Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sewa-menyewa merupakan salah satu bentuk hukum perjanjian yang


banyak terjadi di kalangan masyarakat. Menurut Yahya Harahap (1986, 220)
Perjanjian sewa menyewa (huur en verhuur) merupakan suatu persetujuan
antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak
penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan suatu barang yang hendak
disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya. Penikmatan
berlangsung untuk suatu jangka waktu tetentu dengan pembayaran harga sewa
tertentu. Dari pengertian tersebut perjanjian sewa-menyewa dapat dilakukan
apabila kedua pihak memenuhi semua persyaratan hingga terjadi kesepakatan
sewa menyewa.

Salah satu bentuk praktik kegiatan sewa menyewa adalah rumah susun
sederhana sewa atau biasa disebut rusunawa. Rusunawa adalah bangunan
dengan status penguasaan melalui sewa menyewa antara Pihak UPT Dinas
Perumahan dengan penghuni rusunawa. Sehingga yang berperan sebagai pihak
yang menyewakan adalah UPT Dinas Perumahan (pemerintah) dan pihak
penyewa adalah penghuni (masyarakat luas). Rusunawa sendiri dibangun
dengan dana dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Tujuan utama dibangunnya rumah susun sederhana sewa ini adalah


untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat yang saat ini sangat sulit
untuk terpenuhi. Dengan mempertimbangakan fakta sempitnya lahan perkotaan
untuk tempat tinggal dan nilai ekonomis lahan yang sangat tinggi karena harus
bersaing dengan kepentingan bisnis, maka alternatif rumah susun di wilayah
perkotaan merupakan solusi yang tepat. Namun sangat disayangkan usaha
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ini masih memiliki kendala,
terutama dalam praktik persewaaanya yang banyak ditemukan penyimpangan-
penyimpangan oleh pihak penyewa. Perjanjian sewa menyewa rusunawa perlu
dikaji lebih lanjut agar tercapai kesepakatan yang tidak merugikan pihak
manapun.

1
1.2 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui sistem sewa menyewa rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA)
di Indonesia, mengetahui penyimpangan perjanjian sewa menyewa pada rumah
susun sederhana sewa (RUSUNAWA) dan mengetahui cara penyelesaian
masalah yang timbul pada kasus sewa menyewa rumah susun sederhana sewa
(RUSUNAWA).

1.3 RUANG LINGKUP MATERI


Teori yang diambil dalam penyusunan materi ini adalah hukum perjanjian
yakni perjanjian sewa-menyewa. Kasus yang menjadi fokus dalam
pembahasannya adalah kasus sewa menyewa rumah susun sederhana sewa
(RUSUNAWA).

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 HUKUM SEWA MENYEWA


2.1.1 Definisi sewa menyewa
Sewa menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama

2
suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang
tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.
Dalam perjanjian sewa-menyewa sebenarnya tidak perlu disebutkan
untuk berapa lama barang disewanya, asal sudah disetujui berapa harga
sewanya untuk satu jam (misalnya sewa mobil), satu hari, satu bulan, atau satu
tahun. Dalam sewa-menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu
berupa barang atau jasa.

2.1.2 ciri-ciri sewa menyewa adalah sebagai berikut:


a. ada dua pihak yang saling mengikatkan diri, yaitu pihak pertama yang
menyewakan atau pihak yang mempunyai barang dan pihak kedua atau
pihak yang membutuhkan kenikmatan atas suatu barang.
b. ada unsur pokok, yaitu berupa barang, harga, dan jangka waktu sewa
dimana ketiganya merupakan unsur essensial perjanjian sewa menyewa,
namun harga sewa bukanlah mesti berbentuk uang, melainkan dapat juga
prestasi lain, asalkan telah ditentukan sebagai pembayaran sewa.
c. ada kenikmatan yang diserahkan, kenikmatan yang dimaksud adalah hak
penyewa untuk menggunakan serta menikmati hasil barang yang disewa
tersebut, dengan pembayaran harga sebagai kontraprestasi bagi pihak yang
menyewakan.

