Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS TERHADAP WANPRESTASI PIHAK PENYEWA DALAM

PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH (STUDI KASUS PUTUSAN


MAHKAMAH AGUNG RI. NO. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)

JURNAL

Diajukan untuk melengkapi Tugas-Tugas dan memenuhi Syarat-Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

SASRAW FANDAPI TARIGAN


140200233
Sasrawfandapi.t@gmail.com

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


(KEKHUSUSAN HUKUM BW)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

1
ABSTRAK
SASRAW FANDAPI TARIGAN*
TAN KAMELLO**
HASIM PURBA***
Suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji seorang lain
atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Suatu perjanjian
yang dilakukan oleh para pihak harus dilakukan dengan adanya kata sepakat dan
dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat dengan sesuai dengan hal-hal yang
diperjanjikan oleh para pihak. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian
dimana pihak yang satu mengikatkan diri kepada pihak yang lainnya untuk
memberikan kepadanya kenikmatan dari suatu benda selama waktu tertentu
dengan pembayaran harga tertentu yang disetujui oleh pihak lain itu. Dalam
perjanjian sewa menyewa, barang yang dapat dijadikan sebagai objek dari
persewaan itu yaitu segala jenis benda baik benda bergerak maupun benda tidak
bergerak, barang atau benda dalam perdagangan yang dapat ditentukan dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilan, dan ketertiban
umum. Seperti halnya yang pada perjanjian sewa menyewa yang telah diputuskan
dalam Putusan No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps. Dalam penilitian skripsi ini
membahas mengenai bagaimana dasar pertimbangan hukum pada Putusan No.
467/Pdt.g/2014/PN.Dps dan akibat hukum terhadap penyewa yang melakukan
perbuatan melawan hukum dalam perjanjian sewa menyewa rumah dalam
mengenai perkara ini.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu
dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Dan sifat
penelitian ini adalah deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pihak dari penyewa telah
melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), hal ini dikarenakan
pihak dari penyewa telah memaksa kehendak pihak dari yang menyewakan rumah
tersebut, akan tetapi pihak dari yang menyewakan rumah tersebut enggan untuk
memperpanjang sewa rumah tersebut yang akan berakhir pada 1 Agustus 2014
sesuai dengan Surat Perjanjian Menyewa Tempat Tanggal 1 Agustus 2010 dengan
masa sewa yang akan berakhir pada 1 Agustus 2010. Dan pertimbangan hakim
pada Putusan No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps adalah pihak dari penyewa akan
menerima hukuman untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap hari sebesar
Rp. 50.000.000.- atas keterlambatannya dalam menjalankan putusan perkara ini
yang telah berkekuatan hukum tetap. Penyelesaian perselisihan dalam sengketa ini
telah dilaksanakan dengan baik yaitu dengan musyawarah, namun hal tersebut
juga tidak dapat titik temu untuk berdamai. Maka dari itu, kedua belah pihak
menyelesaikan perkara ini menempuh dari jalur pengadilan.

Kata Kunci: -Perjanjian, Perjanjian Sewa Menyewa.


