Anda di halaman 1dari 7

PENGGANTIAN PENYEWA SEMENTARA DALAM SEWA MENYEWA RUMAH/KOS

TANPA IZIN PEMILIK RUMAH

writer
M. KAUSARI KAIDANI
AHMAD YUBAIDI
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
21103080071@student.uin-suka.ac.id
m.kausari.inf21@student.unu.jogja.ac.id
ahmadyubaidi@yahoo.com

Abstrak
The lease agreement is a family of nominate agreements because the lease has been regulated in
the Criminal Code Per BW, and the lease includes a consensual agreement, namely an agreement
that has been deemed valid or occurs when an agreement is reached. The rental agreement itself
occurs because there is; agreement of the parties, the skills of the parties, legal causes, and
certain objects. In terms of assumptions regarding the rules regarding renting your own house, it
refers to PP No. 44 of 1994 concerning Occupation of Houses by Non-Owners. In general,
prospective tenants will come to the landlord to make a rental transaction as an approach or to
get information about the house that will be the object of the rental agreement. The house that is
the object of the rental agreement on behalf of the person who has an interest, alias the tenant.
The lessee has rights and obligations and is subject to the rules contained in the contents of the
agreement which ends in an agreement. The method used in this research is normative method.
However, in the current phenomenon, many houses that are rented out are replaced by a third
person as a tenant, even though the object of the agreement is still in the name of the first tenant
and the first tenant does not ask permission from the home owner for the replacement of the
tenant.

Perjanjian sewa-menyewa merupakan keluarga dari perjanjian nominat karena sewa-menyewa


telah diatur dalam KUHPer BW, dan sewa-menyewa termasuk perjanjian konsensual yakni
perjanjian yang telah dianggap sah atau terjadi ketika tercapainya kata sepakat. Perjanjian Sewa-
menyewa sendiri terjadi sebab adanya; kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, sebab
yang halal, dan obyek tertentu. Dalam asumsi secara aturan mengenai sewa-menyewa rumah
sendiri mengacu pada PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik.
Secara umum calon penyewa rumah akan mendatangi pemilik rumah untuk melakukan transaksi
sewa-menyewa sebagai upaya pendekatan atau mengorek informasi mengenai rumah yang akan
menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa. Rumah yang menjadi obyek dari perjanjian sewa-
menyewa atas nama orang yang memiliki kepentingan alias penyewa. Penyewa mempunyai hak
dan kewajiban serta tunduk terhadap peraturan yang termuat dalam isi perjanjian yang berujung
pada kata sepakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode normatif. Tetapi
dalam fenomena saat ini banyak terjadi rumah yang disewakan digantikan kepada orang ke tiga
sebagai penyewa, meskipun obyek perjanjian tersebut masih atas nama penyewa pertama dan
penyewa pertama tidak meminta izin kepada pemilik rumah atas penggantian penyewa.

Kata kunci : penggantiaan penyewa rumah tanpa izin pemilik.

1
A. PENDAHULUAN

Sewa-menyewa dalam lalu lintas hukum perjanjian juga berperan penting dalam
proses kelangsungan ekonomi dengan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum yang
dimaksud dapat berupa perpindahan hak milik atas obyek dari perjanjian alias berupa
barang atau hanya sekedar memiliki hak guna usaha dan bangunan atau barang dalam
pemanfaatannya. Sewa-menyewa sendiri merupakan salah satu dari beberapa bentuk
perjanjian yang mana diatur dalam KUHPerdata serta berkedudukan sebagai pernjanjian
timbal balik antara penyewa dan pemilik sewa dengan akibat hukum hak dan kewajiban
atas masing-masing mereka. Selain pernjanjian sewa-menyewa diatur dalam peraturan
perundang-undangan pernjanjian sewa-menyewa juga berorientasi pada asas
konsensualitas atau dengan kata lain berdasarkan dari kesepakatan para pihak yang
mengikat dirinya dalam perjanjian tersebut, dan sewa-menyewa ini diperaktekkan oleh
sebagian besar masyarakat dalam melakukan transaksi.1
Sewa-menyewa barang bergerak dan barang tidak bergerak tidaklah berbeda
dengan berdasarkan syarat terjadinya perjanjian dalama terlaksananya asas konsensualitas
yakni terjadi dengan sah secara otomatis ketika telah mencapai kata sepakat dalam kedua
belah pihak yang berkepentingan. Semua perjanjian haruslah berorientasi pada Pasal
1320 KUHPerdata, yakni; kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, obyek tertentu,
sebab yang halal.2
Dalam prakteknya sewa-menyewa rumah dengan kata lain kos “Ngekos”
merupakan kegiatan transaksi yang sering dilakukan ketika berada diperantauan baik
sebagai buruh ataupun sebagai pelajar. Banyak dijumpai tempat kos di daerah wisata,
metropolitan, produktif dan pendidikan, sebab lokasi tersebut banyak perantau datang
dalam rangka bekerja, liburan, melanjutkan pendidikan dan sebagainya. Hal inilah
sebagai indikator banyaknya kos berupa rumah yang disewakan dengan kurun waktu
tertentu dan dengan tarif tertentu sesuai dengan asas konsensualitas yakni kesepakatan.
Tetapi dalam melakukan perjnjian sewa-menyewa berupa rumah hunian terdapat suatu
tindakan yang menjadi sorotan atau problem dalam alur dari perjanjian sewa-menyewa,
yakni penyewa rumah pertama memberikan kepada orang kedua untuk menyewa rumah