2.1.3 Subjek dan Objek Perjanjian Sewa Menyewa


Subjek perjanjian sewa menyewa adalah para pihak yang membuat
perjanjian, yaitu penyewa dan pihak yang menyewakan. Penyewa dan pihak
yang menyewakan ini dapat berupa orang pribadi, badan hukum yang diwakili
oleh orang yang berwenang, seseorang atas keadaan tertentu menggunakan
kedudukan / hak orang lain tertentu, dan persoon yang dapat diganti.
Perjanjian sewa menyewa memiliki objek berupa barang, yaitu benda
dalam perdagangan yang dapat ditentukan dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 1549
KUH Perdata ayat 2 menyebutkan bahwa semua jenis barang, baik yang
bergerak, maupun tidak bergerak dapat disewakan.

2.1.4 Kewajiban-Kewajiban Pihak Yang Menyewakan


a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga itu dapat
dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
c. Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang
disewakan selama berlangsungnya persewaan.

2.1.5 Kewajiban-Kewajiban Si Penyewa

3
a. Memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik, sesuai
dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian
sewanya.
b. Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut
perjanjian.

2.1.6 Syarat Sah Perjanjian Sewa Menyewa


Syarat sah perjanjian sewa menyewa adalah sesuai dengan persyaratan
sahnya perjanjian yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata , yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. Kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan
bersepakat tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis)
atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat).
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Seseorang dikatakan cakap
hukum apabila telah berumur minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur
21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu
tidaklah boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang
yang telah dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau
boros.
3. Suatu hal tertentu, ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek
hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian antara para
subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah menyangkut
benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak.
4. Suatu sebab yang halal (causa yang halal). Sebab yang halal/causa yang
halal mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang
menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan
diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.

2.1.7 Perihal Risiko dalam Sewa-Menyewa


Perbaikan kecil pada barang yang disewakan dalam perjanjian sewa-
menyewa ditanggung oleh pihak yang menyewakan. Risiko dalam perjanjian
sewa menyewa, selama waktu sewa, ditanggung oleh penyewa. Sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 1564 KUH Perdata, penyewa juga bertanggung jawab
untuk segala kerusakan dan kerugian pada barang yang disewakan.
Pasal 1565 KUH Perdata meneyebutkan bahwa penyewa tidak
bertanggung jawab atas kebakaran, kecuali pihak yang menyewakan dapat
membuktikan bahwa kebakaran tersebut disebabkan oleh kesalahan penyewa.
Overmacht yang tidak dapat diduga-duga, tidak dapat dihindari, yang bukan
kesalaha penyewa, yang menyewakan, ataupun pihak ketiga yang menyebabkan

4
seluruh baang musnah maka menurut Pasal 1553 KUH Perdata menyebabkan
perjanjian sewa menyewa itu sendiri gugur demi hukum.
Pasal 1553 ayat (2) menyetakan bahwa dalam hal barang yang musnah
adalah sebagian saja, maka penyewa dapat melakukan dua hal, yaitu meminta
pengurangan harga sewa atau membatalkan sewa menyewa.

2.1.8 Gangguan dari Pihak Ketiga


Apabila selama waktu sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang
disewakan, diganggu oleh seorang pihak ketiga berdasar atas suatu hak yang
dikemukakan oleh orang pihak ketiga itu, maka dapatlah si penyewa menuntut
dari pihak yang menyewakan supaya uang sewa dikurangi secara sepadan
dengan sifat gangguan itu.
Apabila gangguan-gangguan itu berupa perbuatan-perbuatan fisik tanpa
mengemukakan suatu hak, maka itu adalah di luar tanggungan si yang
menyewakan dan harus ditanggulangi sendiri oleh si penyewa.

2.1.9 Mengulang-Sewakan
Mengulang-sewakan dan melepaskan sewanya kepada orang lain
dilarang, kecuali kalau hal-hal itu diperjanjikan, tetapi kalau menyewakan
sebagian dari sebuah rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan,
kecuali kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya.

2.1.10 Sewa Tertulis dan Sewa Lisan


Jika sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir
demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa
diperlukannya sesuatu pemberitahuan pemberhentian untuk itu.
Kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir
pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan
memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya,
pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang
diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan itu, maka
dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama.