________________
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
**Dosen Pembimbing I.
***Dosen Pembimbing II.

2
ABSTRACT

SASRAW FANDAPI TARIGAN *


TAN KAMELLO **
HASIM PURBA ***
A covenant is an event in which a person promises another or where the
two men promise to do a thing. An agreement made by the parties shall be made
by an agreement and proved by a deed made in accordance with the terms agreed
by the parties. A lease agreement is an agreement whereby one party binds to the
other to grant him the enjoyment of an object for a certain period of time with a
payment of a certain price agreed upon by that other party. In the lease agreement,
the goods which can be used as the object of the lease are all kinds of objects
whether moving objects or immovable objects, goods or objects in a trade that can
be determined and not contrary to laws and regulations, public order and public
order. As is the case with the lease agreement which has been decided in Decision
Letter no. 467 / Pdt.G / 2014 / PN.Dps. In this thesis research discusses about how
the basic legal considerations in Decision No. 467 / Pdt.g / 2014 / PN.Dps and the
legal consequences against the lessee who commits an unlawful act in the lease
agreement in respect of the case.
This research uses normative juridical approach method by researching library
materials or secondary data material. And the nature of this research is descriptive
analysis.
The results of this study explain that the party from the tenant has committed an
act against the law (onrechtmatige daad), this is because the party from the tenant
has forced the will of the party from the lease the house, but the party from the
lease of the house is reluctant to extend the rental of the house that will expires on
August 1, 2014 pursuant to Letter of Rental Agreement Date August 1, 2010 with
a lease term expiring on August 1, 2010. And judge's consideration on Decision
No. 1 of 2010. 467 / Pdt.G / 2014 / PN.Dps is the party of the tenants will receive
a penalty for paying compulsory (dwangsom) daily fee of Rp. 50.000.000.- for the
delay in carrying out the decision of this case which has permanent legal force.
The settlement of disputes in this dispute has been well carried out by
deliberation, but it also can not be a common ground for peace. Therefore, both
parties solve this case from the court.

Keywords: -Repromise, Lease Rental Agreement.


________________
Student of Faculty of Law University of North Sumatra.
** Supervisor I.
*** Supervisor II.

ii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain,

dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.1Suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau

dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.2 Dalam bentuknya,

perjanjian itu berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.3

Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa

perjanjian itu menimbulkan perikatan. Untuk dapat dinyatakan bahwa suatu

perjanjian itu sah atau tidak, maka perlu melihat kepada aturan mengenai syarat

sahnya perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bahwa: 4untuk dapat dikatakan

sebagai sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan ketentuan diatas, jelas sudah bahwa untuk dapat dinyatakan suatu

perjanjian yang sah, maka setiap orang yang membuat perjanjian tidak boleh

1
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta, 2005. hal.1.
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Ibid., Pasal. 1320

1
bertentangan dengan Undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan serta

tidak pula bertentangan sengan ketertiban umum.5 Wanprestasi adalah dimana

salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hak dan

kewajiban yang telahmereka sepakati atau dengan kata lain ketiadaan pelaksanaan

janji.6

Dalam sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik yang bagi

masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian

timbal balik sering juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban

kepada dua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu

sama lainnya. Yang dimaksud mempunyai hubungan antara yang satu dengan

yang lainnya adalah bila mana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian

tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak lain disana berkedudukan sebagai

pihak yang memikul kewajiban.7

Pasal 1548 Kitab Undang-undang hukum Perdata yang berbunyi :

“sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak satu


mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari
suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga
yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.”8
Dari dafenisi sewa menyewa tesebut diatas, maka dapat di telaah:
1. Perjanjian sewa menyewa merupakan suatu persetujuan timbal balik antara
pihak menyewa dengan pihak penyewa, di mana pihak yang menyewakan
menyerahkan sesuatu kepada penyewa yang berkewajiban membayar
sejumlah harga sewa.
2. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada penyewa
untuk sepenuhnya dinikmati bukan untuk dimiliki.
5
Ibid., Pasal. 1337.
6
Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, 1986, hal.
44.
7
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1995, hal. 43.
8
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986, hal. 340.

2
3. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan
pembayaran harga dengan sejumlah yang tertentu pula.
Untuk sewa menyewa, terhadap benda tidak bergerak seperti rumah,

dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang

Penghuni Rumah Oleh Bukan Pemilik, khusus mengenai Perjanjian Sewa-

Menyewa Rumah haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala

bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu

tertentu adalah batal demi hukum.9

Adapun mengenai kasus tentang sewa menyewa rumah yang peneliti

jadikan sebagai bahan dalam penelitian skripsi ialah tentang wanprestasi pihak

penyewa dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang terdapat dalam Putusan

Mahkamah Agung RI. No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps yang terletak di daerah

Denpasar, Bali tepatnya di Desa Intaran Sanur Kecamatan Denpasar Selatan Kota

Denpasar.

