TUGAS
“MATERI PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEMBUATAN AKTA
ANEKA PERJANJIAN KELAS A”
Pengajar:
Mohamad Fajri Mekka Putra, S.H., M.Kn.
Nama Kelompok:
1
Lukman Santoso Az, Hukum Perjanjian Kontrak, (Yogyakarta: Cakrawala, 2012), hlm.. 12.
2
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, (Bandung: Alumni,1981) , hlm. 190.
3
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet. 8, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 220.
Unsur esensilia dalam sewa menyewa adalah barang, harga dan waktu tertentu.
Mengenai objek dalam perjanjian sewa menyewa itu adalah berupa barang, yaitu benda dalam
perdagangan yang ditentukan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan dan ketertiban umum. Jika melihat pada Pasal 1549 ayat (2) KUHPERdata
menyatakan bahwa semua jenis barang, baik yang bergerak, maupun tidak bergerak dapat
disewakan. Yang terpenting adalah barang tersebut harus jelas objeknya, dan para pihak
mempunyai kecakapan untuk dapat menjadi pemilik, serta objek sama unitnya apakah bisa
dibuktikan dengan surat-surat kepemilikan.
2) Pihak Penyewa:
- Hak: Menerima barang yang disewa dalam keadaan baik
- Kewajiban: Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560
KUHPerdata);4 Mengubah barang yang disewa tanpa izin; Mengganti kerugian
apabila ada kerusakan yang disebabkan penyewa sendiri; Mengembalikan barang
yang disewa dalam keadaan baik, Menjaga kondisi barang yang disewakan, Tidak
boleh mengulang sewakan atau barang yang di serahkan dalam sewa menyewa
tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam perjanjian jual beli, tetapi hanya untuk
dinikmati kegunaannya.
- Diatas sempat disebutkan bahwa Penyewa tidak diperbolehkan untuk mengulang
sewakan barang yang disewanya maupun melepaskan sewanya kepada orang lain.
Dimana apabila terjadi, Pihak yang Menyewakan dapat meminta pembatalan
perjanjian sewa ditambah dengan ganti kerugian.
4
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Cet. Ke- 5, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), h. 61-62
Pembebanan resiko terhadap obyek sewa didasarkan dari terjadinya suatu peristiwa diluar
dari kesalahan para pihak yang menyebabkan musnahnya barang atau obyek sewa yang dapat di
bagi menjadi sebagai berikut, yaitu:
● Musnah secara total:
Berdasarkan pada Pasal 1553 KUHPerdata yang menyatakan apabila selama waktu sewa
menyewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak
disengaja, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Kejadian tak disengaja
tersebut maksudnya adalah kejadian yang diakibatkan oleh peristiwa di luar kesalahan
para pihak, sedangkan maksud dari “musnah” tersebut adalah obyek perjanjian sewa
menyewa tersebut meskipun terdapat sisa sedikit, terap tidak dapat lagi digunakan
sebagaimana mestinya.
● Musnah sebagian:
Dikatakan musnah sebagian apabila barang tersebut masih dapat di gunakan dan
dinikmati kegunaannya walaupun bagian dari barang tersebut telah musnah. Jika obyek
perjanjian sewa menyewa musnah sebagian, maka penyewa mempunyai pilihan, yaitu
meneruskan perjanjian sewa menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa atau
meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa.
● Musnah diakibatkan Force majeure:
Kalau Force majeur tentunya di luar kekuasaan manusia atau pihak penyewa dan yang
menyewakan. kedua pihak pun menderita kerugian. yang satu bangunan yang rusak dan
harus memperbaiki, yang satu pihak karena bangunannya rusak, tidak bisa ditinggali. hal
ini bisa diatasi dengan berbagai cara tergantung kondisi kerusakan bangunannya dan
kesepakatan para pihak. kalau rusak yang sedikit dan bagian dari bangunan masih bisa
ditempati, pemilik rumah dapat memperbaiki nya dan pihak penyewa bisa tetap tinggal di
bangunan itu. karena perbaikan besar merupakan tanggung jawab pemilik rumah. ah
kalau rusak parah atau roboh dan hancur sama sekali seperti kena gempa, maka pihak
pemilik rumah dapat menyediakan tempat sementara/pengganti dari bangunan yang
roboh dengan kondisi yang sama baiknya dengan bangunan yang sebelumnya atau
mengembalikan uang sewa untuk jangka waktu yang belum berjalan.
5
Abdul R. Salim, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 35.
sama-sama berhak menagih piutang satu kepada yang lainnya dan piutang antara
kedua orang tersebut dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama.
e. Percampuran hutang: contohnya apabila si berhutang kawin dalam percampuran
kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si
berhutang karena menjadi warisanya atau sebaliknya.
f. Pembebasan hutang: suatu perjanjian baru ke si berpiutang dengan sukarela
membebaskan si berhutang dari segala kewajiban.
g. Hapusnya barang-barang yang dimaksudkan dalam perjanjian: Menurut pasal
1444 KUHPerdata ditentukan bahwa jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan
dalam perjanjian hapus karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadaanya, maka
perikatan terjadi hapus atau hilangnya barang itu sama sekali di luar kesalahan si
berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya.
h. Pembatalan perjanjian: Perjanjian bisa dibatalkan apabila dibuat oleh orang-orang
yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena
paksaan, karena kekhilafan, penipuan atau punya sebab yang bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.6
Secara khusus perjanjian sewa menyewa dapat berakhir karena 2 (dua) hal sebagai berikut yaitu:7
a. Masa sewa berakhir
Berakhirnya masa sewa tidak dilakukan perpanjangan membuat perjanjian sewa
menyewa berakhir demi hukum, tanpa perlu adanya penetapan dari pengadilan.
Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan apabila perjanjian ini dibuat secara tertulis,
maka perjanjian sewa menyewa ini berakhir demi hukum tanpa diperlukannya
suatu pemberhentian untuk itu. Sedangkan menurut Pasal 1571 KUHPerdata,
apabila perjanjian sewa dibuat secara lisan, maka sewa tidak berakhir pada waktu
yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan
sewanya, dengan memperhatikan tenggang waktu yang diharuskan menururt
kebiasan setempat.
6
Ibid.
7
http://repository.unpas.ac.id/35375/1/G.%20BAB%20II.pdf, diakses 8 Juni 2021
b. Terpenuhinya syarat tertentu dalam perjanjian sewa menyewa Suatu syarat
perjanjian sewa menyewa pada umumnya dapat mencantumkan syarat batal
maupun syarat tangguh terhadap perjanjian apabila dipenuhi suatu syarat yang
diperjanjikan tersebut.
Pasal 1575 KUHPerdata menentukan bahwa perjanjian sewa menyewa tidak berakhir karena ada
salah satu pihak yang meninggal dunia, baik yang penyewa maupun pihak yang menyewakan.8
Seluruh 74 kewajiban dan haknya diteruskan kepada ahli warisnya. Selain itu, perjanjian sewa
menyewa juga tidak dapat diputus apabila barang yang disewakan bralih hak kepemilikannya
melalui jual beli, kecuali jika telah ditentukan sebelumnya dalam perjanjian tersebut.
8
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahakan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cet. 41, (Jakarta: Balai Pustaka, 2015), Ps. 1575.
berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa
keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasarkan dan tidak dibenarkan.
● Perjanjian dengan saksi notaris atau melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi
kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir
kebenaran tanda tangan para pihak, namun tidak mempengaruhi kekuatan hukum dari
isi perjanjian.
● Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariil
(autentik). Apabila perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka
perjanjian sewa menyewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan
jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak
menghentikan sewanya, pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan
jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.9
9
Subekti, R, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 47.
● Dalam hal Pihak Penyewa merupakan perwakilan dari Badan Hukum, maka sebagai
Notaris harus meminta lengkap akta pendirian dan perubahan anggaran dasar dari
awal sampai akhir. Jika Pihak Penyewa itu mewakili badan hukum maka harus liat di
anggaran dasarnya, apakah ia diperbolehkan untuk mewakili badan hukumnya atau
tidak. Contohnya, jika dalam anggaran dasar ternyata tercantum Direksi, maka
Direksi berhak mewakili dan membutuhkan surat kuasa/surat keputusan penugasan.
● Mengenai Pihak yang Menyewakan, Notaris menanyakan terlebih dahulu mengenai
obyek yang akan disewakan itu apakah termasuk harta bersama atau bukan? Apakah
atas nama pribadi atau atas nama istri? Untuk mencegah adanya permasalahan, maka
ada beberapa notaris yang meminta persetujuan istri untuk hadir. Tapi ada juga yang
berpendapat tidak perlu persetujuan isteri karena tidak seperti jual beli yang harus
meminta persetujuan isteri dan kepemilikan atas obyek tidak berpindah.
2) Notaris memperhatikan Obyek Sewa Menyewa:
Barang harus jelas objeknya, dilihat daripara pihak mempunyai kecakapan tidak
menjadi pemilik, objek sama unit bisa di buktikan dengan surat surat kepemilikan.
Khusus barang yang akan disewakan maka perlu persetujuan tertulis. Apabila kondisi
objek yang disewakan tersebut contohnya ruko dan ternyata kosong, maka harus liat
dahulu di kalusula perjanjian. Oleh karena itu semuanya tergantung ke kesepakatan
pihaknya. Pada intinya dalam membuat perjanjian sewa menyewa dilihat lebih dahulu
barangnya di awal sebelum penandatanganan kalau sudah mengetahui semua maksud dan
tujuan hal-hal yang diatur dalam perjanjian baru tandatangan sebab yang paling penting
para pihak saling mengetahui dan memahami konsekuensi dari objek sewa menyewa dan
isi perjanjian sewa menyewa yang mengaturnya.
3) Klausula Uang Jaminan pada Sewa Menyewa
Dalam perjanjian sewa menyewa yang penting sekarang adalah ada nya klausula
Uang Jaminan. Hal tersebut krusial maka harus ada uang jaminan didalam klausul
perjanjian sewa menyewa. Dengan adanya uang jaminan maka apabila ada perbaikan dari
objek yang disewa dan menyebabkan penyewa untuk merawat objek yang dia sewa.
Uang jaminan juga bisa menjadi garansi apabila terjadi kerusakan atau perbaikan maka
uang jaminan tersebut menjadi hangus.
4) Klausula Mengeluarkan Barang Terkait dengan Denda Melanggar Waktu Pembayaran
Sewa
Contohnya apabila penyewa tidak keluar-keluar padahal waktu sewa berakhir,
maka pemilik atau pihak yang menyewakan dapat mengeluarkan barang. Oleh karena itu,
dari awal perlu disebutkan dalam perjanjian apabila tidak terpenuhi sesuai kesepakatan
bagaimana dengan resikonya.
attahalilintar luthfiaghizal
Persetujuan Isteri
aurel
AUREL
Saksi Saksi
SYIFAAAA ANITHA
Syifa Annitha
Nanosawadikap
NANO, S.H., M.Kn.
DAFTAR PUSTAKA
H.S, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
2010.
Salim, Abdul R. Esensi Hukum Bisnis Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Oleh :
Dosen Pengampu:
Mohammad Fajri Mekka Putra, S.H., M.Kn.
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
Perjanjian Pinjam Pakai
12
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,
(Malang: Citra Aditya, 2010), hlm. 54.
13
Ibid., Ps. 1742.
14
Ibid., ps. 1741.
3) Menerima biaya penggantian atas biaya yang dikeluarkan oleh
penerima pinjaman untuk menyelamatkan barang pinjaman dalam
keadaan mendesak dari pemberi pinjaman;
4) Menerima tanggung jawab dari penerima pinjaman atas cacat-
cacat barang yang dapat merugikannya.
Penerima pinjaman memiliki kewajiban untuk:
1) Menyimpan dan memelihara barang pinjamannya;15
2) Tidak menggunakan barang tersebut selain yang selaras dengan
sifat barangnya atau yang ditentukan dalam perjanjian. Jika ada
masalah terkait kewajiban ini, maka pertanggung jawabannya
dapat dilakukan melalui penggantian biaya rugi dan bunga jika
ada alasan untuk itu;16
3) Bertanggung jawab atas musnahnya barang apabila barang
tersebut digunakan tidak sesuai dengan keperluan yang ditentukan
dalam perjanjian atau melebihi waktu yang ditentukan, meskipun
penyebab musnahnya barang tersebut karena suatu kejadian yang
sama sekali tidak disengaja;17
4) Bertanggung jawab atas musnahnya barang karena suatu peristiwa
yang tidak disengaja namun dapat dihindarkan oleh peminjam
atau jika peminjam tidak mempedulikan barang pinjaman saat
perisyiwa termaksud terjadi sedangkan ia dapat menyelamatkan
barang kepunyaannya sendiri;18
5) Bertanggung jawab atas musnahnya barang yang telah ditaksir
harganya pada waktu dipinjamkan meskipun hal ini terjadi karena
peristiwa yang tidak disengaja, kecuali apabila ditentukan lain;19
6) Tidak menuntut biaya ganti atas pengeluaran biaya untuk dapat
memakai barang yang dipinjam;20
15
Ibid., Ps. 1744 ayat (1).
16
Ibid., Ps. 1744 ayat (2).
17
Ibid., Ps. 1744 ayat (3).
18
Ibid., Ps. 1745.
19
Ibid., Ps. 1746.
20
Ibid., Ps. 1748.
7) Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka
mereka masing-masing wajib bertanggung jawab atas
keseluruhannya kepada pemberi pinjaman.21
b. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman
Pemberi pinjaman memiliki hak untuk menerima kembali barangnya
setelah pihak peminjam selesai menggunakan barang atau jika telah lewat
waktu yang ditentukan.
Pemberi pinjaman memiliki kewajiban untuk:
1) Tidak meminta kembali barang yang dipinjamkannya, kecuali
sudah lewat waktu yang ditentukan, atau dalam hal tidak ada
ketentuan tentang waktu peminjaman itu, bila barang itu telah
atau dianggap telah selesai digunakan untuk tujuan yang
dimaksudkan;22
2) Mengganti biaya yang terpaksa dikeluarkan peminjam dalam
jangka waktu pemakaian barang pinjaman karena sangat
diperlukan untuk menyelamatkan barang pinjaman itu dan begitu
mendesak sehingga pemakai tidak sempat memberitahukannya
terlebih dahulu kepada pemberi pinjaman;23
3) Bertanggungjawab atas cacat-cacat sedemikian rupa atas barang
yang dapat merugikan peminjam.24
Terhadap poin 1 (satu) tersebut di atas, terdapat aturan pengecualian,
yaitu pada Pasal 1751 KUH Perdata yang mengatur bahwa jika dalam
jangka waktu atau sebelum berakhirnya keperluan pemakai barang
pemberi pinjaman sangat membutuhkan barangnya dengan alasan yang
mendesak dan tidak terduga, maka dengan memperhatikan keadaan,
Pengadilan dapat memaksa peminjam untuk mengembalikan barang
pinjaman itu kepada pemberi pinjaman.25
D. Akibat Hukum Apabila Subyek Perjanjian Pinjam Pakai Meninggal Dunia
21
Ibid., Ps. 1749.
22
Ibid., Ps. 1750.
23
Ibid., Ps. 1752.
24
Ibid., Ps. 1753.
25
Ibid., Ps. 1751.
Perikatan-perikatan yang terbit dari perjanjian pinjam pakai berpindah kepada para
ahli waris pihak yang meminjamkan dan para ahli waris pihak yang meminjam.
Ketentuan tersebut termuat di dalam Pasal 1473 ayat (1) KUH Perdata. Akan tetapi
ketentuan tersebut memiliki pengecualian yang terdapat di dalam ayat (2) dari pasal
tersebut yang menentukan bahwa, jika pemberian pinjaman ditetapkan hanya dilakukan
kepada orang yang menerimanya dan khusus kepada orang itu sendiri, maka semua ahli
waris peminjam tidak dapat tetap memikmati barang pinjaman itu.26
Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila subjek perjanjian pinjam pakai meinggal
dunia, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Semua hak dan kewajiban yang muncul dapat beralih kepada ahli warisnya jika
salah pihak atau keduanya meninggal dunia;
b. Kecuali apabila perjanjian pinjam pakai tersebut menyangkut suatu barang yang
dipinjamkan secara pribadi dan melekat hanya pada pihak peminjam, maka ahli
waris dari pihak peminjam tidak berhak atas barang yang dipakai sebagai obyek
perjanjian pinjam pakai tersebut. Misalnya mobil dinas seorang penjabat
pemerintahan adalah hak pinjam pakai dari pejabat yang bersangkutan untuk
keperluan dinas sehari-harinya. Jika pejabat tersebut meninggal dunia maka hak
pinjam pakai atas mobil itu tidak dapat beralih ke ahli warisnya,melainkan harus
dikembalikan.
26
Ibid., Ps. 1743.
Akta Pinjam Pakai
Nomor : 20
-Pada hari ini, hari Senin tanggal 07-06-2021 (tujuh Mei
dua ribu dua puluh
satu);--------------------------------------
-Pukul 11.00 WIB (sebelas Waktu Indonesia
Barat).----------
-Hadir di hadapan saya, RIFA, Sarjana Hukum, Magister
Kenotariatan, Notaris di Kota Administrasi Jakarta
Selatan, dengan dihadiri saksi-saksi yang identitasnya
akan disebut dalam akhir akta
ini:--------------------------------------
1. Tuan RAID, lahir di Bandung pada tanggal 11-04-1994
(sebelas April seribu sembilan ratus sembilan puluh
empat), Swasta, bertempat tinggal di Kota Administrasi
Jakarta Selatan, Jalan Mohammad Ismail Nomor 05, Rukun
Tetangga 005, Rukun Warga 010, Kelurahan Kebayoran Lama
Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, pemegang Kartu Tanda
Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan 3174051104940003,
yang berlaku seumur hidup;---------
-Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku diri
sendiri dan telah mendapat persetujuan dari Istri satu-
satunya yang sah, berdasarkan Kutipan Akta Nikah tanggal
01-11-2020 (satu November dua ribu dua puluh) Nomor
354/XII/2020, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Kebayoran Lama, yaitu Nyonya SYAHLA, lahir
di Jakarta pada tanggal 02-02-1995 (dua Februari seribu
sembilan ratus sembilan puluh lima), Swasta, bertempat
tinggal bersama dengan suaminya tersebut di atas, pemegang
Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan
3174050202050004, yang berlaku seumur hidup, yang turut
hadir dan menandatangani minuta akta ini sebagai tanda
persetujuannya;-------------------------------------------
-Selaku Pihak yang meminjamkan atau selanjutnya disebut
PIHAK PERTAMA.--------------------------------------------
2. Nona ZARA, lahir di Bandung pada tanggal 10-12-1995
(sepuluh Desember seribu sembilan ratus sembilan puluh
lima), Swasta, bertempat tinggal di Kota Administrasi
Jakarta Utara, Jalan Budi Mulia Nomor 71, Rukun Tetangga
008, Rukun Warga 007, Kelurahan Pademangan Barat,
Kecamatan Pademangan, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 3172051012950012, yang berlaku
seumur hidup;--
-Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku diri
sendiri dan hingga saat ini tidak terikat dalam perkawinan
baik menurut agama dan kepercayaannya maupun menurut
peraturan perundang-undangan yang
berlaku;-----------------
-Selaku Pihak peminjam atau selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA.----------------------------------------------------
-Para Penghadap telah saya, Notaris
kenal.-----------------
-Para Penghadap yang bertindak sebagaimana tersebut di
atas menerangkan dengan
ini:------------------------------------
-Bahwa PIHAK PERTAMA adalah pemilik sah dari sebidang
tanag dan bangunan 24 m2 (dua puluh empat meter persegi)
yang terletak di Jalan Taman Bukit Duri Nomor 49, Rukun
Tetangga 008, Rukun Warga 006, Kelurahan Bukit Duri,
Kecamatan Tebet, Kota Administrasi Jakarta
Selatan;-------------------------
-Bahwa PIHAK KEDUA memerlukan bangunan tersebut untuk
tempat
tinggal;--------------------------------------------------
-Selanjutnya Para Pihak sepakat mengikatkan dirinya dalam
Perjanjian Pinjam Pakai Rumah dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:-----------------------
-------------------------Pasal 1--------------------------
----------------------JANGKA WAKTU------------------------
Perjanjian Pinjam Pakai Rumah ini berlangsung selama 2
(dua) tahun, terhitung sejak tanggal 07-06-2021 (tujuh
Juni dua ribu dua puluh satu), dan berakhir pada tanggal
07-06-2023 (tujuh Juni dua ribu dua puluh
tiga).----------------------
-------------------------Pasal 2--------------------------
------------------KEWAJIBAN PIHAK
KEDUA--------------------
PIHAK KEDUA wajib memelihara dan menjaga apa yang
dipinjam-pakaikan dalam Perjanjian ini dengan sebaik-
baiknya atas biaya PIHAK KEDUA, dan menyerahkan apa yang
dipinjam-pakaikan dengan Perjanjian ini setelah Perjanjian
ini berakhir kepada PIHAK PERTAMA.------------------------
--------------------------Pasal 3-------------------------
-------------------------JAMINAN--------------------------
PIHAK KEDUA berjanji terhadap PIHAK PERTAMA bahwa apa yang
dipinjam-pakaikan dengan Perjanjian ini hanya akan
dipergunakan sebagai tempat tinggal.----------------------
--------------------------Pasal 4-------------------------
-------------------PERUBAHAN DAN PERBAIKAN----------------
-PIHAK KEDUA tidak diperkenankan atau dilarang untuk
melakukan perubahan-perubahan pada apa yang dipinjam-
pakaikan dengan Perjanjian ini tanpa seizin tertulis dari
PIHAK PERTAMA. Apabila setelah ada izin dari PIHAK
PERTAMA, PIHAK KEDUA akan melakukan perubahan-perubahan
pada apa yang dipinjam-pakaikan dengan Perjanjian ini,
harus dilakukan atas risiko dan biaya PIHAK KEDUA sendiri,
dan sesudah habis waktu Perjanjian ini menjadi milik PIHAK
PERTAMA tanpa sesuatu ganti kerugian apa pun juga kepada
PIHAK KEDUA.----
--------------------------Pasal 5-------------------------
--------------------------LARANGAN------------------------
PIHAK KEDUA tidak berhak dan tidak diizinkan untuk
mengalihkan dan/atau menyerahkan dengan cara apa pun, atau
dengan dalih apa pun yang dipinjam-pakaikan dengan
Perjanjian ini kepada orang lain atau pihak lain, baik
untuk seluruhnya maupun sebagian.-------------------------
--------------------------Pasal 6-------------------------
------------------------BIAYA-BIAYA-----------------------
Segala bentuk biaya rekening telepon, listrik, maupun PDAM
dibebankan kepada PIHAK KEDUA seluruhnya selama PIHAK
KEDUA meminjam-pakaikan rumah tersebut.-------------------
--------------------------Pasal 7-------------------------
------------------------HAL-HAL
LAIN-----------------------Mengenai Perjanjian Pinjam
Pakai Rumah ini dan segala akibatnya, kedua belah pihak
sepakat mengesampingkan dengan tegas ketentuan Pasal 1266
dan 1267 KUH Perdata, karena hubungan hukum antara PIHAK
PERTAMA dengan PIHAK KEDUA bukan sewa-
menyewa.---------------------------------
-------------------------Pasal 8--------------------------
------------------BERAKHIRNYA PERJANJIAN------------------
Apabila Perjanjian Pinjam Pakai Rumah ini berakhir pada tanggal
07-06-2023 (tujuh Juni dua ribu dua puluh tiga)maupun
apabila Perjanjian ini berakhir sebelum tanggal tersebut di atas
menurut ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini atau menurut
ketentuan-ketentuan lain yang sah, maka PIHAK KEDUA wajib
menyerahkan kembali rumah yang dipinjam-pakaikan dengan
Perjanjian ini dalam keaadaan kosong seluruhnya serta dalam
keadaan terawat baik dan terpelihara kepada PIHAK
PERTAMA.-------------------------------
--------------------------Pasal 9-------------------------
--------------------PENYELESAIAN SENGKETA-----------------
-Apabila terjadi perselisihan sehubungan dengan
pelaksanaan Perjanjian ini, maka Para Pihak akan
menyelesaikan dengan jalan musyawarah. Dan apabila dengan
jalan musyawarah tidak tercapai, maka Para Pihak sepakat
untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap pada
Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.--------
------------------DEMIKIANLAH AKTA
INI---------------------
Dibuat dan diresmikan di Kota Administrasi Jakarta
Selatan, pada hari, tanggal dan jam sebagaimana tersebut
dalam akta ini dengan dihadiri
oleh:----------------------------------
1. Tuan RAZI, Sarjana Hukum, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-06-
1996 (satu Juni seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga), umur
25 (dua puluh lima) tahun, Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Kota Administrasi Jakarta Utara,
Jalan Bendungan Melayu Nomor 113, Rukun Tetangga 003,
Rukun Warga 002, Kelurahan Rawabadak Selatan, Kecamatan
Koja, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 3172030106930003, yang berlaku seumur
hidup;---------------
2. Nona VIVIANA, Sarjana Hukum, lahir di Jakarta, pada tanggal 01-
01-1994 (satu Januari seribu sembilan ratus sembilan puluh
empat), umur 27 (dua puluh tujuh) tahun, Warga Negara Indonesia,
Swasta, bertempat tinggal di Kota Administrasi Jakarta
Barat, Jalan Kapuk Kebun Kahe Nomor 80, Rukun Tetangga
022, Rukun Warga 012, Kelurahan Kapuk, Kecamatan
Cengkareng, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor
Induk Kependudukan 3173010101940002, yang berlaku seumur
hidup;---------------
-Keduanya adalah karyawan saya, Notaris, yang saya, Notaris
kenal, sebagai saksi-saksi.--------------------
-Setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para
penghadap dan para saksi, maka akta ini ditandatangani
oleh para penghadap, para saksi dan saya,
Notaris.-------------------------------------Dilangsungkan
dengan tanpa perubahan, tambahan dan
coretan.--------------------------
PERSETUJUAN ISTRI
Nyonya SYAHLA
SAKSI SAKSI
NOTARIS
CAP
NOTARI
S
Disusun Oleh:
1. Adris Rafi Adji - 2006549375
2. Brigitta Melinda - 2006549532
3. Mika Anabelle - 2006497251
4. Jessica Priscilla Simanungkalit - 2006497176
5. Kholida Nabila - 2006549886
6. Varah Aisyah Octariani - 2006497623
Pengajar:
Mohamad Fajri Mekka Putra, S.H., M.Kn.
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Jual Beli
27
R. Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 75
28
Herliene Budiono, artikel “Pengikat Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi Tahun I,
Nomor 10, Bulan Maret 2004, hal. 57.
Perdata yang berbunyi :
“Tiap – tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,
apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaian dalam
kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian
yang diangkat dan dibuat dari konsepsi Kitab Undang – undang Hukum Perdata yang
merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat
berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 Kitab Undang – undang Hukum Perdata sehingga
dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang
membuatnya. Perjanjian Pengikatan jual beli merupakan salah satu bentuk perikatan
yang lahir karena kebutuhan masyarakat, hal karena belum dapatnya dipenuhi syarat-
syarat untuk melaksanakan jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Perjanjian Pengikatan Jual Beli biasanya dianggap sebagai perjanjian pendahuluan,
sebagai perjanjian pendahuluan jual beli biasanya dimuat janji-janji pihak calon penjual
dan pihak calon pembeli. Apabila syarat- syarat telah dipenuhi maka para pihak akan
melangsungkan perjanjian jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Perjanjian pengikatan jual beli dapat digolongkan dalam suatu perikatan bersyarat
tangguh sesuai Pasal 1253 Kitab Undang – undang Hukum Perdata, dimana berdasarkan
isi Perjanjian jual beli hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam perjanjian tersebut
29
Ibid., hal. 56 – 57.
ditangguhkan pelaksanaannya oleh para pihak, perikatan yang lahir digantungkan pada
suatu peristiwa yang dalam hal ini adalah terpenuhinya syarat-syarat dalam
melaksanakan perjanjian jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau
dengan kata lain isi pokok perjanjian yang berupa jual beli atas tanah sebagaimana yang
diatur dalam peraturan tanah nasional akan dilaksanakan para pihak apabila hal-hal yang
diperjanjikan dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut telah dipenuhi, sebagai
contoh dalam perjanjian pengikatan jual beli atas tanah berikut bangunan pada suatu
perumahan disebutkan bahwa para pihak akan melaksanakan atau menandatangani Akta
Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) apabila pihak penjual sudah
melakukan pemecahan sertipikat atas unit bangunan.
Dalam prakteknya banyak para pembeli lebih menyukai jual beli hak atas tanah
dengan memakai Perjanjian pengikatan jual beli, oleh karena dengan adanya perjanjian
pengikatan jual beli maka pihak pembeli dapat melakukan pengalihan atas hak tersebut
pada pihak ketiga lainnya dengan gampang.
Maksud dibuatnya perjanjian pengikatan jual beli ini disebabkan beberapa hal, antara
lain:
1. Sertipikat belum terbit atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses di Kantor
Pertanahan;
2. Sertipikat belum atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses balik nama
menjadi nama pihak penjual;
3. Sertipikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang
telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli;
4. Sertipikat sudah ada, sudah atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar lunas
oleh pihak pembeli kepada pihak penjual, tetapi persyaratan belum lengkap;
5. Sertipikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan
roya;
6. Bangunan rumah belum selesai dibangun di atas tanah dan belum siap untuk dihuni;
7. Pajak Penjualan (PPH) dan Pajak Pembelian (BPHTB) belum dapat dilakukan /
diselesaikan oleh para pihak.
Dengan adanya sebab tersebut diatas, pada dasarnya belum dapat dilakukan
pembuatan Akta Jual Beli (AJB) menurut Hukum Tanah Nasional, karena perjanjian jual
beli menurut Hukum Tanah Nasional yang bersumber pada hukum adat mengandung
asas tunai, terang dan riil atau nyata.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa persyaratan pembuatan Akta Jual beli,
yaitu penyerahan sertipikat tanah asli yang akan digunakan untuk pengecekan atas
keabsahannya. Oleh karena itu, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak akan
membuat Akta Jual Beli apabila penjual tidak menyerahkan.
Alasan lainnya adalah apabila bangunan rumah belum selesai dibangun, maka
sertipikat atas tanah tersebut tidak akan dikeluarkan.
Seperti dijelaskan oleh EM. Chance dalam bukunya “Principles of Mercantile Law
(vol I)” yang dikutip oleh MR. Tirtaamidjaja, M.H., dalam bukunya mengenai Pokok –
Pokok Hukum Peniagaan, yang isinya yaitu :
“Bahwa disebut jual beli (sic!) jika obyek yang diperjualbelikan sudah dialihkan dari
penjual kepada pembeli. Sedangkan perjanjian jual beli adalah jika obyek yang
diperjualbelikan belum dialihkan atau akan beralih pada waktu yang akan datang
ketika syarat – syarat telah dipenuhi. Perjanjian jual beli ini akan menjadi perjanjian
jual beli jika syarat – syarat perjanjian jual beli telah terpenuhi dan obyek yang
diperjualbelikan telah beralih kepada pembeli”.30
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian pendahuluan
untuk lahirnya perjanjian pokok / utama biasanya adalah berupa janji – janji dari para
pihak yang mengandung ketentuan – ketentuan tentang syarat – syarat yang disepakati
untuk sahnya melakukan perjanjian utamanya. Misalnya dalam perjanjian pengikatan jual
beli hak atas tanah, dalam perjanjian pengikatan jual belinya biasanya berisi janji – janji
30
MR. Tirtaamidjaja, Pokok –Pokok Hukum Perniagaan, (Jakarta : Djambatan, 1970), hal. 24.
baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang pemenuhan
terhadap syarat – syarat dalam perjanjian jual beli agar perjanjian utamanya yaitu
perjanjian jual beli dan akta jual belinya dapat ditandatangani di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah
sebelum jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera
melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sehingga Akta Jual Beli
dapat ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Selain janji – janji biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli juga
dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli. Hal ini terjadi apabila
pihak penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan akta jual beli
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi yang jauh, atau
karena ada halangan dan sebagainya. Dan pemberian kuasa tersebut biasanya baru
berlaku setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah tersebut telah
terpenuhi.
Sebagai perjanjian yang lahir karena kebutuhan dan tidak diatur secara tegas
dalam bentuk peraturan perundang – undangan maka perjanjian pengikatan jual beli
tidak mempunyai bentuk tertentu. Hal ini sesuai juga dengan pendapat dari Herliene
Budiono, yang mengatakan bahwa perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian
bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.31
b. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Istilah jual beli berasal dari istilah Koop en Verkoop (Bahasa Belanda), yakni
Koop artinya pembelian, Koopen artinya membeli dan Verkoop artinya penjualan,
Verkopen menjual dimana hal ini menunjukkan bahwa ada perbuatan membeli di satu
pihak dan ada perbuatan menjual di lain pihak. Istilah ini menujukkan suatu perbuatan
timbal balik. Dalam istilah Inggris : “sale” yang artinya penjualan, to sale artinya
menjual, istilah Bahasa Perancis : “vente” yang artinya penjualan. 32
31
Herliene Budiono, artikel “Pengikat Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, hal.57.
32
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. 10, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal.2.
Menurut ketentuan dalam Pasal 1457 Kitab Undang – undang Hukum Perdata, yang
dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan. Jadi perjanjian jual beli adalah perjanjian atau
persetujuan dua pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Dimana si penjual berjanji
akan menyerahkan hak sesuatu barang kepada si pembeli, sedangkan si pembeli akan
membayar harga barang tersebut sesuai dengan harga yang sudah disepakati bersama
antara penjual dan pembeli.
R. Subekti mendefinisikan jual beli sebagai perjanjian timbal balik dalam pihak yang
satu (penjual), berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak
yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga barang yang terdiri atas sejumlah
uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Disamping jual beli yang diatur oleh Kitab Undang – undang Hukum Perdata, jual
beli juga diatur menurut Hukum Tanah Nasional yang bersumber pada Hukum Adat.
Jual beli menurut Hukum Tanah Nasional yang bersumber pada Hukum Adat bukan
merupakan perjanjian obligatoir. Jual beli (tanah) dalam Hukum Adat merupakan
perbuatan hukum pemindahan hak yang harus memenuhi 3 (tiga) sifat, yaitu :
A. Harus bersifat tunai, artinya harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat
dilakukan jual beli yang bersangkutan.