2.1.11 Sewa-Menyewa Perumahan


Untuk menempati rumah harus ada Surat Ijin Penghuni (S.I.P) yang
diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan tersebut.Surat Ijin Penghuni ini
meletakkan hubungan sewa-menyewa antara penghuni dan pemilik rumah,
begitu pula penetapan harga sewa oleh panitia sewa-menyewa meletakkan
suatu hubungan sewa-menyewa seperti juga perpanjangan sewa yang diberikan
oleh Kantor Urusan Perumahan atas permintaan seorang penghuni.

5
2.1.12 Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa
Berakhirnya perjanjian sewa menyewa pada dasarnya sesuai dengan
berakhirnya perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur dalam pasal 1381
KUH Perdata. Secara khusus, perjanjian sewa-menyewa dapat berakhir karena
dua hal, yaitu:
a. Masa sewa berakhir
berakhirnya masa sewa yang tidak dilakukan perpanjangan membuat
perjanjian sewa menyewa berakhir demi hukum, tanpa perlu adanya penetapan
dari pengadialan. Pasal 1570 KUH Perdata meyatakan apabila perjanjian
tersebut disebut secara tertulis, maka perjanjian sewa menyewa ini berakhir demi
hukum tanpa diperlukan suatu pemberhentian untuk itu. Sedangkan pasal 1571
KUH Perdata, menerangkan apabila perjanjian sewa menyewa dibuat secara
lisan, maka sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,
melainkan sesuai perjanjian yang telah disepakati dan memperhatikan tenggang-
tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
b. Terpenuhinya syarat tertentu dalam perjanjian sewa-menyewa
Suatu perjanjian sewa menyewa pada umumnya dapat mencantumkan
syarat batal maupun syarat tangguh terhadap perjanjiannya apabila dipenuhi
suatu syarat yang diperjanjikan tersebut.
Pasal 1575 KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian sewa menyewa
tidak berakhir karena ada salah satu pihak yang meninggal dunia, baiik penyewa,
maupun pihak yang menyewakan. Seluruh kewajiban dan haknya diteruskan
kepada ahli warisnya. Selain itu, perjanjian sewa menyewa juga tidak dapat
diputus apabila barang yang disewakan beralih hak kepemilikannya melalui jual
beli, kecuali jika telah ditentukan sebelumnya dalam pernjian tersebut.

2.2 RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA)


2.2.1 Definisi Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA)
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian bagian yang
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah Indonesia
untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain.
Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk

6
menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda dengan
apartemen. Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa.
Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Pengertian rumah susun
menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah
dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan
pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi
pengertian rumah susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur
secara bertingkat.
Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi
sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan
sebagai rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan
untuk pemukiman di daerah perkotaan.
Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik.
Penambahan kata sederhana setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada
pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun
kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan
pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah
lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata
milik yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah
pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang
sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah apartemen
bersubsidi, disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli
rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi
subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli
rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.
Berbeda dengan Rusunami, Rusunawa adalah Rumah Susun Sederhana
Sewa. Rusunawa umumnya memiliki tampilan yang kurang lebih sama dengan
rusunami, namun bedanya penggunanya harus menyewa dari pengembangnya.
Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa
berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun
Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa
serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi
utamanya sebagai hunian.

7
2.2.2 Tujuan Pembangunan Rusun
Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya
dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan
perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan
perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat
menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah
susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang
rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan
menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan
kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah :
a. Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama
golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian
hokum dalam pemanfaatannya.
b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan
dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan
lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.
c. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi
kehidupan masyarakat.
Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau
diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan
pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk
memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP
(Pasal 11 ayat 1 dan 2).
Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau
kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam
membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan belum memiliki tempat tinggal.

2.2.3 Pihak Pihak yang Berhubungan dengan RUSUNAWA


a. Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa, adalah
unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan
berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum.