Pihak yang menyewakan terebut telah menyewakan berupa tanah dan

rumah yang seluas 1.124 M2 kepada pihak penyewa. Bahwasanya sewa menyewa

tersebut telah tertuang dalam AKTA PERUBAHAN dan PERJANJIAN SEWA

MENYEWA No. 267 tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat dihadapan Notaris, untuk

jangka waktu 20 tahun sejak tanggal 1 Agustus 1994 sampai tanggal 1 Agustus

2014, dengan harga sewa US.$ 172.000,000 atau ( seratus tujuh puluh dua dollar

Amerika Serikat ).Kemudian AKTA PERUBAHAN dan PERJANJIAN tersebut

diganti dengan SURAT PERJANJIAN MENYEWA TEMAT antara ayah dari

pihak yang menyewakan yang bernama I Ketut Sudiartha dengan pihak penyewa

9
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,
Bandung, 2006, hal. 185.

3
yang bernama Sarita Jill Newson yang ditanda tangani pada 1 Agustus 2010,

sedangkan jangka waktu berakhirnya tetap pada 1 Agustus 2014.

Kemudian pihak penyewa yang bernama Sarita Jill Newson menyewakan

kembali tanah dan rumah yang disewanya tersebut kepada Nicole Moia dan

Andrian Sabine Maxwell Batten. Yang mana sewa menyewa tersebut dituangkan

dalam PERJANJIAN PEMINDAHAN dan PENYERAHAN HAK SEWA

tertanggal 18 Nopember 2011 sampai tanggal 1 Agustus 2014. Dari perjanjian

sewa menyewa tersebut pihak penyewa dari pihak pertama yaitu Sarita Jill

Newson, Nicole Moia sebagai penyewa kedua, dan Adrian Sabine Maxwell

Batten sebagai pihak penyewa ketiga mensomasi pihak dari yang menyewakan

dalam AKTA PERUBAHAN dan PERJANJIAN SEWA MENYEWA No. 267

tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat dihadapan Notaris, yang isinya berupa

pemaksaan kehendak untuk melakukan PERPANJANGAN SEWA tanah dan

rumah warisan dari pihak yang menyewakan tersebut, yang mana akta perubahan

perjanjian sewa tersebut telah diganti dengan SURAT PERJANJIAN SEWA

TEMPAT yang telah ditanda tangani pada tanggal 1 Agustus 2010 oleh kedua

belah pihak.

Dari penjelasan di atas telah dipaparkan bagaimana perjanjian yang baik

itu seharusnya dilaksanakan. Walaupun telah terdapat aturan-aturan mengenai

perjanjian tersebut masih banyak juga terdapat permasalahan di dalam penerapan

di dalam suatu perjanjian yang dilakukan. Dan berdasarkan kasus latar belakang

diatas, maka penulis membuat skripsi ini dengan judul “ANALISIS TERHADAP

WANPRESTASI PIHAK PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA

4
MENYEWA RUMAH (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

RI NO. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hak dan kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa

menurut aturan perundang-undangan mau pun perjanjian para pihak ?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap perjanjian sewa menyewa dalam

hal penyewa telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa

menyewa rumah ?

3. Bagaimana analisis perbuatan wanprestasi penyewa dalam perjanjian

sewa menyewa rumah pada putusan MARI No.

467/Pdt.G/2014/PN/Dps ?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian ;

1. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan umum terhadap perjanjian sewa

menyewa rumah.

2. Untuk mengetahui bagaimana perjanjian sewa menyewa terhadap

penyewa yang telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa

menyewa rumah.

5
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis perbuatan wanprestasi penyewa

dalam perjanjian sewa menyewa rumah pada putusan MARI No.

467/Pdt.G/2014/PN/Dps

b. Manfaat Penelitian ;

1. Manfaat secara teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

informasi hukum bagi para akademis di berbagai bidang hukum, selain

itu, dapat menjadi bahan, menambah wawasan ilmu hukum di bidang

perdata bagi masyarakat umum serta menjadi referensi untuk menjadi

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

tambahan referensi bagi pihak yang membutuhkan. Dan dapat

memberikan pandangan yang lebih baik kepada individu sebelum

melakukan suatu perjanjian, yang dalam hal ini terkait

denganperjanjian sewa menyewa sehingga dapat meminimalisirkan

hal-hal yang tidak diinginkan para pihak.

