpenuhi dapat memilih apakah ia jika hal itu
masih dapat di lakukan akan memaksa pihak yang akan memenuhi persetujuan, di
sertai pengantian biaya kerugian dan bunga.
Dalam pelaksanaan perjanjian perlu di pertimbangkan peristiwa yang mungkin akan
terjadi, apabila terjadi dan membawa kerugian, siapa yang menanggung resiko
kerugian. Oleh karena itu, mengenai resiko sebaiknya ditegaskan dalam perjanjian.
Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian
(peristiwa) diluarkesalahan salah satu pihak. Mengenai resiko dalam KUH-perdata
telah ditentukan sebagai berikut :
Mengenai barang tertentu, diatur dalam pasal 1460 yang berbunyi sebagai berikut.
Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah di tentukan, maka
barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun
penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya.
Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran, menurut
ketentuan pasal 1461 adalah sebagai berikut.
Jika barang-barang tidak dijual menurut tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah
atau ukuran, maka barang-barang itu tetap atas tanggungan si penjual hingga
barang-barang ditimbang, dihiting atau diukur.
Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan, maka menurut ketentuan
pasal 1462 adalah sebagai berikut.
Jika sebaliknya barang-barangnya dijual menurut tumpukan, maka barang-barang itu
adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung, atau
diukur.[6]
Salah satu sifat yang penting dari jual beli menurut sistem kitab undang-undang
Hukuk Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya bersifat obligator yang
berarti bahwa jual beli belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan
meletakkan kewajiban kepada kedua belah pihak yaitu meberikan kepada si pembeli
hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. [7]
b. Momentum Terjadinya Kontrak Jual Beli
Pada dasarnya,terjadinya kontrak jual beli antara pihak penjual dan pembeli
adalah pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan diantara mereka
tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya
belum dibayar lunas (pasal 1458 KUH perdata). Walaupun telah terjadinya
penyesuan antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi
milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda. Penyerahan
ini tergantung pada jenis bendanya.
a. Benda bergerak.
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas
benda tersebut.
b. Piutang atas nama dan benda tidak bertubuh.
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tidak bertubuh lainya dilakukan
dengan sebuah akta autentik atau akta di bawah tangan.
c. Benda tidak bergerak.
Untuk benda tidak bergerak, penyerahanya dilakukan dengan pengumuman akan
akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpanan Hipotek.
d. Benda atau barang yangsudah di tentukan (pasal 1460 KUH perdata).
Benda atau barang yang sudah di tentukan di jual maka barang itu saat
pembelian menjadi tanggungan si pembeli, walaupun barang itu belum di serahkan
(pasal 1460 KUH perdata). Namun ketentuan itu telah di cabut dengan SEMA nomer
3 tahun 1963, sehingga ketentuan ini tidak dapat di terapkan secara tegas namun
penerapannya harus memperhatikan :
1) Bergantung pada letak dan tempat beradanya barang itu, dan
2) Bergantung pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang
tersebut.
e. Benda menurut berat, jumlah, atau ukuran (pasal 1461 KUH perdata)
Barang yang dijual menurut berat, jumlah,atau ukuran, tetap menjadi
tanggungan si penjual hingga barang itu ditimbang, dihtung atau diukur. Jadi, sejak
terjadinya penimbagan perhitungan, dan pengukuran atas barang maka tanggung
jawab atas benda tersebut beralih kepada si pembeli.
f. Jual beli tumpukan (pasal 1462 KUH perdata).
Jika barang yang dijual menurut tumpukan maka sejak terjadinya kesepakatan
tentang harga dan barang maka sejak saat itulah barang-barang itu menjadi
tanggung jawab si pembeli walaupun baramg itu belum ditimbang, dihitung, atau
diukur.
g. Jual beli percobaan (pasal 1463 KUH perdata)
Jual beli percobaan merupakan jual beli dengan syarat tangguh.
h. Jual beli dengan sistem panjar (pasal 1464 KUH perdata).
Jual beli dengan sistem panjar merupakan suatu jual beli yang diadakan antara
penjual dan pembeli. Di dalam jual beli itu pihak pembeli menyerahkan uang
petschot/panjar atas harga barang sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak
tersebut. Jual beli dengan sistem ini salah satu pihak tidak dapat meniadakan
pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang pinjamannya.
Tentang peyerahan barang ini dilakukan secara yuridis. Dan sebagaimana telah
diketahui bahwa penhyerahan barang dalam artian yuridis ada tiga macam yakni :
a. Penyerahan barang bergerak dilakukan dengan penyerahan secara nyata atau
menyerahakan kekuasaan barangnya (pasal 612 kitab Udang-Undang Hukum
Perdata).
b. Penyerahan barang tidak bergerak terjadi pengutipa sebuah kata “akta
transport” dalam register nama di depan Pegawai Balik Nama ( Orodonasi Balik
Nama L.N. 1834-27). Sejak berlakunya Undang- Undang pokok Agraria (UU No.5
Tahun 1990) dengan pembuatan aktanya jaul beli oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah).
c. Penyerahan piutang atas nama dilakukan dengan pembuatan sebuah akta yang
diberikan kepada si beruatang (akta “cessie”, pasal 613).[8]
e. Kewajiban pembeli
Keajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian, pada tempat dan
waktu yang sebagaimana di tetapkan menurut perjanjian (Pasal 1513 KUHPerdata). Jika
pada waku membuat perjanjian tidak ditetapkan tempat dan waktu pembayaran, maka
si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu dimana penyerahan harus
dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata). Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian,
maka si penjual dapat menuntut pembatalan pembelian (pasal 1517 KUHPerdata).
f. Hak untuk membeli kembali
Si penjual diberikan hak untuk mengembalikan kembali branga yang telah dijual
asalkan ada perjanjian sebelumnya dengan syarat bahwa penjual akan mengembalikan
harga beli serta memberikan ganti rugi (Pasal 1519 KUHPer). Hak membeli kembali tidak
boleh diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama dari 5 tahun (Pasal 1520
KUHPerdata).