1
Wirjono Prodjodikoro (2008) Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta: Pradya Paramita). hlm.53
2
Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2
hunian dengan dalih ketika penyewa pertama pulang kampung maka obyek perjanjian
sewa-menyewa berupa rumah dimanfaatkan oleh penyewa kedua dan ketika kembali dari
kampung halamannya penyewa pertama kembali menempati obyek sewa yang
dimanfaatkan oleh penyewa kedua. Transaksi yang dilakukan dilingkungan sewa-
menyewa tengah marak terjadi dan yang menjadi problem transaksi tersebut tidak
melibatkan pihak pemilik serta tidak terdapat dalam pernjajian sewa-menyewa
sebelumnya yakni ketika penyewa dan pemilik sewa mencapai kesepakatan dalam
melakukan perjanjian. Adanya kata sepakat menandakan adanya tindakan hukum yaitu
hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Pengalihan pemanfaatan obyek sewa oleh
orang kedua yang terjadi dapat menimbulkan kesalah pahaman juga tindakan di luar
perjanjian sewa-menyewa dan pelanggaran lainnya ketika transaksi yang dilakukan oleh
penyewa sebagai subyek dari hak guna bangunan tidak melibatkan pemilik rumah atau
yang berstatus sebagai hak milik dari rumah atau bangunan.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dalam permasalahan ini dan untuk menjawab atas problem yang ada
tersebut menggunakan penelitian hukum notmatif atau dalam bahasa inggris disebut
Normative Legal Research dengan pendekatan yuridis normative atau Normatif Legal
Research, yakni bentuk penelitian hukum positif atau yang sedang berlaku serta
menganalisa peraturan hukum yang menjadi sumber atas acuan dalam ruang lingkup
hukum sewa-menyewa rumah.
C. PEMBAHASAN
Sewa-menyewa menurut pendapat Subekti adalah salah satu pihak menyanggupi dan
menyerahkan atau memberikan hak suatu benda untuk dipergunakan selama jangka
waktu yang telah ditentukan sedangkan pihak yang satu bersedia akan membayar harga
atas kesepakatan yang telah ditetapkan untuk pemakaian dalam waktu yang telah
ditentukan.3
Sedangkan menurut M. Yahya Harapan, sewa-menyewa merupakan kesepakatan atas
pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Sebagai pihak yang menyewakan atau
pemilik obyek barang sewa menyerahkan manfaat atas obyek sewa tersebut kepada pihak
penyewa untuk menikmati atas manfaat secara penuh.4
3
Subekti, (1975) Aneka Perjanjian, (Bandung).hlm. 48.
4
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung).hlm.220.

3
Dalam hukum formil pengaturan mengenai perjanjian atau perikatan tertuang
dalam Kitab Undang-Undang Perdata pada buku ke tiga tentang Perikatan. KUHPerdata
dalam pasal 1548 “sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain
selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang
terakhir itu.5
Sewa-menyewa rumah sediri selain diatur dalam KUHPerdata secara singkat
tetapi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1994 tetang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik. Dalam pasal 1 ayat 3
PP/44/1994/Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, “sewa-menyewa rumah adalah
keadaan di mana rumah dihuni oleh bukan pemilik berdasarkan perjanjian sewa-
menyewa”. 6
Proses sewa-menyewa rumah sebelum tercapainya status kesepakatan antar kedua
belah pihak tentu dilakukannya yang berkenaan dengan praperjanjian, yakni berupa
pendekatan dari kedua belah pihak untuk merangkai isi dari surat perjanjian secara
tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak yang
akan saling mengikat dirinya dalam perjanjian atau kontrak berupa sewa-menyewa rumah
secara tertulis. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1-2 PP/44/1994/Penghunian
Rumah Oleh Bukan Pemilik; (1) Penghunian dengan cara sewa menyewa rumah di
dasarkan kepada suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. (2) perjanjian
tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya mencantumkan
ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa.7
Kasus yang marak terjadi pada akhir-akhir pada perjanjian sewa-menyewa rumah
ialah penyewa menyewakan kembali obyek dari perjanjian atau sewa berupa rumah
kepada orang ketiga tanpa terlebih dahulu meiminta izin secara tertulis kepada pemilik
rumah. Problem ini muncul ketika masa-masa liburan, karena praktek ini selain
menyalahi Pasal/9/PP/44/1994/Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik atau dalam
keadaan gahar yang membuat penyewa sebagai orang yang mengikat dirinya dalam
perjanjian atau kontrak yang telah dibuat untuk tunduk dan patuh atas perjanjian atau

5
Lihat Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
6
Lihat Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik.
7
Lihat Pasal 4 ayat 1-2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik.