B. Harus bersifat terang, artinya pemindahan hak tersebut dilakukan dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang atas obyek perbuatan hukum
tersebut.
C. Bersifat riil atau nyata, artinya dengan ditandatanganinya akta pemindahan hak
tersebut, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan sebagai bukti telah
dilakukan perbuatan hukum tersebut.
Dalam Pasal 1320 Kitab Undang – undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu
perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat perikatan.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Menurut Hukum Perdata ada 3 (tiga) macam penyerahan yuridis, yaitu :
a. Penyerahan barang bergerak.
Dilakukan dengan penyerahan yang nyata atau menyerahkan kekuasaan atas
barangnya. Dalam Pasal 612 Kitab Undang – undang Hukum Perdata disebutkan
bahwa penyerahan kebendaan bergerak terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan
dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik,
atau dengan penyerahan kunci – kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu
berada. Penyerahan tidak perlu dilakukan bila kebendaan yang harus diserahkan
dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.
33
Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi, hal. 127 – 151.
yang akibat – akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab yang mengatur
masing – masing persetujuan yang bersangkutan.
Selanjutnya Pasal 1237 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa “dalam hal perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu,
kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan kreditor”.
Akan tetapi, jika Debitor lalai untuk menyerahkannya, maka semenjak saat
kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya dengan konsekuensi bagi debitor
yang lalai tersebut maka debitor wajib memberikan ganti rugi dan bunga kepada
kreditor karena ia telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk
menyerahkan kebendaannya atau telah tidak merawatnya sepatut guna
menyelamatkan benda yang seharusnya diserahkannya itu (Pasal 1236 Kitab
Undang – undang Hukum Perdata).
Hal – hal lainnya mengenai kewajiban penjual diatur oleh Kitab Undang –
undang Perdata yang pada intinya adalah sebagai berikut :
a) Menanggung biaya penyerahan apabila tidak ditentukan lain dalam perjanjian
(Pasal 1476 Kitab Undang – undang Hukum Perdata).
b) Menyerahkan hasil dari barang yang sudah dibeli tetapi belum diserahkan
(Pasal 1460 Kitab Undang – undang Hukum Perdata).
c) Memberikan pengurangan harga atau mengembalikan seluruh pembayaran
yang telah diterima oleh penjual beserta biaya yang telah dikeluarkan oleh
pembeli jika pembeli berhak atas pembatalan perjanjian karena kesalahan atau
kelalaian penjual, dan
d) Membayar ganti rugi jika pembatalan perjanjian jual beli karena cacat
tersembunyi atau melalui penghukuman bagi penjual.
Dalam hal terdapat cacat tersembunyi, pembeli mempunyai dua pilihan, yaitu :
a) Mengembalikan barang, dan menuntut uangnya dikembalikan (Actio
Redhibitoria).
b) Barang tersebut tetap dipegang oleh pembeli, tetapi harga barang tersebut
dikurangi dari harga awal (Actio Quantiminoris).
2. Kewajiban Pembeli
Kewajiban pembeli diatur dalam Pasal 1513 Kitab Undang – undang Hukum
Perdata, bahwa kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian pada
waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut harus
berupa sejumlah uang.
j. Alat Bukti
Pasal 1867 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan pembuktian
dengan tulisan dilakukan dengan tulisan (akta) autentik maupun dengan tulisan-tulisan
(akta di bawah tangan).Menurut Prof. Subekti alat bukti, adalah alat – alat yang
dipergunakan untuk membuktikan dalil – dalil suatu pihak di muka Pengadilan, misalnya
bukti – bukti yang bersifat tulisan seperti, kesaksian, persangkaan, sumpah, dan lain –
lain.34
Alat bukti yang bersifat tertulis dapat berupa surat dan dapat berupa akta. Surat ialah
segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menuangkan isi hati
atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dapat dipergunakan dalam
pembuktian.35
Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, menurut A. Pitlo adalah pembawa tanda
tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran. 36 Sudikno Mertokusumo,
juga menjelaskan bahwa alat bukti tertulis yang berupa surat adalah segala sesuatu yang
memuat tanda – tanda baca yang dimaksud untuk mencurahkan isi hati atau untuk
menyampaikan buah pemikiran seseorang dan dapat dipergunakan sebagai pembuktian.37
Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam bentuk akta dan surat bukan
akta. Menurut A. Pitlo, akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk
dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat
itu dibuat.38 Sudikno Mertokusumo, juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akta
adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa – peristiwa yang menjadi
34
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum,(Jakarta : Pradnya Paramita,1980), hal. 21.
35
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung : Mandar Maju, 2003), hal.
62.
36
Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, (Jakarta: Inetrmasa, 2001), hal.12.
37
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2002), hal. 142.
38
Pitlo, hal 37.
dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk
pembuktian. Pada umumnya dalam Hukum Perdata yang dimaksud dengan akta adalah
suatu surat yang dibuat oleh Pejabat Umum (Notaris), dipergunakan sebagai pernyataan
dari suatu perbuatan hukum yang dipergunakan sebagai alat pembuktian. 39 Akta masih
dapat dibedakan lagi menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan.
K. Pengertian akta
Istilah atau perkataan akta dalam Bahasa Belanda disebut “acte / akta” dan dalam
Bahasa Inggris disebut “act / deed”, pada umumnya mempunyai 2 (dua) arti yaitu :
a. Perbuatan (handeling) / perbuatan hukum (rechtshandeling);
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai / digunakan sebagai bukti perbuatan hukum
tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.40
L. Macam Akta
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1867 Kitab Undang–undang
Hukum Perdata, maka akta dapat dibedakan atas :
a. Akta otentik
Mengenai akta otentik diatur dalam pasal 165 HIR dan Pasal 285 Rbg, yang
berbunyi:
“Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang
diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari
para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang
tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang
terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta
itu”.41
Pasal 165 HIR dan pasal 285 Rbg memuat pengertian dan kekuatan pembuktian
39
M. Yahya Harahap, Hukum, hal 564.
40
Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di
Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991), hal. 50.
41
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 3 (Jakarta : Erlangga, 1983), hal 42.
akta autentik sekaligus. Pengertian akta autentik dijumpai pula dalam Pasal 1868 Kitab
Undang – undang Hukum Perdata, yang berbunyi:
“suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai – pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya”.
Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang – undang Hukum Perdata tersebut di atas
dapatkah dilihat bentuk dari akta ditentukan oleh Undang – undang dan harus dibuat
oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang. Pegawai yang berwenang yang
dimaksud disini antara lain adalah Notaris, hal ini didasarkan pada Pasal 1 angka 1
Undang – undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan
bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan berwenang lainnya sebagai dimaksud dalam Undang – undang ini.
Menurut G. H. S. Lumban Tobing, apabila suatu akta hendak memperoleh stempel
otentisitas, hal mana terdapat pada akta notaris, maka menurut ketentuan dalam pasal
1868 Kitab Undang – undang Hukum Perdata, akta yang bersangkutan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:42
1) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat
umum.
2) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang
3) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.
2) Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial
seperti putusan hakim sedang akta di bawah tangan tidak pernah mempunyai
kekuatan eksekutorial.
3) Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar
dibandingkan dengan akta otentik.44
Pasal 164 HR, pasal 283 Tbg, dan pasal 1865 Kitab Undang – undang Hukum
Perdata, menempatkan bukti tulisan (akta) di tempat paling atas dari seluruh alat-alat
bukti yang disebut dalam pasal-pasal undang- undang tersebut.
Pada hakikatnya kekuatan pembuktian dari akta itu selalu dapat dibedakan atas tiga,
yaitu:
a. Kekuatan pembuktian lahir (Uitendige Bewijskracth)
Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan pembuktian
yang didasarkan atas keadaan lahir dari akta itu, maksudnya bahwa suatu surat yang
kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta, sampai dibuktikan
sebaliknya.
Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir, sesuai dengan asas “acta
publica probant seseipsa”, yang berarti bahwa satu akta yang lahirnya tampak
sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka akta itu
harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Berbeda dengan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat, dimana
tanda tangan pejabat itu merupakan jaminan otentisitas dari akta itu, sehingga oleh
44
Tobing, Peraturan…, hal. 46-47.
karenanya mempunyai kekuatan pembuktian lahir, maka akta di bawah tangan tidak
mempunyai kekuatan pembuktian lahir, karena tanda tangan pada akta di bawah
tangan selalu masih dapat dipungkiri oleh si penandatangan sendiri atau oleh ahli
warisnya tidak diakui.
Kekuatan pembuktian formal ini didasarkan atas benar tidaknya ada pernyataan
oleh yang bertanda tangan di bawah akta itu. Dalam akta otentik, pejabat
pembuatan akta menyatakan dalam tulisan itu bahwa ada yang dinyatakan dalam
akta itu sebagaimana telah dicantumkan di dalamnya.
Pada akta pejabat (ambtelijke acte), pejabat pembuat aktalah yang menerangkan
apa yang dikonstatia oleh pejabat itu dan menuliskannya dalam akta, dan oleh sebab
itu apa yang diterangkan oeh pejabat tadi telah pasti bagi siapapun, sepanjang
mengenai tanggal pembuatan, tempat pembuatan akta dan isi/ keterangan dalam
akta itu. Dalam partij akten sebagai akta otentik, bagi siapapun telah pasti bahwa
pihak-pihak dan pejabat yang bersangkutan menyatakan seperti apa yang tertulis di
atas tanda tangan mereka.
Dalam hal ini, sudah pasti adalah: tanggal pembuatan akta, dan keaslian tanda
tangan pejabat dan para pihak serta saksi-saksi yang turut menandatangani akta
tersebut, serta kepastian bahwa para pihak ada menerangkan seperti apa yang
diuraikan/ dicantumkan dalam akta itu, sedang kebenaran dari apa yang diterangkan
oleh para pihak itu pada hakikatnya hanya pasti antara mereka sendiri.
Akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian formal, jika tanda
tangan di bawah akta itu diakui/ tidak disangkal kebenarannya. Dengan diakuinya
keaslian tanda tangan pada akta di bawah tangan, maka kekuatan pembuktian
formal dari akta di bawah tangan itu sama dengan kekuatan pembuktian formal dari
akta otentik.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Badrulzaman, Mariam Darus. K.U.H. Perdata Buku III. Hukum Perikatan dengan
Penjelasan. Cetekan ke-2. Bandung: Alumni Bandung, 2006.
Isnur, Yulian Eko. Tata Cara Mengurus Surat – surat Rumah dan Tanah.
Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2008.
-----------. Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 1995.
Rusli, Haridjan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1993.
Situmorang, Victor dan Cormentyna Sitanggang. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di
Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1991.
Soekanto, Soerjono dan dan Sri Mamudj. Penelitian Hukum Normatif. Edisi 1.
Cetakan ke-12. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
Subekti. Aneka Perjanjian. Cetakan ke-10. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.
Suharnoko. Hukum Perjanjian. Teori dan Analisa Kasus.Edisi Pertama. Cetakan ke-3.
Jakarta: Kencana, 2004.
Surajiman, Perjanjian Bersama, Jakarta : Pusbakum, 2001.
Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Cetakan ke-3. Jakarta: Erlangga,
1983.
2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
3. ARTIKEL
Budiono, Herlien. artikel “Pengikat Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah
Renvoi, edisi Tahun I, No. 10, Bulan Maret 2004.
Mertokusumo, Sudikno. artikel “Arti Penemuan Hukum” Majalah Renvoi, Edisi
Tahun I No. 12, Bulan Mei 2004.
CONTOH AKTA NOTARIS
Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
JUNI 2021
BAB I
MATERI
1. Jual Beli
a. Pengertian
“Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang telah dijanjikan,” adalah definisi yang diberikan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut sebagai
“KUHPerdata”) mengenai jual beli sebagaimana dimuat pada ketentuan Pasal
1457. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu sejalan
pula dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang mengandung arti bahwa
pihak yang satu “verkoopt”/menjual sedang yang lainnya “koopt”/membeli.45
Berbagai negara tentu memiliki istilah jual beli sebagaimana halnya
dalam bahasa Inggris jual beli disebut “sale” yang berarti penjualan (hanya
dilihat dari sudut si penjual), begitu pula dalam bahasa Prancis disebut hanya
dengan “vente” yang juga diartikan sebagai penjualan, sedangkan dalam
bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf” yang berarti pembelian.46
45
Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2016), hlm. 2.
46
Ibid.
47
Ibid., hlm 2.
tanah menghendaki adanya sifat terang dan tunai tidak sebatas pada sepakat
mengenai harga dan barang saja.
c. Kewajiban Penjual
Bagi penjual ada dua kewajiban utama yang dibebankan padanya,
kewajiban tersebut terdiri atas:
1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.
2) Menanggung kenikmatan tentram atas barang dan menanggung
terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.
Pembahasan mengenai pengoperan akan penulis jabarkan pada bagian
“Pengoperan (levering)” di bawah. Terkait dengan kewajiban menanggung
kenikmatan tentram atas barang dan menanggung terhadap cacat-cacat yang
tersembunyi sejatinya kewajiban demikian hendak meluruskan bahwa barang-
barang yang dijual dan dilever itu adalah barang yang sungguh-sungguh
dimiliki oleh si penjual yang bebas dari suatu beban atau tuntutan pihak
lainnya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi si pembeli. Mengenai
kewajiban untuk menanggung cacat-cacat tersembunyi dapat diterangkan
bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi
pada barang yang dijualnya yang mengakibatkan barang tersebut tidak dapat
dipakai atau mengurangi esensi penggunaan barang demikian.48 Manaka
pembeli mengetahui barang tersebut adalah barang cacat tentu saja si pembeli
tidak akan mengambil barang tersebut atau tetap mengambilnya dengan harga
yang relatif lebih murah.
Terhadap cacat-cacat yang kelihatan si penjual sejatinya tidak
diwajibkan menanggung hal tersebut sebab telah dianggap bahwa pembeli
menerima adanya cacat pada barang yang dibelinya. Perkataan tersembunyi
harus diartikan bahwa cacat tidak mudah dilihat oleh seorang pembeli,
sehingga manakala barang demikian memiliki cacat yang kasat mata maka si
penjual sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya tidaklah memikul tanggung
jawab atas keadaan tersebut. Hal demikian sejatinya telah ditegaskan dalam
ketentuan Pasal 1505 KUHPerdata bahwa “Si penjual tidaklah diwajibkan
menanggung terhadap cacat yang kelihatan, yang dapat diketahui oleh di
pembeli.”
48
Ibid., hlm. 19.
Apabila si penjual telah mengetahui cacat-cacat tersembunyi dari
barang yang dijualnya, selain kewajiban mengembalikan harga pembelian
barang, ia juga diwajibkan mengganti semua kerugian yang diderita oleh si
pembeli, namun jika si penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat atas
barang yang dijualnya, ia hanya diwajibkan mengembalikan harga pembelian
dan mengganti kepada si pembeli biaya yang telah dikeluarkan untuk
penyelenggaraan pembelian dan penyerahan barang (Pasal 1508 dan Pasal
1509 KUHPerdata).
d. Kewajiban Pembeli
Membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana
ditetapkan menurut perjanjian ialah kewajiban utama yang dipikul oleh si
pembeli. Menurut Subekti, harga yang dimaksud harus berupa sejumlah uang
walau dalam KUHPer tidak ditentukan secara tegas mengenai hal tersebut.
Umpamanya harga itu berupa barang, maka akan mengubah perjanjiannya
menjadi tukar menukar, atau jika harga itu berupa suatu jasa, tentulah
perjanjiannya menjadi perjanjian kerja, oleh karenanya harga yang dimaksud
dalam perjanjian jual beli harus berupa sejumlah uang.49
Manakala dalam perjanjian tidak ditetapkan mengenai tempat dan
waktu pembayaran, maka si pembeli diwajibkan untuk membayar pada tempat
dan waktu dimana penyerahan barang dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata).
Kewajiban lain yang dipikul oleh pembeli dituangkan pula dalam ketentuan
Pasal 1515 KUHPerdata yang menjabarkan bahwa “Si pembeli, biarpun tidak
ada suatu janji yang tegas, diwajibkan membayar bunga dari hasil pembelian,
jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan.”
Sikap tindak pembeli yang tidak membayar harga pembelian tentu
melahirkan wewenang bagi penjual untuk menuntut pembatalan pembelian
yang didasarkan pada ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata.
50
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hlm. 181.
51
Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat, hlm. 36.
2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain
(juridische levering).52
Sedangkan levering menurut KUH Perdata Pasal 1475 “penyerahan
adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan
kepunyaan pembeli.”53
Melihat pengertian-pengertian levering di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa levering merupakan perbuatan hukum yang ditempuh guna
memindahkan hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli.
b. Macam-macam Levering
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa levering merupakan
perbuatan hukum (yuridis) yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas
suatu barang yang diperjualbelikan dari penjual ke pembeli.
Kewajiban menyerahkan hak milik bagi penjual meliputi segala perbuatan
yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang
yang diperjualbelikan. Hukum dalam arti luas adalah “rangkaian peraturan-
peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota masyarakat”.54
Sedangkan yang dimaksud barang atau benda adalah “segala sesuatu
yang dapat dikuasai dengan hak milik, tanpa mempedulikan jenis atau
55
wujudnya”. Dalam hukum perdata secara umum benda dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu barang bergerak dan tidak bergerak, maka menurut
pembagian benda, levering juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu levering
benda bergerak dan levering benda tak bergerak. Sebagaimana Pasal 504
KUHPerdata yang berbunyi “tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tak
52
Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, hlm. 132.
53
Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaja, Seri Hukum Harta Kekayaan dan Kebendaan Pada
Umumnya, hlm. 31.
bergerak satu sama lain menurut ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian
berikut”.56
56
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hlm. 167.
57
Ibid., hlm. 169.
58
Ibid., hlm. 189.
“Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan
penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk
dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan indosemen”.59
Yang dimaksud dengan levering piutang atas bawa adalah dilakukan
dengan penyerahan surat itu sendiri yang tentunya sudah disepakati oleh
pihak-pihak tertentu. Misalnya: “saham-saham dalam perseroan terbatas
(PT)”.60
2) Levering piutang atas pengganti (aan onder)
Menurut Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi seperti di atas.
Maksudnya adalah penyerahannya dilakukan dengan menyerahkan surat
disertai endosemen, yakni “dengan menulis dibalik surat piutang yang
menyatakan kepada siapa surat piutang itu dialihkan. Misalnya cek-cek atau
wesel”.61
3) Levering surat piutang atas nama (op naam)
Menurut Pasal 613 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi :
“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak
bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau
dibawa tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada
orang lain.”62
Levering surat piutang atas nama dilakukan dengan cara membuat akta
otentik atau di bawah tangan (cassie). Yang dimaksud adalah :
Penggantian kedudukan berpiutang dari kreditur lama yang dinamakan
cedent kepada kreditur baru yang dinamakan cessionaries. Sedangkan debitur
dinamakan cessus. Agar peralihan piutang ini berlaku terhadap kreditur, akta
cassie itu harus diberitahukan kepadanya secara resmi. Hak piutang dianggap
sudah beralih dari kreditur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaries)
pada saat akta cassie dibuat, tidak pada waktu cassie diberitahukan cessus.”63
59
Ibid.
60
A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata I, hlm. 240.
61
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, hlm. 134.
62
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, hlm. 134.
Berbagai macam levering piutang di atas berdasarkan Pasal 613 ayat
(1) KUHPerdata yang berbunyi :
Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak
bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah
tangan, dengan mana hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.64
Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan
setelah penyerahan itu di beritahukan kepadanya, atau secara tertulis dan
diakuinya.
“Penyerahan tiap-tiap piutang karena atas bawa dilakukan dengan
menyerahkan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk
dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.65
64
Kitab Undang-undang Hukum Pardata, hlm. 189.
65
Ibid, hlm.189.
6. Barang-barang reruntuhan dari sesuatu bangunan yang digunakan lagi
7. untuk mendirikan bangunan.
c. Benda yang menurut undang-undang sebagai benda tidak bergerak seperti:
“Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak
bergerak”.66 Tentang penyerahan barang tidak bergerak terdapat dua bentuk
penyerahan yaitu “penyerahan senyatanya dan penyerahan secara yuridis”. 67
Yang dimaksud penyerahan secara yuridis adalah membuat suatu surat
penyerahan (akta van transport) yang harus terdaftar dalam daftar hak milik
(regiser eigendom) yang disebut “balik nama”.68 Artinya dalam hal ini pihak-
pihak terkait membuat akte. Biasanya dalam jual beli akte dibuat sementara
terlebih dahulu karena sesudah itu ada akte lain. Hak ini dilakukan karena saat
pembuatan persetujuan jual beli dan penyerahan barang membutuhkan waktu.
Setelah adanya kesepakatan pembuatan perjanjian untuk memenuhi perikatan
pada tanggal tertentu maka penjual dan pembeli membutuhkan pada harganya
yang disebut “akta transport” yaitu “akta di mana pihak-pihak menuliskan
kehendaknya penjual menerangkan menyerahkan barang dan pembeli
menerangkan menerima barang”.69 Atau “akta yang dibuat pihak-pihak
tertentu dengan maksud balik nama akta itu di kantor hipotik untuk
memindahkan hak milik dari penjual ke pembeli”.70
Penyerahan barang tidak bergerak di atas didasarkan atas Pasal 616
yang dihubungkan dengan Pasal 620 KUHPerdata yang berbunyi :
“Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan
dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti
ditentukan dalam Pasal 620 ayat (1) dan (2)”.71
Pasal 620 KUHPerdata ayat (1) berbunyi :
66
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, hlm. 109.
67
A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Pardata jilid II, hlm. 288.
68
A. Pitlo, Tafsir Singkat Tentang Beberapa Bab Dalam Hukum Perdata, hlm. 49.
71
3. Pelepasan Hak
a. Pengertian Pelepasan Hak
Pada prinsipnya seseorang hanya berhak melakukan perbuatan hukum
atas barang atau hak-hak yang dimilikinya tergantung pada jenis atau sifat
barang-barang tersebut. Penguasaan barang bergerak dilakukan secara nyata
(feitelijke), memberikan bukti adanya hubungan hukum antara subyek hukum
tersebut dengan barang. Untuk penguasaan barang bergerak penguasaannya
adalah dengan penguasaan secara nyata atau yang disertai pula dengan
pencantuman nama dalam surat-surat atas barang tersebut. Sedangkan untuk
barang tidak bergerak dilakukan dengan membuktikan adanya penguasaan
atau kontrol atas barang tersebut, masih diperlukan suatu alat bukti tertentu,
seperti sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan subyek hukum atas suatu
bidang tanah. Pelepasan Hak (Rechtsverwerking) dapat diartikan sebagai
akibat yang timbul dari suatu pelepasan hak atau akibat yang timbul karena
tidak melakukan suatu perbuatan hukum yang merupakan kewajiban yang
harus dilakukan seseorang oleh hukum, sehingga sesuatu hak menjadi hilang.
Menurut Arie S. Hutagalung, pelepasan hak atas tanah dilaksanakan
apabila subyek yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat untuk menjadi
pemegang hak atas tanah yang diperlukan sehingga tidak dapat diperoleh
dengan jual beli dan pemegang hak atas tanah bersedia untuk melepaskan hak
atas tanahnya. Acara pelepasan hak wajib dilakukan dengan surat pernyataan
pelepasan hak tersebut dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan
72
Ibid., hlm. 108.
sukarela. Oleh karena itu, menurut Arie, dasar hukum pelepasan hak atas tanah
diatur dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan tata cara pelaksanaannya diatur
dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“Perpres 36/2005”).
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, menurut Pasal 1 angka 6 Perpres
36/2005, adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak
atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas
dasar musyawarah. Pelepasan tanah ini hanya dapat dilakukan atas dasar
persetujuan dan kesepakatan dari pihak pemegang hak baik mengenai teknik
pelaksnaannya maupun mengenai besar dan bentuk ganti rugi yang akan
diberikan terhadap tanahnya. Adapun ganti rugi yang diberikan kepada pihak
yang telah melepaskan haknya tersebut adalah dapat berupa uang, tanah
pengganti atau pemukiman kembali. Pelepasan hak merupakan kegiatan
pengadaan tanah yang menerapkan prinsip penghormatan terhadap tanah.
Adapun pembebasan hak pada tanah dilaksanakan apabila:
1) Status hukum calon subyek pemegang hak atas tanah tidak sesuai
dengan status tanah yang tersedia.
2) Ada kesedian pemegang hak semula melepaskan hak atas tanahnya
Dengan adanya pelepasan hak, maka tanah yang bersangkutan menjadi
tanah negara. Pihak yang memerlukan tanah tersebut dapat mengajukan
permohonan hak atas tanah yang baru ke Kantor Pertanahan setempat sesuai
ketentuan undang-undang dan sesuai keperluannya. Sehingga pihak yang
bersangkutan mendapatkan hak atas tanah sesuai ketentuan undang-undang
dan sesuai keperluannya.
Hak atas tanah bersumber dari menguasai negara atas tanah dapat
diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun warga
negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum
publik.
b. Akibat Hukum Pelepasan Hak Atas Tanah
Dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, maka terputus
sudah hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya. Terputusnya hubungan-hubungan hukum antara pemegang hak
atas tanah dengan hak atas tanah yang dikuasainya tersebut terjadi dengan
pemberian ganti kerugian yang bentuk dan besarnya ditetapkan dalam
musyawarah. Dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah terdapat unsur
pemberian ganti kerugian. Ganti kerugian diberikan oleh pihak yang
memerlukan tanah (perusahaan swasta) kepada pihak pemegang hak atas
tanah. Bentuk dan besarnya ganti keruguan ditetapkan atas dasar kesepakatan
dalam musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah (perusahaan swasta)
dengan pihak pemegang hak atas tanah. Ganti kerugian diberikan untuk:
a) Hak atas Tanah
b) Bangunan
c) Tanaman
d) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Bentuk ganti kerugian dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
dapat berupa:
a) Uang
b) Tanah pengganti, dan/atau
c) Pemukiman kembali
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dapat dilakukan apabila
sudah tercapai kesepakatan dalam musyawarah antara perusahaan swasta
dengan pemegang hak atas tanah mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian. Kalau sudah tercapai kesepakatan menganai bentuk dan besarnya
ganti kerugian, maka dibuatlah akta pelepasan hak atas tanah atau surat
pernyataan pelepasan hak atas tanah. Seiring dengan penandatangan akta
pelepasan hak atas tanah atau surat pernyataan pelepasan hak atas tanah oleh
pemegang hak atas tanah, maka perusahaan swasta menyerahkan ganti
kerugian secara langsung kepada pemegang hak atas tanah.
Boedi Harsono menyatakan bahwa dengan pelepasan hak atas tanah
tidak berarti hak atas tanah berpindah dari pemegang haknya kepada pihak
lain yang memberikan ganti kerugian, melainkan hak atas tanah tersebut hapus
dan kembali menjadi tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara. Pelepasan hak atas tanah merupakan salah satu faktor penyebab
hapusnya hak atas tanah dan bukan pemindahan hak atas tanah. Dengan
pelepasan hak atas tanah oleh pemegang haknya, hak atas tanag tidak
berpindah kepada perusahaan swasta, melainkan hak atas tanah menjadi hapus
dan tanahnya kembali menjadi tanah Negara atau tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara.
NOMOR : 48
yang akan disebut pada bagian akhir akta ini dan telah---------
3174071015750002;--------------------------------------------
-------------------------------PIHAK PERTAMA---------------------------
3174050802900001;-------------------------------------------------
---------------------------------PIHAK KEDUA-----------------------------
dikecualikan ;------------------------------------------------------------
dibeli dan diopernya tersebut dan mulai hari ini juga segala----
hak atasnya, dan oleh karena itu PIHAK KEDUA dengan ini----
dibebaskan oleh PIHAK PERTAMA dari segala tuntutan dari----
menyelesaikannya.------------------------------------------------------
PIHAK KEDUA.-----------------------------------------------------------
tersebut akta ini tidak akan dibuat dan kuasa-kuasa itu pun- -
Rahma
RAHMA
SAKSI-SAKSI
Ardyanto Celine
Maghfira Humaira
NOMOR : 88
-------------------------------PIHAK PERTAMA---------------------------
3174050103900003;-------------------------------------------------
AHU-AH.01.03-0249051. -------------------------------------------
--------------------------------PIHAK
tersebut.---------------------------------------------------------------
lainnya.----------------------------------------------------------------
Kedua.------------------------------------------------------------------
------------------------------ K H U S U S ---------------------------
(berwenang), diperlukan.--------------------------------------------
kekuasaan tersebut.-------------------------------------------------
kuasa.------------------------------------------------------------------
di Jakarta.-------------------------------------------------------------
Harapan ------
-Ke-2 (dua) nya pegawai kantor saya, Notaris, yang saya, -----
Hamdi LALOPL
HAMDI LALO PUTRA LALO
Saras
SARAS
SAKSI-SAKSI
Ardyanto Celine
ARDYANTO, S.H CELINE, S.H.
Larasati
LARASATI, S.H., M.Kn.
UNIVERSITAS INDONESIA
Disusun oleh:
Stella Defany Muslim (2006550420)
Lisha Trie Caesarani (2006549923)
Ripandi (2006497472)
Shinta Octaviani (2006497535)
Siti Adlia Catur Putri (2006550396)
Yulinda Bur (1906328212)
Malvin Nugroho (1906327544)
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
● MATERI BERITA ACARA UNDIAN
- Pengertian Undian Berhadiah
Pengertian undian berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah yaitu tiap-tiap
kesempatan yang diadakan oleh suatu badan untuk mereka yang setelah memenuhi
syarat-syarat tertentu dapat ikut serta memperoleh hadiah berupa uang atau benda, yang
akan diberikan kepada peserta-peserta yang ditunjuk sebagai pemenang dengan jalan undi
atau dengan lain cara menentukan untung yang tidak terbanyak dapat dipengaruhi oleh
peserta sendiri.73 Pengaturan mengenai undian secara khusus tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Bahkan istilah "undian" sendiri tidak dapat ditemukan
dalam seluruh pasal yang dimuat dalam KUHPer. Meskipun tidak terdapat istilah
"undian" di dalam pengaturan ketentuan tentang perjanjian, undian merupakan suatu
perbuatan hukum menurut hukum Perdata.
Berdasarkan buku Aneka Perjanjian Prof. R Subekti, menyebutkan: "Undian atau
lotre, menurut sifatnya, juga termasuk pengertian perjudian, tetapi undian-undian yang
diadakan oleh instansi-instansi resmi atau badan-badan amal dengan izin
Pemerintah,dianggap sudah hilang sifatnya melanggar kesusilaan dan tidak lagi tunduk
pada ketentuan-ketentuan yang telah dibicarakan disini."74 Berdasarkan pernyataan ini,
dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan tentang perjudian berlaku bagi undian, karena
mempunyai pengertian sama. Dengan demikian, undian merupakan perikatan yang
bersumber pada perjanjian khusus tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan dan
termasuk ke dalam hukum perdata tentang perikatan.
Undian sebagai bagian dari perjanjian untung-untungan sebagaimana telah
disinggung di atas, merupakan perjanjian khusus dari Buku III tentang perikatan.
Pengertian perjanjian untung-untungan tercantum pada pasal 1774 KUHPER: "Suatu
persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung-
ruginya. baik bagi semua pihak, maupun sementara pihak, bergantung kepada suatu
73
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Undian Gratis
Berhadiah
74
Prof. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), 2014
kejadian yang belum tentu."75 Berdasarkan pengertian diatas ada tiga hal yang perlu
diperhatikan:
1. Ada kemungkinan terdapat lebih dari dua pihak yang terlibat dalam
"perbuatan" tersebut.
2. Perbuatan tersebut hasilnya mengenai "untung-rugi"
3. Digantungkan pada suatu "kejadian yang belum tentu".
Undian adalah perilaku hukum yang timbul karena pacta sunt servanda
(kesepakatan) antara para pihak yang terlibat didalamnya dan atau karena undang-undang
yang memberikan izin untuk diadakannya undian tersebut. Tetapi para pihak yang ikut
dalam perjanjian belum dapat memastikan mengenai hasil dalam perjanjian yang
dibuatnya, artinya apakah pihaknya akan mendapatkan hasil dari perjanjian tersebut atau
tidak sama sekali. Apabila pihaknya mendapatkan hasil disebut dengan untung, sehingga
pihak yang untung tersebut berhak atas prestasi yang diperjanjikan sebelumnya dan
memiliki hak untuk menuntut itu. Sedangkan bila tidak mendapatkan hasil,disebut rugi
dan tidak berhak atas prestasi yang diperjanjikan sebelumnya dan tidak memiliki hak
untuk menuntut prestasi yang diperjanjikan.
Kemudian, untuk menentukan suatu pihak untung atau rugi, digantungkan pada
peristiwa yang belum mempunyai suatu kepastian sama sekali. Karena undian adalah
suatu perjudian, maka perjanjian undian tidak memenuhi pasal 1320 KUHPer yaitu
"sebab atau causa yang halal." Sebab atau causa yang halal merupakan syarat objektif
sahnya suatu perjanjian, sehingga bila syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian yang
terjadi batal demi hukum. Apabila perjanjian telah batal, dengan sendirinya tidak
memberikan kewajiban bagi pihak yang dijadikan debitur untuk mewujudkan apa yang
telah dijanjikan. sebagai konsekuensinya, kreditur tidak mempunyai hak untuk
menggugat hak yang lahir berdasarkan perjanjian yang mereka buat. Selain itu kreditur
tidak dapat menggugat di depan pengadilan (hakim) apabila debitur melakukan
wanprestasi. Apabila undian adalah suatu perjudian, yang melanggar kesusilaan, maka
dengan demikian undian adalah perjanjian yang pada saat lahirnya telah batal demi
hukum. Maka, sudah seharusnya undian dilarang dan tidak diakui adanya suatu perjanjian
undian. Namun demikian, tidak selalu perjudian itu melanggar kesusilaan sebab bila ada
75
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terlebih dahulu izin dari pihak yang berwenang untuk memberikan izin tersebut,
hilanglah sifat melanggar kesusilaannya". Dengan demikian, terdapat undian yang tidak
sah karena melanggar kesusilaan dan undian yang sah, yaitu yang telah memperoleh izin
dari Pemerintah. Bila undian yang tidak sah diatur pada KUHPer pasal 1788 KUHPer
sampai pasal 1791 KUHPer, maka Undian yang sah diatur oleh undang-undang No.22
Tahun 1954 Tentang Undian. Sejalan dengan pernyataan di atas, KUHPer tidak
mencantumkan istilah undian, sementara undang-undang No. 22 Tahun 1954 Tentang
Undian, hanya memuat istilah "undian" saja, dan tidak membahas mengenai perjudian
atau pertaruhan. Dalam undang-undang No. 22 Tahun 1954 diberikan batasan terhadap
76
Undian seperti yang termuat di dalam pasal 1 ayat 2.” Yang diartikan dengan kata
undian dalam undang-undang ini ialah tiap-tiap kesempatan yang diadakan oleh suatu
badan untuk mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat tertentu dapat ikut serta
memperoleh hadiah berupa uang atau benda, yang akan diberikan kepada peserta-peserta
yang ditunjuk sebagai pemenang dengan jalan undi atau dengan lain cara menentukan
untung yang tidak terbanyak dapat dipengaruhi oleh peserta sendiri" Dari pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa undian mengandung tiga unsur yaitu:
1. Membuka kesempatan untuk ikut serta memperoleh hadiah dengan memenuhi
syarat-syarat tertentu.