1.4 Keaslian penelitian

Skripsi ini berjudul “Analisis Terhadap Wanprestasi Pihak Penyewa

Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Mahkamah

Agung RI. No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)”. Dalam rangka meningkatkan tingkat

perekonomian masyarakat, maka berbagai macam metode pelaksanaan untuk

melakukan kegiatan usaha semakin gencar dilaksanakan, khususnya di dalam

melakukan perjanjian sewa menyewa. Dimana dalam melakukan perjanjian sewa

6
menyewa ini terdapat dua pihak atau lebih untuk saling mengikatkan dirinya

dalam suatu perjanjian, tanpa adanya suatu paksaan, kekeliruan, dan penipuan.

Dengan karena adanya kelalaian antara salah satu pihak, maka pihak yang

telah melalaikan kewajibannya itu akan dikenakan ganti rugi akibat dari

wanprestasi atau perbuatan melawan hukum yang telah ia lakukan. Setelah

melakukan penelitian dan uji bersih keperpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, penulisan mengenai wanprestasi terhadap perjanjian sewa

menyewa memang sudah ada tetapi dalam sudut pandang pembahasan berbeda

dengan yang terdapat dalam penulisan skripsi inidan perjanjian yang dianalisis

pun berbeda. Maka dari itu, penulis berkeyakinan bahwa penulisan skripsi ini

adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan.

1.5 Tinjauan pustaka

Perkataan wanprestasi berasal daribahasa Belanda berarti “prestasi

buruk”.10 Sedangkan prestasi adalah lawan kata dari wanprestasi adalah hal-hal

yang dilaksanakan oleh suatu pihak dalam perjanjian. Istilah sewa menyewa

berasal dari bahasa Belanda yaitu “Huur onver hurr”, menurut bahasa sehari-hari

seawa artinya pemakaian sesuatu yang dibayar dengan uang. 11 “Perjanjian sewa

menyewa adalah dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu

benda untuk dipakai selama suatu jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lain

menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu

pada waktu-waktu yang ditentukan”.12

10
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1976, hal. 897
11
Hilman Hadikusuno, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1984, hal. 102.
12
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 164.

7
1.6 Metode penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian normatif yaitu pengelolaan dan analisis data yang hanya

mengenal data skunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.13

b. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif yakni dengan

menguraikan dan menggambarkan data permasalahan yang ada dan

disertai dengan pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan

tersebut.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pendekatan secara yuridis yakni

dengan melakukan tinjauan aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan

perjanjian sewa menyewa untuk membantu menganalisa dan

menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.

3. Sumber Data

a. Bahan hukum primer

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan

melalui penelitian, yaitu mencakup dokumen dokumen resmi,

13
Amiruddin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo,
Jakarta, 2004, hal. 163.

8
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan lain

lain.14

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder digunakan untuk menjelskan bahan hukum

primer, yang isinya tidak mengikat. Bahan hukum sekunder

tersebut antara lain meliputi jurnal, majalah artikel, surat kabar,

buku, serta hasil karya ilmiah lainnya yang membahas mengenai

masalah wanprestasi terhadap perjanjian sewa menyewa. Data

sekunder yang akan diperoleh adalahsalah satunya dari Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang

diterjemahkan oleh Subekti dan menurut lembaran Negara berlaku

sebagai hukum positif di Indonesia.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang menunjang bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum tersier

memberikan petunjuk atas penjelesan yang bermakna terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses memaknai dan menafsirkan suatu data

yang selanjutnya data-data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualititatif

yang disusun secara sistematis selanjutnya dianalisis untuk mencapai

14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitia hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986,
hal. 12.

9
penjelasan suatu hasil karya ilmiah sehingga skripsi ini dapat

dimengerti oleh masyrakat umum.

2. TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Setiap manusia pada umumnya akan selalu terikat antara satu dengan yang

lainnya untuk dapat melangsungkan hidupnya sehingga dengan adanya hubungan

antar sesama manusia itu dapat memberikan solusi dari masalah yang akan

muncul. Manusia sebagai mahluk sosial yang bertujuan untuk mempertahankan

hidup dan kepentingannnya tersebut membuat manusia mengatur hubungan usaha

atau bisnis dalam perjanjian. Menurut Subekti, perjanjian (overeenkomst)

merupakan suatu pristiwa yang didalamnya seseorang berjanji kepada orang lain

atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.15

Pada umumnya suatu perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu,

dapat dibuat secara lisan, dan andaikata dibuat secara tertulis maka perjanjian ini

bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.16 Dalam perjanjian

itu sendiri terdapat tiga unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Unsur assensialia
Unsur assensialia adalah perjanjian yang selalu harus ada didalam
suatu perjanjian, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak
mungkin ada.Dengan demikian unsur ini penting untuk terciptanya
perjanjian, mutlak harus ada agar perjanjian itu sah sehingga
merupakan syarat sahnya perjanjian.

2. Unsur naturalia
Unsur naturalia adalah unsur lazim melekat pada perjanjian, yaitu
unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara

15
Ibid.
16
Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Perikatan, Perpustakaan USU, Medan, 2010, hal.
34.

10
diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena
sudah merupakan bawaan atau melekat pada perjanjian.Dengan
demikian, unsur ini oleh undang-undang diatur tetapi oleh para pihak
dapat disingkirkan, jadi sifat unsur ini adalah hukum mengatur
(aanvullendrecht).

3. Unsur accidentalia
Unsur accidentalia adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara
tegas dalam perjanjian.Unsur ini ditambah oleh para pihak dalam
perjanjian artinya undang-undang tidak mengaturnya.Dengan demikian
unsur ini harus secara tegas diperjanjikan para pihak.17

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka

perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat.Pasal 1320 KUHPerdata

menentukan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang diperkenankan.

2.2 Aturan Tentang Perjanjian Sewa Menyewa

Menurut KUHPerdata Pasal 1548 sewa menyewa adalah “Suatu

persetujuan dengan mana pihak satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada

pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan

dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu

disanggupi pembayarannya”.18

Perjanjian sewa menyewa, sama halnya seperti jual beli dan perjanjian lain

pada umumnya adalah perjanjian konsensual, artinya ia sudah terjadi dan

mengikat pada detik terjadinya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu


17
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hal. 67-72.
18
Indonesia, Op.Cit.,Pasal 1548.

11
harga dan barang. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan

kenikmatan suatu barang, sedangkan kewajiban pihak menyewa membayar harga

sewa.19

Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah

ditentukan. Sedangkan kewajiban dari pihak yang menyewakan, yaitu:

1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (KUHPerdata


Pasal 1550 ayat (1))
2. Memelihara barang yag disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat
dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (KUHPerdata Pasal 1550
ayat (2))
3. Memberikan hak pada penyewa untuk menikmati barang yang
disewakan (KUHPerdata Pasal 1550 ayat (3))
4. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (KUHPerdata Pasal
1551)
5. Menaggung cacat dari barang yang disewakan (KUHPerdata Pasal
1552)

Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang dari yang disewakan

dalam keadaan baik. Dan yang menjadi kewajibannya adalah:

1. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik,

artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya

sendiri.

2. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (KUHPerdata

Pasal 1560)

Dalam KUHPerdata Pasal 1559 ayat (1) dilarang si penyewa untuk menyewakan

kembali barang yang disewanya kepada pihak ketiga. Si penyewa terikat pada

larangan untuk tidak mempersewakan lagi kepada orang lain, jika hal tersebut

tidak ada dalam perjanjian sewa menyewa, si penyewa boleh mempersewakannya

kembali. Kalau begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa mengulang sewakan

19
Ibid, hal. 40.

12
barang yang telah disewa adalah boleh, jika hal itu secara tegas diperbolehkan

dalam perjanjian. Jika sampai si penyewa berbuat apa yang dilarang itu, maka

pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan perjanjian sewanya dengan

disertai pembayaran kerugian. Sedangkan pihak yang menyewakan, setelah

dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian ulang sewa

dengan pihak ketiga tersebut.