4
kontrak yang telah disepakati dan telah menimbulkan akibat hukum yakni adanya hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Kasus ini marak terjadi pada lingkungan orang perantau
baik perantau sebagai buruh kerja ataupun untuk menuntut ilmu, lebih-lebih di
lingkungan mahasiswa ketika telah mendekati liburan maka hal ini marak terjadi. Padahal
jika mengacu pada Pasal 9/PP/44/1994/Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, hal
tersebut tidaklah diperbolehkan dengan indikator tanpa izin secara tertulis dari pemilk. 8
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa dalam pembuatan perjanjian berupa sewa-
menyewa rumah haruslah tertulis dan memuat sekurang-kurangnya beberapa ketentuan di
dalamnya. Adanya hak dan kewajiban yang timbul pasca terjadinya perikatan maka pihak
yang saling mengikat dirinya harus tunduk pada kesepakatan yang telah dibuat.
Sebagai perjanjian konsensual yang mana dianggap sah atau terjadi ketika telah
mencapai kesepakatan dari para pihak. Atas tercapainya dari kesepakatan ini para pihak
tidak boleh bertindak di luar kesepakatan dan hal ini jika terjadi akan melukai keadilan
atau bahkan dapat dituntut keranah hukum mengingat perjanjian yang telah dibuat Sewa-
menyewa menurut pendapat Subekti adalah salah satu pihak menyanggupi dan
menyerahkan atau memberikan hak suatu benda untuk dipergunakan selama jangka
waktu yang telah ditentukan sedangkan pihak yang satu bersedia akan membayar harga
atas kesepakatan yang telah ditetapkan untuk pemakaian dalam waktu yang telah
ditentukan.9
Sedangkan menurut M. Yahya Harapan, sewa-menyewa merupakan kesepakatan atas
pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Sebagai pihak yang menyewakan atau
pemilik obyek barang sewa menyerahkan manfaat atas obyek sewa tersebut kepada pihak
penyewa untuk menikmati atas manfaat secara penuh.10
menimbulkan akitab hukum. Oleh sebab itu, dalam kejadian yang sering terjadi pada
obyek sewa-menyewa rumah atau kos dengan kejadian penyewa menyewakan kembali
obyek sewa yaitu rumah kepada orang ketiga.

D. RANGKUMAN
8
Lihat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2094 Tentang Penghunian Rumah Oleh
Bukan Pemilik.
9
Subekti, (1975) Aneka Perjanjian, (Bandung).hlm. 48.
10
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung).hlm.220.

5
Sewa-menyewa menurut pendapat Subekti adalah salah satu pihak menyanggupi
dan menyerahkan atau memberikan hak suatu benda untuk dipergunakan selama jangka
waktu yang telah ditentukan sedangkan pihak yang satu bersedia akan membayar harga
atas kesepakatan yang telah ditetapkan untuk pemakaian dalam waktu yang telah
ditentukan.
Sedangkan menurut M. Yahya Harapan, sewa-menyewa merupakan kesepakatan
atas pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Sebagai pihak yang menyewakan
atau pemilik obyek barang sewa menyerahkan manfaat atas obyek sewa tersebut kepada
pihak penyewa untuk menikmati atas manfaat secara penuh.
Sewa-menyewa rumah sediri selain diatur dalam KUHPerdata secara singkat tetapi
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
1994 tetang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik. Dalam pasal 1 ayat 3
PP/44/1994/Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, sewa-menyewa rumah adalah
keadaan di mana rumah dihuni oleh bukan pemilik berdasarkan perjanjian sewa-
menyewa.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1-2 PP/44/1994/Penghunian Rumah Oleh
Bukan Pemilik; (1) Penghunian dengan cara sewa menyewa rumah di dasarkan kepada
suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. (2) perjanjian tertulis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak
dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa.
Jadi dalam peraktek sewa-menyewa estafet alias penyewa menyewakan Kembali
obyek sewa kepada orang kedua tanpa izin secara tertulis kepada orang pemilik
menyalahi aturan Perundang-undangan kecuali terdapat ketentuan yang mebolehkan
tindakan tersebut sebagaimana yang termuat dalam surat perjanjian sewa-menyewa
dibuat yang termasuk perjanjian konsensual.

6
E. DAFTAR PUSTAKA
Subekti, (1975) Aneka Perjanjian, (Bandung).hlm.
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung)
Wirjono Prodjodikoro (2008) Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta:
PradyaParamita).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan
Pemilik.
Subekti, (1975) Aneka Perjanjian, (Bandung)

Anda mungkin juga menyukai