2. Penunjukan pemenang di antara para peserta tersebut didasarkan untung-
untungan.
3. Penunjukan para pemenang tersebut tidak terbanyak dapat dipengaruhi oleh
peserta sendiri.
Dari faktor-faktor di atas terlihat bahwa untuk menentukan peristiwa mengenai
hasil tentang untung-ruginya pihak dalam perjanjian undian yang digantungkan pada
peristiwa tersebut disyaratkan harus berdasarkan untung- untungan artinya digantungkan
dengan sengaja pada suatu kejadian yang belum tentu. Dari penjelasan di atas, maka
dapatlah disimpulkan bahwa perjanjian undian yang terdapat dalam undang-undang
No.22 Tahun 1954 merupakan bagian dari perjanjian untung-untungan sebagaimana
terdapat dalam pasal 1774 KUHPer. Dengan demikian, pengertian dari perjanjian undian
76
Undang-undang No. 22 Tahun 1954
termasuk ke dalam perjanjian khusus dari Buku III KUHPer khususnya perikatan yang
bersumber pada perjanjian.
77
Undang-undang No. 22 tahun 1954 tentang Undian
tentang Undian menyebutkan “dengan perkataan hadiah berupa uang atau benda diartikan
pula segala hadiah yang dapat dinilai dengan uang”.
- Tata Cara Permohonan Izin Dan Pengambilan Surat Keputusan Izin Menteri Sosial
Terkait Undian Adalah Sebagai Berikut:
Berdasarkan ketentuan Angka 3 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No.
73/HUK/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin dan Penyelenggaraan
Undian Gratis, antara lain:78
1. Permohonan izin diajukan kepada Menteri Sosial Republik Indonesia up. Direktur
Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
sebelum penyelenggaraan undian
2. Permohonan izin dibuat secara tertulis diatas kertas kop surat resmi (asli),
bermaterai Rp. 6.000 (enam ribu), serta menyebutkan penanggung jawabnya
3. Permohonan izin harus ditandatangani langsung oleh penyelenggara dan tidak
boleh diwakilkan oleh agensi yang mengurusnya
4. Permohonan izin harus menyebutkan pokok-pokok kegiatan dari organisasi/badan
yang bersangkutan
5. Melampirkan surat rekomendasi dari Gubernur/Pemerintah Daerah setempat
6. Untuk penyelenggaraan undian yang berasal dari luar negeri harus diajukan oleh
organisasi/badan/perwakilan yang berkedudukan di Indonesia
7. Hadiah berupa barang harus mencantumkan harga menurut standar pasar dan
apabila ada perbedaan selisih harga sebanyak-banyaknya 5% (lima persen) dari
harga pasar yang berlaku
8. Hadiah-hadiah harus tersedia pada saat permohonan izin diajukan atau selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum penyegelan
9. Pada saat mengajukan permohonan izin undian, penyelenggara harus sudah
melampirkan bukti setor pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) terkait
dengan hadiah berupa uang tunai yang dimasukkan ke dalam kemasan produk.
78
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 73/HUK/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin
dan Penyelenggaraan Undian Gratis
- Syarat-syarat Permohonan Izin Undian Berhadiah
Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan undian, penyelenggara memenuhi
syarat-syarat, antara lain:79
1. Diajukan oleh suatu badan yang berbadan hukum atau yang tidak berbadan
hukum
2. Mempunyai akta pendirian atau akta notaris atau keputusan suatu pembentukan
panitia/organisasi
3. Mempunyai susunan pengurus/kepanitiaan
4. Mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
5. Menyebutkan pokok-pokok kegiatan dari organisasi/badan yang bersangkutan
6. Bagi badan yang akan menyelenggarakan undian gratis berhadiah sekurang-
kurangnya harus telah terdaftar pada instansi yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Bagi badan yang kegiatannya dibidang usaha perdagangan harus memiliki Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
8. Hadiah yang berupa barang harus mencantumkan harga sesuai dengan harga pasar
yang berlaku pada saat itu dan apabila ada perbedaan selisih harga atau sponsor
sebanyak-banyaknya 5% (lima persen) dari harga yang berlaku dengan disertai
surat pernyataan dari pihak sponsor yang bersangkutan
9. Hadiah harus tersedia pada saat permohonan izin diajukan atau sebelum jangka
waktu penyelenggaraan
10. Melampirkan surat kuasa bagi penyelenggara yang menggunakan agensi dan surat
tugas bagi penyelenggara yang menugaskan pegawainya untuk melakukan
pengurusan izin
11. Melampirkan contoh iklan/promosi pada saat mengajukan permohonan izin;
12. Untuk penyelenggaraan undian yang berasal dari luar negeri harus diajukan oleh
organisasi/badan/perwakilan yang berkedudukan hukum di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
79
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 73/HUK/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin
dan Penyelenggaraan Undian Gratis
- Berita Acara Undian
Dalam pelaksanaan penarikan undian berhadiah atau kuis tentunya akan ada akta
otentik yang dihasilkan atau dibuat oleh Pejabat berwenang yang dalam hal ini adalah
Notaris yang menyaksikan jalannya penarikan undian berhadiah atau kuis, dalam hal ini
akta otentik yang dimaksud berupa Akta Relaas (akta pejabat) berbentuk berita acara
undian. Berita acara yang dimaksud merupakan pencatatan jalan pelaksanaan penarikan
undian atau kuis berhadiah, dimulai dari persiapan sampai penentuan pemenang dan
penyerahan hadiah kepada pihak yang memenangkan undian atau kuis berhadiah
tersebut. Berita acara tersebut merupakan suatu minuta yang akan disimpan oleh Notaris
yang ditunjuk untuk menyaksikan dan membuat berita acara pelaksanaan penarikan
undian atau kuis berhadiah. Dari minuta tersebut akan dibuat turunan berita acara
pelaksanaan penarikan undian atau kuis berhadiah yang akan diberikan kepada
penyelenggara, Dinas Sosial dan bila perlu pihak yang memenangkan dan memperoleh
hadiah. Apabila pelaksanaan undian berhadiah tanpa dibuatkan Berita Acara akan
berakibat hukum,sebagai berikut:
1. Secara hukum (legalitasnya) pelaksanaan undian berhadiah tersebut tidak
dilindungi oleh instansi terkait yang meliputi pejabat Departemen Sosial, Instansi
Sosial Provinsi setempat, Notaris, pihak penyelenggara dan Kepolisian setempat.
2. Pelaksanaannya undian tidak dilaksanakan secara transparan dan terbuka, jadi
dalam hal ini pihak yang memenangkan undian tidak diumumkan dalam surat
kabar/media massa.
3. Pihak pemenang tidak akan memperoleh kepastian hukum. Artinya apabila
pemenang tidak hadir di acara pelaksanaan penarikan undian, maka pihak
pemenang tidak dapat mengambil hadiah kepada pihak penyelenggara dalam
waktu telah yang ditentukan sebagaimana yang tertulis di dalam Berita Acara
pelaksanaan undian berhadiah tersebut.
80
Permensos Nomor 12 Tahun 2019
Nomor 12 Tahun 2019. Ketentuan ini berdasarkan pasal 19 Permensos Nomor 12 Tahun
2019.
Selain terhadap proses penyegelan notaris juga berperan pada proses penentuan
pemenang. Proses penentuan Pemenang undian dibagi menjadi dua yaitu secara secara
terbuka dan tertutup. Terhadap proses penentuan pemenang secara terbuka harus
disaksikan oleh petugas dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya, serta notaris dan kepolisian (pasal 34 ayat (2) Permensos
Nomor 12 Tahun 2019, sedangkan terhadap penentuan pemenang undian secara tertutup
tidak perlu disaksikan oleh kepolisian hanya disaksikan oleh petugas kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dinas sosial daerah provinsi,
dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya serta notaris.
Pada akhir penyelenggaraan undian notaris berperan dalam pengesahan dan
penetapan pemenang yang dibuat dalam bentuk berita acara pemenang dan akta berita
acara pemenang, yang disaksikan oleh petugas dari kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial
daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, serta notaris dan kepolisian sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada pasal
38 Permensos Nomor 12 Tahun 2019.
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS
RINGKASAN MATERI PERJANJIAN KREDIT BANK
PA Aneka Perjanjian
Kelas A
Kelompok 6
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
Perjanjian kredit bank merupakan bentuk perjanjian yang tidak diatur dalam
KUHPerdata, untuk memahami perjanjian kredit bank menelusuri dulu tentang dasar dari
perjanjian kredit. Perjanjian dalam KUH Perdata diatur dalam Buku III tentang perikatan bab
kedua bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Pasal 133 KUHPerdata memberikan
rumusan tentang perjanjian sebagai berikut :
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sistem Common Law dipahami perjanjian sebagai suatu nalar yang lebih merupakan
perjumpaan pendapat atau ketetapan maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih
nalar tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. 81 Ciri kontrak yang utama
adalah bajwa kontrak merupakan suatu tulisan yang membuat janji dari para pihak secara
lengkap dan ketentuan-ketentuan dan persyaratan serta berfungsi sebagai alat bukti tentang
adanya kewajiban.
Suatu kontrak atau perjanjian dengan demikian memiliki unsur-unsur, yaitu :
a. Pihak pihak yang kompeten;
b. Pokok yang disetujui;
c. Pertimbangan hukum;
d. Perjanjian timbal balik;
e. Serta hak dan kewajiban timbal balik.
Syarat sahnya perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, terdapatnya
4 syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian, syarat-syaratnya tersebut, adalah :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab hal yang halal.
Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, apabila salah satu dari kedua
syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan syarat ketiga
dan keempat merupakan syarat objektif, yakni jika salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi,
maka perjanjian menjadi batal demi hukum. Jika syaratnya terpenuhi maka berdasarkan Pasal
81
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, (Jakarta: Grasindo, 2001) , Hlm. 6
1338 KUHPerdata perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan
suatu Undang-Undang.
Rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit belum diatur dalam Peraturan
Perundang-Undangan. Walaupun demikian dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dan pihak lain, namun Undang-Undang tidak mengatur menentukan lebih lanjut
mengenai bagaimana bentuknya.
Hukum perjanjian tidak lepas dari paham individualisme sebagai ciri khas hukum
perjanjian dalam hak keabsahan, kesetaraan dan keterkaitan kontekstual. Sejumlah prinsip atau
asas hukum merupakan dasar bagi hukum perjanjian dalam perihal perbankan dicurahkan kepada
3 prinsip atau asas utama, yaitu :
a. Prinsip atau asas konsensualitas dimana persetujuan-persetujuan dapat terjadi karena
kehendak (konsensus) para pihak. Pada umumnya persetujuan dapat dibuat secara
bebas bentuk dan dibuat tidak secara formal melainkan konsensual (mengikat
mengenai persetujuan);
b. Prinsip atau asas kekuatan mengikat persetujuan menegaskan bahwa para pihak harus
memenuhi apa yang mereka setujui satu sama lain (mengikat menyangkut akibat
perjanjiannya);
c. Prinsip atau asas kebebasan berkontrak yang di mana para pihak diperkenankan
membuat suatu perjanjian sesuai dengan pilihan bebas mereka sendiri selama tidak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan (mengikat mengenai isi
perjanjian).
Subekti berpendapat bahwa pengertian tentang perjanjian kredit dirumuskan sebagai berikut,
bahwa :
“Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada
hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur
oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769”.82
82
Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), Hlm. 5
Perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan BAB XIII buku III KUHPerdata
sebab antara “pinjam meminjam” dan “perjanjian kredit” memiliki perbedaan, antara lain :
Pemberi kredit adalah Bank atau Lembaga Pemberi pinjaman bisa individu.
Pembiayaan (Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan).
Berlaku ketentuan dalam UUD 1945, ketentuan Berlaku ketentuan umum dari Bab XIII
bidang ekonomi dalam GBHN, Ketentuan Buku III KUHPerdata.
Umum KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang perbankan, Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI).
Pengembalian uang kredit disertai Bunga, Pengembalian uangnya hanya berupa bunga
imbalan, atau pembagian hasil. yang diperjanjikan saja.
Pada perjanjian kredit bank harus melihat Perjanjian pinjam meminjam merupakan
kemampuan debitur untuk pengembalian kredit pengamanan bagi kepastian pelunasan
yang dirumuskan dalam bentuk jaminan baik utang dan baru ada apabila diperjanjikan.
material maupun immaterial.
Perjanjian kredit perlu mendapatkan perhatian secara khusus baik oleh bank selaku
kreditur maupun debitur, disebabkan perjanjian kredit merupakan dasar hubungan kontraktual
antara pihak antara para pihak. perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan
sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya;
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban di antara kreditur dan debitur;
c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.83
Di dalam praktik perbankan, setiap bank sudah menyediakan blanko perjanjian kredit yang
isinya telah disiapkan terlebih dahulu (standaardform). Blanko perjanjian kredit ini diserahkan
kepada debitur untuk di setujui dan tanpa memberikan kebebasan sama sekali untuk melakukan
negosiasi atas syarat-syarat yang diberikan. Perjanjian seperti ini dikenal sebagai perjanjian
adhesi atau perjanjian baku. Perjanjian baku bila suatu akta yang dibuat oleh notaris dengan
klausula-klausula yang hanya mengambil alih saja klausal-klausal yang diberikan oleh salah satu
pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai peluang untuk meminta perubahan atas
klausal itu.
A. Akta Otentik dan Kedudukan Notaris dalam Pengikatan Perjanjian Kredit
1. Akta Otentik dan Kedudukan Notaris
Akta otentik dibuat oleh pejabat umum yang dapat disebut sebagai Notaris. Jabatan
seorang Notaris memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kepastian hukum dalam bentuk
pembuatan akta otentik maupun pembuatan akta tanah di dalam tugasnya 2 (dua) fungsi pokok,
yaitu yang pertama Notaris memiliki tanggung jawab kepastian hukum kepada masyarakat atas
setiap pengesahan atas pengikatan-pengikatan hukum, dan yang kedua notaris memiliki
kewenangan yang diberikan oleh undang-undang sebagai pejabat negara untuk memberikan
penguatan hukum atas pengikatan-pengikatan hukum. Yang pada akhirnya memberikan
ketentraman dan rasa aman kepada masyarakat. Karena itu, berkaitan dengan tanggung jawab
seorang notaris dapat digambarkan secara teoritis, yaitu : secara etimologi (tata bahasa) tanggung
jawab berasal dari bahasa Inggris yaitu “Responsibility” yang artinya tanggung jawab,
bertanggungjawab atau yang memiliki tanggung jawab.84
Notaris sebagai pejabat negara yang menjalankan profesi pelayanan hukum kepada
masyarakat, yang dalam melaksanakan tugasnya perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan
demi tercapainya kepastian hukum,85 selain itu Notaris sebagai pejabat negara mampu memberi
jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang
83
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2001).
Hlm. 264-265
84
John M. Echols, Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian Dictionary). Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta 2005. Hlm. 481
85
Konsideran sub c UU No. 30 Tahun 2004
bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan
melalui jabatan tertentu.86 Tugas-tugas yang dilakukan oleh notaris diantaranya membuat akta
otentik. Akta dimaksud, Adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.87
Sebuah akta dapat dikatakan sebagai akta otentik jika sesuai dengan Pasal 1868 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
a. Akta tersebut harus dibuat oleh dan/atau dihadapan pejabat umum, dalam hal ini Notaris
sebagai Pejabat Umum;
b. Akta tersebut harus dibuat di dalam wilayah kerja Pejabat umum tersebut, dalam hal ini
sesuai dengan Pasal 17 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo. Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014, bahwa Notaris dilarang melaksanakan jabatannya diluar
wilayah kerjanya;
c. Akta tersebut dibuat dengan bentuk yang telah diatur dalam undang-undang, begitu pula
dengan Notaris akta yang dibuat harus sesuai dengan Pasal 38 Undang-undang Jabatan
Notaris.
Selain itu bentuk-bentuk akta yang bersifat administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI yang menjelaskan tata laksana teknis di lapangan.
Berkenaan dengan bentuk-bentuk akta otentik yang dibuat dan merupakan kewenangan notaris
dapat dilihat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
menjelaskan bahwa :
a. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang;
b. Notaris juga berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus serta membukukan surat-
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
86
Konsideran sub b UU No. 30 Tahun 2004
87
Pasal 1 Ayat 7 UU No. 30 Tahun 2004
2. Kedudukan Notaris dalam Pengikatan Perjanjian Kredit
Dalam membuat sebuah akta perjanjian kredit, seorang Notaris diharuskan bersikap
netral dengan tidak memihak di antara pihak bank maupun pihak nasabah. Hal ini dikarenakan
Notaris merupakan seorang pejabat umum yang aktanya memiliki kekuatan pembuktian hukum
yang sempurna sepanjang tidak dapat dibuktikan lain oleh pihak yang menyangkal, sehingga
apabila terjadi kekeliruan atau berisikan keterangan yang tidak benar, hal tersebut dapat
mempengaruhi fungsi dari jabatan Notaris dalam masyarakat yang membutuhkan perlindungan
hukum supaya terhindar dari ketidakpastian hukum. Notaris tentunya memiliki peranan penting
dalam pembuatan akta pemberian fasilitas kredit dari pihak bank kepada pihak nasabah. Peranan
yang dimiliki oleh notaris dalam akta perjanjian kredit tersebut adalah sebagai penyuluhan
hukum bagi para penghadap yang membutuhkan jasa notaris tersebut dan sebagai pembuat akta
otentik yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang dapat menjamin kepastian hukum serta
kepentingan para penghadap.
Notaris sebagai pejabat umum yang tidak memihak pada salah satu pihak membuat akta
tersebut benar-benar mampu melindungi para penghadap dengan kepastian hukum. Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya dapat disingkat dengan
UUJN menyatakan bahwa isi akta adalah gambaran dari kehendak dan keinginan dari para pihak
penghadap yang menghadap kepada Notaris, oleh karena itu akta yang dibuat Notaris tersebut
haruslah berkaitan dengan kehendak atau keinginan para penghadap itu sendiri, bukan keinginan
dari Notaris melainkan Notaris yang merangkainya dalam bentuk akta Notaris sesuai dengan
UUJN.88 Dari pemaparan tersebut, jelas bahwa Notaris dalam membuat akta perjanjian kredit
meski semua telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan akan tetap selalu terbawa ke
dalam suatu gugatan di Pengadilan. Hal seperti ini tidak dapat dihindari karena setiap masalah
bisa saja muncul meski yang kita lakukan sudah sesuai prosedur.
Perjanjian Kredit dengan jaminan yang dibebani Hak Tanggungan memiliki akibat
hukum, peranan Notaris penting disini karena akibat hukum dari sebuah perjanjian yang sah
adalah perjanjian tersebut berlaku seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya,
artinya kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak yang membuatnya tidak boleh diingkari
dan dilanggar kecuali dengan alasan yang menurut undang-undang kesepakatan tersebut boleh
88
Habib Adjie, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT, (Surabaya: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 30
diingkari.89 Kepastian hukum, perlindungan para pihak, serta kekuatan pembuktian dijamin oleh
akta notariil dengan Jabatannya sebagai Pejabat Umum yang berwenang dalam hal tersebut.
Bisa disimpulkan dari pemaparan diatas, kelebihan Perjanjian Kredit yang dibuat dalam
akta notaril yaitu mengenai kepastian hukum dari perjanjian kredit itu sendiri dan kekuatan
pembuktian dari akta notaris tersebut. Notaris menjamin kepastian tanggal dan isi dari akta yang
dibuatnya serta pembuktian akta terebut sempurna dihadapan para pihak, pihak ketiga maupun
dihadapan hukum. Akan tetapi tidak semua perjanjian kredit dibuat dalam akta notaril, biasanya
Notaris membuat akta perjanjian kredit yang didalamnya terdapat sebuah hak kebendaan yang
dijaminkan guna pelunasan hutang tersebut.90 Selain terdapat jaminan, Perjanjian Kredit dibuat
dalam bentuk bawah tangan guna menghemat biaya yang dikeluarkan oleh nasabah.
Adapun akta perjanjian kredit yang dibuat oleh notaris adalah untuk menjamin kebenaran
dan memberikan kepastian hukum terhadap :
a. Perbuatan hukum pengikatan diri para pihak baik kreditur maupun debitur ke dalam suatu
pelaksanaan pemberian kredit oleh bank selaku kreditur kepada nasabah peminjam selaku
debitur, dengan jaminan kebendaan;
b. Adanya hak dan kewajiban kreditur dan debitur yang dinyatakan para pihak dalam
klausula akta yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan itikad baik;
c. Kebenaran tentang kehadiran para penghadap (para pihak) dihadapan Notaris di tempat
dan pada waktu (tanggal) tertentu;
d. Benar para penghadap memberikan keterangan sebagaimana tercantum dalam akta
perjanjian kredit atau benar telah terjadi perbuatan hukum perjanjian kredit antara bank
selaku kreditur dan nasabah peminjam selaku debitur, sebagaimana disebutkan dalam
akta perjanjian kredit tersebut;
e. Benar telah terjadi pembacaan akta perjanjian kredit tersebut oleh Notaris dihadapan para
penghadap sebagaimana diterangkan pada bagian akhir akta perjanjian kredit tersebut;
89
Davit R. Kaawoan, TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT PERJANJIAN KREDIT BANK
MENURUT KETENTUAN UU NO. 30 TAHUN 2004 JO UU NO. 2 TAHUN 2014, Lex Privatum Vol. VI/No.
7/Sept/2018, hlm. 144
90
Erprastiyaningrum, Siti Hajati Hoesin, Kewenangan dan Peran Notaris Dalam Rangka Pemberian Fasilitas Kredit
dari Bank (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 459/PDT/2017/PT.BDG), hlm. 22
f. Benar telah terjadi penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut oleh para penghadap
dihadapan Notaris sebagaimana telah diterangkan pada bagian akhir akta perjanjian kredit
tersebut.
Pasal 44 Ayat (2) UUJN mensyaratkan bahwa akta partij Notaris berupa akta perjanjian kredit
tersebut harus ditandatangani oleh para pihak yang berkepentingan dihadapan/disaksikan oleh
notaris yang bersangkutan secara langsung dengan kehadiran notaris tersebut secara fisik di
hadapan para pihak. Pembubuhan tanda tangan mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai
identifikasi dan penyataan kehendak. Tanda tangan dalam akta bertujuan agar para pihak tidak
dapat memungkiri fakta yang dinyatakan.
Sebelum dilaksanakan penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut, Notaris harus
terlebih dahulu membacakan akta perjanjian kredit tersebut kepada para pihak. Setelah para
pihak mengerti dan memahami isi dari perjanjian kredit yang dibuat oleh Notaris tersebut, para
pihak kemudian menandatanganinya, yang kemudian disusul tanda tangan saksi-saksi dan
terakhir adalah tanda tangan Notaris. Lalu kemudian Notaris mengeluarkan salinan akta
perjanjian kredit tersebut kepada masing-masing pihak. Sedangkan minuta akta perjanjian kredit
tersebut disimpan oleh notaris di dalam protokol Notaris.
Penandatanganan akta otentik perjanjian kredit yang dibuat oleh Notaris oleh para
penghadap, saksi saksi dihadapan notaris secara fisik merupakan suatu kewajiban dan merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi Notaris agar akta yang dibuatnya dapat dinilai sebagai akta
otentik secara hukum. Hal ini termuat dalam ketentuan Pasal 16 Ayat 1 Huruf m UUJN Nomor
30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014. Tidak terpenuhinya syarat yang ditentukan
dalam Pasal 16 Ayat 1 Huruf m mengakibatkan akta perjanjian kredit tersebut terdegradasi
menjadi akta di bawah tangan yang tidak lagi memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
bagi para pihak.
Akta perjanjian kredit tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan yang sangat tergantung dari pengakuan dari orang-orang yang
menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka. Hal ini
dipertegas oleh Pasal 44 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang
menyebutkan bahwa, “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Ayat 1 Huruf m, mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan.” Terdegradasinya akta otentik Notaris perjanjian kredit menjadi akta di bawah
tangan merupakan suatu kesalahan/kelalaian dari Notaris sebagai pejabat umum.
Kesalahan atau kelalaian dari Notaris tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian bagi
para pihak yang memiliki kepentingan terhadap akta perjanjian kredit tersebut. Akibat hukum
yang timbul adalah sesuai ketentuan yang termuat dalam Pasal 84 UUJN Nomor 30 Tahun 2004
jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa, para pihak dapat menuntut biaya,
kerugian berikut bunganya kepada Notaris yang telah melakukan kesalahan atau kelalaian
tersebut.
B. Tanggung Jawab Hukum Sebagai Pejabat Umum dalam Merumuskan Akta
Perjanjian Kredit
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat Akta Otentik dapat dibebani
tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta
tersebut. Ruang lingkup pertanggungjawaban Notaris meliputi kebenaran materil atas Akta yang
dibuatnya, yaitu :
a. Tanggung jawab Notaris secara Perdata terhadap kebenaran materiil terhadap Akta yang
dibuatnya;
b. Tanggung jawab Notaris secara Pidana terhadap kebenaran materiil dalam Akta yang
dibuatnya;
c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran
materiil dalam Akta yang dibuatnya;
d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik
Notaris.
Notaris bertanggungjawab terhadap akta yang dibuat di hadapannya yang mengandung cacat
hukum, atau tidak memenuhi syarat formal. Hal ini tampak dalam Putusan Mahkamah Agung
dalam Perkara Nomor 1440.K/Pdt/1996. Bahwasannya seorang notaris mempunyai tanggung
jawab moral serta dapat dituntut untuk memberi ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan karena
kelalaian notaris dalam akta yang dibuatnya.
Tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi Notaris
itu sendiri yang berhubungan dengan akta, adalah :
“Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam hal ini
adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan
melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif
dalam artian melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan,
sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum
disini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian
yang ditimbulkan”.
Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar
Undang-Undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain menimbulkan
kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut :
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan aturan hukum;
c. Bertentangan dengan kesusilaan;
d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan harta orang
lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Akibat hukum lainnya terhadap Notaris yang membuat akta perjanjian kredit, selain telah
terpenuhinya Pasal 1320 KUHPerdata, juga sudah sesuai dengan kewajiban notaris dan tidak
melanggar Pasal 16 tentang kewajiban Notaris, serta telah memenuhi Pasal 38, Pasal 39, Pasal
40, dan Pasal 44 Ayat (1 ), Ayat (2), Ayat (3) dan Ayat (4), Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2004 jo. Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Kewajiban seorang
Notaris sebagai pejabat publik yang bisa memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasanya
telah jelas dijabarkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Tentunya jika seorang Notaris
tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, dan melanggar ketentuan tersebut
di atas, Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi.
Sanksi terhadap Notaris diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Jabatan
Notaris, ada 2 (dua) macam sanksi, yaitu :
a. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 Undang-undang Jabatan Notaris, yaitu jika
Notaris melanggar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I, Pasal 41, Pasal 44, Pasal
48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal 52. Jika ketentuan sebagaimana dalam pasal
tersebut diatas tidak terpenuhi, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta batal demi hukum, dan hal tersebut
dapat dijadikan alasan bagi para pihak yang tercantum dalam akta yang menderita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris;
b. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 Undang-undang Jabatan Notaris, yaitu jika
notaris melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 16 Ayat (1) huruf a sampai dengan k, Pasal
17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37 Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59 dan/atau Pasal 63,
maka Notaris akan dijatuhi sanksi berupa :
1) Teguran lisan;
2) Teguran tertulis;
3) Pemberhentian sementara;
4) Pemberhentian dengan hormat; dan
5) Pemberhentian tidak hormat.
Selain sanksi tersebut di atas, dikatakan pula oleh Soegianto bagi Notaris yang melanggar kode
etik maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
Sedangkan berkaitan dengan Perjanjian kredit yang dibuat Notaris dengan jaminan hak
tanggungan membawa akibat hukum, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang memiliki akibat hukum, akibat
hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya mengandung pengertian bahwa kesepakatan para pihak yang
dituangkan dalam perjanjian tidak boleh diingkari dan mengikat para pihak, kecuali adanya
kesepakatan para pihak dengan alasan Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.
Lebih tepatnya hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi :
(1) “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
(2) “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu”.
Akibat hukum bagi notaris berkaitan dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat
sahnya kontrak ada 4 unsur yang berbunyi :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (Penjelasan Pasal 1320 KUHPerdata);
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu/pokok/objek suatu kontrak;
d. Suatu sebab halal.
Kewajiban seorang Notaris sebagai pejabat publik yang bisa memberikan kepastian hukum bagi
pengguna jasanya telah jelas dijabarkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Tentunya jika
seorang notaris tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, dan melanggar
ketentuan tersebut di atas, notaris dapat dikenakan sanksi. Sanksi terhadap notaris diatur dalam
Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Jabatan Notaris.
Kewenangan dan tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum dalam pelaksanaan
pembuatan akta perjanjian kredit didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam pembuatan akta otentik diantaranya adalah ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa “Suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu
ditempat akta itu dibuat”, dan Pasal 1 angka 1 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2
Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa, “Notaris memiliki kewenangan dalam pembuatan akta
otentik perjanjian kredit dan akta otentik lainnya, serta kewenangan lainnya sesuai ketentuan
UUJN sepanjang pembuatan akta otentik tersebut tidak merupakan kewenangan pejabat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya”. Kewenangan notaris dalam pembuatan
akta perjanjian kredit pada bank tersebut di dasarkan kepada ketentuan tersebut di atas.
Pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit pada bank yang
mengandung unsur perbuatan melawan hukum adalah bahwa notaris wajib bertanggung jawab
secara perdata yakni dengan melakukan ganti rugi kepada para pihak yang dirugikan berdasarkan
ketentuan Pasal 84 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang
menyebutkan bahwa, “Tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris yang
mengakibatkan akta otentik tersebut terdegradasi menjadi akta di bawah tangan atau menjadi
batal demi hukum menjadi alasan bagi para pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris”. Secara pidana Notaris juga dapat
dilaporkan ke pihak yang berwajib dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu kedalam akta
otentik (Pasal 266 KUHPidana).
Akibat hukum dari penandatanganan akta otentik perjanjian kredit oleh para pihak yang
dibuat oleh Notaris yang tidak dihadiri/disaksikan oleh Notaris adalah akta otentik tersebut
menjadi terdegradasi sebagai akta di bawah tangan yang tidak lagi memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna bagi para pihak apabila terjadi sengketa di pengadilan di kemudian
hari.
Dalam melaksanakan kewenangannya membuat akta perjanjian kredit pada bank wajib
mematuhi seluruh prosedur dan tatacara yang termuat dalam UUJN, sehingga otentisitas akta
perjanjian kredit tersebut memiliki legalitas dan kekuatan hukum serta dapat
dipertanggungjawabkan otentisitasnya secara hukum. Pelaksanaan pembuatan akta perjanjian
kredit secara otentik, karena apabila Notaris melakukan kesalahan/kelalaian dalam prosedur
pembuatannya, maka Notaris wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh para
pihak atas terdegradasinya akta otentik perjanjian kredit pada bank tersebut menjadi akta di
bawah tangan, yang akan merugikan Notaris, serta Notaris juga dapat diadukan ke pihak
berwajib karena diduga melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu kedalam akta
otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 266 KUHPidana.
LAMPIRAN
CONTOH AKTA PERJANJIAN KREDIT 1 :
PERJANJIAN KREDIT
Nomor : 07.-
-----------------------PASAL 6-----------------
----BUNGA PINJAMAN DAN DENDA TUNGGAKAN--------
Untuk pemberian Fasilitas Kredit berdasarkan
Perjanjian ini, DEBITUR harus membayar kepada
BANK berupa bunga dan denda jika terjadi
keterlambatan pembayaran Angsuran dengan
ketentuan sebagai berikut:--------------------
6.1. Bunga Pinjaman.--------------------------
------------------------PASAL 28------------
---HUKUM YANG BERLAKU, YURISDIKSI DAN PENYELESAIAN
PERSELISIHAN---------------------------
28.1. Hukum yang
Berlaku.----------------------------Hak dan
Kewajiban para pihak dalam Perjanjian ini
tunduk pada dan ditafsirkan sesuai dengan
undang-undang negara Republik Indonesia.------
JAMINAN FIDUSIA
KELOMPOK 7
Disusun oleh:
Lulu Fitriani (1906327506)
Abdul Reza Prima (1906410331)
Aisyah Rukmi Widowati (2006496734)
Aimee Thaliasya (2006496721)
Adinda Indah Rahayu (2006496665)
Syania Ubaidi (2006497573)
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2021
A. HUKUM JAMINAN
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah Zekerheid atau cautie, yang
berarti kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya kepada kreditur, dimana hal ini
dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang memiliki nilai ekonomis sebagai
tanggungan atas utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.91
M. Bahsan berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah “segala
sesuatu yang diterima oleh kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin sesuatu utang
piutang dalam masyarakat”92
Kemudian mengenai jaminan, diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1131 yang
berbunyi sebagai berikut:
“segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru aka nada dikemdian hari, menjadi tanggungan untuk
segala perikatan perorangan”.