8
b. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola
atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan
fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian rusunawa.
c. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi
pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh
pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan
rusunawa.
d. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah
pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang
milik negara berupa rusunawa.
e. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa,
pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status
kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan
rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
f. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang
melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa
adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang
sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian
rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
g. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen
bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada
waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan
lingkungan difungsikan.
h. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola
sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi
pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
i. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan
upaya penegakan hukum.
j. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah
masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

9
BAB III

PEMBAHASAN

Sejarah Rumah susun di Indonesia telah dimulai sejak Tahun 1980,


berawal dengan didirikannya rumah susun di kawasan Tanah Abang Jakarta,
yang letaknya berada di pusat kota. Semakin padatnya sebuah kota, maka
semakin sulit bagi warganya utuk menemukan hunian. Di daerah Perkotaan
sering kali tumbuh wilayah-wilayah slum (wilayah kumuh) yang padat
penghuninya dengan berbagai permasalahan didalamnya. Permasalahan di
daerah ini bukan semata-mata hanya masalah bangunan yang tidak sesuai
dengan standar, minimnya penerangan, ketiadaan air bersih, rendahnya kualitas
Instruktur, tetapi juga berbagai masalah sosial, hingga masalah psikologi.
Untuk mengatasi masalah pemukiman yang rumit di kalangan menengah
ke bawah, pemerintah mulai berpikir bagaimana cara memfasilitasi masyarakat
dengan kondisi ekonomi yang terbatas agar tetap memiliki hunian yang layak
dan mencegah mereka tinggal di tempat yang tidak seharusnya, seperti tinggal di
pinggiran sungai dan di bawah jembatan. Untuk mengatasi masalah tersebut
muncullah ide dengan mengikuti negara-negara lain seperti Mexico City, Kuala
Lumpur, dan Singapura dalam membagun rumah tinggal dengan bersusun atau
flat. Di kota besar sendiri, perumahan yang layak huni dan sehat di rasa semakin
sulit diperoleh, hai ini disebabkan karena lahan yang digunakan untuk
pemukiman sangat terbatas dan harga yang semakin tinggi, sementara
pertambahan penduduknya sangat besar. Kehadiran Rumah Susun Sedarhana
Sewa (RUSUNAWA) di wilayah sangat membantu sekali dalam mengatasi
masalah akan kebutuhan tempat tinggal dan dapat mengatasi masalah sosial di
masyarakat meskipun sifatnya sewa.
Saat ini telah banyak rusunawa yang telah dibangun oleh pemerintah,
bahkan tidak hanya pada daerah perkotaan, rusunawa juga mulai di bangun di
berbagai kabupaten yang dinilai memerlukan hunian sewa seperti rusunawa ini.
Hunian RUSUNAWA tersebut tidak untuk dimiliki melainkan hanya untuk disewa.
Tujuan pembangunan rusunawa yang menggunakan dana APBN dan APBD
yang tidak lain adalah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
Pembangunan rusunawa ditujukan agar tidak terjadi kecemburuan antara
keluarga yang tinggal di rusunawa dengan keluarga lainnya yang tidak tinggal di
rusunawa. Dengan penyediaan rusunawa ini diharapkan dapat menekan hunian
tidak berijin. Agar menjadikan rangsangan bagi keluarga yang menyewa
rusunawa untuk berniat memiliki rumah tempat tinggal sendiri, karena

10
kepemilikan rusunawa dapat terjadi apabila ada perjanjian jual beli rusunawa itu
sendiri, atau nantinya disebut (rumah susun sederhana miliki) rusunami .
Perikatan sewa pada rusunawa akan melahirkan pola hubungan antara
pengelola dengan penyewa rusunawa yang melahirkan hak dan kewajiban
antara pengelola dengan penyewa.
Persyaratan untuk menyewa rusunawa adalah masyarakat yang belum
memiliki tempat tinggal, masyarakat yang memiliki penghasilan dan merupakan
warga yang berkartu identitas daerah itu sendiri. Sementara persyaratan untuk
dapat menyewa di setiap rusunawa berbeda-beda. Misalnya untuk menyewa
Rusunawa Marunda, di DKI Jakarta, seperti yang dilansir Tribunnews,
masyarakat perlu memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: foto copy KTP DKI
Jakarata, foto copy kartu keluarga dan surat nikah (bagi yang sudah berumah
tangga), pas photo berwana ukuran 3x4 (3 lembar), pas photo berwarna ukuran
4x6 (1 lembar), surat keterangan belum memliki rumah dari kelurahan (PM1),
surat keterangan pengahasilan / slip gaji, materai, bagi pemohon yang berkasnya
lolos verifikasi wajib membuka rekening tabungan Bank DKI atas nama pemohon
dan menyetorkan jaminan retribusi sebesar tiga kali retribusi tiap bulan.
Persyaratan diatas merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi pihak
penyewa agar terjadi perjanjian yang sah diantara kedua pihak.