2.3 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Pasal 1550 KUHPerdata, bahwa pihak yang menyewakan mempunyai

kewajiban, antara lain:

1. Menyerahkan benda atau barang yang disewakan kepada si penyewa.


2. Memelihara benda atau barang yang disewakan sedemikian rupa
sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
3. Memberi kepada si penyewa kenikmatan, ketentraman, dan kedamaian
dari barang yang disewakan, selama berlangsungnya perjanjian sewa
menyewa, dan tidak adanya cacat yang menyertai pemakaian barang
yang disewakan.
4. Selama berlangsungnya perjanjian sewa menyewa, melakukan
pembetulan-pembetulan pada barangnya yang disewakan yang perlu
dilakukan, terkecuali pembetulan-pembetulan kecil yang menjadi
kewajiban si penyewa.
5. Ia juga harus menanggung si penyewa, terhadap semua cacat dari
barang yang disewakan yang merintangi pemakaian barang itu,
walaupun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahui pada
dibuatnya waktu perjanjian sewa menyewa. Jika cacat itu telah
mengakibatkan sesuatu kerugian bagi si penyewa maka kepadanya
pihak yang menyewakan diwajibkan memberikan ganti rugi (Pasal 1551
dan Pasal 1552 KUHPerdata).

Pihak yang menyewakan, berhak atas:

1. Uang sewa yang harus dibayar oleh penyewa tepat waktu tertentu sesuai

dengan perjanjian sewa menyewa.

13
2. Pandbeslag, yaitu penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan atas

permohonan yang menyewakan mengenai perabot-perabot rumah yang

berada dirumah yang disewakan, dalam hal penyewa menunggak uang

sewa rumah untuk dilelang dalam hal penyewa tidak membayar lunas

tunggakan uang sewa itu.20

Kewajiban penyewa menurut Pasal 1560 KUHPerdata adalah:

1. Memakai barang yang disewakan sebagai seorang kepala rumah tangga


yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu
menurut perjanjian sewa menyewa.
2. Membayar uang sewa pada waktu dan tempat yang telah disetujui
dalam perjanjian sewa menyewa.
3. Melengkapi dengan perabot rumah yang secukupnya bila obejek
perjanjian sewa menyewa itu rumah yang ditinggali atau ditempati. Jika
tidak, sebagaimana dalam Pasal1581 KUHPerdata, penyewa dapat
dipaksa untuk mengosongkan rumah yang disewanya itu dengan
perantaraan pengadilan, kecuali penyewa dapat memberi jaminan cukup
untuk pembayaran sewa. Perlengkapan rumah sewa dengan perabot
cukup banyak dimaksudkan sebagai jaminan pembayaran, yang dapat
disita oleh pengadilan (pandbeslag), apabila yang menyewakan
menuntut penyewa dimuka pengadilan dalam hal penyewa menunggak
pembayaran uang sewa.
4. Melakukan reparasi atau perbaikan kecil sehari-hari sesuai Pasal 1583
KUHPerdata.21

Penyewa berhak atas:

1. Penyerahan barang dalam keadaan terpelihara sehingga barang itu dapat

dipergunakan untuk keperluan yang diperlukan.

2. Jaminan dari yang menyewakan mengenai kenikmatan tenteram dan

damai dan tidak ada cacat yang merintangi pemakaian barang yang

disewanya.22

20
M. Yahya Harahap, Op.Cit.,hal. 61.
21
Ibid, hal. 62.
22
Ibid, hal. 63.

14
3. AKIBAT HUKUM DARI WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN SEWA MENYEWA

3.1 Syarat-syarat Sahnya Perjanjian dan Asas-asas dalam Perjanjian

Sewa Menyewa

Dibawah ini akan diuraikan secara garis besar satu persatu keempat syarat

sahnya suatu perjanjian tersebut.

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.