Yang kemudian dilanjutkan dengan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata
sebagai berikut:
“kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
menghutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangannya, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila
di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimbulkan bahwa yang
dimaksud dengan jaminan adalah suatu benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang
diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk memberikan kepastian atas pelunasan utang
debitur tersebut. Jaminan merupakan upaya perlindungan terhadap kepentingan kreditur
agar kreditur menerima haknya kembali.
91
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 66.
92
M. Bahsan, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
227
1
B. JENIS-JENIS JAMINAN
Gunawan Wijaya berpendapat bahwa jaminan terbagi menjadi beberapa jenis
yaitu sebagai berikut:93
1. Menurut cara terjadinya
(a) Jaminan yang lahir karena Undang-undang
Jaminan yang lahir karena undang-undang merupakan jaminan yang diatur
dalam ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.
(b) Jaminan yang lahir karena diperjanjikan
Jaminan yang lahir karena diperjanjikan merupakan perwujudan dari asas
konsensualitas dalam perjanjian. Perjanjian tersebut merupakan perjanjian
assesoir dimana ia melekat pada perjanjian pokok yang menerbitkan utang
piutang antara debitur dan kreditur. Contoh dari jenis jaminan ini adalah hipotek,
hak tanggungan, gadai, dan lain-lain.
2. Menurut objeknya
(a) Jaminan yang berobjek benda bergerak
Dalam hal ini, yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, dimana
yang dimaksud benda bergerak adalah benda yang baik isfat dan menurut undang-
undang ditetapkan sebagai benda bergerak.
(b) Jaminan yang berobjek benda tidak bergerak atau benda tetap
Dalam hal ini, yang dijadikan objek jaminan adalah benda yang tidak
bergerak.
(c) Jaminan yang berobjek benda berupa tanah
Dalam hal ini yang dijadikan objek jaminan adalah berupa tanah.
3. Menurut sifatnya
(a) Jaminan bersifat umum
Jaminan ini diberikan untuk kepentingan seluruh kreditur sehubungan
dengan semua harga debitur. Jaminan bersifat umum ini adalah jaminan yang
sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
93
Gunawan Wijaya, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 74-
78.
2
(b) Jaminan bersifat khusus
Jaminan ini adalah jaminan yang diberikan atau ditujukan untuk pelunasan
hutang debitur terhadap suatu kreditur tertentu, dimana jaminan tersebut hanya
berlaku untuk kreditur yang ditunjuk tersebut, baik secara kebendaan maupun
perorangan.
(c) Jaminan yang bersifat kebendaan
Jaminan ini dilembagakan dalam bentuk hipotik, hak tanggungan, fidusia
dan gadai. Jaminan kebendaan ini merupakan hak kebendaan yang diberikan atas
dasar jura in re aliena, dan karenanya wajib memenuhi asas pencatatan dan
publisitas agar dapat melahirkan hak mutlak atas kebendaan yang dijaminkan
tersebut.
(d) Jaminan yang bersifat perorangan
Pada jenis jaminan ini, tuntutan guna memenuhi pelunasan utang yang
dijamin hanya dapat dilakukan secara pribadi oleh kreditur sebagai pemilik
piutang dengan penjamin, dan tidak dapat dipergunakan untuk merugikan
pihak lainnya dengan alasan apapun juga.
4. Jaminan menurut kewenangan menguasai benda jaminannya
(a) Yang menguasai benda jaminannya
Dalam hal ini, penguasaan atas objek jaminan beralih kepada kreditur
sehingga, objek jaminan akan lebih aman, terutama untuk benda bergerak yang
mudah dipindah tangankan dan berubah nilainya.
(b) Tanpa menguasai benda jaminannya
Dalam hal ini tidak terjadi peralihan penguasaan atas objek jaminan.
Debitur lebih diuntungkan karena dapat memanfaatkan objek jaminan.
C. JAMINAN FIDUSIA
Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan,yaitu
penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi
pelunasan piutang Kreditor. Fidusia sering disebut dengan istilah FEO, yang merupakan
singkatan dari Fiduciare Eigendom Overdracht. Penyerahan hak milik atas benda ini
3
dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, di mana memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor-
kreditor lainnya.94
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda.95
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi
Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.96
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dan suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.97
4
bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang,
peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini objek Jaminan
Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak
berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.99
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur
tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para
pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang
didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan
Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem
pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan Jaminan kepada
pihak Penerima Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda
tersebut.100
99
Ibid.,
100
Ibid.,
5
- Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. (Lembaran Negara
Tahun 2000, Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4005);
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata
Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
- Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik
- Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tanggal 30 September 2000 tentang
Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Provinsi di Wilayah
Negara Republik Indonesia;
- Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tanggal 30 Oktober 2000 tentang Bentuk
Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia;
- Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.08.UM.07.01 Tahun 2000 tanggal 30 Oktober 2000 tentang Pembukaan
Kantor Pendaftaran Fidusia;
- Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.03-PR.07.10 Tahun 2001 tanggal 30 Maret 2001 tentang Pembukaan
Kantor Pendaftaran Fidusia di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C.UM.01.10-11
tanggal 19 Januari 2001 tentang Penghitungan Penetapan Jangka Waktu
Penyesuaian dan Pendaftaran Perjanjian Jaminan Fidusia.
F. TUJUAN FIDUSIA
Tujuan Fidusia menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, mengatakan bahwa perjanjian fidusia ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan untuk kepentingan kreditur karena memberikan penerima fidusia
kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lainnya.101
101
Ibid.,Pasal 2.
6
Tujuan dari pendaftaran fidusia adalah untuk memberikan kepastian hukum
kepada penerima fidusia dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan.
Segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia terbuka untuk
umum. Kecuali terhadap barang persediaan, melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri
yang sempurna dari jaminan fidusia sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan
(right in reni).
7
(untuk PT), RAT (untuk Koperasi), Pembina (untuk yayasan), Dewan Komisaris (untuk
PT), Pengawas (untuk Koperasi), Pengawas (untuk yayasan), Direksi (untuk PT),
Pengurus (untuk Koperasi), Pengurus (untuk yayasan).
Pengajuan kredit pada hakikatnya diajukan oleh organ yang bertugas mengurus.
Dalam hal PT dilakukan oleh Direksi, sedangkan Koperasi dan yayasan dilakukan oleh
Pengurus. Dalam mengajukan kredit, selalu perhatikan Anggaran Dasar, pasal terkait
kewenangan Direksi dan juga pasal yang terkait apabila Perusahaan mengajukan
kredit/pinjaman memerlukan persetujuan dari siapa, ada yang memerlukan persetujuan
Dewan Komisaris dan Pengawas, namun ada juga yang memerlukan persetujuan
RUPS/RAT/Pembina. Contoh salah satu kasus yaitu PT X, dalam mengajukan kredit
memerlukan persetujuan dari Dewan Komisaris, maka kita sebagai Finance harus
meminta Surat Persetujuan dari Dewan Komisaris. Tanpa ada persetujuan dari Dewan
Komisaris maka Direksi tidak berwenang mewakili PT tersebut dan jika ditemukan hal
seperti itu maka pihak Finance dapat menolaknya. Hal yang sama berlaku juga untuk
Koperasi dan Yayasan, dalam koperasi dan Yayasan harus selalu meminta Anggaran
Dasar dari awal (pendirian) sampai perubahan terakhir. Surat Persetujuan Dewan
Komisaris PT ini yaitu membuat persetujuan kepada Direksi PT untuk meminjam uang
dari lembaga keuangan (umumnya Bank) untuk memenuhi ketentuan Pasal 12 Anggaran
Dasar Perseroan Terbatas sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sekalipun di dalam suatu Perseroan Terbatas hanya
memiliki 1 (satu) orang Komisaris sesuai, namun berdasarkan pada ketentuan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa tindakan Komisaris
adalah bukan tindakan perorangan namun secara bersama-sama yang sering dikenal
dengan sebutan Dewan Komisaris, artinya bahwa segala tindakan membutuhkan
persetujuan dari komisaris perseroan dan tindakan tersebut hanya bisa dilakukan oleh
seluruh komisaris di dalam suatu perseroan terbatas (baik terdiri dari 1 orang atau lebih).
Bentuk Surat Persetujuan Dewan Komisaris dapat dibuat dibawah tangan atau
dalam bentuk akta notariil. Namun apabila dibuat dibawah tangan maka umumnya surat
persetujuan tersebut harus dilegalisasi oleh seorang pejabat notaris.
8
I. PENDAFTARAN FIDUSIA
Undang-Undang Jaminan Fidusia menganut prinsip pendaftaran jaminan fidusia,
sekalipun dalam Pasal 11 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
disebutkan bahwa benda yang didaftarkan tersebut adalah benda yang dibebani jaminan
fidusia. Tujuan pendaftaran dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas dengan
maksud masyarakat dapat mengakses informasi dan mengetahui adanya dan keadaan
benda yang merupakan objek fidusia juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap
kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia, hal ini
berfungsi untuk mencegah terjadinya fidusia ulang sebagaimana yang dilarang oleh Pasal
17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Adapun pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan di
tempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya berupa benda, baik yang berada
didalam maupun diluar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas
publisitas, sekaligus menjamin kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang
telah dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran Jaminan fidusia dilakukan pada kantor
pendaftaran fidusia.
Kemudian, sebagaimana disebutkan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan
dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia
yang merupakan salinan dari buku daftar fidusia memuat catatan tentang hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) diatas. Jaminan fidusia lahir pada tanggal
yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia Adapun
dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata ”DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat jaminan fidusia ini
mempunyai kekuatan eksekutorial yang 40 sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu pula, apabila debitur cidera janji,
9
penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan
fidusia atas kekuasaannya sendiri.
10
Jaminan utamanya adalah kepercayaan dari perusahaan pembiayaan kreditur
kepada debitur, bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar
secara berkala atau angsuran sampai lunas atas pembiayaan yang telah diterimanya.
Jaminan pokok adalah jaminan yang berfungsi mengamankan dana yang
telah diberikan kepada konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen biasanya
meminta jaminan pokok, yaitu berupa barang yang dibeli dengan dana dari
perusahaan pembiayaan tersebut. Jika dana dari perusahaan pembiayaan oleh
konsumen digunakan untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan
menjadi jaminan pokoknya.
Jaminan tambahan atas transaksi pembiayaan konsumen. Biasanya berupa
pengakuan utang (promissory notes), atau kuasa menjual barang, dan assignment of
proceed (cessie) dari asuransi.
Pada tahap ini pemberi fidusia mengajukan permohonan kepada penerima
fidusia yang berisikan identitas lengkap pemohon, jumlah permohonan pinjaman,
jangka waktu pinjaman, penggunaan dan cara pengembalian pinjaman, jangka
waktu pinjaman, identitas keluarga, jaminan atas pinjaman, lampiran berupa
fotokopi identitas dan dokumen dokumen penting lainnya.
11
(c) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan
yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. Karena
perjanjian fidusianya merupakan perjanjian yang bersifat accessoir, sesuai dengan
sifatnya tersebut, perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan suatu
perjanjian bersyarat, dengan syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam Pasal
1253 Jo Pasal 1265 KUHperdata, dengan konsekuensinya, pemberian jaminan
fidusia itu dengan sendirinya berakhir atau hapus, kalau perjanjian pokoknya
untuk mana diberikan jaminan fidusia hapus, antara lain karena pelunasan.
Melalui Surat Edaran Dirjen AHU tertanggal 5 Maret 2013, nomor AHU
06.OT.03.01 Tahun 2013 mengenai Pemberlakuan Sistem Administrasi
Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik (Online System) maka terhitung
sejak tanggal 5 Maret 2013, maka Kantor Pendaftaran Fidusia di seluruh
Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan oleh notaris secara
online. Oleh karena itu maka Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia akan diserahkan
ke kantor Notaris untuk didaftarkan dalam website AHU yang dapat diakses oleh
notaris. Kemudian Dalam hal ini, notaris wajib meneliti setiap data yang sudah
12
didapatkan agar tidak terjadi suatu kesalahan dalam proses pendaftaran. Obyek
dan nilai Fidusia harus jelas. Setelah semua dirasa sudah benar, maka notaris
segera mendaftarkan Fidusia secara online. Disini notaris mempunyai account
atau wewenang untuk menginput data yang akan segera diproses oleh Dirjen
AHU. Notaris menginput data tersebut di website atau di alamat
http://fidusia.ahu.web.id. Setelah proses pengisian dalam website AHU
diselesaikan oleh notaris maka akan terbit Sertifikat Fidusia yang mempunyai
kekuatan hukum.
13
Di Atas Rp100.000.000.000,00 (Seratus Miliar Rp. 3.200.000
Rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00
(Lima Ratus Miliar Rupiah).
14
Kemudian Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris
dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia Akta jaminan fidusia
kurangnya memuat : (a) Identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia (b) Data perjanjian
pokok yang dijamin fidusia (c) Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia (d) Nilai penjaminan (e) Nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
L. BERAKHIRNYA (HAPUSNYA) JAMINAN FIDUSIA
Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan (assesoir) dari perjanjian pokoknya.
Sehingga hapusnya jaminan fidusia tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menghapuskan perikatan dalam perjanjian pokoknya. Sebagaimana dalam Pasal 25 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (untuk selanjutnya
disebut Undang-Undang Jaminan Fidusia) menyebutkan bahwa jaminan fidusia hapus
karena hal-hal sebagai berikut102:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2. Sebagai konsekuensi dari sifat accesoir dalam jaminan fidusia maka hapusnya
utang dalam perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia akan menimbulkan
hapusnya jaminan fidusia. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa jaminan
fidusia tidak mungkin berdiri sendiri tanpa ada perjanjian pokok yang diikutinya.
Hapusnya utang dapat terjadi karena pembayaran dan tindakan-tindakan lain
sebagaimana diatur dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.;
3. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
4. Perjanjian jaminan dibuat semata-mata untuk kepentingan kreditor, agar memiliki
kepastian bahwa jika debitor wanprestasi/tidak melaksanakan prestasinya,
kreditor tetap dapat mengambil pelunasan atas tagihan utangnya melalui benda
jaminan. Oleh karena jaminan dibuat untuk kepentingan kreditor, maka tidak
dapat dihalangi jika ternyata kreditor atas kehendaknya sendiri melepaskan hak
atas benda jaminan yang diberikan dengan risiko ia akan kembali menjadi
kreditor konkuren yang hanya dijamin dengan kebendaan milik debitor secara
umum;
5. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
102
D.Y.Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek Perikatan,
Pendaftaran dan Eksekusi), (Bandung: CV.Mandar Maju, 2015), hlm. 141.
15
6. Dalam rentang waktu pelaksanaan perjanjian adakalanya benda jaminan musnah
baik karena kesalahan pihak debitor maupun karena keadaan di luar kemampuan
si debitor (force majeure). Jika benda fidusia itu musnah karena kesalahan
debitor, maka debitor berkewajiban untuk menanggung kerugian kreditor atas
musnahnya benda jaminan tersebut, namun jika musnahnya benda jaminan itu
karena keadaan di luar kemampuan debitor untuk menyelamatkannya, misalnya
karena terjadi bencana alam, maka kreditor akan kehilangan hak kedudukannya
sebagai kreditor separatis.
Hapusnya fidusia akibat musnahnya barang jaminan fidusia tertentunya
juga wajar, mengingat tidak mungkin ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan
jika barang objek jaminan fidusia tersebut sudah tidak ada. Hanya saja dalam hal
ini, jika ada pembayaran asuransi atas musnahnya barang tersebut (misalnya
asuransi kebakaran, maka pembayaran asuransi tersebut menjadi haknya pihak
penerima fidusia. (Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun
1999). Adapun prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu jaminan
fidusia hapus. Yakni harus dicoret pencatatan jaminan fidusia di kantor
pendaftaran fidusia. Selajutnya, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan surat
keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini jaminan fidusia tersebut dicoret dari
buku daftar fidusia yang ada pada kantor pendaftaran fidusia.103
Hapusnya jaminan fidusia karena perjanjian pokoknya hapus terjadi secara
otomatis tanpa perlu adanya tindakan hukum apapun, kecuali untuk tindakan
pencoretan dalam Buku Daftar Fidusia, hal ini sebagai bukti bahwa tidak mungkin
perjanjian jaminan dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok. Adapun
penjelasan dari Pasal 25 ayat (1) undang-undang jaminan fidusia menyebutkan
“sesuai dengan sifat ikatan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia
tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang
tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan maka dengan
103
H.Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia : Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 183.
16
sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.” maka dengan
sendirinya dan secara otomatis hak kepemilikan akan kembali kepada pihak
pemberi fidusia, karena telah terpenuhinya syarat batal (onder ontbindende
voorwaarder), sehingga tidak diperlukan adanya tindakan pengalihan kembali
(retro-overdracht) atas hak kepemilikan benda dari penerima fidusia kepada
pemberi fidusia. 104
Dengan hapusnya jaminan fidusia maka pejabat pendaftaran fidusia akan
mencoret dari Buku Daftar Fidusia, meskipun tindakan ini hanya sebatas tindakan
administratif, tindakan roya itu akan sangat bermanfaat bagi si pemilik barang ketika
hapusnya jaminan fidusia itu terjadi karena pelunasan utang pokoknya, sehingga jika
suatu saat pemilik barang akan menjaminkan kembali dengan utang yang lain tidak akan
terkendala pada proses pendaftarannya. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2)
Undang-Undang Fidusia dengan dicoretnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia,
maka kantor pendaftaran fidusia akan menerbitkan surat yang menyatakan bahwa
sertifikat fidusia tidak berlaku lagi, ketentuan pasal tersebut harus dimaknai bahwa jika
pada kenyataannya penerima fidusia tidak mengembalikan sertifikat fidusia kepada
kantor pendaftaran fidusia, maka sertifikat fidusia tersebut tidak memiliki kekuatan apa-
apa. Hal ini menguatkan pendapat bahwa jika penerima fidusia lalai atau tidak melakukan
pemberitahuan tentang hapusnya jaminan fidusia, maka pemberitahuan itu dapat
digantikan oleh pihak pemberi fidusia. 105
Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia yang
menyatakan bahwa sertifikat fidusia tidak berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 16
ayat (2) Undang-Undang Fidusia akan menjadi dasar bagi pemberi fidusia untuk menolak
permohonan eksekusi jika setelah lunasnya utang yang dijamin dengan benda milik
pemberi fidusia pihak kreditor tetap mengajukan permohonan eksekusi, atau setidaknya
dapat menjadi bukti yang akan menggugurkan kekuatan eksekutorial dari sertifikat
fidusia. Ketentuan tentang penerbitan surat keterangan yang menyatakan sertifikat fidusia
tidak berlaku memberikan asumsi bahwa kreditor tidak diwajibkan untuk menyerahkan
kembali sertifikat fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai syarat bagi
104
D.Y.Witanto, ….., hlm.143.
105
Ibid.,
17
pencoretan (roya) dalam buku daftar fidusia sedangkan yang menjadi syarat bagi
pencoretan tersebut adalah keterangan tentang hapusnya utang, keterangan tentang
pelepasan hak dari kreditor (penerima fidusia) dan keterangan tentang hapusnya objek
fidusia.106
106
Ibid.,hlm.145.
107
Indonesia, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 1999, Pasal 29.
18
Untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia mak pemberi fidusia
wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Ada dua kemungkinan
dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu108:
1. Hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan
kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2. Hasil eksekusi tidak mencakupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia
tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.
Ada dua janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia
yaitu109:
1. Janji melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dengan cara yang bertentangan dengan Pasal 29 UU No. 42 Tahun
1999. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
(1) Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi
terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara:
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia
kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan
108
H.Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati,........, hlm.184.
109
Ibid., hlm.185.
19
sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan.
2. Janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk
memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera
janji.
20
T1’19/FID-MSN(JTT)
GA/FG/xo
AKTA PERJANJIAN PEMBERIAN FIDUSIA
Nomor 31.
---- ---- ---- ---- ---- ---- - Indonesia Barat), berhadapan dengan
Kota ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - Administrasi Jakarta Selatan,
disebut dalam akhir akta ini.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
Hamburg,------
21
----------Direktur dari perseroan
22
POHAN, Sarjana Hukum, ---Lex Legibus
---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Indonesia sesuai dengan Surat
HT.01.01.TH.2005;-----------------------
16074;--------------------------- anggaran
23
dasar tersebut kemudian diubah lagi ---
berturut-turut
dengan:--------------------------
POHAN, ---- ---- ---- ---- ---- --- Sarjana Hukum, Lex Legibus
Magister ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- tersebut, yang
01.10-2283;---------------
PARTOMUAN POHAN, ---- ---- ---- ---- ---- --- Sarjana Hukum,
Lex Legibus Magister ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- tersebut,
2009 ---- ---- ---- ---- ---- --- (dua ribu sembilan) Nomor ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------------
24
---- ---- (dua ribu sembilan) Nomor 144, dibuat di
---- ---- ---- ---- ---- --- pengganti SUTJIPTO, Sarjana Hukum,
mendapatkan ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- persetujuan
Menteri Hukum dan Hak Asasi ---- ---- ---- ---- Manusia
2009 (dua ribu sembilan) Nomor---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
25
---- ---- ---- ---- --- Indonesia sesuai dengan Surat
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------------------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -------------
0221322;---- ----
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
26
- akta saya, Notaris tanggal 17 (tujuh ---- ---- ----
Hukum dan Hak Asasi Manusia ---- ---- ---- ---- Republik
Nomor -AHU-AH.01.03-0254965; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----------------------
penerimaan ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- pemberitahuan
belas) Nomor ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
AHU-AH.01.03-0030774; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
27
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
(sembilan belas) ---- ---- ---- ---- ---- --- Oktober 2018 (dua
0254945;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
----------------------------- ----
---- ---- ---- ---- --- delapan belas) Nomor 33, yang
---- ---- ---- ---- ---- -- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------------
28
---------------- ---- ----
---- ----
---- dan---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ----
---- ---- ---- ---- ---- --- Banking I, Wholesale Banking dari
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
29
---- ---- --- bertindak berdasarkan Surat Kuasa
tertanggal ---
Selatan, yang ---- ---- ---- ---- ---- --- anggaran dasarnya
30
-- Berita Negara Republik Indonesia tanggal 18
---- Nomor 292; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
Nomor 172;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- sebagaimana dimuat dalam : ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
31
---- - (dua ribu sembilan) Nomor 41, dibuat di ----
database Sistem ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
sepuluh) Nomor ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- --
32
2012 ---- ---- (dua ribu dua belas) Nomor 29,
Tambahan ---- ---- ---- ---- Nomor 16261; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
100, Tambahan Nomor ---- - 10120/L;---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---
33
Administrasi Badan -Hukum Kementerian Hukum
Maret 2014 (dua ribu empat belas) ---- ---- ---- ----
Nomor 24, Tambahan Nomor 67/L;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
Kenotariatan ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- tersebut yang telah
34
tanggal 13 (tiga belas) Mei 2014 ---- - (dua ribu
empat belas) Nomor ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
Tambahan Nomor -76652; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
Kenotariatan ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- tersebut, yang
16, Tambahan ---- ---- ---- Nomor 57/L;; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
35
ARTISARI,---- - Sarjana Hukum, Magister
Kenotariatan ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- tersebut, yang
0929311;---------------------------
dan Hak Asasi Manusia Republik ---- ---- ---- ---- ---- ----
Kenotariatan ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- tersebut, yang
36
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
tujuh belas) Nomor ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
yang ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- penerimaan pemberitahuan
37
Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi
AH.01.03.0041586; --- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ----------------------------------
---- --- masing-masing disebut ”PIHAK”).---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- --
----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ditandatangani:---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
------
38
bawah tangan, bermeterai cukup, yang
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---
--- yang dibuat di bawah tangan dan ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- tersebut beserta lampiran dan ---- ----
39
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- konfirmasinya disebut
"Perjanjian ISDA"),---
dibuat dengan akta ---- ---- ---- ---- ---- -- notaris maupun
Kredit"); ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- -----------
---------------------------
dibawah ini;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- -------
40
sembilan ratus sembilan puluh ---- ---- ---- ---- ---- ----
Fidusia ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - (selanjutnya Undang-
"Undang----- ---- ---Undang Fidusia"). ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
---- ---- ---- --- sebagaimana tersebut di atas dengan ini ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - menyatakan telah setuju dan mufakat
berikut : ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 1 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- OBYEK FIDUSIA ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
41
yang terutang dan harus dibayar oleh NASABAH
dengan Perjanjian Kredit dan ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
42
sen) atas jaminan fidusia berupa : peralatan dan
tujuh puluh tiga sen);---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
belas) yang ---- ---- ---- ---- --- dibuat di bawah tangan dan
minuta Akta ini, ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - berikut dengan
segala dan setiap perubahan, ---- ---- ---- ---- --- penambahan
lanjut dalam Akta ini.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---------------------------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 2 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- PENYERAHAN HAK MILIK SECARA FIDUSIA ----
43
PARA PIHAK dengan syarat-syarat dan ketentuan-----
---- ---- ---- ---- ---- ---- - ketentuan sebagai berikut : ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---
---
---- ---- ---- ---- -- Jaminan Fidusia.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -------
2.2. Untuk hak milik atas benda yang dapat ---- ---- ----
44
---- ---- ---- ---- ------- berwenang (termasuk Kantor
keterangan,---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----
---- ------------------
45
peruntukannya, dan BANK semata-mata hanya
---------------------------------------------------------------------------------
---- ------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 3 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- PENYERAHAN OBYEK FIDUSIA ---- ----
---- ------------------
hal-hal ---- ---- ---- ---- ---- -- sebagai berikut: ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----------
---- ----
46
---- - sebagaimana diuraikan di atas, ---- ----
dan/atau---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- -------------
---- --------------
47
juru sita atau surat lain ---- ---- -- yang
berhak dan ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- berwenang
Negara.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------- ---------
------
48
Fidusia dengan cara yang diuraikan di
atas.---- ---------------------------------------------------------------------------------------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 4 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - PENGGUNAAN HASIL PENJUALAN ---- ----
----
-Fidusia tersebut atas dasar titel ---- ---- ---- ---- ----
baik ---- ---- ---- ---- secara dimuka umum atau lelang
49
memberikan tanda penerimaan untuk itu,
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - pembelinya, memperhitungkan
uang hasil ---- ---- ---- ---- --- penjualan dan memberikan
ayat 5 SKU.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---
hasil penjualan dalam jangka waktu ---- ---- ---- ---- ----
50
Akta ini maka BANK wajib membayar ganti rugi
seluruhnya. ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---
dilunasi ---- ---- seluruhnya.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 5 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
----
dalam keadaan baik;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
----
51
oleh NASABAH atas biaya NASABAH sendiri. ----
dalam Akta ini.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
------------------------------
---- ------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----- ---- --------------------------------
5.4. BANK, atau orang atau pihak yang diberi ---- ----
---- ------------------
52
bangunan tanpa izin ----------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------
5.5. BANK berhak untuk dan atas biaya-biaya ---- ---- ----
---- ------------------
dalam keadaan ---- baik.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 6 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- PAJAK DAN BIAYA ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
sebelumnya oleh BANK kepada NASABAH.---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 7 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- TANDA OBYEK FIDUSIA ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
53
---- ---- --- sebagaimana diatur pada Pasal 3.1. Akta ini,
(dan ---- ---- ---- dengan ini diberi kuasa dengan hak
---- --- merusak tanda-tanda tersebut.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 8 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- PERNYATAAN DAN JAMINAN ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
----
sebagai berikut: ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
--
8.1.2. Bahwa NASABAH berhak untuk---- ---- ---- ---- ---- ----
54
menjaminkan secara fidusia atas ----
---------------
kepada ---- - siapapun juga. -- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------- ----
---
----
---- ---------------
----
55
persetujuan ---- ---- BANK.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- menjamin bahwa BANK dapat ---- ---- ---- ----
---
dan/atau penggantiannya.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
-------------
8.3. BANK tidak akan memberikan ganti rugi ---- ---- ----
atau--- ---- ---- ---- ---- ---- ------ ---- ---- orang/pihak siapapun
56
diuraikan dalam Pasal 8 Akta ini dan atas
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- Pasal 9 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- PENYERAHAN DOKUMEN OBYEK FIDUSIA ----
---- ----
----
--------------- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 10 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- ASURANSI ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
57
---- Kredit, maka Obyek Fidusia wajib ---- ---- ---- ----
NASABAH. ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---
---
asuransinya tetap ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - dibayarkan
oleh NASABAH.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ----------
----
58
klaim asuransi adalah BANK, dengan ---- ---- ---- ----
---- BANK; dan (ii) BANK wajib segera ---- ---- ---- ----
Obyek Fidusia.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -------------
asuransi.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -------------- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 11 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- BUKTI KELALAIAN ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
59
---- ---- ---- ---- berdasarkan Perjanjian Kredit dengan
memberikan ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - pemberitahuan tertulis
tersebut.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 12 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- PEMBERIAN KUASA ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
PARA PIHAK dengan ini secara tegas ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
60
---- ---- ---- ---- ---- --- mengesampingkan berlakunya pasal 1813,
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- Indonesia.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 13 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ALAMAT PEMBERITAHUAN ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- -------------------
alamat-alamat berikut ini :---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------- ---- -
---- ------ --
--- 12920.----
---------------------------------------------------------------------------------------------------
---- ----
61
Telepon : (021) 43904002---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ------------------
---- ---- ---- - diterima: ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- -----------------
tanggal penerimaan;---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
----
----
62
jika ditetapkan lain dalam Akta ini.---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 14 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- PERUBAHAN AKTA ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---
---- ---------------
---- ---- ---- ---- --- ditandatangani oleh PARA PIHAK atau
sah.------------------------------------------- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
------------------- ----
PIHAK, termasuk pihak ketiga yang ---- ---- ---- ---- ----
lainnya. ---- ---- ---- ---- ---- ---------------------------- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 15 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- KEBERLAKUAN DAN PENGAKHIRAN ---- ----
63
15.1. Akta ini akan tetap sah, mengikat dan ---- ---- ----
---- -------------------
----
lagi ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- mengikat atau memiliki
---- ------------------
64
diterbitkan Kantor Pendaftaran ---- Fidusia,
kepada NASABAH.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
------------- --
---- ------------------
----
pun juga.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -------------------
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 16 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --- PENGESAMPINGAN ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---
---
65
---- -- suatu peraturan hukum dari yurisdiksi
berlaku atau tidak dapat ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- - diberlakukan.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---
ini.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 17 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - PILIHAN HUKUM DAN DOMISILI ---- ----
17.1 Akta ini berikut dengan seluruh ---- ---- ---- ---- ---- ----
66
---- ---- ---- ---- --------------
---- ---- ---- ---- ---- Republik Indonesia.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----- ------
---- ----
---- - dengan cara sebagai berikut: ---- ---- ---- ---- ----
dengan cara musyawarah. ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
------------------ ---
---- -----------------
67
pendapat yang tidak dapat diselesaikan
---- --- Selatan.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Pasal 18 ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- --
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- - LAMPIRAN-LAMPIRAN ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -
dari Akta ini.---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------------------------
- Setiap perubahan atas lampiran harus ---- ---- ---- ---- ----
Barat).---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
68
hal tersebut maka para penghadap dengan ini
ini. ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
Para penghadap saya, Notaris kenal.---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ------------- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- DEMIKIANLAH AKTA INI ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
oleh:---- ---- ---- ---- ------- ---- ---- ---- ---- ----------------
---- -------------------
69
2. Tuan DARMA PUTRA, Sarjana Hukum, Lahir di ----
---- -----------------
000/Rukun Warga 000, ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- Kelurahan
Banda Aceh, pemegang Kartu Tanda ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- berada di Jakarta; ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------
----
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------
-------------
70
sempurna. ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----
--
71
PEMBUATAN AKTA ANEKA PERJANJIAN
Dosen Pengajar :
Mohamad Fajri Mekka Puta, S.H., M.Kn
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan, di mana 2/3 wilayahnya berupa
lautan. Pelayaran merupakan tatanan transportasi laut yang mempunyai karakteristik
sebagai penghubung wilayah baik antara daerah satu dengan daerah yang lainnya,
maupun Negara satu dengan Negara yang lainnya dalam lalu lintas perdagangan
internasional.
Adapunn jenis alat transportasi air yang ada di Indonesia yaitu seperti kapal
barang, kapal penumpang, kapal perang, kapal feri, kapal layer, kapal laut dan lain
sebagainya. Transaksi jual beli kapal dan pengadaan kapal di Indonesia semakim
meningkat dan berkembang pesat. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat
ini terdapat 250 (dua ratus lima puluh) galangan kapal di Indonesia. Maka dari itu
armada laut menjadi salah dstu tansportasi yang sangat penting, tidak hanya untuk
mengangkut barang namun juga menjadi salah satu transportasi yang dapat digunakan
untuk menyebrang ke antar pulau, menjadikan peluang usaha besar bagi para
pengusaha pelayaran.
Namun, untuk pembangunan dan pengembangan armada laut tentu
membutuhkan modal atau dana yang tidak sedikit. Dana atau modal tersebut dapat
diperoleh salah satunya dengan kredit. Pengertian Hipotik dalam Pasal 1162
KUHPerdata adalah “suatu hak kebendaan atas barang tak beregerak yang dijadikan
jaminan pelunasan suatu perikatan.” Kapal laut dapat menjadi objek jaminan
kebendaan, apabila ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 sebagaimana disebut
dalam Pasa314 ayat (1) dan ayat (3 KUHD. Dimana kedudukan kapal laut sebagai
jaminan hipotik dalam perjanjian kredit diatur pada Pasal 1162 sampai dengan Pasal
1232 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Pelayaran Nomor
12 Tahun 2008.
B. Pembahasan
a. Definisi Kapal Laut
Menurut Pasal 310 KUHD:
“Kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran di laut atau
yang diperuntukkan untuk itu.”
Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Pelayaran:
“Kebendaan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang mana digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kebendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah.”
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008:
“Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar
untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.”
b. Jenis-Jenis Kapal
Kapal Pesiar
Kapal Penumpang
Kapal Ro-Ro
Kapal Barang atau Cargo Vessel
Kapal Tanker
Kapal Tunda
Peti Kemas atau Container Ship
Kapal Keruk
c. Tujuan Pendaftaran Kapal
Pendaftaran dilaksanakan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal
dibantu oleh Pegawai Pembantu Pendaftaran dan Balik Nama Kapal yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal. Pemilik kapas diperbolehkan memilih salah
satu dari tempat pendaftaran kapal untuk mendaftarkan kapalnya, namun
pendaftaran kapal tersebut tidak dapat dipindahkan ke tempat pendaftaran lain.