Dari banyak praktik mengenai sewa meyewa rusunawa ini pada awalnya
pihak penyewa dapat memenuhi semua kewajiban atau persyaratan yang
dibutuhkan, namun lambat laun mulai banyak masalah atau kendala yang
dihadapi pemerintah. Permasalahan rusunawa dapat dikategorikan dalam
beberapa kelompok, antara lain adalah : masalah bangunan, masalah sarana
dan, masalah penghuni.

Untuk masalah bangunan dan sarana, penyelesaiannya cukup


sederhana, kecuali kalau harus menunggu anggaran yang turun pada tahun
kerja berikutnya. Masalah yang lebih kompleks biasanya berkaitan dengan
masalah penghuni, yang diantaranya dapat dikelompokan sebagai berikut :
pengalihan hak huni dengan cara menyewakan atau menjual kepada pihak lain,
Meminjamkan hak huninya kepada pihak lain, memasukan pihak lain yang bukan
keluarga, tidak menempati hak huninya dalam waktu yang cukup lama,
keterlambatan dalam membayar sewa dan tagihan listrik berturut-turut selama
beberapa bulan tanpa pemberitahuan.

11
Menurut hukum yang mengatur masalah sewa menyewa kasus seperti
pengalihan hak huni dengan cara menyewakan atau menjual kepada pihak lain
adalah hal yang dilarang. Hal tersebut merupakan praktik dari mengulang
sewakan dan melepaskan sewanya kepada orang lain. Pihak penyewa dapat
mengulang sewakan benda/barang yang ia sewa apabila telah ada perjanjian
dengan pihak penyewa (pemerintah). Berdasarkan persyaratan yang harus
dipenuhi sebelum dapat menghuni rusunawa, pemerintah telah meberikan
berbagai syarat agar hanya masyarakat dengan kriteria tertentu yang dapat
menyewa rusunawa.
Kasus menyewakan kembali rusunawa ini masih marak terjadi,
pemerintah sering tidak mengetahui dan sulit melacak penghuni yang mengulang
sewakan rusunawa. Contohnya di rumah susun DPU kota Solo pada tahun 2011,
pemerintah mengaku kesulitan membongkar kasus tersebut karena dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan warga lain yang mengetahui tidak melaporkan.
Menurut kepala UPTD rumah susun Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Solo
jumlah kamar yang disewakan tidak lebih dari tiga persen, namun pihaknya
berjanji akan teteap menerapkan sanksi agar terjadi efek jera sehingga tidak
meluas ke rusunawa-rusunawa yang lain.
Kasus pelanggran perjanjian sewa menyewa rusunawa yang saat ini juga
sering menjadi kendala utama adalah keterlambatan dalam membayar sewa.
Pembayaran yang sering terjadi penunggakan tidak hanya terjadi pada
kewajiban penyewa dalam membayar uang sewa kamar, namun juga
pembayaran rekening listrik dan rekening air.
Contoh kasus penunggakan pembayaran terjadi di rusunawa Marunda,
Jakarta. Menurut Kompas.com kondisi perekonomian masyarakat yang lesu,
membuat beberapa penghuni rumah susun sewa (Rusunawa) Marunda,
Cilincing, Jakarta Utara, membuat menunggak retribusi pembayaran sewa di
rusun tersebut. Penunggakan tersebut bahkan tidak tanggung-tanggung

mencapai 2,3 miliar rupiah. Jumlah tersebut merupakan data dari Unit Pengelola

Teknis (UPT) Rumah Susun Wilayah I Jakarta Utara. Jumlah tunggakan

pembayaran sewa mencapai Rp 2,3 miliar itu merupakan akumulasi dari 410 unit

sejak rusun tersebut beroperasi tahun 2007.


Ketua RT 04 RW 10, Blok Hiu, Rusun Marunda, Darmanto, mengatakan,

berbagai faktor persoalan kesulitan bayar terjadi pada warganya. Faktor-faktor

tersebut adalah penghasilan penyewa rusun yang rendah, kendala sedang

12
menderita suatu penyakit, dan ada warga yang tidak memiliki penghasilan.