Sepakat mereka yang mengikat dirinya mengandung makna bahwa para

pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian keinginan atau

kemauan saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para

pihak dengan tidak adanya suatu paksaan, kekeliruan, atau penipuan.23 Apabila

dalam memberikan kesepakatan-kesepakatan itu terdapat unsur kekhilafan atau

dengan diperoleh dengan suatu paksaan atau dengan penipuan maka dalam hal ini

tidak terjadi kesepakatan demikian ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1321

KUHPerdata. Kekhilafan yang menyebabkan batalnya suatu perjanjian yaitu

kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian, dan selain

itu kekhilafan yang lain tidak menjadi batalnya suatu perjanjian (Pasal 1322 ayat

(1) KUHPerdata).

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

Cakap (bekwaan) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan

perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan

tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu

23
Paksaan (dwang), kekeliruan (dwaling), dan penipuan (bedrog) merupakan tiga hal
yang mengakibatkan kesepakatan tidak sempurna.(Pasal 1321 s/d Pasal 1328 KUHPerdata).

15
perbuatan tertentu.24 Dalam Pasal 1329 KUHPerdata terdapat asas umum yang

mengatakan bahwa “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia

oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”.25

Pengecualian yang terdapat dalam Pasal 1329 KUHPerdata tersebut diatur

dalam 1330 KUHPerdata yang mengatakan tidak cakap untuk membuat perjanjian

adalah:

1. Orang-orang yang belum dewasa;

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

3. Orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang,

dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi objek

suatu perjanjian.Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi objek

suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya,

sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja dikemudiannya dapat

ditentukan atau diperhitungkan.26 Dalam jual beli misalnya, setiap kesempatan

antara penjual dan pembeli mengenai kebendaan yang dijual atau dibeli haruslah

terlebih dahulu ditentukan kebendaannya.27

4. Suatu sebab yang halal.

24
Ibid, hal. 208.
25
Menurut M. Isnaeni substansi Pasal 1329 KUHPerdata, khususnya pada redaksi “….
Cakap membuat perikatan….” tidak konsisten, karena Pasal 1329 ini terkait dengan Pasal 1320
KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian bukan syarat sahnya perikatan. Sehingga
seharusnya redaksi tersebut berbunyi “….cakap membuat kontrak/perjanjian…”
26
Riduan Syahrini, Op.Cit.,hal. 209-210.
27
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit.,hal. 155-156.

16
Didalam KUHPerdata tidak memberikan pengertian atau defenisi dari

“sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hanya saja dalam Pasal

1335 KUHPerdata menyatakan bahwa: “suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang

telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah

mempunyai”. Jadi dalam Pasal 1335 KUHPerdata, dijelaskan bahwa yang

disebutkan dengan sebab yang halal adalah:

1. Bukan tanpa sebab;

2. Bukan sebab yang palsu;

3. Bukan sebab yang terlarang.28

Dan kemudian adapun asas-asas yang harus diperhatikan oleh para pihak

dalam membuat suatu perjanjian antara lain:

1. Asas kebebasan berkontrak

Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya memberi

keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hukumnya.29

2. Asas konsensualisme

Didalam Pasal 1320 KUHPerdata terkandung asas esensial dari hukum

perjanjian, yaitu asas “konsensualisme” yang menetukan “ada” nya perjanjian

(raison d’etre, het bestaanwaarde).30

3. Asas pacta sunt servanda

Dalam perspektif KUHPerdata, asas pacta sunt servanda dapat dicermati

dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa: “semua perjanjian

28
Ibid, hal. 161.
29
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Kencana Pranada Media Group,Cetakan Kedua, Jakarta, 2008, hal. 109.
30
Mariam Darus Badrulzaman et al, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 82.

17
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.31

4. Asas itikad baik

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, mengatakan “persetujuan-

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.Apa yang dimaksud dengan

itikad baik (good faith), perundang-undangan tidak memberikan defenisi yang

tegas dan jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan

itikad baik adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud kemauan yang

baik.32

3.2 Wanpretasi

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menyebutkan bahwa wanprestasi adalah

kewajiban tidak memenuhi suatu perutangan, yang terdiri dari dua macam

sifat.Pertama-tama yang terdiri atas hal bahwa prestasi itu masih dilakukan tetapi

tidak secara sepatutnya, sedangkan yang kedua adalah terdapat hal-hal yang disitu