Adapun tujuan dari pendaftaran kapal adalah:
Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKP)
Status hukum kepemilikan menjadi jelas
Dapat dipasang atau dibebabni hipotik
Pendaftaran kapal diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PERMEN Perhubungan RI
No. PM 13 Tahun 2012, disebutkan bahwa pendaftaran kapal meliputi:
1. Pendaftaran Hak Milik
2. Pembebanan hipotik
3. Pendaftaram hak kebendaan lainnya atas kapal
d. Jual Beli Kapal
Akta Jual Beli Kapal Laut dapat dibuatkan dengan akta Notaris sebagaimana
ketentuan Pasal 18 ayat (3) huruf a Permenhub Pendaftaran Kapal.
Adapun syarat Jual Beli Kapal, yaitu:
1. Kapal tersebut terdaftar di Indonesia
2. Adanya pemeriksaan kapal tersebut laik jalan (tanggung jawab para pihak)
3. Kesepakatan pembayaran
Alur Jual Beli Kapal:
Setelah syarat-syarat tersebut diatas terpenuhi tahap berikutnya ada proses balik
nama kapal. Pada dasarnya untuk setiap peralihan hak milik atas kapal yang telah
didaftar, pemegang hak yang baru harus mengajukan permohonan pembuatan
akta dan pencatatan balik nama kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik
Nama Kapal di tempat kapal terdaftar, paling lama 3 (tiga) bulan semenjak
peralihan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.
Dokume-dokumen untuk proses permohonan balik nama diatur dalam Pasal 30
ayat (2) PP Perkapalan, meliputi:
1. Bukti kepemilikan
2. Identitas pemilik
3. Grosse akta pendaftaran balik nama
4. Surat ukur (dalam hal kapal telah memperoleh surat ukur baru)
Balik nama kepemilikan kapal berdasarkan Peraturan Pemenhub Pendaftaran
dan Kebangsaan Kapal:
1. Bukti pengalihan Hak Milik atas kapal
2. Identitas pemilik berupa kartu tanda penduduk bagi perorangan dan
anggaran dasar pendirian perusahaan bagi badan hukum Indonesia
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Surat ukur
5. Grosse akta pendaftaran atau grosse akta balik nama kapal
6. Bukti pelunasan bea balik nama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e. Syarat-syarat kapal laut dapat dibebankan hipotik, yaitu:
1. Hak kebendaan
Di mana, kapal tersebut sudah ada dan terdaftar sehingga haknya sudah
lahir. Kapal-kapal yang masih dalam proses pembangunnya dan belum
memiliki grosse akta pendaftaran kapalnya belum dapat dibebani dengan
hipotik. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1175 BW.
2. Berat Objek
Objeknya adalah kapal yang beratnya sama dengan atau diatas 20 m3 ,
sedangkan untuk kapal yang dibawah 20 m3 dibebankan dengan jaminan
fidusian. Sebagaiamana diatur dalam Pasal 1167 BW.
3. Didaftarkan di Indonesia
Kapal harus dibukukan atau didaftarkan di Indonesia yaitu pada Kantor
Pelabuhan setempat.
4. Dibuat dengan Akta Otentik
Pemberian jaminan berupa hipotik atas kapal tersebut harus dibuat secara
otentik dihadapan pejabat umum yang berwenang. Akta hipotik kapal
dibuat oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal
(P3BK/Syahbandar) dimana kapal tersebut terdaftar, sedangkan Notaris
berperan dalam membuat akta kuasa untuk memasangkan hipotik kapal
(SKMH). Sebagaimana diatur dalam Pasal 1171 BW.
5. Menjamin tagihan utang
Dalam pemberian hipotik pada kapal harus ada hutang yang dijaminkan
pembebanan hipotik tersebut ,yang dicantumkan dalam Akta Hipotik
adalah:
a. Identitas kapal
b. Besarnya hutang
c. Nilai Penjaminan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan hipotik kapal laut
adalah:
a. Kapal yang dibebani hipotik harus jelas tercantum dalam akta
hipotik
b. Perjanjian antara kreditur dengan debitur ditunjukan dengan
perjanjian kredit (yang merupakan syarat pembuatan akta hipotik)
c. Nilai kredit yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima
berdasarkan barang yang dijaminkan.
d. Nilai hipotik dikhusukan pada nilai kapal
e. Pemasangan hipotik seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan
dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Tahapan Pembebanan Hipotik Kapal
Terdapat 3 (tiga) tahapan yang perlu dilakukan untuk pembebanan hipotik kapal,
meliputi:
1. Tahapan I
Perjanjian kredit (utang piutang) dengan menyatakan membebankan kapal
dengan hipotik sebagai jaminan pelunasan hutang. Dalam hal ini perjanjian
dibuat secara tertulis dan berdasarkan konsensual dan obligator.
2. Tahapan II
Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotil. Kreditur bersama debitur atau
bank sendiri berdasarkan SKMH menghadap Pejabat Pendaftar Kapal dan
minta dibuatkan akta hipotik kapal. Tahapan ini memerlukan dokumen-
dokumen sebagai berikut:
Surat permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai
penjamin
Grosse Akta Pendaftaran Kapal
Surat Kuasa Memasang Hipotik
Pejabat pendaftaran kapal membuat akta Hipotik yang selanjutnya
dibawa ke INSPEKSI PAJAK untuk memperoleh SKUM Bea
Materai dan BM di bayar ke kas Negara.
3. Tahapan III
Pendaftaran Akta Hipotik dalam buku daftar.
84
Perseroan Terbatas PT. PELAYARAN SAMUDRA,
berkedudukan di Kota Jakarta Selatan, yang anggaran dasar
pendiriannya dimuat dalam akta tanggal 4 (empat) September
2017 (duaribu tujuhbelas), nomor 10, yang dibuat dihadapan
IKA PUTRI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di
Kota Jakarta Selatan, dan telah mendapatkan pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusannya tanggal 6
(enam) Oktober 2017 (duaribu tujuhbelas), nomor AHU-
42587.AH.01.01,Tahun 2017, yang kemudian diubah dengan:---
- Akta tanggal 1 (satu) Desember 2018 (duaribu delapanbelas),
nomor 10, yang dibuat dihadapan IKA PUTRI, Sarjana
Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Kota Administrasi
Jakarta Selatan, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusannya tanggal 10
(sepuluh) Desember 2018 (duaribu delapanbelas), nomor
AHU-0052938.AH.01.02.Tahun 2018, dan pemberitahuan
perubahan Data Perseroan, mengenai peralihan saham telah
diterima dan dicatat di dalam Sistem Administrasi Badan
Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, sebagaimana ternyata dalam surat penerimaan
pemberitahuan mengenai perubahan tersebut tanggal 10
(sepuluh) Desember 2018 (duaribu duapuluh), nomor AHU-
AH.01.03-0315279.---------------------------------------------------------
-Sedangkan susunan Direksi dan Dewan Komisaris perseroan
yang terakhir dimuat dalam Akta tanggal 16 (enambelas)
Oktober 2020 (duaribu duapuluh), nomor 20, yang dibuat
dihadapan IKA PUTRI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
Notaris di Kota Jakarta Selatan, dan pemberitahuan perubahan
data perseroan mengenai pengangkatan kembali, telah
diterima dan dicatat di dalam Sistem Administrasi Badan
Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, sebagaimana ternyata dalam Surat Penerimaan
Pemberitahuan mengenai perubahan tersebut tanggal 23
(duapuluh tiga) Desember 2020 (duaribu duapuluh), nomor
AHU-AH.01.03-0153196.----------------------------------------------------
-menurut keterangannya, untuk melakukan tindakan hukum
dalam akta ini, Direksi perseroan tidak memerlukan persetujuan
dari Dewan Komisaris Perseroan, sesuai dengan ketentuan
pasal 12 anggaran dasar Perseroan;------------------------------------
-menurut keterangan penghadap Tuan VINCENT tersebut
diatas, tidak ada perubahan-perubahan lain dalam anggaran
dasar selain yang disebut diatas;-----------------------------------------
-selanjutnya disebut juga “Pihak Kedua”.-------------------------------
-Para penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.-------------------------
-Para penghadap masing-masing bertindak sebagaimana tersebut
diatas menerangkan terlebih dahulu dalam akta ini:------------------------
85
-Bahwa Pihak Pertama dan Pihak Kedua bersama-sama disebut
”Para Pihak”, termasuk didalamnya semua pihak yang secara hukum
menggantikan salah satu dari Para Pihak.------------------------------------
-Bahwa Pihak Pertama menerangkan dengan tidak mengurangi ijin
dari yang berwajib, telah menjual kepada Pihak Kedua, dan Pihak
Kedua menerangkan telah membeli dari Pihak Pertama, yaitu:---------
-Sebuah Kapal motor tunda bernama “Limo V”, seperti diuraikan
dalam Surat Ukur tertanggal Merak, 10 (sepuluh) Januari 2018
duaribu delapanbelas), nomor 372/Ab, dalam kondisi apa
adanya, dengan perincian sebagai berikut:------------------------------
-Panjang : 20,78 M (duapuluh koma tujuhpuluh
delapan meter);----------------------------
-Lebar : 7,00 M (tujuh koma nol nol meter);- - -
-Dalam : 3,00 M (tiga koma nol nol meter);-----
-Tonase Kotor (GT) : 115 (seratus limabelas);-----------------
-Tonase Bersih (NT) : 35 (tigapuluh lima);-----------------------
-Tanda Selar : GT. 115 nomor 372/Ab;------------------
-terdaftar atas nama : PT. BAHARI UTAMA, Tbk.,-------------
berkedudukan di Jakarta Selatan.----
Kapal dibuat di Cilegon pada tahun 2015 (duaribu limabelas)
terutama terbuat dari Baja dengan 1 (satu) geladak, yang
dilengkapi dengan 2 (dua) unit mesin merk YANMAR, type
HYN, Daya : 2 X 500 HP, dan dipergunakan dalam Pelayaran
di laut, yang telah terdaftar dalam daftar Kapal Indonesia di
Tanjung Perak, dengan akta Pendaftaran Kapal nomor 4892,
tanggal 16 (enambelas) Maret 2015 (duaribu limabelas).--------
-Selanjutnya jual beli ini menurut keterangan para penghadap
dilangsungkan dan diterima baik dengan ketentuan-ketentuan dan
perjanjian-perjanjian sebagai berikut:-------------------------------------------
---------------------------------------- Pasal 1-----------------------------------------
-Jual beli ini dilangsungkan dan diterima dengan harga
Rp.2.200.000.000,- (dua milyar duaratus juta Rupiah) sudah
termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10% (sepuluh persen);-----
-Jumlah uang mana menurut keterangannya telah diterima dari Pihak
Kedua dan untuk penerimaan mana akan dibuatkan dengan
menggunakan kuitansi tersendiri.------------------------------------------------
---------------------------------------- Pasal 2-----------------------------------------
-Pihak Pertama mewajibkan diri untuk menyerahkan kapal dimaksud
selambat-lambatnya pada tanggal, hari dan waktu yang telah
ditentukan itu dengan keadaannya sebagaimana adanya dan
diketahui oleh kedua belah pihak pada hari ini;-----------------------------
-Surat-surat yang berkenaan dengan kapal yang dimaksud langsung
diserahkan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua pada waktu
akta ini ditandatangani.-------------------------------------------------------------
----------------------------------------- Pasal 3----------------------------------------
Dalam jual beli ini termasuk juga segala barang-barang inventaris
dari kapal termaksud, yang jenis, jumlah serta keadaannya telah
diketahui oleh kedua belah pihak, sehingga tidak memerlukan uraian
lebih lanjut lagi dalam akta ini.----------------------------------------------------
86
---------------------------------------- Pasal 4-----------------------------------------
-Pihak Kedua dengan ini melepaskan segala haknya untuk menuntut
Pihak Pertama tentang segala kekurangan dan/atau kerusakan dari
kapal yang dibelinya tersebut.----------------------------------------------------
---------------------------------------- Pasal 5-----------------------------------------
-Terhitung mulai tanggal diterimanya kapal tersebut, Pihak Kedua
menerima milik dan hasil-hasil dari apa yang dibelinya tersebut dan
mulai hari ini juga, segala pajak-pajak, beban-beban serta biaya-
biaya yang berkenaan dengan apa yang dibelinya tersebut menjadi
tanggungan dari dan dipikul oleh Pihak Kedua sepenuhnya.------------
---------------------------------------- Pasal 6-----------------------------------------
-Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa;-----------------------------
a. Hanya Pihak Pertama yang berhak mengalihkan hak atas apa------
yang dijualnya tersebut;--------------------------------------------------------
b. Hak Apa yang dijualnya tersebut belum pernah dijual kepada-------
pihak lain;---------------------------------------------------------------------------
c. Hak atas apa yang dijualnya tersebut tidak dijaminkan atau----------
dibebankan dengan beban-beban apapun juga;-------------------------
d. Hak atas apa yang dijualnya tersebut tidak dalam sengketa.---------
-Pihak Pertama baik sekarang maupun dikemudian hari menjamin
bahwa Pihak Kedua tidak akan mendapat tuntutan dari orang atau
pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas apa yang dijualnya
tersebut dan oleh karena itu Pihak Kedua dibebaskan oleh Pihak
Pertama dari segala tuntutan dari orang/pihak lain mengenai hal
tersebut.--------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------Pasal 7------------------------------------------
-Segala tunggakan-tunggakan kewajiban sehubungan dengan kapal
yang dijual tersebut sampai dengan tanggal diserahkannya kapal
tersebut tetap menjadi tanggung jawab dan harus diselesaikan Pihak
Pertama.-------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------Pasal 8-----------------------------------------
-Pihak Kedua dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah tanggal Akta Jual Beli ini wajib mengganti nama Kapal
dengan nama lain selain dari nama kapal-kapal yang dimiliki Pihak
Pertama;-------------------------------------------------------------------------------
-Dan semua biaya penyerahan Kapal tersebut kepada Pihak Kedua
diantaranya biaya balik nama, pengurusan dokumen Kapal dan
denda keterlambatan pengurusan balik nama serta Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) (jika ada) serta pajak balik nama Kapal
dipikul dan dibayar oleh Pihak Kedua;-----------------------------------------
-Untuk keperluan tersebut dikuasakan menghadap dimana perlu,
memberi keterangan-keterangan serta memperlihatkan surat-surat
yang diminta, membuat/minta dibuatkan serta menandatangani
surat-surat yang diperlukan, mengajukan permohonan, memilih
tempat kediaman hukum dan umumnya melakukan segala sesuatu
yang perlu dan berguna untuk mencapai maksud tersebut diatas,
tidak ada tindakan yang dikecualikan.------------------------------------------
-----------------------------------------Pasal 9-----------------------------------------
87
-Kekuasaan-kekuasaan yang diberikan dalam akta ini merupakan
kuasa yang tidak dapat dicabut/ditarik kembali dan tidak akan
berakhir karena alasan-alasan yang tercantum dalam Pasal 1813
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, serta merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian ini dan tidak akan
dilangsungkan tanpa adanya kuasa ini.----------------------------------------
-----------------------------------------Pasal 10---------------------------------------
-Segala biaya yang berkenaan dengan jual beli ini termasuk namun
tidak terbatas pada biaya Notaris, untuk pembuatan Akta Jual Beli
dan biaya kepengurusan dari pengecekan status hukum Kapal wajib
dipikul dan dibayar oleh Pihak Kedua.-----------------------------------------
-----------------------------------------Pasal 11---------------------------------------
-Para Pihak menyatakan dengan ini menjamin akan kebenaran
identitasnya sesuai dengan tanda pengenal yang diberikan kepada
saya, Notaris, dan menyatakan akan bertanggung jawab
sepenuhnya atas hal-hal tersebut dan selanjutnya Para Pihak
menyatakan telah mengerti dan memahami isi akta ini;-------------------
-Tentang akta ini dan dengan segala akibatnya kedua belah pihak
memilih tempat kediaman hukum yang tetap dan umumnya di Kantor
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jakarta.---------------------
-Akta ini diakhiri pukul 14.00 WIB (empatbelas tepat Waktu Indonesia
Barat).-----------------------------------------------------------------------------------
-Dari segala apa yang tersebut di atas, dibuatlah:--------------------------
----------------------------------A K T A – I N I--------------------------------------
-Dibuat sebagai minuta, dibacakan dan ditandatangani di Jakarta,
pada pukul, hari dan tanggal tersebut pada kepala akta ini, dengan
dihadiri oleh saksi-saksi, yaitu:---------------------------------------------------
1. Nona INDIRA, lahir di Jakarta, pada tanggal 24 (duapuluh empat)
Juni 1978 (seribu sembilanratus tujuhpuluh delapan), Warga
Negara Indonesia, pegawai Kantor Notaris, bertempat tinggal di
Jakarta, Jalan Bangka Raya Nomor 45A, Rukun Tetangga 001,
Rukun Warga 008, Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk
Republik Indonesia dengan Nomor Induk Kependudukan (N.I.K)
31.23.01.030639.3038;-------------------------------------------------------
2. Tuan DIMAS, lahir di Padang, tanggal 10 (sepuluh) Agustus-------
1969 (seribu sembilanratus enampuluh sembilan), Warga
Negara Indonesia, pegawai Kantor Notaris, bertempat tinggal di
Jakarta, Jalan Kecapi Raya Nomor 18, Rukun Tetangga 003,
Rukun Warga 002, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa,
Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk Republik
Indonesia dengan Nomor Induk Kependudukan (N.I.K)
32.87.39.383748.3332.-------------------------------------------------------
-Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris, kepada para
penghadap dan saksi-saksi, maka akta ini ditandatangani oleh para
penghadap, saksi-saksi dan saya, Notaris serta para penghadap
membubuhkan pula cap sidik jari dari ibu jari tangan kanan pada
lampiran yang aslinya dilekatkan pada minuta akta ini.--------------------
-Dilangsungkan dengan tanpa perubahan.------------------------------------
88
-Minuta akta ini telah ditandatangani dengan sempurna.------------------
-DIBERIKAN SEBAGAI MINUTA YANG SAMA BUNYINYA.------------
------- Notaris di Jakarta Selatan-----
89
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS AKHIR MATA KULIAH ANEKA PERJANJIAN
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2021
1
Hipotik Secara Umum
Ketentuan hukum positif yang memberikan pengaturan mengenai jaminan di Indonesia
dapat ditemukan mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut
sebagai KUHPerdata), sampai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara
khusus tiap-tiap jenis jaminan, seperti Undang-Undang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Hak
Tanggungan, dan lain sebagainya. KUHPerdata mengatur dua macam bentuk jaminan, yaitu
jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan adalah jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap
kreditur tertentu terhadap harta kekayaan debitur, sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan
yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memberikan hubungan langsung atas benda
tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan selalu mengikuti bendanya serta dapat
dialihkan.110 Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang secara murni masih dapat ditemukan
pengaturannya dalam KUHPerdata adalah mengenai hipotik, dalam Pasal 1162 sampai dengan
1232 KUHPerdata. Pengaturan mengenai hipotek, meskipun pada perkembangannya lingkupnya
semakin kecil, hingga kini masih berlaku untuk kapal. Ini menunjukkan bahwa jaminan terhadap
kapal masih relevan dan dibutuhkan di Indonesia hingga saat ini.
Menurut Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
KUHPer), Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak dan bertujuan
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut. Jaminan hipotik memiliki beberapa unsur yang
harus dipenuhi yaitu harus ada benda yang dijaminkan dimana benda tersebut adalah benda yang
tidak bergerak, jaminan tersebut dilakukan oleh orang yang berhak memindahtangankan benda
jaminan, ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok yang ditetapkan dalam suatu akta,
dan benda objek jaminan hanya sebagai jaminan hutang saja bukan maksud untuk dimiliki.
Hipotik juga mempunyai sifat dari hak kebendaan pada umumnya antara lain:111
1. Absolut, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun
2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak itu senantiasa mengikuti bedanya di tangan
siapapun benda tersebut berada, sebagaimana diatur dalam Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal
1198 KUH Perdata
110
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, (Yogyakarta:Liberty, 2000), hlm. 47.
111
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak yang Memberi Jaminan Jilid 2, Cet. 3,
(Jakarta : Penerbit CV Indhill Co, 2009), hlm. 95.
2
3. Droit de Preference, yaitu seseorang mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan
piutangnya diantara orang berpiutang lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 dan
1134 ayat (2) KUH Perdata
Selain sifat hak kebendaan pada umumnya, hipotik sebagai hak kebendaan yang memberikan
jaminan memiliki ciri khas tersendiri antara lain sebagai berikut:
1. Acessoir, artinya Hipotik merupakan perjanjian tambahan yang keberadaannya
tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu hutang-piutang
2. Ondeelbaar, yaitu Hipotik tidak dapat dibagi-bagi karena Hipotik terletak diatas seluruh
benda yang menjadi objeknya, artinya sebagian Hak Hipotik tidak menjadi hapus dengan
dibayarnya sebagian dari hutang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1163 ayat (1) KUH
Perdata
3. Mengandung hak untuk pelunasan hutang atau verhaalsrecht saja, sehingga tidak
mengandung hak untuk memiliki bendanya. Namun jika diperjanjikan, kreditur berhak
menjual benda jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan sendiri atau
eigenmachtigeverkop/parateexecusi, jikalau debitur lalai atau wanprestasi, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1178 ayat (1) dan (2) KUH Perdata
Salah satu objek hipotik adalah kapal laut yang berukuran 20 meter kubik ke atas
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 314 Ayat 1 dan Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (yang selanjutnya disebut KUHD). Sementara pengertian dari kapal laut itu sendiri
disebutkan di dalam Pasal 310 KUHD, yaitu kapal laut adalah semua kapal yang dipergunakan
untuk pelayaran di laut atau diperuntukan untuk itu. Hipotek Kapal juga diberikan pengaturannya
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, bahwa yang dimaksud dengan
hipotek kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan
utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditor lain. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kapal laut agar dapat dibebankan jaminan
hipotik adalah sebagai berikut:
1. Harus sudah memenuhi Hak Kebendaan, dalam artian, kapal tersebut sudah ada dan
terdaftar sehingga haknya sudah lahir. Kapal-kapal yang masih dalam proses
pembangunan dan belum memiliki grosse akta pendaftaran berarti belum dapat dibebani
jaminan hipotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1175 KUHPerdata.
3
2. Pembebanan jaminan hipotik dapat diberikan kepada kapal yang beratnya sama dengan
atau di atas 20 meter kubik. Sedangkan bagi kapal yang bebannya di bawah dari 20 meter
kubik dibebankan dengan jaminan fidusia (Pasal 1167 KUHPer).
3. Kapal tersebut harus yang dibukukan atau didaftarkan di Indonesia yaitu pada Kantor
Pelabuhan setempat.
4. Pemberian jaminan hipotik tersebut harus dibuat secara autentik di hadapan pejabat
umum yang berwenang. Akta Hipotik Kapal dibuat oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat
Balik Nama Kapal (P3BK atau Syahbandar) yang berada di kantor pendaftaran dan
pencatatan balik nama kapal di mana kapal tersebut terdaftar. Sedangkan Notaris
berperan dalam membuat Akta Kuasa untuk memasang hipotik kapal atau disebut dengan
Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) berdasarkan Pasal 1171 KUHPer. Lalu,
pemberian hipotik tersebut tidak boleh dibuat berdasarkan suatu perjanjian pembebanan
yang dibuat di luar negeri, jika kapal tersebut secara hukum terdaftar di Indonesia kecuali
ada traktat atau konvensi internasional yang memperbolehkan mengenai hal tersebut
(Pasal 1173 KUHPer). Sehingga, perjanjian tentang pembebanan hipotik atas kapal di
Indonesia harus dibuat di Indonesia itu sendiri meskipun kreditur dan debitur berada di
luar negeri.
5. Menjamin tagihan hutang. Dalam pemberian hipotik pada kapal, harus terdapat hutang
yang dijamin dengan pembebanan hipotik tersebut. Dengan demikian, dalam akta hipotik
harus dicantumkan mengenai identitas kapal, besarnya hutang, dan nilai penjaminan. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum pada saat dilaksanakannya eksekusi
atas kapal yang dimaksud.
112
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Hipotik (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1991),
hlm.101.
4
1. Fase pertama, yaitu dilakukan perjanjian kredit dengan jaminan hipotik antara
Bank pemberi kredit dengan calon penerima kredit yang dapat dilakukan dalam
bentuk akta notaris ataupun dibawah tangan. Dalam tahap ini perjanjian masih
bersifat konselual dan obligatoir, sedangkan janji hipotik yang dicantumkan
didalamnya bersifat acessoir terhadap perjanjian kreditnya. Perjanjian kredit disini
merupakan perjanjian pendahuluan atau voorevereenkonst.
2. Fase kedua, yaitu perjanjian pemberian atau pembebanan hipotik. Dalam tahap ini
Bank bersama-sama dengan penerima kredit atau dapat juga Bank sendiri
berdasarkan Surat Kuasa Memasang Hipotik, menghadap kepada pejabat
pendaftar kapal dan meminta dibuatkan akta pembebanan hipotik kapal. Pemberi
kredit wajib membawa grosse pendaftaran kapal, kemudian pejabat pendaftar
kapal membuat akta hipotik yang selanjutnya dibawa ke Inspeksi Pajak untuk
memperoleh SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) bea materai. Bea materai
dibayar ke Kas Negara sebesar 1% (satu persen) dari besarnya nilai hipotik juga
dengan pembayaran uang leges.
3. Fase ketiga merupakan fase pendaftaran, yaitu Akta Hipotik didaftarkan dalam
buku daftar hipotik sebagaimana ketentuan Pasal 315 KUH Dagang. Setelah
pendaftaran selesai dilakukan, barulah hipotik lahir. Dengan lahirnya hipotik,
maka pemegang hipotik dapat melaksanakan haknya atas kapal atau andil dalam
kapal itu, di tangan siapapun kapal tersebut berada sebagaimana diatur dalam
Pasal 315b KUH Dagang. Fase kedua berupa pemberian hipotik bersama-sama
dengan fase ketiga yaitu pendaftaran, adalah merupakan perjanjian kebendaan
atau zakelijke overeenkomst. Selain itu dengan pendaftaran, maka tingkat-tingkat
hipotik ditentukan menurut hari pembukuan. Hipotik yang dibukukan pada hari
yang sama, mempunyai tingkat yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembebanan hipotik kapal terdapat 3
tahapan, pada tahapan yang pertama, adanya perjanjian kredit dalam bentuk tertulis dengan
menyatakan membebankan kapal dengan hipotik sebagai jaminan pelunasan hutang. Lalu, pada
tahapan kedua adalah pembuatan perjanjian pemberian pembebanan hipotik, dimana kreditur
bersama debitur atau bank sendiri berdasarkan Surat Kuasa Memasang Hipotik menghadap
kepada Pejabat Pendaftar Kapal dan meminta untuk dibuatkan Akta Hipotik Kapal dengan
5
menyerahkan (1) surat permohonan yang menyebutkan data kapal dan nilai penjaminan; (2)
Grosse Akta Pendaftaran Kapal; dan (3) Surat Kuasa Memasang Hipotik. Selanjutnya pada tahap
ini, pejabat pendaftaran kapal membuat akta Hipotik yang selanjutnya dibawa ke Inspeksi pajak
untuk memperoleh SKUM Bea Materai dan dibayar ke Kas Negara. Pada tahap terakhir yaitu
tahap ketiga, dilakukanya pendaftaran Akta Hipotik dalam buku daftar.
113
Fani Martiawan Kumara Putra, “Surat Kuasa Memasang Hipotek dalam Jaminan Hipotek Kapal Laut”,
Jurnal Perspektif Vol. XVII No.2 (Mei 2012), hlm. 104.
6
Selain itu, SKMH Kapal Laut berperan sebagai pelengkap akta hipotek yang dibuat oleh
P3BK, tentunya tidak dapat berdiri sendiri. Setelah dibuat SKMH Kapal Laut, selanjutnya
pejabat pendaftar cukup mencantumkan ke dalam akta hipotek yang dibuatnya, kemudian
dianggap apa yang termuat dalam SKMH Kapal Laut juga termuat dalam akta hipotek yang
dimaksud. Dalam akta hipotek akan dicantumkan bahwa dalam pembuatan akta hipotek,
perbuatan hukum tersebut berdasarkan pada akta SKMH Kapal Laut, nama notaris yang
membuatnya, nomor, tanggal, dan nilai hutang yang tercantum dalam perjanjian kredit yang
dimuat juga dalam SKMH Kapal Laut, serta syarat-syarat yang ditetapkan sendiri oleh kreditor,
kemudian terbitlah yang dinamakan grosse akta hipotek. Grosse akta berisi dokumen-dokumen
termasuk nomor registrasi SKMH Kapal Laut, dan grosse akta tersebut untuk disimpan kreditor.
Judul akta pada SKMH Kapal Laut yang dibuat oleh Notaris adalah Akta Kuasa
Memasang Hipotik Kapal Laut dan diikuti dengan nomor akta. Awal akta pada akta ini sama
seperti pada umumnya yang mencantumkan hari, tanggal, pukul, nama dan tempat kedudukan
Notaris. Masuk ke dalam bagian komparisi yang terdiri dari 2 pihak, pihak pertama yakni
Debitur (selaku pemberi kuasa) dan pihak kedua yaitu Kreditur (selaku penerima kuasa).
Kemudian, bagian premise berisikan tentang pemberi kuasa bertindak sesuai dengan
kedudukannya dan menjelaskan bahwa SKMH Kapal Laut tersebut merupakan perjanjian
tambahan (accesoir) yang mengikuti perjanjian pokok berupa perjanjian kredit di bawah tangan
yang telah ditandatangani kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian ini, debitur memberikan
suatu kuasa dan kewenangan yang tidak dapat ditarik kembali dengan hak penggantian kepada
kreditur. Dalam pembuatan SKMH Kapal Laut, akta tersebut sekurang-kurangnya harus
berisikan:
1. Keterangan Nilai Jaminan Hipotik dan Objek Hipotik. Keterangan nilai jaminan hipotik
pada akta ini nilainya harus mengikuti perjanjian pokok. Sementara Keterangan objek
hipotik berisikan tentang identitas kapal.
2. Kewenangan Penerima Kuasa. Pemberi kuasa memberikan kuasa kepada Penerima kuasa
untuk menerima pemasangan hipotik dengan perjanjian. SKMH berisi beberapa kuasa,
yang terdiri dari:
a. Kuasa untuk menghadap, memperlihatkan, dan menyerahkan surat-surat yang
diminta
7
b. Memberikan kuasa penandatangan akta dan surat-surat lain kepada pihak yang
berwenang termasuk akta-akta di hadapan Syahbandar
c. Memberikan pernyataan tentang kebenaran kepemilikan kapal, tidak tersangkut
dalam sengketa, bebas dari sitaan dan beban apapun.
d. Mendaftarkan hipotik atas kapal
e. Menyetujui janji-janji yang disebut akan disebut dalam SKMH Kapal Laut
f. Melaksanakan kuasa untuk melakukan tindakan apapun yang dianggap perlu
sehubungan dengan pelaksanaan SKMH Kapal Laut.
8
7. Klausula tentang penyimpanan Grosse Akta Pendaftaran Kapal Laut asli. Janji ini berisi
pernyataan bahwa pemberi hipotik memberi kuasa dengan hak substitusi pada kreditor
untuk menerima dan menyimpan asli grosse tersebut setelah dilakukan pencatatan dalam
Daftar Hipotek pada Daftar Induk Pendaftaran Kapal sampai kredit yang dijamin dengan
hipotik tersebut dinyatakan lunas oleh bank, atau bila sudah tidak dijadikan sebagai
jaminan kredit.
8. Klausula perlekatan. Klausula ini berisi pernyataan bahwa hipotek itu meliputi kapal
dengan segala peralatan (navigasi, elektronik, dan lainnya) baik yang sudah ada maupun
yang akan ditempatkan atau diletakkan yang menurut sifat dan peruntukannya merupakan
bagian yang tidak terpisah dari kapal tersebut.
9. Janji tidak mengubah bentuk. Janji ini berisi mengenai pernyataan bahwa jika pemberi
hipotik akan mengubah tata susunan objek hipotik (yang meliputi keseluruhan objek
seperti tambahan susunan kabin, dll) diharuskan mendapat persetujuan tertulis lebih
dahulu dari penerima hipotek.