3. Perjanjian Tukar-Menukar
1. Pengertian
Tukar menukar diatur dalam pasal 1541-1546 KUH Perdata. Perjanjian tuka
menukar adalah “suatu persetujuan dengan mana ke dua belah pihak mengikatkan
dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai suatu
ganti barang lainnya.” (pasal 1541 KUH Perdata).
Algra mengartikan perjanjian tukar menukar adalah “suatu perjanjian dimana
pihak-pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan benda kepada satu sama
lain.” (Algra,dkk. 1983:487)
Dapat disimpulkan bahwa perjanjian tukar menukar adalah perjanjian yang
dibuat antara pihak satu dengan yang lain, dimana pihak satu menyerahkan barang
yang ditukar begitu pula pihak lainnya berhak mendapatkan barang yang ditukar.
Adapun barang yang ditukar dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak
bergerak, penyerahan barang bergerak cukup menyerahkan nyata, sedangkan
barang tidak bergerak menggunakan cara yuridis formal.
2. Unsur-unsur
Unsur-unsur yang tercantum dalam ke dua definisi di atas adalah
a. Adanya subjek hukum
b. Adanya kesepakatan subjek hukum
c. Adanya objek
d. Masing-masing subjek hukum menerima barang yang menjadi objek tukar
menukar
3. Hak dan kewajiban dalam Perjanjian Tukar Menukar
Pihak pertama dan pihak kedua, masing-masing berkewajiban untuk
menyerahkan barang yang ditukar sedangkan haknya menerima barang yang
ditukar.
4. Resiko dalam Perjanjian Tukar Menukar
Jika barang yang menjadi objek tukar menukar musnah diluar kesalahan salah
satu pihak maka perjanjian tukar menukar itu menjadi gugur. Pihak yang telah
menyerahkan barang dapat menuntuk kembali barang yang telah diserahkannya
(pasal 1545 KUH Perdata)
4. Perjanjian Beli sewa
1) Pengertian
Beli sewa adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang
dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli
dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu
perjanjian, suatu hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli
setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.
2) Unsur-unsur dalam perjanjian beli sewa antara lain :
a. Adanya jual beli barang
b. Penjualan dengan memeperhitunglan setiap pembayaran
c. Objek beli sewa diserahkan oleh pembeli
d. Momentum ketentuan hak milik setelah pelunasan terakhir
berdasar definisi tersebut di atas, pengertian beli sewa dikonstruksikan sama
dengan perjanjian sewa menyewa barang, dalam arti bahwa si pembeli hanya
pemakai belaka, tetapi kalau harganya sama, maka si penyewa menjadi pembeli.
3) Kalusula-klausula
1) Klausula Penundaan Peralihan Hak
Dalam beli sewa, klausul penundaan peralihan hak, ini merupakan suatu
karakter utama, hal ini berhubungan langsung dengan proses peralihan hak milik.
Dalam proses peralihan hak milik tidak disyaratkan adanya suatu bentuk hukum,
akan tetapi peralihan hak milik tersebut berlangsung tanpa melalui proses
apapun yaitu terjadi dengan sendirinya. Hak milik beralih kepada pembeli bila ia
telah memenuhi semua kewajibannya berdasarkan persetujuan pembelian (uit
hoofde van de koopovereenkomst).
2) Klausul Menggugurkan (Verval Clausule)
Pada umumnya syarat yang tercantum pada perjanjian beli sewa adalah
syarat menggugurkan atau jatuh tempo. Syarat ini merupakan akibat adanya
syarat tentang hak milik yang belum beralih kepada pembeli atau dengan kata
lain adanya syarat penundaan peralihan hak, sehingga keadaan demikian
membawa akibat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih di
tangan penjual.
3) Status uang yang telah dibayarkan pembeli kepada penjual
Sepanjang pembeli masih mengangsur atau belum melunasi pembayaran
maka uang tersebut telah dibayarkan kepada penjual apabila terjadi wanprestasi
umumnya tidak dikembalikan meskipun barang telah ditarik.
4) Klausul Larangan Memindahtangankan Objek Perjanjian (verreemdigs
clausule)
Adanya syarat bahwa selama masa pembayaran angsuran hak milik masih
ada ditangan penjual, mengakibatkan pembeli selama itu belum menjadi pemilik,
oleh karena itu, maka selama periode pembayaran angsuran atau selama masa
mengangsur, pembeli tidak dapat menjual atau menggadaikan atau
memindahtangankan barang (objek perjanjian) tersebut. Apabila terjadi
pemindahtanganan objek perjanjian beli sewa selama masa angsuran, maka
dapat dianggap sebagai penggelapan. Selain itu di dalam masa angsuran pembeli
juga diwajibkan untuk memelihara barang yang dibelinya dan tidak boleh
menyalahgunakannya ataupun mengubahnya.
5) Klausul pemeliharaan
Dalam kurun waktu pembayaran angsuran, maka pembeli diwajibkan untuk
memelihara dan merawat barang sebagaimana barang tersebut adalah miliknya
6) Klausul Risiko
Dalam perjanjian beli sewa, barang sudah beralih kepada pembeli sejak
penandatanganan kontrak, sehingga disyaratkan bahwa risiko ada pada pembeli.
Dalam kenyataannya selama masa angsuran ada penundaan peralihan hak
sehingga pembeli pada saat itu belum menjadi pemilik.