Bahakan ada salah satu penghuni lain di Blok Hiu,yang berprofesi sebagai

pencucui, mengatakan mendapat surat tunggakan 29 bulan dengan total biaya

Rp 3.857.000 rupiah. Penghuni tersebut mengaku tidak memiliki uang untuk

membayar biaya sewa. Pasalnya penghasilannya sebagai pencuci jauh dari

cukup untuk membayar tunggakan tersebut.


Kasus penunggakan uang sewa jelas merupakan salah satu bentuk

penyimpangan dari perjanjian sewa menyewa. Salah satu dari kewajiban

penyewa adalah membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan
menurut perjanjian. Kasus ini tidak hanya terjadi di Rusunawa Marunda, namun
juga menjadi problem hampir disemua rusunawa yanga ada di Indonesia.
Penunggakan memang menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah, pasalnya
rusunawa memang diperuntukkan untuk warga yang berekonomi lemah
sehingga resiko penunggakan cukup tinggi.
Untuk mengatasi masalah penunggakan Pengelola Rusun Wilayah I

(Jakarta Utara) telah menggelar Operasi Senyum di Rumah Susun Marunda.

Operasi ini ditujukan untuk mengatasi rendahnya kesadaran para penghuni

rumah dalam membayar sewa. Namun upaya pengelola rumah susun sewa di

Marunda, Jakarta Utara, mendapat perlawanan dari sebagian penghuni. Mereka

ingin mencari jalan keluar dengan melakukan komunikasi secara personal untuk

mengatasi masalah penunggakan.


Masyarakat hendaknya melaksanakan semua kewajibannya untuk

menjadi penyewa yang baik. Rusunawa merupakan program pemerintah yang

dibangun dengan uang rakyat (dari APBN dan APBD), namun sulit untuk

mengkondisikan masyarakat agar mematuhi semua perjanjian yang telah

disepakati di awal. Jika pelanggran terus dilakukan pihak penyewa, pemerintah

dapat bertindak tegas dengan memberi sanksi ataupun menghentikan perjanjian

sewa.
Kasus penyewaan rusunawa ini sesungguhnya sangat kompleks, tidak
sebatas pada pihak penyewa yang meyewakan kembali kamarnya dan
menunggak sewa, tetapi juga banyak permasalahan lain. Mulai dari penghuni

13
yang menerima tamu melebihi batas jam berkunjung (jam 23.00), apalagi sampai
menginap tanpa melaporkan kepada pengelola, membuat kegaduhan yang
mengganggu tetangga hunian lainnya, termasuk membiarkan anak menangis
keras, memelihara binatang peliharaan yang dilarang (khususnya anjing dan
kucing sesuai Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Rusunawa),
menjemur pakaian atau karpet tidak pada tempat yang telah ditentukan,
sehingga menimbulkan kesan kumuh, membiarkan sampah bertumpuk lama
didepan huniannya (selasar) yang bisa menimbulkan penyakit bagi penghuni
maupun tetangga hunian lainnya.
Pemerintah telah melakukan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat akan hunian yang layak dengan perencanaan dan
perancangan yang matang. Segala usaha untuk menciptakan Indonesia yang
lebih baik telah dilakukan. Penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh tidak hanya semata-mata didasarkan atas alasan fisik dan lingkungan
serta estetika kawasan perkotaan saja, tetapi tinjauan dan sentuhan dari sisi
sosial, budaya serta ekonomi kemasyarakatan.
Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat
keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal. Pembangunan rusunawa
sesungguhnya sangat menguntungkan masyarakat ekonomi rendah karena
biaya perbulan hanya sekitar Rp 400.000,00 hingga Rp 500.000,00 dan
penghuninya memiliki kekuatan hukum. Pemerintah juga sangat memperhatikan
aspek lokasi, transportasi, fasilitas, dan berusaha menciptakan lingkungan yang
teratur, bersih danmemenuhi syarat rumah yang layak. Oleh karena itu sebagai
warga yang baik, hendaknya pihak penyewa (penghuni rusunawa) memenuhi
segala kewajibannya agar perjanjian yang dilakukan saling memberi manfaat dan
tidak saling merugikan.