9
KUASA UNTUK MEMASANG DAN MENDAFTARKAN
HIPOTIK ATAS KAPAL DECK BARGE
Nomor : 28
- Pada hari ini, Rabu, tanggal dua puluh satu Februari dua
ribu dua puluh satu (21-01-
2021).---------------------------------
- Pukul 14.00 (empat belas nol nol) Waktu Indonesia
Barat.-----
- Hadir dihadapan saya, DEWI HAPSARI, Sarjana Hukum,
Magister Kenotariatan, Notaris di Jakarta Utara, dengan
dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal dan
nama-namanya akan disebutkan pada akhir akta
ini:------------------------------
- Tuan MARIO, Warga Negara Indonesia, lahir di
Pontianak, pada tanggal 15-05-1980 (lima belas Mei
seribu sembilan ratus delapan puluh), Direktur
Utama perseroan terbatas yang akan disebut,
bertempat tinggal di Jalan Elang Nomor 15, Rukun
Tetangga 001, Rukun Warga 005, Kecamatan Pondok
Aren, Kelurahan Jurangmangu Barat, Kota Tangerang
Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor
Induk Kependudukan
3678928394020867;--------------------------
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak
dalam jabatannya tersebut diatas, dengan
demikian sah mewakili Direksi dari dan oleh
karena itu untuk dan atas nama perseroan
terbatas PT KARUNIA JAYA, berkedudukan di
Jakarta Utara, yang anggaran dasarnya telah
dirubah dan disesuaikan dengan Undang-Undang
nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, sebagaimana ternyata dalam akta
Risalah Rapat PT KARUNIA JAYA, tertanggal
1
enambelas Januari duaribu sembilan (16-01-
2009) Nomor 30, dibuat oleh EDISON JINGGA,
Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta Utara, yang
telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, satu
dan lain sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusannya tertanggal sembilan belas Maret
duaribu sembilan (19-03-2009) Nomor
AHU.07969.AH.01.02 Tahun 2009 ; yang susunan
pengurus terakhírnya tercantum dalam akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Para Pemegang
Saham Luar Biasa Perseroan terbatas PT KARUNIA
JAYA tertangga1 delapanbelas April duaribu
tígabelas (18-04-2013) Nomor l05, dibuat
dihadapan Notaris EDISON JINGGA, Sarjana Hukum
tersebut, yang pemberitahuannya telah diterima
dan dicatat di dalam database Sistem
Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
tertanggal duapuluh tiga Mei duaribu tigabelas
(23-05-2013) Nomor AHU-AH, 01.10.19983; dan
susunan pemegang saham terakhirnya tercantum
dalam akta Risalah Rapat PT KARUNIA JAYA
tertanggal duapuluh enam September duaribu
tujuhbelas (26-09-2017) Nomor 79 dibuat oleh
saya, Notaris, yang pemberitahuannya telah
diterima dan dicatat di dalam Sistem
Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
tertanggal sepuluh Oktober duaribu tujuhbelas
(10-10-2017) Nomor AHU-
AH.01.03.0178819;-----------------------------
Dan sampai saat ini tidak ada akta perubahan
2
lainnya, selain akta akta tersebut
diatas.--------
- dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta
ini Direksi telah mendapat persetujuan dari
Dewan Komisaris perseroan, sebagaimana akan
disebutkan dibawah
ini :-------------------------------------
- Tuan JORDAN, warga Negara Indonesia,
lahir di Medan, pada tanggal 10-01-1975
(sepuluh Jaanuari seribu sembilanratus
tujuhpuluh lima) Komisaris Utama
perseroan terbatas PT KARUNIA JAYA
tersebut diatas, bertempat tinggal di
Jalan Merpati Nomor 26 Rukun Tetangga 009
Rukun Warga 002 Kelurahan Cilincing,
Kecamatan Cilincing, Kota Administrasi
Jakarta Utara, pemegang Kartu Tanda
Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan
384920382948109; satu dan lain
sebagaimana ternyata dalam Surat
Persetujuan yang dibuat dibawah tangan,
tertanggal sembilan Agustus duaribu
sepuluh (09-08-2010), bermeterai cukup,
yang telah dilegalisasí oleh SUWANTO,
Sarjana Hukum, Notaris di Kota Pontianak,
pada tanggal sembilan Agustus duaribu
sepuluh (09-08-2010) Nomor 630/LEG/2010
(Mono), yang fotocopynya dilekatkan pada
minuta akta ini.-------------
- Tuan DAVID, Warga Negara ndonesia, lahir
di Makassar pada tanggal 06-06-1970 (enam
Juni seribu sembilanratus tujuhpuluh)
Komisaris perseroan terbatas tersebut
3
diatas, bertempat tinggal Jalan Kudus
nomor 08, Rukun Tetangga 007 Rukun Warga
001 Kelurahan Koja, Kecamatan Koja, Kota
Administrasi Jakarta Utara, pemegang
Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 3749102938172839; satu dan
lain sebagaimana ternyata dalam Surat
Persetujuan- yang dibuat dibawah tangan,
tertanggal sembilan Agustus duaribu
sepuluh (09-08-2010), bermaterai cukup,
yang telah dilegalisasi oleh SUWANTO,
Sarjana Hukum, Notaris di Kota Pontianak,
pada tanggal sembilan Agustus duaribu
sepuluh (09-08-2010) Nomor 631/LEG/2010
(Mono), yang fotocopynya- dilekatkan pada
minuta akta ini. akan tetapi tidak
memerlukan persetujuan dari Rapat Umum
Pemegang Saham dikarenakan jaminan yang
akan diuraikan dalam akta ini merupakan
sebagian kecil dari aset perseroan,
sebagaimana ternyata dalam Surat
Pernyataan, yang dibuat dibawah tangan,
tertanggal duapuluh satu Februari duaribu
delapanbelas (21-02-2018), bermeterai
cukup yang aslinya dilekatkan pada minuta
akta saya, Notaris, tertanggal duapuluh
satu Februari duaribu delapanbelas (21-
02-2018) Nomor
44;------------------------------
- (selanjutnya disebut
Perseroan);------------------------
4
- Para penghadap yang bertindak dalam kedudukan tersebut
di atas menerangkan terlebih dahulu sebagai
berikut :----------------
a. Perseroan adalah pemilik/yang mempunyai hak atas
Kapal Deck Barge (sebagaimana didefinisikan di
bawah ini);----
b. berdasarkan :
------------------------------------------
- Perubahan dan Pernyataan Kembali Syarat
Ketentuan Umum Pemberian Fasilitas Perbankan
yang dibuat dibawah tangan, tertanggal tigabelas
Juli duaribu lima belas (13-07-2015) Nomor
SKU/15/1567/SME, bermeterai cukup,-
- Perubahan Ketujuhbelas Perjanjian Pemberian
Fasilitas Perbankan yang dibuat dibawah tangan,
tertanggal tígabelas Juli duaribu limabelas (13-
07-2015) Nomor KK/15/1568/AMD/SME, bermeterai
cukup, dan telah mengalamỉ beberapa kali
perubahan dan terakhir dirubah dengan akta
Perubahan Keduapuluh Tiga Perjanjian Pemberian
Fasilitas Perbankan tertanggal duapuluh satu
Februari duaribu delapan belas (21-02-2018)
Nomor 43, dibuat di hadapan saya,
Notaris,----------------
berikut semua perubahannya dan/atau
penambahannya, dan/atau pembaharuannya, dan/atau
perpanjangannya baik yang sudah ada maupun yang
akan dibuat di kemudian hari, baík dengan akta
notaris atau dibawah tangan, (selanjutnya akan
disebut "Perjanjian Fasilitas Kredit"),
Perseroan dan PT BANK RAKYAT INDONESIA,
(PERSERO), TBK. suatu perseroan terbatas yang
didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia,
5
berkedudukan di Jakarta Selatan (selanjutnya
disebut "Bank") telah membuat perjanjian menurut
dan berdasarkan perjanjian tersebut Bank telah
menyetujui memberikan Fasilitas Kredit
(sebagaimana didefinisikan dalam Perjanjian
Fasilitas - Kredit) kepada Perseroan
tersebut,---------------------------------------
-----
c. Perjanjian Fasilitas Kredit mensyaratkan bahwa
Perseroan tersebut, wajib memberikan jaminan/agunan
berupa hipotik atas Kapal Deck Barge (sebagaimana
didefinisikan di kepada Bank, untuk menjamin
pembayaran dan pembayaran kembali yang 1unas,
penuh, tertib dan sebagaimana mestinya semua dan
setiap jumlah uang hingga jumlah berapapun yang
sekarang telah dan/atau di kemudian harí akan
terhutang dan wajib dibayar oleh Perseroan
tersebut, kepada Bank berdasarkan Dokumen Transaksi
(sebagaimana didefinisikan dalam Perjanjian
Fasilitas Kredit), baik berupa hutang/pinjaman
pokok yaitu berupa Term Loan (TL2) sebesar
Rp.16.400.000. 000,- (enambelas milyar empatratus
juta rupiah) berikut bunga, bunga denda, biaya,
upah, pajak dan lain jumlah uang yang wajib dibayar
berdasarkan Dokumen Transaksi (selanjutnya semua
jumlah uang yang sekarang telah dan di kemudian
hari terhutang dan wajib dibayar oleh Perseroan
kepada Bank berdasarkan Dokumen Transaksi
sebagaimana diuraikan di atas disebut "Jumlah Yang
Terhutang";----------------------------------------
d. untuk melaksanakan apa yang ditetapkan dalam ayat
(C) di atas ini, Perseroan menyetujui untuk
memberikan kewenangan dan kuasa kepada Bank untuk
6
mewakili dan bertindak untuk dan atas nama
Perseroan dalam membebankan, memasang dan
mendaftarkan hipotik atas Kapal Deck Barge untuk
kepentingan Bank ;---------------------
e. setiap istilah yang menggunakan huruf besar yang
digunakan dalam akta ini mempunyai arti yang sama
sebagaimana istilah tersebut didefinisikan dalam
Perjanjian Fasilitas Kredit, kecuali Perjanjian ini
memberikan definisi sendiri terhadap istilah
tersebut.--
- Maka berhubung dengan apa yang diuraikan di atas, para
penghadap bertindak dalam kedudukan tersebut di atas,
menerangkan kepada saya, Notaris, bahwa untuk menjamin
pembayaran dan pembayaran kembali sampai lunas dan
dengan sebagaimana mestinya semua dan setiap Jumlah Yang
Terhutang oleh Perseroan kepada Bank, termasuk (tetapi
tidak terbatas) biaya dan ongkos yang wajib dibayar
untuk penagihan pembayaran Jumlah Yang Terhutang,
termasuk pula upah dan biaya kuasa Bank yang ditugaskan
melakukan penagihan Jumlah Yang Terhutang, maka
Perseroan dengan ini memberi kuasa dan kewenangan kepada
:---
- PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK tersebut di atas
(Bank),- dengan diberi hak memindahkan atau
mensubstitusikan kuasa ini, sebagian atau seluruhnya,
kepada orang/pihak lain;-
-------------------------------
KHUSUS-----------------------------
- Untuk mewakili dan sebagai demikian bertindak untuk dan
atas nama Perseroan pada setiap waktu dan dari waktu ke
waktu yang akan ditetapkan oleh Bank memasang dan
mendaftarkan HIPOTIK PERTAMA, HIPOTIK KEDUA dan Hipotik-
7
hipotik selanjutnya, untuk kepentingan Bank
atas :--------------------------------------
- sebuah Kapal Deck Barge, bernama KAPUAS JAYA 3653
seperti diuraikan dalam Surat Ukur tertanggal Jakarta,
enambelas Oktober duaribu tujuh (16-10-2017) Nomor
5638/Pst, dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:
------------------------------
- Panjang 111,25 M (seratus sebelas koma duapuluh
1ima meter), Lebar 28,04 M (dua puluh delapan koma
nol empat meter), Dalam 6,93 M (enam koma
sembilanpuluh tiga meter), LOA 116.00 (seratus
enambelas koma nol nol meter), Tonase Kotor (GT)
5261 (limaribu duaratus enampuluh satu), Tonase
Bersih (NT) 1576 (seribu limaratus tujuhpuluh
delapan), Tanda Selar GT.5261 Nomor 5638/Pst, Kapal
dibuat di China, dalam tahun 2016 (duaribu
enambelas), terutama dari baja, dan dipergunakan
dalam pelayaran di laut, lebih lanjut diuraikan
dalam Akta Pendaftaran Kapal tertanggal sebelas
Desember duaribu tujuhbelas (11-12-2017) Nomor 4201
yang dikeluarkan oleh Pegawai Pembantu Pendaftaran
Dan Balỉk nama Kapal Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Kantor
Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kelas II
Pontianak, tertulis atas nama PT. KARUNIA JAYA
berkedudukan di Jakarta Utara, berikut dengan
peralatannya yang dipasang atau berada dalam kapal
Deck Barge tersebut, berikut pula dengan barang-
barang dan segala sesuatu yang menurut sifat,
peruntukan atau peraturan hukum yang berlaku dapat
dianggap bagian tidak terpisah dari Kapal Deck
Barge yang diuraikan di atas (selanjutnya semua
disebut "Kapal Deck
8
Barge");-------------------------------------------
-----
- demikian itu dengan nilai hipotik sebesar
Rp.16.400.000.000,- (enambelas milyar empatratus juta
rupiah);-------------------
- Selanjutnya para penghadap bertindak dalam kedudukan
tersebut di atas menerangkan bahwa hipotik atas Kapal
Deck Barge akan dipasang dan didaftar oleh Bank dengan
memuat syarat serta ketentuan hipotik yang biasa dan
lazim digunakan dalam pembebanan hipotik atas kapal Deck
Barge serta syarat lainnya yang akan ditetapkan sendiri
oleh Bank, antara lain (tetapi tidak terbatas) syarat
serta ketentuan tersebut di bawah ỉni:-
1. Biaya Pemasangan Dan Pendaftaran
Hipotik------------------
Semua biaya, ongkos, upah (fees), pajak, pungutan
serta bea meterai yang perlu/wajib dibayar untuk dan
dalam rangka pemasangan dan pendaftaran hipotik atas
Kapal Deck Barge adalah tanggungan atau beban dan
akan dibayar oleh
Perseroan;-------------------------------------------
-----
2. Syarat
Hipotik--------------------------------------------
Syarat dan ketentuan hipotik yang biasa dan lazim
dipergunakan di Indonesia dalam pemasangan dan
pendaftaran hipotik atas kapal motor serta syarat,
antara lain (tetapi tidak terbatas) syarat HIPOTIK
PERTAMA yang termuat dalam pasal 1178 ayat 2, 1185
dan pasal 1210 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
serta pasal 297 dan 298 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang;---------------------------------------------
9
3. Pernyataan dan
Jaminan------------------------------------
Perseroan menyatakan dan menjamin Bank sebagai
beríkut;---
a. bahwa Kapal Deck Barge milik/hak penuh Perseroan
sendiri, tidak ada orang/pihak lain yang turut
memiliki atau mempunyai hak apapun terhadap Kapal
Deck Barge;---------
b. Kapal Deck Barge sebelumnya belum pernah
dijual/dipindahkan hak atau dioperkan/diserahkan
dengan cara bagaimanapun kepada orang/pihak
lain;--------------
c. Kapal Deck Barge tidak berada dalam keadaan
dijaminkan atau diagunkan dengan cara bagaimanapun
kepada orang/pihak
lain;---------------------------------------
d. Kapal Deck Barge tidak tersangkut perkara/sengketa
apapun dan juga tidak berada dalam keadaan disita
oleh instansi yang
berwenang;-----------------------------------------
e. Kapal Deck Barge telah terdaftar pada instansi yang
berwenang di Indonesia dan dalam keadaan layak
untuk
berlayar.------------------------------------------
-----
Perseroan, sekarang dan untuk seterusnya di kemudian
hari, membebaskan dan melepaskan Bank dari semua dan
setiap gugatan, tuntutan atau tagihan berupa apapun
dan dari siapapun yang langsung atau tidak langsung
mengenai atau berhubungan dengan hal yang dijamin
tersebut di atas, semua tuntutan/gugatan mana
tanggungan dan tanggung jawab Perseroan
sendiri;----------------------------------------
10
4. Wewenang Menetapkan
Tagihan-------------------------------
Bank berhak dan sepanjang diperlukan juga diberi
kuasa oleh Perseroan menetapkan sendiri Jumlah Yang
Terhutang oleh Perseroan tersebut kepada Bank
berdasarkan Dokumen Transaksi, ditambah bunga, upah,
biaya serta jumlah uang, lain yang wajib dibayar oleh
Perseroan kepada Bank berdasarkan Dokumen Transaksi,
menurut buku, catatan dan administrasi yang dipegang
dan dipelihara oleh Bank berdasarkan Perjanjian
Fasilitas Kredit.------------------
5. Penjualan Kapal Deck
Barge--------------------------------
Jika terjadi atau timbul atau berlangsung suatu
Peristiwa Kelalaian berdasarkan Perjanjian Fasilitas
Kredit, maka Bank berhak dan berwenang (dan sepanjang
perlu diberi kuasa dan wewenang penuh oleh Perseroan)
untuk menjual/memindahkan hak dan menyerahkan, atau
suruh dijual/dipindahkan hak dan menyerahkan, Kapal
Deck Barge, seluruhnya secara sekaligus atau sebagian
sebagian, secara di muka umum atau lelang atau secara
lain sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,
kepada orang/pihak lain, dengan harga jual beli
berapapun serta dengan syarat, ketentuan dan
perjanjian bagaimanapun yang dianggap baik dan akan
ditetapkan sendiri oleh Bank dan sehubungan dengan
itu Bank berhak dan berwenang menerima pembayaran
harganya dan memberikan tanda penerimaan uang atau
kwitansi dan sehubungan dengan hal tersebut melakukan
semua dan setiap tỉndakan dan perbuatan apapun yang
diperlukan atau diwajibkan untuk dan dalam rangka
menjual, memindahkan hak dan menyerahkan Kapal
Tongkang sebagaimana diuraikan di
11
atas;------------------------------------------------
-----
6. Perhitungan------------------------------------------
-----
Bank juga berhak (dan sepanjang perlu diberi kuasa
dan wewenang penuh oleh Perseroan)untuk mengambil
pembayaran semua dan setiap Jumlah Yang Terhutang
yang wajib dibayar oleh Perseroan kepada Bank dari
hasil penjualan Kapal Deck Barge berdasarkan
Perjanjian Fasilitas Kredit.------------
Jika semua dan setiap Jumlah Yang Terhutang telah
lunas terbayar sama sekali dan ternyata dari hasil
penjualan Kapal Deck Barge masih ada uang
kelebihannya, maka Bank wajib membayarkan uang
kelebihan itu kepada Perseroan, tetapi tanpa Bank
wajib membayar bunga atau ganti kerugian berupa
apapun kepada Perseroan mengenai sisa uang kelebihan
tersebut.--------------------------------------------
-----
Jika hasil penjualan Kapal Deck Barge setelah
dikurangi dengan biaya penjualan dan biaya lain
ternyata tidak cukup membayar Jumlah Yang Terhutang
oleh Perseroan kepada Bank sebagaimana diuraikan di
atas, maka Perseroan tetap bertanggung jawab dan
wajib membayar sisa hutangnya kepada
Bank;------------------------------------------------
-----
7. Penyerahan Kapal Deck
Berge-------------------------------
Jika terjadi atau timbul atau berlangsung suatu
Peristiwa Kelalaian, untuk menyerahkan Kapal Deck
Barge kepada Bank dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
setelah hal tersebut diminta atau ditegur oleh Bank,
12
tanpa Bank wajib membayar uang ganti kerugian
berapapun atau memberikan/menyediakan penggantian
lain berupa apapun kepada orang/pihak siapapun yang
memakai atau menguasai Kapal Deck Barge, demikian itu
agar Bank dapat menjual Kapal Deck Barge kepada
orang/pihak lain menurut tata cara yang ditetapkan
oleh peraturan hukum yang
berlaku.---------------------------------------------
- Perseroan memberi kuasa dan wewenang penuh kepada
Bank, dengan diberi hak untuk memindahkan kuasa dan
wewenang ini kepada orang/pihak lain, untuk dan atas
biaya Perseroan, mengambil sendiri atau suruh diambil
Kapal Deck Barge dari orang/pihak yang memakai atau
menguasainya dan jika dipandang perlu untuk
melaksanakan pengambilan Kapal Deck Barge tersebut
Bank berhak dan diberikan wewenang penuh oleh
Perseroan untuk menggunakan bantuan Alat Kekuasaan
Negara, termasuk Alat Kepolisian
Negara;--------------------------
8. Pembatasan-------------------------------------------
-----
Tanpa persetujuan tertulis Bank lebih dahulu,
terhitung mulai tanggal akta ini Perseroan tidak
berhak mengangkat orang/pihak lain sebagai kuasa atau
wakilnya untuk menjual/memindahkan hak, mengoperkan,
menjaminkan atau mengagunkan atau menyewakan atau
menyerahkan pemakaian/penguasaan Kapal Deck Barge
dengan cara bagaimanapun kepada orang/pihak lain dan
juga Perseroan dengan tegas melepaskan semua haknya
untuk sendiri menjual atau memindahkan hak,
mengoperkan, menjaminkan atau mengagunkan atau
menyewakan atau menyerahkan pemakaian/penguasaan
13
Kapal Motor dengan cara bagaimanapun kepada orang/
pihak lain siapapun;------------------------
9. Asuransi---------------------------------------------
-----
Terhitung sejak tanggal akta ini dan selama Jumlah
Yang Terhutang belum dibayar lunas oleh Perseroan
kepada Bank, Kapal Deck Barge wajib diasuransikan
oleh Perseroan terhadap bahaya kebakaran, kecelakaan
dan bahaya lain yang lazim dipasang dalam asuransi
Kapal Deck Barge dan yang dapat ditentukan oleh Bank
pada perusahaan (perusahaan) asuransi serta dengan
syarat dan hingga nilai asuransi yang disetujuí Bank,
antara lain syarat bahwa Bank adalah satu-satunya
yang berhak menuntut dan menerima uang ganti rugi
asuransi dari perusahaan asuransi.-------------------
- PREMI dan biaya pemasangan asuransi tersebut
ditanggung dan akan dibayar oleh
Perseroan.------------------------
- POLIS asuransi dan lain surat mengenai atau yang
berhubungan dengan asuransi tersebut wajib
diserahkan kepada dan untuk disimpan oleh
Bank.--------------------
- Semua dan setiap tagihan atau piutang yang sekarang
telah dan/atau di kemudian hari dimiliki/dipunyai
atau diperoleh Perseroan berdasarkan atau
sehubungan dengan perjanjian asuransi dan
perjanjian reasuransi yang dibuat mengenai atau
sehubungan dengan Kapal Motor yang diuraikan di
atas demi hukum telah diserahkan/dialihkan secara
fidusia oleh Perseroan kepada Bank;--------------
10. Penyimpanan
Surat--------------------------------------
14
Selama Perseroan berdasarkan Dokumen Transaksi
masih mempunyai hutang kepada Bank maka semua asli
surat mengenai atau yang berhubungan dengan Kapal
Deck Barge, antara lain dokumen kepemilikan, akan
disimpan untuk digunakan di mana perlu oleh Bank,
Perseroan dengan ini memberi kuasa kepada Bank
untuk menerima dari instansi yang berwenang, asli
akta hipotik mengenai Kapal Deck Barge sehubungan
dengan dan dalam rangka pemasangan dan pendaftaran
hipotik atas Kapal Deck Barge;--------------
11. Pemeliharaan---------------------------------------
----
Selama tidak terjadi atau berlangsung suatu
Peristiwa Kelalaian, Perseroan tetap berhak dan
berwenang untuk menguasai dan mengoperasikan Kapal
Deck Barge dalam rangka menjalankan usaha sehari-
hari Perseroan. Perseroan bertanggung jawab dan
sehubungan dengan itu wajib melakukan semua
tindakan yang diperlukan atau disyaratkan untuk
mempertahankan bahwa Kapal Deck Barge senantiasa
terdaftar pada instansi yang berwenang di Indonesia
dan untuk merawat, memelihara dan mempertahankan
Kapal Deck Barge dalam keadaan baik dan terawat
serta layak terbang, termasuk (tetapi tidak
terbatas) dari waktu ke waktu melakukah atau suruh
dilakukan "overhaul" dan perbaikan-perbaikan
terhadap Kapal Deck Barge.--------------------
Semua bíaya, ongkos dan upah untuk memelíhara dan
mempertahankan pendaftaran Kapal Deck Barge pada
instansi yang berwenang di Indonesia dan untuk
melakukan perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
Kapal Deck Barge sebagaimana diuraikan dalam Pasal
15
11 ini adalah tanggungan, beban dan wajib dibayar
oleh Perseroan;-----
12. Risiko Kapal Deck
Barge---------------------------------
Perseroan bertanggung jawab terhadap kerusakan,
kehilangan, penyusutan nilai/harga atau kerugian
lain yang dialami terhadap atau oleh Kapal Deck
Barge.-------
Perseroan juga bertanggung jawab terhadap kerugian,
kecelakaan atau kematian yang dialami oleh para
pegawai/karyawan Perseroan (termasuk awak kapal
Deck Barge) atau orang/pihak lain (termasuk
penumpang kapal motor) yang disebabkan karena
penggunaan/pemakaian Kapal Deck Barge atau karena
sebab apapun yang mengenai atau berhubungan dengan
Kapal Deck Barge, semua tuntutan/gugatan atau
kerugian yang timbul atau terjadi sehubungan atau
sebagai akibat hal yang diuraikan di atas
tanggungan dan beban
Perseroan.-------------------------
Perseroan dengan ini pula membebaskan dan
melepaskan Bank dari semua dan setiap tuntutan,
gugatan atau tagihan berupa apapun- dan dari
siapapun yang mungkin dialami atau - diterima oleh
Bank mengenai atau yang berhubungan dengan hal yang
diuraikan di atas;-----------------------------
13. Perpajakan-----------------------------------------
-----
Semua pajak, pungutan atau iuran berupa dan dengan
nama apapun yang sekarang telah dan/atau di
kemudian hari akan dipungut atau ditetapkan oleh
instansi yang berwenang atas Kapal Deck Barge tetap
tanggungan, beban dan wajib dibayar oleh Perseroan.
16
Perseroan wajib menyerahkan fotocopy bukti
pembayaran pajak, pungutan dan iuran tersebut
kepada Bank seketika menerima bukti pembayaran
tersebut dari instansi yang
berwajib;-------------------
14. Pemberitahuan--------------------------------------
-----
Semua dan setiap pemberitahuan yang wajib atau
perlu dikirim untuk melaksanakan akta ini oleh
pihak yang satu kepada pihak yang lain harus
dilakukan menurut cara dan ke alamat yang
ditetapkan dalam Perjanjian Fasilitas
Kredit;--------------------------------------------
-----
Kemudian para penghadap bertindak dalam kedudukan
tersebut di atas menerangkan bahwa untuk urusan
mengenai pemasangan dan pendaftaran Hipotik atas
Kapal Deck Barge tersebut di atas,
Bank :--------------------------------
a. berhak menghadap instansi, pejabat atau
orang/pihak siapapun yang diperlukan, terutama
(tetapi tidak terbatas) dihadapan pejabat
Pendaftar Dan Pencatat Kapal Deck Barge dan/atau
Notaris;------------------
b. membuat, menandatangani dan menyerahkan segala
surat, akta, permohonan, formulir dan surat
lain, terutama (tetapi tidak terbatas) akta
pembebanan hipotik, dengan syarat dan ketentuan
yang akan ditentukan oleh Bank, antara lain
syarat dan ketentuan hipotik yang diuraikan
dalam butir 1 sampai dengan 16 di atas ini;-
c. memberikan segala
keterangan;-----------------------
17
d. memilih dan menetapkan tempat tinggal
(domisili);---
e. membayar semua biaya, upah dan ongkos dan
menerima tanda pembayarannya, SINGKATNYA
melakukan dan mengerjakan semua dan setiap
tindakan dan perbuatan berupa apapun yang
diperlukan atau diwajibkan untuk keperluan
pemasangan dan pendaftaran hipotik atas Kapal
Deck Barge sebagaímana diuraikan di atas, tidak
ada tindakan atau perbuatan apapun yang
dikecualikan.-
- Akhirnya penghadap bertindak dalam kedudukan tersebut di
atas menerangkan kuasa untuk memasang dan mendaftarkan
Hipotik-hipotik atas Kapal Deck Barge yang termuat dalam
akta ini diberikan dengan syarat dan ketentuan sebagai
berikut:-------
a. Berlakunya Pemberian
Kuasa.-----------------------------
Kuasa yang diberikan oleh Perseroan kepada Bank
yang termuat dalam akta ini mulai berlaku terhitung
sejak tanggal dan hari
ini;-----------------------------------
b. Kuasa Tidak Dapat Ditarik
Kembali-----------------------
Pemberian kuasa dan kewenangan yang termuat dalam
akta ini merupakan bagian terpenting dan tidak
terpisah dari Perjanjian Fasilitas Kredit. Sebagai
demikian, selama Jumlah Yang Terhutang belum
terbayar lunas sama sekali dan sebagaimana mestinya
kepada Bank maka pemberian kuasa dan kewenangan
yang termuat dalam akta ini tetap berlaku dan
mengikat terhadap Perseroan dan dengan cara
bagaimanapun tidak dapat ditarik/dicabut kembali
18
oleh Perseroan dan juga pemberian kuasa ini tidak
menjadi hapus atau berakhir jika Perseroan
dibubarkan atau dilikuidasi atau karena terjadi
atau timbul sebab atau peristiwa apapun dan
Perseroan dengan ini pula melepaskan dan menyatakan
tidak berlaku dalam akta ini ketentuan yang termuat
dalam pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata;-----------------------------------
c. Hukum Yang
Berlaku--------------------------------------
Terhadap akta pemberian kuasa dan wewenang ini dan
akta pembebanan hipotik yang akan dibuat atas Kapal
Tongkang berlaku hukum Republik
Indonesia;-----------------------
d. Pemilihan
Domisili--------------------------------------
Mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
pemberian kuasa dan wewenang yang termuat dalam
akta ini dan pemasangan dan pendaftaran hipotik-
hipotik atas Kapal Tongkang dan segala akibatnya,
Perseroan memilih domisili tetap dan seumumnya di
kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara di
Jakarta, Pemilihan domisili yang diuraikan di atas,
sekali-kali tidak mengurangí hak Bank mengajukan
tuntutan hukum terhadap Perseroan berdasarkan akta
ini dan akta pembebanan hipotik atas Kapal Tongkang
di hadapan Pengadilan lain di
manapun.------------------
- Sekarang turut hadir dihadapan saya, Notaris, dengan
dihadiri saksi-saksi yang
sama:---------------------------------------
Tuan ADRIAN, Warga Negara Indonesia, lahir di Jakarta,
pada tanggal duapuluh tiga Maret seribu sembilan ratus
19
delapan puluh tujuh (23-03-1987), selaku kuasa dari
perseroan terbatas yang akan disebut, bertempat tỉnggal
di Jakarta, Muara Karang Jalan Kasuari Nomor 45, Rukun
Tetangga 008, Rukun Warga 008, Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Kota Adminístrasi Jakarta Utara,
pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk
Kependudukan 3608922303870867;
------------------------------
- menurut keterangannya dalam hal ini bertindak
berdasarkan Surat Kuasa yang dibuat secara dibawah
tangan, tertanggal duapuluh November duaribu
tujuhbelas (20-11-2017) Nomor 002-2014/SUB-3/2017,
bermeterai cukup, demikian selaku kuasa dari Tuan
SAMUEL dalam jabatannya selaku Head, SME Banking -
Retail Banking PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)
TBK dan berdasarkan Surat Kuasa yang dibuat secara
dibawah tangan, tertanggal enam Januari duaribu
empat belas (06-01-2014) Nomor 002/2014, bermaterai
cukup, Tuan SAMUEL tersebut, dalam hal ini diwakili
selaku kuasa Direksi dari dan oleh karena itu untuk
dan atas nama perseroan terbatas PT BANK RAKYAT
INDONESIA (PERSERO) TBK suatu perusahaan perbankan
yang telah terdaftar dan diawasi oleh otoritas Jasa
Keuangan, berkedudukan di kaaantor cabang Koja
dalam hal ini bertindak melalui kantor pusatnya di
Jalan Soediatmo Nomor 15 Kavling 44-46, Jakarta
Utara, yang anggaran dasar berikut perubahan-
perubahannya telah disesuaikan dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
sebagaimana termuat dalam akta tertanggal sembilan
Mei duaribu delapan (09-05-2008) Nomor 12, dibuat
dihadapan Doktor AMRUL PARTOMUAN POHAN, Sarjana
Hukum, Lex Legibus Magister, Notaris di Jakarta,
20
yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
Surat Keputusannya tertanggal dua puluh satu Mei
dua ribu delapan (21-05-2008) Nomor AHU-
26973.AH.01.02.Tahun 2008 dan telah diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia tertanggal dua
Januari duaribu sembilan (02-01-2009) Nomor 1
Tambahan Nomor 172 :----------------------
- anggaran dasar mana telah mengalami beberapa
perubahan, yang selanjutnya termuat dalam akta
tertanggal dua puluh empat April duaribu limabelas
(24-04-2015) Nomor 80, yang dibuat dihadapan
ARYANTI ARTISARI, Sarjana Hukum, Magister
Kenotariatan, Notaris di Kota Administrasi Jakarta
Selatan, yang pemberitahuan perubahan Anggaran
Dasarnya telah diterima dan dicatat di dalam
database Sistem Administrasi Badan Hukum
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagaimana ternyata dalam suratnya
tertanggal empat Mei duaribu limabelas (04-05-2015)
Nomor AHU-AH.01.03.0929311; sedangkan susunan
Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah
Perseroan terakhir dimuat dalam Akta tertanggal
empat Oktober duaribu tujuh belas (04-10-2017)
Nomor 10, dibuat dihadapan Notaris ARYANTI
ARTISARI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
tersebut, yang pemberitahuan perubahan Anggaran
Dasarnya telah diterima dan dicatat di dalam Sistem
Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana
ternyata dalam suratnya tertanggal sembilan Oktober
duaribu tujuhbelas (09-10-2017) Nomor AHU-AH.01.03-
21
0178446;-------------------------------------------
-----
- Penghadap Tuan ADRIAN tersebut, bertindak dalam
kedudukan tersebut di atas menerangkan bahwa ia
telah mengetahui dan dengan ini menerima baik
pemberian kuasa yang termuat dalam akta ini untuk
dan atas nama Bank.----------------
- Para penghadap menyatakan dengan ini menjamin akan
kebenaran identitas para penghadap sesuai tanda pengenal
yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan bertanggung
Jawab sepenuhnya atas hal tersebut dan selanjutnya para
penghadap juga menyatakan telah mengerti dan memahami
isi akta ini.--------------------------
- Dari segala sesuatu yang tersebut di atas, dibuatlah:
-----------------------------AKTA -
INI---------------------------
- Dibuat sebagai minuta dibacakan dan ditandatangani di
Jakarta, pada hari dan tanggal tersebut dalam kepala
akta ini dengan dihadiri
oleh :---------------------------------------
- Tuan KEVIN, Sarjana Hukum, lahir di Medan, pada
tanggal 09 (sembilan April seribu sembilan ratus
delapan puluh enam), Warga Negara I bertempat
tinggal di Jalan Kelapa Nomor 5, Rukun Tetangga
002, Rukun Wa Kelurahan Pondok Aren, Kecamatan
Pondok Mangga, Kota Administrasi T Selatan,
pemegang nomor Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor
Induk Kepend
1729394048049600;--------------------------
- Tuan STEPHAN, Sarjana Hukum, lahir di Makassar,
pada tanggal 01-01-1 Januari seribu sembilan ratus
delapan puluh enam), Warga Negara Indonesia,
tinggal di Jalan Ceri No. 07, Rukun Tetangga 001,
22
Rukun Warga 002, K Cilandak Barat, Kecamatan Tebet,
Kota Administrasi Jakarta Selatan, pemega Kartu
Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan:
3849388009067543--------------------
- keduanya pegawai kantor Notarís, sebagai saksi-
saksi.---
- Setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris kepada
para penghadap dan saksi-saksi, maka akta ini
ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan
saya, Notaris.---------------
- Dilangsungkan dengan dua perubahan, yaitu karena dua
coretan dengan
penggantian.------------------------------------------
- Asli akta ini telah ditanda tanganí
secukupnya.--------------
- Diberikan sebagai salinan yang sama
bunyinya.----------------
23
UNIVERSITAS INDONESIA
KELOMPOK
Agita Chici 2006496715
Ghazahra Vesti 2006549734
Andrian Aditya 2006549450
Subeto 1906411800
Mutiara Azura Mulyawan 2006550074
Ali Hadi Shahab 2006496766
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
2021
1
SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT)
1. Pengertian
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang
diberikan pemberi Hak Tanggungan kepada kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan
untuk membebankan Hak Tanggungan atas objek Jaminan dimana wajib dibuat dengan
akta otentik yang memuat kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Fungsi SKMHT
sendiri adalah sebagai surat atau akta yang berisikan pemberian kuasa yang oleh Pemberi
Agunan/Pemilik Hak atas Tanah (Pemberi Kuasa) diberikan kepada Pihak Penerima
Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa guna membebankan Hak Tanggungan pada objek
tanah milik Pemberi Kuasa yang menjadi jaminan bagi Kreditor, dalam hal Pemberi
Kuasa tidak dapat menghadiri penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
SKMHT merupakan surat kuasa yang diberikan oleh pemberi jaminan kepada
pihak lain untuk membebankan hak tanggungan, pada prinsipnya kegunanaan SKMHT
adalah agar dikemudian hari sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh Bank/kreditur
dapat mewakili pemberi jaminan/pemberi kuasa untuk melaksanakan pembebanan hak
tanggungan dengan menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
SKMHT diatur di dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan (UUHT).
2. Tujuan SKMHT
Baik berbentuk akta Notaris atau akta PPAT, kegunaan SKMHT sama, untuk
mengikat jaminan berbentuk hak tanggungan atas tanah yang akan dijadikan
jaminan/agunan. Adapun pembuatan dan penggunaan SKMHT tersebut dapat didasarkan
pada 2 (dua) alasan, sebagai berikut:
1. Alasan Subjektif:
a. Pemberi hak tanggungan (HT) tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT untuk
membuat APHT;
b. prosedur pembebanan HT panjang atau lama;
c. biaya pembuatan HT cukup tinggi;
d. kredit yang diberikan jangka pendek;
2
e. kredit yang diberikan tidak besar/kecil;
f. debitur sangat dipercaya/bonafide.
2. Alasan Objektif:
a. Sertipikat belum diterbitkan;
b. balik nama atas tanah pemberi HT belum dilakukan;
c. pemecahan/penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi HT;
d. roya/pencoretan belum dilakukan.
3. Bentuk SKMHT
UUHT menentukan bahwa SKMHT harus dibuat dalam bentuk akta otentik, bisa
dalam bentuk akta notaris maupun akta PPAT. Hal tersebut sesuai dalam Pasal 15 ayat 1
UUHT, yang merumuskan “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat
dengan akta Notaris atau akta PPAT .....”. Berarti, kewenangan membuat SKMHT tidak
hanya berada pada Notaris, melainkan juga berada pada PPAT dan SKMHT keduanya
berbentuk akta otentik.
SKMHT tidak dapat dibuat secara lisan maupun dibuat dengan menggunakan
surat kuasa dibawah tangan serta harus dibuat dalam bentuk surat kuasa khusus. Notaris
dan PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta yang memiliki
kekuatan pembuktian sempurna yang kemudian lebih dikenal dengan akta otentik
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
SKMHT yang dibuat oleh Notaris: menggunakan format akta Notaris
sebagaimana yang ditentukan dalam UUJN. Kewenangan Notaris membuat SKMHT
timbul/muncul ketika objek yang akan dibebankan dengan Hak Tanggungan tersebut
berada di luar tempat kedudukan PPAT, sehingga memerlukan Notaris untuk membuat
SKMHT yang bersangkutan.
SKMHT yang dibuat oleh PPAT: menggunakan format akta PPAT sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 8 Peraturan Kepala BPN No. 8 tahun 2012 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3
Kewenangan PPAT membuat SKMHT ketika objek yang akan dibebankan dengan Hak
Tanggungan tersebut berada di dalam wilayah kerja dan kedudukan PPAT tersebut.
Walaupun berbeda dalam bentuk pembuatannya, namun baik Notaris ataupun
PPAT haruslah tetap memuat hal-hal yang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Di
samping Notaris, PPAT juga merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta
pengalihan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang
bentuk aktanya ditetapkan. Dalam kedudukan demikian, maka akta-akta yang dibuat
PPAT juga merupakan akta otentik.
4. Jangka Waktu
- Berdasarkan Pasal 15 ayat (3) UUHT, menyatakan bahwa SKMHT yang sudah
terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) selambat lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
- Berdasarkan Pasal 15 ayat (4) UUHT, menyatakan mengenai hak atas tanah yang
belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah diberikan.
- 3 (tiga) bulan untuk tanah yang sudah bersertipikat tetapi belum didaftarkan atas
nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru,
yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya, pemecahannya atau
penggabungannya.
Jangka waktu tertentu lainnya dalam hal SKMHT diberikan untuk menjamin
kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Persyaratan
SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lainnya dari pada
membebankan Hak Tanggungan;
Dalam hal ini tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan objek Hak
Tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah. Berkenaan dengan larangan
tersebut, maka tidak termasuk larangan memberikan kuasa dengan memberikan
4
janji-janji fakultatif. Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak
Tanggungan, apabila syarat ini tidak dipenuhi mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT), sehingga konsekuensi hukum yang ditetapkan berupa
batal demi hukum.
b. Tidak memuat kuasa substitusi;
Berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan untuk mempertahankan hak dan
kepentingannya, pihak yang menerima kuasa tidak diperkenankan untuk
melimpahkan kuasa yang didapatnya kepada pihak lain. Bukan merupakan
substitusi, bila penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam
rangka penugasan untuk mewakilinya, misalnya Direksi Bank menugaskan
pelaksana kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabang Bank.
c. Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama dan
identitas kreditur, serta nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi
Hak Tanggungan.
Kejelasan jumlah hutang yang harus sesuai dengan jumlah yang diperjanjikan
untuk melindungi pemberi hak tanggungan.
Dalam hal SKMHT telah memenuhi syarat formal dan syarat materiil, maka
sesuai Pasal 15 ayat (2) UUHT merumuskan bahwa, kuasa untuk membebankan Hak
Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga
kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4).
5
6. Akta SKMHT
SURAT KUASA
MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN
Nomor: 12
-Pada hari ini, Selasa, tanggal 01-06-2021 (satu Juni dua ribu dua puluh satu);
-Pukul 09.00 WIB (sembilan Waktu Indonesia Barat);
-Hadir dihadapan saya, A, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Kota
Tangerang, dengan dihadiri saksi-saksi yang telah dikenal saya, Notaris dan nama-
namanya akan disebut pada bagian akhir akta ini.
1. TUAN CAPUNG, lahir di Jakarta, pada tanggal 12-12-1967 (dua belas Desember
seribu sembilan ratus enam puluh tujuh), Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Kota Tangerang, Jalan Alfa Raya Nomor 105, Rukun Tetangga
007, Rukun Warga 005, Kelurahan Cimone, Kecamatan Karawaci, Pemegang Kartu
Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan:
3671041212670001;-------------
-menurut keterangannya belum terikat perkawinan apapun, sehingga tidak
memerlukan persetujuan dari siapapun;
-selanjutnya disebut Pemberi Kuasa;----------------------
2. TUAN NAON, lahir di Tangerang, pada tanggal 14-10-1964 (empat belas Oktober
seribu sembilan ratus enam puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Kota Tangerang, Jalan Gama 11 Nomor 11, Rukun Tetangga
001, Rukun Warga 002, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan, Pemegang Kartu
Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan 367201410640001;
--------------------------
- menurut keterangannya dalam hal ini penghadap bertindak dalam jabatannya
selaku Ketua dan oleh karena itu untuk dan atas nama KOPERASI SIMPAN
PINJAM SETIA MULTI SARANA, berkedudukan di Kota Tangerang; yang
didirikan berdasarkan Pendirian Koperasi yang telah disahkan oleh Menteri
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dengan Surat Keputusan Nomor
049/BH/KWK.9/I/1996, tertanggal 29-01-1996 (dua puluh sembilan Januari
seribu sembilan ratus sembilan puluh enam), yang Anggaran Dasar Koperasi
6
terakhir diubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi Simpan Pinjam Setia Multi Sarana, Nomor 34, tanggal 30-05-
2017 (tiga puluh Mei dua ribu tujuh belas), dibuat di hadapan Iman, Sarjana
Hukum, Notaris di Kota Tangerang;
- Perubahan tersebut telah diterima dan dicatatkan dalam buku daftar umum
koperasi oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia dengan Nomor: 000337/Lap PAD/Dep.1/VII/2017, tanggal 14-07-
2017 (empat belas Juli dua ribu tujuh belas), dan menurut keterangannya tidak
ada lagi perubahan selain yang disebutkan diatas.
- Selanjutnya disebut Penerima Kuasa;
- penghadap dikenal oleh saya, Notaris;
Pemberi kuasa menerangkan dengan ini memberi kuasa dengan Penerima Kuasa.
-----------------------K H U S U S--------------------------
Untuk membebankan Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan utang Tuan CAPUNG
tersebut, selaku debitur, dengan uang sejumlah Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta
Rupiah) atau sejumlah yang yang dapat ditentukan dikemudian hari berdasarkan
perjanjian utang-piutang yang ditandatangani oleh Debitur atau Pemberi Kuasa dengan:
KOPERASI SIMPAN PINJAM SETIA MULTI SARANA, yang berkedudukan di Kota
Tangerang, selaku Kreditur dan dibuktikan dengan Perjanjian Kredit Nomor 024/KSP-
SMS/SPK/IX/20, tanggal 18-09-2020 (delapan belas September dua ribu dua puluh),
yang dibuat dibawah tangan, bermaterai cukup, dan penambahan perubahan.
Perpanjangan, serta pembaharuannya yang mungkin diadakan kemudian, sampai
sejumlah nilai Tanggungan sebesar Rp.115.500.000,- (seratus lima belas juta lima ratus
ribu Rupiah) atas obyek Hak Tanggungan berubah Hak Atas Tanah yang diuraikan
dibawah ini:
● Hak Milik Nomor 376/Karawaci, atas sebidang tanah sebagaimana diuraikan dalam
Gambar Situasi tanggal 26-09-1997 (dua puluh enam September seribu sembilan
ratus sembilan puluh tujuh) nomor 188, seluas 242 m2 (dua ratus empat puluh dua
meter persegi), dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB): 28.06.04.03.03153,
terdaftar atas nama CAPUNG dan Surat Pemberitahuan Pajak terhutang Pajak Bumi
dan Bangunan (SPPT PBB) Nomor Objek Pajak (NOP):36.72.080.007.006.0;
7
Terletak di:
-Provinsi :Banten;
-Kota :Tangerang;
-Kecamatan :Karawaci;
-Kelurahan :Cimone;
-Jalan :Jalan Papua Nomor 11;
Sertifikat dan bukti kepemilikan yang disebutkan diatas diperlihatkan kepada saya,
Notaris, untuk keperluan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Objek Hak Tanggungan ini meliputi pula:
Segala sesuatu yang sekarang dan maupun dikemudian hari akan tumbuh, berdiri serta
tertanam diatasnya, yang menurut sifat guna dan peruntukannya, menurut undang-undang
dianggap sebagai benda tetap, tidak ada yang dikecualikan.
Kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan ini meliputi kuasa untuk menghadap
dimana perlu, memberikan keterangan-keterangan serta memperlihatkan dan
menyerahkan surat-surat yang diminta, membuat/minta dibuatkan serta menandatangani
Akta Pemberian Hak Tanggungan serta surat-surat lain yang diperlukan, memilih
domisili, memberi pernyataan bahwa objek Hak Tanggungan betul milik Pemberi Kuasa,
tidak tersangkut dalam sengketa, bebas dari sitaan dan dari beban-beban apapun,
mendaftarkan Hak Tanggungan tersebut, memberikan dan menyetujui syarat-syarat atau
aturan-aturan serta janji-janji yang disetujui oleh Pemberi Kuasa dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan tersebut, sebagai berikut:
● Janji dalam Objek Hak Tanggungan kemudian dipecah sehingga Hak Tanggungan
membebani beberapa hak atas tanah, debitur dapat melakukan pelunasan utang yang
dijamin dengan Hak Tanggungan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan
nilai masing-masing hak atas tanah tersebut, yang akan dibebaskan dari Hak
Tanggungan, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya bebani sisa Objek Hak
Tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi. Nilai masing-masing
hak atas tanah tersebut akan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pihak
Pertama dan Pihak kedua;
● Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan
Objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa
8
dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
● Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah
bentuk atau tata susunan Objek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis
lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
● Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk
mengelola Objek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi letak Objek Hak Tanggungan apabila debitur
sungguh-sungguh cidera janji;
● Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk
menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan
Undang-Undang, serta kewenangan untuk mengajukan permohonan memperpanjang
jangka waktu dan / atau memperbaharui Hak atas tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan.
● Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila Debitor cidera janji.
● Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak
Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan.
● Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek
Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak
Tanggungan.
● Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian
dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya
apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan
atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
● Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian
dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan
piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
9
● Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan Obyek Hak Tanggungan
pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
● Janji bahwa Sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak
Tanggungan diserahkan kepada dan untuk disimpan pemegang Hak Tanggungan;
dan untuk melaksanakan janji-janji tersebut memberikan kuasa yang diperlukan kepada
pemegang Hak Tanggungan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Kuasa yang
diberikan dengan akta ini tidak dapat ditarik kembali dan tidak berakhir karena sebab
apapun kecuali oleh karena telah dilaksanakan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan selambat-lambatnya tanggal 01-06-2021 (satu Juni dua ribu dua puluh satu)
serta pendaftarannya atau karena tanggal tersebut telah terlampaui tanpa dilaksanakan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
-Para pihak menyatakan dengan ini menjamin akan kebenaran identitas para pihak sesuai
tanda pengenal yang disampaikan kepada saya, Notaris dan bertanggung jawab
sepenuhnya atas hal tersebut dan selanjutnya para pihak juga menyatakan telah mengerti
dan memahami isi akta ini.
Demikianlah akta ini dibuat dihadapan para pihak dan:
1. Nona CINTA, Lahir di Tangerang, pada tanggal 12-12-1993 (dua belas Desember
seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga), Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Kota Tangerang, Jalan Omega, Rukun Tetangga 007, Rukun
Warga 005, Kelurahan Cibodas, Kecamatan Cibodas, Pemegang Kartu Tanda
Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan: 3671041212930003;
2. Nona SYASYA, Lahir di Tangerang, pada tanggal 12-12-1994 (dua belas Desember
seribu sembilan ratus sembilan puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Kota Tangerang, Jalan Delta, Rukun Tetangga 007, Rukun Warga
005, Kelurahan Cibodas, Kecamatan Cibodas, Pemegang Kartu Tanda Penduduk
dengan Nomor Induk Kependudukan: 3671041212940003;
-Keduanya pegawai kantor saya, Notaris;
-sebagai saksi-saksi dan setelah dibacakan serta dijelaskan, maka sebagai bukti kebenaran
pernyataan yang dikemukakan oleh Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa tersebut di atas,
maka pada seketika itu juga para penghadap, para saksi dan saya Notaris menandatangani
akta ini;
10
-buat tanpa perubahan.
PENGHADAP
Saksi-saksi
A,S.H.,M.Kn
11
TUGAS KELOMPOK
ANEKA PERJANJIAN KELAS A
MATERI: JAMINAN PRIBADI
Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Depok
Juni 2021
A. Pengertian Jaminan Pribadi
Menurut Sri Soedewi M.S., mengartikan jaminan immateriil (perorangan)
adalah: “jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,
hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan
debitur umumnya”. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan jaminan perorangan
adalah suatu perjanjian antara seorang yang berpiutang atau kreditur dengan seorang
ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau
debitur115. Jaminan perorangan ini tidak memberikan hak untuk didahulukan pada
benda-benda tertentu, karena harta kekayaan pihak ketiga hanyalah merupakan
jaminan bagi terselenggaranya suatu perikatan seperti borgtocht.116
Dasar hukum dari jaminan perorangan atau penanggungan diatur dalam pasal
1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang berbunyi:
Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si
berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang manakala orang
ini sendiri tidak memenuhinya”
Kemudian pada Pasal 1822 KUHPerdata menyatakan:
Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu
perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan
yang hanya mengenai dirinya pribadi si berhutang, misalnya dalam hal
kebelumdewasaan.
117
Hayuning Widiasari, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Hak Taggungan,” Res Judicata 1, (Oktober 2018): 94.
118
Retno Gunarti, “Perjanjian Penanggungan (Borgtocht) sebagai Salah Satu Bentuk
Pengikatan Jaminan Kredit Bank Pada Kantor Pusat PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.,”
(Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hlm. 41
119
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], (selanjutnya KUHPER)
diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Bandung: Balai Pustaka, 1992), Ps. 1821.
120
Ibid, Ps. 1333.
Perjanjian lain. Perjanjian lain yang hendak dijamin pelaksanaannya adalah
Perjanjian Pokok, yaitu perjanjian yang melahirkan perikatan-perikatan pokok.
Dengan demikian kausa Perjanjian Penanggungan adalah untuk memperkuat dan
menangguhkan Perjanjian Pokoknya. Hal ini seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa Perjanjian Penanggungan adalah termasuk Perjanjian
Accessoir dari Perjanjian Pokok.
Pada Perjanjian Penanggungan terdapat suatu unsur formal tertentu, yaitu
bahwa Borg atau penjamin menjamin pelaksanaan prestasi orang lain.
Konsekuensinya ialah isi prestasinya bisa macam-macam, bergantung kepada apa
yang berdasarkan perikatan pokok yang dijamin ditinggalkan debitur, tidak
dipenuhi, atau berupa janji ganti rugi senilai itu.
Di dalam KUHPerdata, penanggungan atau borgtocht mempunyai
pengaturannya dalam Pasal 1820 KUHPerdata dan selanjutnya, Pasal 1820
KUHPerdata memberikan perumusan penanggungan sebagai berikut:
121
Ibid, Ps. 1820.
syarat-syarat yang melebihi Perjanjian Pokok, maka Perjanjian Penanggungan
batal, akan tetapi Perjanjian Pokok tetap berlaku. Perikatan-perikatan yang
sifatnya mengikuti suati Perjanjian Pokok tidak dapat melebihi perikatan-
perikatan yang diterbitkan oleh Perjanjian Pokok tersebut122.
2. Ketergantungan Perjanjian Penanggungan terhadap Perjanjian Pokok
Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga,
guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya
si berutang, manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya. Demikianlah definisi
yang diberikan oleh Pasal 1820 KUHPerdata tentang Penanggungan Utang, akan
diuraikan di bawah ini.
Beberapa unsur perumusan yang tampak dan perlu mendapatkan perhatian
adalah:
a. Penanggungan merupakan suatu perjanjian;
b. Borg adalah pihak ketiga:
c. Penanggungan diberikan demi kepentingan kreditur;
d. Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur
e. Wanprestasi; dan
f. Ada perjanjian bersyarat.
Melihat unsur bahwa Perjanjian Penanggungan merupakan suatu perjanjian,
konsekuensinya ialah bahwa Perjanjian Penanggungan sebagai juga semua
perjanjian pada umumnya harus memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata
agar menjadi perjanjian yang sah; sah dalam arti bahwa hanya atas persetujuan
kedua belah pihak yang bersangkutan saja, Perjanjian Penanggungan dapat
dibatalkan sebagaimana Pasal 1338 KUHPerdata.
Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapi harus diadakan dengan
pernyataan yang tegas: tidaklah diperbolehkan memperluas penanggungan hingga
melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya
sebagaimana Pasal 1824 KUHPerdata. Ketentuan pasal ini harus diadakan dengan
pernyataan tegas tidaklah mengandung arti bahwa penanggungan harus diadakan
secara tertulis. Ia boleh diadakan secara lisan, yaitu menjadi beban bagi kreditur
122
Djoko Triwibowo, “Perjanjian Penanggungan Utang (Borgtocht) Studi Kasus di PT. Bank
Negara Indonesia (Persero), Tbk.,” (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2007), hlm. 74.
untuk membuktikan sampai dimana kesanggupan si penanggung. Kewajiban si
penanggung tidak boleh diperluas hingga melebihi apa yang menjadi
kesanggupannya sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penanggungan yang tidak
terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya, bahkan
terhitung biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap si berutang utama, dan
terhutang pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si pananggung diperingatkan
tentang itu sebagaimana dalam Pasal KUHPerdata. Dalam pasal ini disebutkan
kewajiban yang secara maksimal dapat dipikulkan kepada seorang penanggung
utang, yaitu pembayaran seluruh jumlah utangnya si debitur ditambah, apabila
sampai jadi perkara dengan biaya perkara dan ditambah dengan biaya peringatan
si penanggung dan lain-lain biaya sampai saat si penanggung itu memenuhi semua
kewajibannya.
Adapun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian
Accessoir sifatnya mengabdi kepada suatu perjanjian pokok, tidak bisa melebihi
perikatan-perikatan yang diterbitkan oleh perjanjian pokok itu. Tangkisan-
tangkisan yang boleh dimajukan oleh debitur utama pada asasnya juga boleh
dimajukan oleh Borg. Memang mengenai seberapa eratnya hubungan antara
perjanjian pokok dengan perjanjian accessoir dan seberapa eratnya
ketergantungan perikatan accessoir dari perikatan pokoknya, tidak dapat diberikan
suatu ketentuan umum yang pasti yang satu mungkin lebih longgar dari yang lain.
Sesuai dengan sifat accessoir dari Perjanjian Penanggungan, ia memang
bukan perjanjian yang berdiri sendiri, meskipun tidak berarti bahwa ia selalu
harus tertuang dalam satu perjanjian yang sama dengan perjanjian pokoknya. Ia
bisa saja dan memang biasanya tertuang dalam suatu perjanjian tersendiri. Sesuai
dengan itu, Perjanjian Penanggungan tidak harus dibuat pada saat yang sama
dengan perjanjian pokoknya untuk diberikan tanggungan. Tidak tertutup
kemungkinan bahwa penanggungan baru diberikan, lama setelah perjanjian pokok
itu ada. Bisa saja ia merupakan jaminan yang ditambahkan kemudian.
Perjanjian Penangungan sebagai perjanjian bersyarat dapat dibuat lebih
dahulu dari perjanjian pokoknya, yang akan dijamin olehnya. Bahkan seperti juga
pada jaminan hak tanggungan ia dapat diberikan untuk suatu perikatan yang
belum diketahui secara persis bentuk peristiwanya yang akan melahirkan
perikatan yang bersangkutan. Sesuai dengan sifat accessoir dari penanggungan,
adanya ataupun lahirnya penanggungan tergantung pada adanya ataupun lahirnya
perikatan pokok yang bersangkutan. Dalam peristiwa penanggungan sudah
diberikan sebelum perikatan pokoknya, sabenarnya pada saat Perjanjian
Penanggungan dibuat belum dapat diketahui, apakah benar-benar akan ada
sesuatu yang terhutang oleh debitur. Dapat diketahui adalah bahwa ada
kemungkinan akan ada kewajiban perikatan dari pihak calon debitur utama
kepada calon kreditur. Apakah Perjanjian Penanggungan akan hidup dalam arti
mempunyai daya kerja bergantung dari lahirnya perikatan pokok yang hendak
dijamin. Atas dasar itu, dalam peristiwa penanggungan telah diberikan lebih
dahulu dari perjanjian pokok yang akan ditanggung ditinjau dari segi ini dapat
dikatakan bahwa Perjanjian Penanggungan merupakan perjanjian bersyarat.
Namun, tidak dapat diartikan bahwa Borg mengikatkan diri kepada kreditur secara
bersyarat, yaitu kalau debitur tidak membayar kewajibannya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sesuai sifat accessoir dari
Perjanjian Penanggungan, jaminan itu turut beralih kalau perjanjian pokoknya
untuk mana diberikan penanggungan beralih. Sesuai dengan prinsip accessoir
tersebut, masalah peralihan penanggungan baru mempunyai arti kalau ia disertai
dengan dan diberikan kepada orang yang juga mengoper perjanjian pokoknya.
Pengalihan hak-hak kreditur yang dipunyai olehnya berdasarkan
Perjanjian Penanggungan, seperti juga hak-hak lain yang timbul dari suatu
perjanjian tidak ada halangan, kecuali secara tegas telah disepakati lain.
Pengalihan hak tagih kreditur berdasarkan alas hak khusus kepada pihak ketiga,
sesuai dengan ketentuan Pasal 613 KUHPerdata harus dilakukan dengan cessie,
yaitu kreditur berkedudukan sebagai cedent, pihak ketiga yang mangoper tagihan
kreditur sebagai cessionaris dan debitur utama sebagai cessus dan cessie telah
selesai dengan ditandatanganinya akta cessie. Sekalipun berdasarkan sifat
accessoir-nya dengan telah ditandatanganinya akta cessie Borg selanjutnya demi
hukum tidak terikat lagi kepada cedent, tetapi sekarang terikat kepada cassionaris
adalah penting untuk memberitahukan cessie tersebut. Tidak hanya kepada cessus,
tetapi juga kepada Borg karena kalau Borg tidak tahu adanya cessie tersebut dan
dengan itikad baik memenuhi prastasi debitur utama kepada kreditur lama, ia
terbebaskan dari keterkaitannya kepada kreditur baru.
Hubungan antara kreditur dan penanggung hutang (Borg) diatur dalam KUH
Perdata dalam bagian kedua dari Bab XVII. Tanggung jawab penanggung hutang
ialah bersifat subsidair yang mana suatu kewajiban debitur terhadap kreditur baru
berlaku apabila debitur wanprestasi. Berdasarkan Pasal 1831 KUHPerdata,
Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai membayar
utangnya, dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih
dahulu untuk melunasi utangnya. Berdasarkan Pasal 1831 ini, maka diketahui
tanggungjawab penanggung atau Borg adalah cadangan dalam hal harta benda si
debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya atau dalam hal debitur itu sama
sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita, ataupun apabila telah
dilakukan pelelangan terhadap harta benda debitur yang telah disita hanya saja tetap
tidak mencukupi untuk melunasi hutang debitur.
Terhadap hal ini, maka penanggung akan dihadapkan kepada 2 (dua) pilihan,
yaitu melunasi hutang debitur utama atau harta bendanya disita guna mencukupi
pelunasan hutang debitur utama. Si penanggung berhak utnuk menuntut
dilakukannya lelang sita terlebih dahulu terhadap kekayaan debitur utama sebelum ia
melakukan pembayaran terhadap hutang milik debitur yang ditanggung olehnya (si
penanggung atau Borg). Hak tuntut disebut dengan istilah voorecht van eerdere
uitwining yang berarti ambil pelunasan dari debitur terlebih dahulu. Dalam hal ini,
maka dengan adanya kehendak dari si penanggung atau Borg agar harta debitur
utama dieksekusi terlebih dahulu, kreditur dapat mempersilahkan si penanggung atau
borg untuk menunjukkan kekayaan debitur utama yang bisa diambil sebagai
pelunasan. Terhadap hasil eksekusi atas barang debitur utama yang tidak mencukupi
penulasan hutang debitur utama, akan dilanjutkan pembayaran yang dilakukan oleh si
penanggung atau Borg.
Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 1834 ayat (1) KUHPerdata, diketahui bahwa si
penanggung atau Borg dapat menuntut agar benda-benda si beruntang terlebih dahulu
disita dan dijual, serta diwajibkan untuk menunjukkan kepada si berpiutang benda-
benda si berutang dan membayar lebih dahulu biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan penyitaan serta penjualan tersebut. Selain itum tidak diperbolehkan
untuk menunjuk pada benda-benda yang sedang dalam persengketraan di pengadilan,
maupun yang sudah menjadikan tanggungan hipotik untuk utang yang bersangkutan
serta yang tidak diperolehkan terhadap benda-benda yang sudah tidak ada di tangan
si berutang maupun benda-benda yang terletak di luar wilayah Indonesia. Dalam hal
ini, terdapat pengecualian dari hak menuntut si penanggung seperti yang dinyatakan
dalam Pasal 1832 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
Penghadap
SABDA PURNAMA
Saksi-Saksi
ANDIN RAFI
Disusun Oleh:
125
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 7
126
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2001), hlm. 4
tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita atau dilelang menurut ketentuan
perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Penanggung dalam jaminan perorangan terbagi dalam dua jenis berdasarkan subjeknya,
yaitu:
1. Penanggung perorangan (personal guarantee) dan
2. Penanggungan perusahaan (corporate guarantee). Setiap penanggungan mempunyai
karakteristik masing-masing namun tidak terlepas dari peranan atau kedudukannya di
bidang kredit atau utang piutang.128
Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang
dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya
saja subjek pelakunya berbeda.129 Fungsi jaminan terhadap pemberian kredit bank yaitu
untuk menjamin pelunasan utang debitor bila debitor wanprestasi atau pailit. Jaminan kredit
berfungsi memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa yakin
kreditnya akan tetap kembali meskipun dengan cara mengeksekusi jaminan kredit yang
diserahkan kepada kreditor. Fungsi jaminan kredit baik ditinjau dari sisi perbankan dan sisi
debitor, yakni:
127
Subekti, R, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1989), hlm. 15
128
Sayyid Wrahaji SK, “Dinamika Personal dan Corporate Guarantee di Dunia Perbankan di Indonesia”,
Jurnal publisher (Solo: Universitas Sebelas Maret, 2014), Vol 1., No. 2.
129
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 151
bila debitor tidak melaksanakan kewajibannya. Adanya garansi/jaminan perorangan,
pihak kreditor dapat menuntut kepada penjamin untuk membayar utang debitor bila
debitor lalai atau tidak mampu untuk membayar utangnya tersebut.130
KUH Perdata dikenal dengan “penanggungan”. Jaminan perorangan atau jaminan pribadi
adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban debitor.131 Sedangkan jaminan perusahaan atau corporate guarantee
adalah merupakan suatu jaminan berupa janji atau pernyataan kesanggupan yang diberikan
oleh perusahaan penanggung untuk memenuhi kewajiban debitor, manakala debitor sendiri
wanprestasi. Jadi dalam corprate guarantee ada 3 (tiga) pihak yang saling berkaitan yaitu
pihak kreditor, debitor dan pihak ketiga (dalam bentuk perusahaan) yang bertindak sebagai
penangung (borg, guarantor).132
Jaminan perorangan timbul karena adanya perjanjian, hal ini berbeda dengan jaminan
kebendaan yang timbul karena undang-undang.133 Setiap perjanjian pemberian jaminan
selalu didahului oleh pejanjian pokok yang menjadi dasar perjanjian pemberian jaminan
yang dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila
perjanjian pokoknya telah selesai, maka perjanjian pemberian jaminannya juga selesai. Sifat
perjanjian tersebut dikenal dengan accessoir, yang mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Ikut batal dengan perjanjian pokok;
2. Lahir dan hapusnya perjanjian tergantung dengan perjanjian pokok;
3. Beralihnya perjanjian pokok membuat perjanjiannya ikut beralih.134
Lahirnya suatu perjanjian pemberian garansi dapat juga dikatakan sebagai terbentuknya
atau telah dilakukan suatu penjaminan baik oleh perseorangan (personal guarantee) maupun
130
Ibid
131
Muhammad Djumhana, “Hukum Perbankan di Indonesia”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993),
hal.74
132
Veronica Sri Rahayuningtyas, “Aspek kontraktual Dalam Lembaga Corporate Guarantee”, Jurnal
publisher (Surabaya: Universitas Airlangga, 2010), hal. 1.
133
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 70.
134
Sofwan, Hukum..., hlm 46-47.
suatu badan usaha (corporate guarantee).135 Bentuk Perjanjian Pemberian Jaminan bersifat
bebas, tidak terikat bentuk tertentu, dapat dibuat lisan maupun tulisan maupun dalam akta.
Namun, lazimnya perjanjian penanggungan dibuat dalam bentuk tertulis guna kepentingan
pembuktian di pengadilan. Perjanjian pemberian jaminan juga harus memenuhi syarat
sahnya sebuah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang
berbunyi:
Pasal 1320 KUH Perdata
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. suatu pokok persoalan tertentu;
d. suatu sebab yang halal”
Adapun penjelasan terkait bunyi pasal di atas adalah sebagai berikut:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Perjanjian Pemberian Garansi dibuat oleh antara Kreditor dengan Penjamin dimana
Penjamin menyatakan jaminan bahwa Penjamin akan menyelesaikan hutang debitor
apabila debitor tidak melaksanakan kewajibannya. Untuk melindungi para pihak, maka
Perjanjian Pemberian Garansi harus disepakati oleh para pihak yang mengikatkan diri,
yaitu Kreditor dan Penjamin. Apabila Kreditor tidak sepakat (misalnya karena kreditor
tidak yakin bahwa Penjamin mampu menyelesaikan hutang debitor) maka Perjanjian
Pemberian Garansi tersebut tidak memenuhi syarat ini sehingga Perjanjian Pemberian
Garansi tersebut batal demi hukum.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Perjanjian Pemberian Garansi harus dibuat oleh pihak cakap membuat suatu perikatan.
Dalam hal perjanjian pemberian jaminan diberikan dalam bentuk jaminan perusahaan
(corporate guarantee), maka penandatangan perjanjian pemberian jaminan tersebut
harus ditandatangani oleh pihak/orang yang berwenang untuk mewakili perusahaan,
misalnya direktur perusahaan (dalam hal perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas)136
atau orang lain yang ditunjuk oleh perusahaan sebagaimana yang diatur dalam UU
135
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Univesitas Indonesia, 2004), hlm. 190-191.
136
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 346-348.