BAB IV

14
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Rusunawa merupakan program yang hingga saat ini masih menjadi
komitmen pemerintah untuk menangani pemukiman kumuh di Indonesia.
Hubungan hukum antara pengelola dengan penyewa rusunawa adalah
hubungan sewa yang diikat dengan perjanjian sewa berdasarkan Undang-
Undang, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 dan 1352 KUH Perdata.
Dengan demikian hubungan hukum tersebut termasuk wilayah Hukum
Administrasi Negara. Macam-macam pelanggaran kewajiban yang dilakukan
penyewa adalah mengalihkan hak sewa rusunawa kepada orang lain tanpa
sepengetahuan pengelola, menunggak uang sewa, dan masalah pelanggaran
peraturan lainnya. Bentuk penyelesaian yang dilakukan pengelola terhadap
pelanggaran kewajiban penyewa adalah melalui komunikasi untuk mengingatkan
kewajiban pihak penyewa, sanksi lisan dengan teguran yang merupakan hukum
kebiasaan, dan tindakan tegas membatalkan perjanjian sewa rusunawa.

4.2 USUL DAN SARAN


Sebaiknya pmerintah tetap membangun rusunawa untuk mengatasi
maslah pemukiman dengan memperhitungkan berbagai aspek termasuk aspek
calon penghuninya. Pengelola rusunawa harus menegakkan aturan dan tata
tertib dengan tegas, agar tidak terjadi pelanggaran yang berlarut-larut. Teguran
hendaknya dilakukan secara tertulis dengan kekuatan hukum agar menimbulkan
efek kesadaran. Masyarakat yang menjadi pihak penyewa rusunawa hendaknya
melakukan kewajibannya, yakni tidak menyewa ulangkan unit rusunawa,
membayar uang sewa tepat jumlah dan tepat waktu, karena dana tersebut
digunakan untuk melanjutkan pembangunan insfrastuktur. Mereka juga harus
memakai barang yang disewa (dalam hal ini kamar rusunawa) sebagai bapak
rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu
menurut perjanjian sewanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Chidir. 1979. Yurisprudensi Aneka Perjanjian. Bandung: Penerbit Alumni.

15
Direktorat jenderal cipta karya. 2012 . Rusunawa, Komitmen Bersama
Penaganan Pemukiman Kumuh. Jakarta: Kementerian Pekerjaan
Umum.

Harahap, Yahya. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni.

Hartini, Rahayu. 2010. Hukum Komersial. Malang: UMM Press.

Siti Soetami. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung : PT. Refika
Aditama.

Subekti dan Tjitrosudibio. 2004. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta:


Pradnya Paramitha.

Subekti. 1989. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Belarminus, Robertus. 2012. Permasalahan Tunggakan Sewa Rusunawa


Marunda Kompleks. Kompas.com (20 Oktober 2012).

Purnomo, Adi. (2011). UPTD Rumah Susun Kecolongan Praktik Persewaan


Rusunawa.(Online).Tersedia:http://www.edisicetak.joglosemar.co/berita/u
ptd-rumah-susun-kecolongan-praktik-persewaan-rusunawa-marak-
56331.html [07Juni 2015]

Ayinalita, desti. (2014). Rusunawa Rusunami. (Online). Tersedia:


http://ayinalitadesti.blogspot.com/2014/11/rusunawa-rusunami.html [13
Juni 2015]
Jayanto, Toto. (2012). Hubungan Hukum antara Pengelola dengan Penyewa
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kota Surakarta. (Online).
Tersedia: http://jurisprudence-journal.org/2012/07/hubungan-hukum-
antara-pengelola-dengan-penyewa-rumah-susun-sederhana-sewa-
rusunawa-di-kota-surakarta/ [13 Juni 2015]

Ami, P. (2012). Aspek-aspek dalam Pembangunan Rumah Susun Sederhana


Sewa (RUSUNAWA) Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
Tentang Rumah Susun. (online). Tersedia:
http://rahmiarrahman.blogspot.com/2012/11/aspek-aspek-dalam-
pembangunan-rumah.html [17 juni 2015]

16

Anda mungkin juga menyukai