No.40/2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal Perseroan hendak memberikan
corporate guarantee terutama dengan menjaminkan lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang
berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka Direksi wajib meminta persetujuan RUPS
sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 102 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan, yang mana di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Perjanjian Pemberian
Jaminan yang dilakukan oleh pihak yang belum cakap hukum maka perjanjian tersebut
akan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat subjektif dari sahnya suatu
perjanjian. Selain itu jaminan utang yang pemberiannya melebihi 50% dari harta bersih
kekayaan yang dilakukan tanpa persetujuan RUPS maka Perjanjian Pemberian Jaminan
tersebut juga batal demi hukum.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
Bahwa telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian Pemberian Jaminan bersifat
subsidair, sehingga dalam perjanjian tersebut diwajbkan untuk mengatur besarnya
jumlah yang dijaminkan oleh penjamin kepada kreditur, dimana jumlah jaminan tidak
boleh melewati jumlah hutang pada perjanjian pokok. Jika jumlah penanggungan tidak
dicantumkan atau jumlah penanggungan lebih besar dari jumlah hutang pokok, maka
perjanjian pemberian jaminan tersebut tidak batal melainkan hanya sah untuk apa yang
diliputi oleh perutangan pokok.137
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian Pemberian Jaminan harus didasari pada perjanjian/perikatan yang tidak
melanggar peraturan perundangan. Apabila perjanjian pokoknya bertentangan dengan
peraturan perundangan maka Perjanjian Pemberian Jaminan menjadi dapat dibatalkan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan suatu sebab
adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang. Atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
137
Sofwan, Hukum..., hlm. 87-88.
dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor tersebut berada dalam posisi yang lemah
sehingga perlu dilindungi oleh Undang-Undang dengan memberikan beberapa hak istimewa
kepada Corporate Guarantor. Hak istimewa yang diberikan oleh KUH Perdata antara lain:
1. Hak untuk menuntut lebih dahulu
Hak untuk menuntut lebih dahulu ini adalah hak Corporate Guarantor untuk meminta
agar harta debitor yang harus lebih dulu disita untuk memenuhi pelaksanaan perjanjian,
sehingga penyitaan harta Corporate Guarantor dapat dilakukan hanya untuk memenuhi
kekurangan apabila ternyata harta kekayaan debitor tidak cukup memenuhi
kewajibannya. Apabila harta kekayaan debitor ternyata mencukupi untuk melunasi
tagihan, harta kekayaan Corporate Guarantor harus bebas dari penyitaan dan penjualan.
2. Hak untuk membagi hutang.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian hutang, yaitu:
a. Jika salah satu orang dari penjamin (termasuk pula Corporate Guarantor) tidak
mampu untuk membayar bahagian yang ditentukan kepadanya, penjamin yang cukup
mampu tidak wajib melakukan pembayaran itu.
b. Jika pembahagian utang itu datangnya atas kemauan sendiri dari pihak kreditor,
kemudian ternyata salah seorang dari penjamin sedang dalam keadaan tidak mampu,
kreditor tetap terikat atas pembahagian yang telah diperbuatnya.
3. Hak untuk diberhentikan dari penjaminan
Corporate Guarantor berhak minta kepada kreditor untuk diberhentikan atau
dibebaskan dari kedudukannya sebagai seorang penjamin dengan alasan Corporate
Guarantor mungkin tidak dapat menggunakan hak-hak subrogasi. Hak subrogasi timbul
setelah Corporate Guarantor membayar atas utang debitor. Hak subrogasi tidak dapat
dilaksanakan karena Corporate Guarantor telah meneliti bahwa jaminan telah hapus
atau tidak ada lagi karena kreditor membiarkan debitor menjual atau menghilangkan
jaminan. Dengan kata lain Kreditor tidak mengamankan jaminan-jaminan atas utang
debitor itu sehingga bila Corporate Guarantor membayar utang debitor, Corporate
Guarantor yang demi hukum menggantikan hak kreditor (subrogasi) tidak memperoleh
jaminan hipotik, hak tanggungan dan jaminan lainnya.138
138
Harahap, Hukum..., hlm. 325.
Perjanjian pemberian garansi menimbulkan akibat hukum yang melibatkan 3 pihak yaitu
debitur utaman, kreditor, dan penjamin.
1. Akibat hukum antara Corporate Guarantor dengan Kreditur Pemegang Corporate
Guarantee
Corporate Guarantor yang telah mengikatkan diri membawa akibat hukum bagi
Corporate Guarantor untuk melunasi utang debitor (si berutang utama) apabila ebitor
cidera janji. Kewajiban Corporate Guarantor untuk melunasi utang debitor tersebut baru
dilakukan setelah kreditor mengeksekusi harta kekayaan milik debitor yang hasilnya
tidak mencukupi untuk melunasi utangnya. Selama kreditor belum melakukan eksekusi
atau penjualan harta kekayaan debitor, Corporate Guarantor tidak memiliki kewajiban
membayar utang debitor yang dijaminnya. Jadi meskipun Corporate Guarantor telah
mengikatkan diri sebagai guarantor tidak serta merta memiliki kewajiban untuk
membayar utang debitor. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab Corporate Guarantor
hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitor
tidak mencukupi atau sama sekali Debitur Utama tidak memiliki harta benda yang dapat
dijual. Hal ini sesuai Pasal 1831 KUHPerdata yang mengaskan bahwa
guarantor/penjamin tidaklah diwajibkan membayar kepada kreditor, selain jika Debitur
Utama lalai sedangkan harta benda Debitur Utama ini harus lebih dahulu disita dan
dijual untuk melunasi utangnya.139
Pasal 1832 KUH Perdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1831
KUH Perdata sehingga memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut
langsung kepada seorang guarantor/penjamin untuk melunasi utang seluruhnya tanpa
harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu, dalam hal penjamin telah melepaskan
hak istimewanya untuk menuntut dilakukan sita- lelang lebih dahulu atas harta benda
debitor. Bagi Corporate Guarantor yang telah melepaskan hak istimewanya yang
dinyatakan secara tegas dalam akta pemberian garansi atau penjaminan maka kreditor
dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan Corporate Guarantor tanpa harus
menunggu sita-lelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu.140
2. Akibat hukum penjamin dengan debitor
139
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 250-251.
140
Ibid.
Jika Corporate Guarantor telah membayar utang Debitor Utama, maka Corporate
Guarantor dapat menuntut kembali pembayaran tersebut dari si Debitor Utama, baik
pemberian garansi itu terjadi dengan pengetahuan atau tanpa sepengetahuan debitor.
Hak menuntut kembali tersebut lazim juga disebut hak regres, timbul karena diberikan
oleh Undang-undang. Hak regres demikian tetap ada sekalipun tidak tercantum secara
khusus dalam akta perjanjian pemberian garansi/jaminan. Hak regres itu timbul setelah
Corporate Guarantor membayar utang Debitor Utama, baik pembayaran itu terjadi
secara sukarela maupun atas dasar keputusan hakim yang memutuskan/menghukum
Corporate Guarantor untuk membayar utang tersebut.141
3. Akibat hukum antar penjamin
Jika ada beberapa Corporate Guarantor yang telah mengikatkan diri untuk menjamin
Debitor Utama yang sama dan untuk utang yang sama, maka bagi Corporate Guarantor
yang telah melunasi utang Debitor Utama tersebut mempunyai hak menuntut kepada
Corporate Guarantor lainnya masing-masing sesuai bagiannya. Beberapa Corporate
Guarantor yang menjamin debitor yang sama dan untuk satu utang yang sama
diperlakukan seperti orang-orang yang berutang secara jamin menjamin, kecuali mereka
menggunakan hak istimewa untuk meminta pemecahan utangnya142
141
Sofwan, Hukum..., hlm. 100.
142
Sutarno, Aspek..., hlm. 254.
kepada corporate guarantor yang telah melepaskan hak istimewanya bersamaan dengan
debitor dianggap dapat memberikan perlindungan kepada kreditor.144
Bentuk jaminan berupa kebendaan atau dikenal dengan agunan memberikan kedudukan
separatis (secured creditor) kepada bank sebagai salah satu kreditor, guna mengantisipasi
risiko kemungkinan terjadinya wanprestasi, kredit macet dan/atau gagal bayar, bank masih
merasa perlu adanya jaminan khusus yang lain, yaitu jaminan yang berupa jaminan
perorangan baik dalam bentuk personal guarantee atau corporate guarantee, dalam
KUHPerdata dikenal dengan “penanggungan”. Jaminan perorangan atau jaminan pribadi
adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban debitor.145
143
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan, Cetakan ketiga, ( Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 100.
144
Sumarni, “Hukum Kepailitan”, (Jakarta: Sofmedia, 2010), hlm. 196.
145
Djumhana, Hukum...,hlm. 74.
146
Sofwan, Hukum..., hlm. 83.
147
Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2013), hlm. 11.
Pasal 1820 hingga Pasal 1850 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian pertanggungan.
Pasal 1821 KUHPerdata menunjukkan bahwa penanggungan adalah suatu “perjanjian
accessoir”, yaitu bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya
suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin
dengan perjanjian penanggungan itu, kemudian adanya kemungkinan (artinya
diperbolehkan) diadakannya suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu perjanjian
pokok, yang dapat dimintakan pembatalannya (“vernietigbaar”, “voidable”). Hal ini dapat
diterima, tetapi hanya jika kesepakatan utama kemudian dibatalkan, pertanggungan juga
akan dibatalkan.148 Proses pelaksanaannya penjaminan perusahaan dituangkan dalam
perjanjian penjaminan berdasarkan perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit antara bank
dengan debitor, sehingga perjanjian penjaminan merupakan perjanjian tambahan
(attachment). Jika perjanjian prinsip dibatalkan atau diakhiri maka perjanjian lampiran akan
berakhir atau menjadi batal atau berakhir sendiri.149
148
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 164.
149 Imran Nating, Peranan dan Tanggungjawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit,
150
Zachrowi Soejoeti, Masyhud Asyhari, Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Navila, 1993), hlm.15.
Hak istimewa dilepaskan ketika debitor melanggar janjinya/gagal bayar, kreditor dapat
menagih penjamin (penjamin) secara langsung, menghilangkan kebutuhan untuk berurusan
dengan debitor secara langsung.151 Ketentuan ini tercantum pada Pasal 1832 Ayat (1)
KUHPerdata, padahal hak istimewa tersebut merupakan bentuk perlindungan dari undang-
undang kepada penanggung/ penjamin (guarantor). Kedudukan penanggung/penjamin
(guarantor) berubah menjadi debitor disaat debitor utama melakukan wanprestasi.
Hak istimewa yang dilepaskan menjadi suatu masalah, karena yang berkemungkinan
besar lebih berisiko mengalami kerugian adalah kreditor dibandingkan dengan debitor
maupun penanggung/penjamin (guarantor).152 Ketentuan mengenai penjamin yang dapat
mengajukan pernyataan pailit adalah apabila penjamin atau penanggung tidak melebihi satu
kreditor, maka penjamin atau penanggung tidak memenuhi persyaratan Pasal 2 (1) UU
Kepailitan dan “Permohonan Penundaan Pelunasan Hutang” Konsensus, penjamin dan
penjamin emisi tidak dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit sesuai dengan Pasal
1832 ayat 1 Undang-undang Perdata, dan pernyataan pailit diajukan terhadap penjamin atau
penjamin emisi dengan mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa mengajukan
permohonan pernyataan pailit kepada debitor, tetapi premisnya adalah bahwa penjamin telah
mencabut hak khusus untuk menahan barang tersebut atau sita aset debitor dan jual terlebih
dahulu.153 Jika penanggung/ penjamin (guarantor) memiliki utang pada dua atau lebih
kreditor dan utangnya tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih kemudian jika
penanggung/penjamin (guarantor) tidak dapat membayar salah satu utangnya sama sekali
maka penanggung/penjamin (guarantor) dapat dimohonkan pailit oleh kreditor.154
151
Sutedi, Hukum, hlm. 151.
152
Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia,
(Yogyakarta: Total Media 2008), hlm. 42.
153
Sjahdeini, Hukum, hlm. 99.
154
Anisah, Perlindungan, hlm. 42.
Kedudukan kreditor terhadap penjamin (guarantor) hanya sebagai pemberi jaminan
hutang (saat debitor wanprestasi), karena tidak ada barang milik penjamin (guarantor) yang
dapat dijadikan jaminan hutang. Kreditor tidak dapat mengeksekusi hak kreditor yang
menjadi milik penanggung/penjamin sebagai pelunasan hutang, yang dapat dilakukan
kreditor adalah meminta kepada debitor/ penjamin untuk melunasi hutangnya (jika debitor
wanprestasi).
Jaminan yang lahir dari perjanjian, namun dengan batasan yang diberikan dapat
diartikan bahwa kreditor dalam melaksanakan haknya terhadap semua benda debitor, kecuali
benda-benda yang dikecualikan. Jadi jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian maka
dengan sendirinya perjanjian tersebut telah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya sesuai ketentuan dari Pasal 1338 KUH Perdata. Corporate guarantor
berubah statusnya menjadi debitor utama apabila debitor utama yang dijamininya lalai atau
cidera janji dan harta benda kakayaan milik debitor utama yang utangnya ditanggung telah
disita dan dilelang terlebih dahulu, tetapi hasilnya belum cukup membayar kewajibannya.
Perlindungan corporate guarantor dalam praktiknya dianggap akan memberatkan kreditor
sesuai adanya Pasal 1831 dan 1832 KUH Perdata. Perlindungan tersebut akan berdampak
kepada kreditor menjadi terhalang untuk melaksanakan haknya untuk melakukan eksekusi
corporate guarantee sehingga kreditor memerlukan perjanjian khusus untuk
mengesampingkan hak istimewa penjamin sesuai yang diatur pada Pasal 1831 dan 1832
KUH Perdata. corporate guarantor melepaskan hak istimewanya tidak dalam kondisi
tekanan atau penipuan sebagaimana diatur pada Pasal 1321 KUHPerdata dan guarantor tidak
termasuk dalam kategori tidak cakap sebagaimana diatur Pasal 1330 KUHPerdata, maka
perjanjian khusus tersebut telah menunjukkan keadilan dalam bentuk persamaan hak dan
harus dilakasanakannya hukum yaitu mensyaratkan perjanjian khusus dalam rangka
pemberian jaminan tersebut oleh para pihak yang telah terikat didalamnya. Keseimbangan
hak antara kreditor, debitor dan corporate guarantor dalam bertindak perikatan jaminan atas
pemberian fasilitas kredit sejalan dengan prinsip keadilan oleh John Rawls yang
menjelaskan antara lain bahwa seseorang memiliki hak yang sama atas kebebasan
fundamental yang seluas-luasnya termasuk kebebasan seseorang untuk mempertahankan
properti dan kebebasan penangkapan sewenang-wenang yang tidak ditentukan oleh konsep
negara hukum, sejalan dengan pandangan Aristoteles bahwa asas utama keadilan adalah
ketaatan pada hukum dan lebih ditegaskan kembali bahwa keadilan sebagai keutamaan
moral yang khusus, sehubungan dengan perilaku masyarakat dalam hal tertentu dan
menentukan sikap baik antara manusia dan antara kedua atau lebih pihak dengan melakukan
keseimbangan.
Pasal 1131 jo 1132 KUHPerdata bahwa segala harta kekayaan corporate guarantor,
baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang ada maupun yang akan ada dikemudian
hari menjadi jaminan atau agunan bagi perikatan yang dibuat dengan kreditor sehingga harta
corporate guarantor juga termasuk dalam harta pailit. Hal ini berlaku asas peritas
creditorium dimana pembayaran atau pelunasan hutang dilaksanakan secara berimbang,
sehingga kreditor pemegang corporate guarantee hanya berkedudukan sebagai kreditor
konkuren dalam pemenuhan piutangnya karena corporate guarantor tidak menjaminkan
benda tertentu sebagai objek jaminan. Pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa debitor
bertanggung jawab atas utang, baik terhadap benda bergerak maupun benda tidak bergerak
yang telah dimilikiknya saat ini maupun yang akan dimilikinya dikemudian hari.
Perlindungan ang diberikan Pasal 1831 dan 1832 KUH Pedata kepada Corporate
Guarantor dalam praktiknya dianggap memberatkan kreditur. Perlindungan tersebut
mengakibatkan kreditur terhalang untuk melaksanakan haknya sehingga diperlukan janji-
janji khusus untuk mengesampingkan hak istimewa penjamin sebagaimana diatur dalam
KUH Perdata di atas, seperti:
1. Janji agar penanggung melepaskan haknya untuk menuntut penjualan harta benda
debitur lebih dahulu;
Pengecualian hal di atas dapat saja terjadi apabila Corporate Guarantor telah
melepaskan hak istimewanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1831 dan 1832
KUHPerdata yang menentukan bahwa Corporate Guarantor tidak dapat menuntut
supaya benda-benda debitor lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:156
155
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op. Cit. hlm 24-25.
156
Sunarmi, Hukum..., hlm. 197.
b. Apabila penjamin telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan Debitor Utama
secara tanggung menanggung dalam hal mana akibat-akibat-akibat perikatannya
diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utangnya secara tanggung
renteng;
c. Jika debitor dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri
secara pribadi;
Ternyata Kreditor Pemegang Corporate Guarantee juga diberikan hak yang cukup
seimbang. Ketentuan tersebut memungkinkan kreditor untuk seketika menagih kepada
Corporate Guarantor untuk melunasi semua kewajiban, prestasi, atau perikatan debitor,
tanpa ia perlu terlebih dahulu menyita dan menjual harta kekayaan debitor yang telah
cidera janji atau wanprestasi tersebut74. Pelepasan hak istimewa Corporate Guarantor
harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian pemberian garansi, dimana dengan
perjanjian pemberian garansi tersebut mengakibatkan hak istimewa Corporate
Guarantor hapus dan Kreditor dapat menuntut atau menggugat langsung kepada
Corporate Guarantor atau bersama-sama dengan debitor agar Corporate Guarantor atau
bersama-sama debitor, tanggung renteng untuk membayar utang debitor kepada
kreditor.
Hak untuk membagi hutang ini terdapat pada penjamin yang penjaminannya lebih dari
satu orang penjamin terhadap seorang debitor. Maka para penjamin masing- masing
dapat memajukan hak untuk membagi debitor-debitor tadi diantara para penjamin.
Sehingga utang debitor yang mereka jamin, dibagi-dibagi diantara mereka masing-
masing. Apabila Corporate Guarantor melepaskan hak istimewanya maka Corporate
Guarantor bertanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh kewajiban debitur.
Pelepasan hak istimewa untuk membagi hutang tersebut juga mengakibatkan kreditur
dapat menuntut ahli waris Penjamin untuk pemenuhan seluruh piutangnya dan tidak
dapat dibagi-bagi antara si ahli waris.157
3. Janji agar Penjamin melepaskan haknya untuk meminta kepada kreditor untuk
diberhentikan atau dibebaskan dari kedudukannya sebagai seorang penjamin/guarantor
jika ada alasan untuk itu. Alasan yang bisa digunakan sebagai dasar hukum meminta
dibebaskan dari kedudukan seorang penjamin ialah kemungkinan penjamin tidak dapat
menggunakan hak-hak subrogasi. Hak subrogasi timbul setelah penjamin/guarantor
membayar atas utang debitor. Hak subrogasi tidak dapat dilaksanakan karena penjamin
telah meneliti bahwa jaminan seperti hak tanggungan, hipotik, fiducia, dan lainnya yang
menjamin utang tersebut telah hapus atau tidak ada lagi. Tidak adanya jaminan hipotik,
hak tanggungan dikarenakan kreditor membiarkan debitor menjual atau menghilangkan
jaminan. Dengan kata lain kreditor tidak mengamankan jaminan- jaminan atas utang
debitor itu sehingga bila penjamin/guarantor membayar utang debitor,
penjamin/guarantor yang demi hukum menggantikan hak kreditor (subrogasi) tidak
memperoleh jaminan hipotik, hak tanggungan dan garansi/jaminan lainnya. 158
4. Janji agar penanggungan tetap, sah, tidak peduli apakah penanggung bersama ikut
terikat. Dengan kata lain “lawfull” sebagaimana yang diutarakan Aristoteles dengan
maksud hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti menunjukkan
bahwa segala ketentuan sebagaimana yang diatur dalam perjanjian pemberian jaminan
harus lah diikuti karena merupakan hukum yang harus ditegakkan.
Berdasarkan uraian di atas, sepanjang guarantor dalam melepaskan hak istimewanya tidak
dalam tekanan atau penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata dan
guarantor tidak termasuk dalam kategori tak cakap sebagaimana diatur Pasal 1330 KUH
Perdata maka perjanjian tersebut telah menunjukkan rasa keadilan dalam bentuk persamaan
hak dan harus dilaksanakanya hukum yakni perjanjian pemberian jaminan tersebut oleh para
pihak yang telah terikat dengan hal itu.
157
Harahap, Hukum..., hlm. 322.
158
Ibid, hlm. 325.
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BUKU
Imran Nating, Peranan dan Tanggungjawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta
Pailit, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993.
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2004.
Sayyid Wrahaji SK, “Dinamika Personal dan Corporate Guarantee di Dunia Perbankan di
Indonesia”, Jurnal publisher Solo: Universitas Sebelas Maret, 2014.
Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di
Indonesia, Yogyakarta: Total Media 2008.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2001.
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan, Cetakan ketiga, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.
JURNAL
Pada hari ini, Senin, 31-05-2021 (tiga puluh satu Mei dua ribu dua puluh satu). ---------------------
Jam 11.00 WIB (sebelas nol-nol Waktu Indonesia Barat). -----------------------------------------------
Berhadapan dengan saya, NOVIA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Kota
Jakarta Barat, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal dan nama-namanya
akan disebutkan pada bagian akhir akta ini: ----------------------------------------------------------------
-Nona Harum Bunga, lahir di Surabaya, pada tanggal 15-02-1990 (lima belas Februari seribu
sembilan ratus sembilan puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Kota
Jakarta Barat, Jalan Kemanggisan Nomor 10, Rukun Tetangga 010, Rukun Warga 005,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan
Nomor Induk Kependudukan 5256.5418.9876.0001; -----------------------------------------------------
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari
dan oleh karena itu untuk dan atas nama Perseroan Terbatas “PT. JAYA MAKMUR”,
berkedudukan di Jakarta Barat, yang anggaran dasarnya dimuat dalam akta pendirian
Nomor 25, tanggal 10-05-2017 (sepuluh Mei dua ribu tujuh belas), yang dibuat di
hadapan NADYA FARRAS, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta Barat, dan telah
mendapatkan pengesahannya sebagai badan hukum, demikian berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: C2-
8257.HT.01.01.Th.18 tanggal 27-07-2017 (dua puluh tujuh Juli dua ribu tujuh belas),
sedangkan susunan Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan terakhir dimuat dalam akta
Nomor 18, tanggal 17-09-2018 (tujuh belas September dua ribu delapan belas), yang
dibuat di hadapan NADYA FARRAS, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta Barat, anggaran
dasar mana diubah lagi dengan akta Nomor 11, tanggal 28-8-2020 (dua puluh delapan
Agustus dua ribu dua puluh), yang dibuat dihadapan, saya, NOVIA, Sarjana Hukum,
Magister Kenotariatan, Notaris di Jakarta Barat; ---------------------------------------------
- Dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapatkan persetujuan dari
Komisaris Perseroan yaitu Tuan Ahmad, swasta, bertempat tinggal di Kota Jakarta Barat,
Jalan Kyai Haji Mohamad Mansyur Nomor 19A, Rukun Tetangga 001, Rukun Warga
001, Kelurahan Tanah Sereal, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, pemegang Kartu
Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan 5510.9763.0000.3484, yang turut
hadir di hadapan saya, Notaris serta saksi-saksi yang sama dan menandatangani akta ini
sebagai tanda persetujuannya; ---------------------
- Dalam melakukan perbuatan hukum dibawah ini tidak memerlukan persetujuan
pemegang saham karena pinjaman ini merupakan aset sebagian kecil dan pemegang
sahamnya hanya satu orang yaitu Nona Harum Bunga;
------------------------------------------
- Untuk selanjutnya akan disebut juga "Penjamin". ------------
- Bahwa antara perseroan terbatas PT. JAYA ABADI, berkedudukan di Jakarta Selatan, untuk
selanjutnya disebut "Debitur" bersama dengan Perseroan Terbatas PT. BANK ABC,
berkedudukan di Jakarta Selatan, yang anggaran dasarnya beserta perubahan-perubahannya
telah dimuat dalam ;------------------------------------------
- Berita Negara Republik Indonesia Nomor 25, tanggal 15-8-2019 (lima belas Desember dua
ribu sembilan belas ;----------------
- Berita Negara Republik Indonesia Nomor 12, tanggal 12-12-2019 (dua belas Desember dua
ribu sembilan belas), Tambahan Nomor 1221 ;--------------------------------------------------------
- Bertalian dengan akta-akta yang dibuat di hadapan DINDIRA, Sarjana Hukum, Notaris di
Jakarta yaitu: ------------------------------------------------------------------------------------------
- Nomor 100, tanggal 30-12-2014 (tiga puluh Desember dua ribu empat belas); Nomor 80,
tanggal 28-11-2015 (dua puluh delapan November dua ribu lims belas), yang telah
mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dengan Surat Keputusan Nomor C2-1539.HT.01.04.Th.17, tanggal 03-04-2014 (tiga April
dua ribu empat belas), dan terakhir diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 10, tanggal 11-11-2016 (sebelas November dua ribu enam belas), Tambahan Nomor
1022; sedangkan susunan Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan terakhir dimuat dalam
akta Nomor 16, tanggal 25-7-2018 (dua puluh lima Juli dua ribu delapan belas), yang dibuat
di hadapan BEDITHA, Sarjana Hukum, pada waktu itu pengganti dari BILLQUIS, Sarjana
Hukum, Notaris di Jakarta Barat. -------------------------------------------------------
- untuk selanjutnya akan disebut "Kreditur", di lain pihak telah dibuat Akta Perjanjian Kredit
dengan Pemberian Jaminan tertanggal 8-12-2020 (delapan Desember dua ribu dua puluh),
juncto Akta Perubahan Perjanjian Kredit tertanggal hari ini, Nomor 35, keduanya dibuat
dihadapan saya, Notaris, mungkin di kemudian hari akan dibuat perjanjian-perjanjian lainnya
berikut perubahan, pembaharuan penambahan, serta penggantiannya kemudian (baik sendiri
maupun keseluruhannya untuk selanjutnya akan disebut juga "Perjanjian").
-----------------------------
- Maka berhubung dengan hal-hal tersebut diatas, Penjamin menyetujui untuk memberikan
jaminan untuk kepentingan Kreditur berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
tersebut dibawah ini: -------------------------------------------------
- Penjamin dengan ini menjamin dan berjanji secara tidak dapat ditarik kembali dan tanpa
syarat untuk membayar sepenuhnya kepada Kreditur atas permintaan pertama dari Kreditur
kepada Penjamin semua jumlah-jumlah uang yang sekarang atau pada suatu waktu akan
terhutang oleh Debitur kepada Kreditur karena sebab apapun juga, baik karena Perjanjian,
hutang pokok, bunga dan biaya-biaya baik karena fasilitas garansi bank, jaminan, surat-
surat wesel promesse, akseptasi atau surat Dagang lain yang ditandatangani oleh Debitur
sebagai acceptance, endossante, penarik atau avaliste atau berdasarkan apapun juga;
- Penjamin dengan ini melepaskan untuk kepentingan Kreditur semua hak untuk dilunaskan
lebih dahulu atau pembagian hutang (eerdere uitwinning en schuldesplitsing) dan segala hak
utama dan eksepsi yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang borg, diantaranya
tetapi tidak terbatas pada ketentuan-ketentuan yang disebut dalam pasal-pasal
1843,1847,1848, 1849 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di
Indonesia; -------
- Jaminan ini tidak dapat dianggap sebagai telah dipenuhi dengan pembayaran atau pelunasan
untuk sebagian dari jumlah uang yang terhutang oleh Debitur kepada Kreditur sebagaimana
tersebut diatas, akan tetapi untuk jumlah-jumlah uang yang sewaktu-waktu terhutang oleh
Debitur kepada Kreditur berdasarkan Perjanjian atau berdasarkan hal-hal lain yang tersebut
diatas; ----------
- Jumlah yang pada suatu saat karena sebab apapun juga terhutang oleh Debitur kepada
Kreditur baik berupa pokok maupun biaya-biaya lain, bagi Penjamin dan mereka yang
menerima hak dari Penjamin (rechtverkrijgenden) adalah suatu hutang yang tak terbagi
(ondeelbare schuld); ---------------------------------
- Pembukuan dari Kreditur mengenai jumlah uang yang sewaktu-waktu terhutang oleh Debitur
kepada Kreditur dan wajib yang dibayar oleh Debitur kepada Kreditur berdasarkan perjanjian
atau berdasarkan apapun juga merupakan bukti yang sempurna dan mengikat dalam segala
hal terhadap Penjamin baik di dalam Pengadilan atau di mana pun juga;
----------------------------
- Penjamin dengan ini menjamin Kreditur bahwa Penjamin berhak penuh untuk membuat dan
melaksanakan jaminan yang dimuat dalam akta ini dan jaminan ini merupakan kewajiban
yang sah dan mengikat diri Penjamin dan bahwa tidak ada perkara atau perkara administrasi
di hadapan Pengadilan yang sekarang berjalan atau hal-hal yang menurut Penjamin
mengancam kekayaan Penjamin yang dapat mempengaruhi keadaan harta kekayaan
Penjamin; ----------
- Penjamin dengan ini memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali dan yang tidak akan
berakhir karena sebab-sebab yang tercantum dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata kepada Kreditur untuk pada setiap saat membebani rekening Penjamin pada
kantor Kreditur atau pada setiap cabang kantor Kreditur di mana pun juga, untuk memenuhi
jaminan yang diberikannya berdasarkan akta ini, tanpa mengurangi setiap hak yang mungkin
akan diperoleh oleh Kreditur berdasarkan jaminan ini serta berdasarkan Undang-Undang dan
berdasarkan setiap upaya hukum lain untuk mendapatkan kembali jumlah yang mungkin
masih tersisa; ----------------------------------------------------
Setiap pemberitahuan atau tagihan berdasarkan jaminan ini dianggap telah diberikan
sebagaimana mestinya kepada Penjamin dengan dikirimnya pemberitahuan atau tagihan itu
dengan pos ditujukan kepada Penjamin dengan alamat :----------------------------------
- Perseroan Terbatas PT. JAYA MAKMUR, berkedudukan di Jakarta;
Jalan K.H. Mohamad Mansyur Nomor 120-B, Jakarta Barat. -------Telepon Nomor
0215309236, Faximile Nomor 1234567. ------------
- kecuali pemberitahuan tertulis mengenai perubahan alamat tersebut diatas telah terlebih
dahulu diberikan kepada Kreditur;
- Pemberitahuan Kreditur kepada Penjamin dianggap telah diterima 48 (empat puluh delapan)
jam setelah dimasukkan kedalam pos dan cukup bila ditandatangani oleh Pejabat dari
Kreditur dan pemberitahuan tersebut cukup dibuktikan bahwa surat yang memuat tagihan
tersebut. --------------------------------------------
- Pemberian jaminan perusahaan yang diatur dalam akta ini tidak dapat diakhiri/dicabut oleh
Penjamin tanpa persetujuan tertulis dari Kreditur; ----------------------------------------------
- Mengenai akta jaminan ini dan segala akibatnya serta pelaksanaannya Penjamin memilih
tempat tinggal yang tetap dan seumumnya pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Barat di Jakarta; --------------------------------------------------
Demikian itu dengan tidak mengurangi hak dan wewenang KREDITUR untuk memohon
pelaksanaan (eksekusi) atau mengajukan tuntutan/gugatan terhadap Penjamin/Debitur dimuka
pengadilan-pengadilan lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia. ---------Kemudian hadir
dihadapan saya, Notaris, dengan dihadiri saksi-saksi yang sama dan yang akan disebutkan pada
bagian akhir akta ini:------------------------------------------------------------
1. Tuan Vito, Pimpinan Cabang Pembantu Sudirman dari perseroan terbatas tersebut,
bertempat tinggal di bertempat tinggal di Kota Jakarta Selatan, Jalan Panglima Polim
Nomor 130-A, Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 001, Kelurahan Selong, Kecamatan
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk sementara berada di Jakarta
Barat ;---------------------------------
2. Nyonya Lina, Legal Officer Kantor Pusat dari perseroan terbatas tersebut, bertempat
tinggal di Kota Jakarta Selatan, Jalan RS. Fatmawati Gg. 5 Nomor 20, Rukun Tetangga
004, Rukun Warga 002, Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta
Selatan, untuk sementara berada di Jakarta
Barat ;---------------------------------------------------
- Menurut keterangan mereka dalam hal ini bertindak atas kekuatan Akta Kuasa dibuat di
bawah tangan Nomor 35, tanggal 25-05-2021 (dua puluh lima Mei dua ribu dua puluh satu),
yang dibuat dihadapan saya, Notaris, selaku kuasa Direksi dari dan oleh karena itu untuk dan
atas perseroan terbatas PT. BANK ABC tersebut dan menjalani selaku demikian
menerangkan telah mengetahui benar dan dengan ini menerima pernyataan jaminan
perusahaan tersebut diatas. ---------------------------------Para penghadap dikenal oleh saya,
Notaris. -------------------
------------------------- DEMIKIAN AKTA INI ---------------------Dibuat sebagai minuta dan
diselesaikan di Jakarta Barat pada hari dan tanggal tersebut pada bagian awal akta ini dengan
dihadiri oleh: ----------------------------------------------------------
1. Nona SASA, umur 26 (dua puluh enam) tahun, lahir di Jakarta, pada tanggal 10-01-1995
(sepuluh Januari seribu sembilan ratus sembilan puluh lima), Warga Negara Indonesia,
Swasta, bertempat tinggal di Kota Administrasi Jakarta Pusat, Jalan Bila Nomor 05, Rukun
Tetangga 004, Rukun Warga 003, Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, pemegang Kartu
Tanda Penduduk
2. Tuan BADRUN, umur 27 (dua puluh tujuh) tahun, lahir di Jakarta, pada tanggal 20-04-1994
(dua puluh April seribu sembilan ratus sembilan puluh empat), Warga Negara Indonesia,
Swasta, bertempat tinggal di Kota Administrasi Jakarta Pusat, Jalan Kuantan Nomor 10,
Rukun Tetangga 003, Rukun Warga 001, Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Pemegang
Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan: 5011.7344.1988.0000;
---------------
Segera setelah akta ini saya, Notaris, bacakan kepada para penghadap, saksi-saksi, maka
akta ini ditanda tangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan saya, Notaris.
------------------Dilangsungkan dengan tanpa perubahan. --------------------------