prestasinya tidak dilakukan pada waktu yang tepat.33

Jadi dapat dilihat bahwa wanprestasi itu terjadi atau timbul apabila si berutang

yakni debitur tidak memenuhi prestasi yang seharusnya ia lakukan dalam suatu

perjanjian dengan kreditur atau si berutang. Akibat dari wanprestasi munculnya

suatu ganti rugi bagi pihak yang merasa dirugikan. Dalam KUHPerdata hanya

mengatur tentang ganti rugi dari kerugian yang bersifat material (berwujud) yang

31
N. E. Algra et al, dalam “Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia”,
Bina Cipta, Jakarta, 1983, Cetakan Pertama, hal. 384.
32
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,
hal. 369.
33
Sri Soedewi Masjschoen Sofyan, Hukum Perutangan Bagian A, Seksi Hukum Perdata,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1980, hal. 12.

18
dapat dinilai dengan uang, dan tidak mengatur ganti rugi dari kerugian yang

bersifat immaterial, tidak berwujud.

3.3 Akibat Hukum Terhadap Penyewa yang Melakukan Wanprestasi

dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah

Penyewa disebutkan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam

melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga “terlambat” dari

jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak

menurutnya “sepatutnya/selayaknya”. Sebab dengan tindakan penyewa dalam

melaksanakan kewajiban “tidak tepat waktu” atau “tak layak”, jelas merupakan

“pelanggaran” hak milik rumah. Setiap pelanggaran hak milik orang lain, berarti

merupakan “perbuatan melawan hukum” (onrechtmatigedaad).34

Pada Pasal 1246 KUHPerdata menyatakan:

“Biaya, ganti rugi, dan bunga yang boleh ditentukan kreditur terdiri atas

kerugian yang dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperoleh”.

Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi,

perhitungan ganti rugi harus dapat diatur dalam jenis dan jumlahnya secara rinci

seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian

tersebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interset).

34
M. Yahya Harahap, Op,Cit., hal. 60-61.

19
4. PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH PADA PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG RI. NO. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps

4.1 Peristiwa Konkret

Bahwa pihak dari yang menyewakan (Penggugat) adalah bernama I Made

Robby Prayoga yang merupakan anak laki-laki kandung dari I Ketut Sudiartha

dan juga merupakan cucu kandung laki-laki dari I Made Lotering. Awalnya,

kakek dari pihak Penggugat mempunyai tanah dan rumah yang diwariskan kepada

ayah Penggugat, kemudian setelah ayah Penggugat meninggal diwariskan kepada

Penggugat, yakni: tanah yang diatasnya dibangun rumah sebagaimana Surat Hak

Milik (SHM) No.244/Desa Intaran, luas 2174, Gambar Situasi tanggal 19 Maret

1973 No. 102/1973 Atas Nama I Made Lotering, terletak di Desa Intaran Sahur

Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.

Bahwa sewa menyewa tersebut tertuang dalam AKTA PERUBAHAN dan

PERJANJIAN SEWA MENYEWA No. 267 tanggal 28 Juli 1995 yang dibuat

dihadapan Notaris I Nyoman Alit Puspanda, SH, notaris Pengganti Notaris

Andjana Oka, SH, untuk jangka waktu 20 Tahun sejak tanggal 1 Agustus 1994

sampai tanggal 1 Agustus 2014, dengan harga sewa US.$ 172.000,00 (seratus

tujuh pulu dua dolar Amerika Serikat).

AKTA PERUBAHAN dan PERJANJIAN tersebut DIGANTI dengan

SURAT PERJANJIAN MENYEWA TEMPAT antara ayah Penggugat sebagai

pihak yang menyewakan yang bernama I Ketut Sudiartha dengan Tergugat I yang

ditandatangani pada 1 Agustus 2010, sedangkan jangka waktu berakhirnya tetap 1

Agustus 2014. Adapun isi dari perjanjian tersebut pada article 9 disebutkan bahwa

perjanjian ini dilakukan untuk “Mengganti” Perjanjian pertama No. 267 tanggal

20
28 Juli 1995 yang disahkan oleh Benyamin Adnjana Oka, SH yang mana “Tidak

Berlaku Lagi”.

Kemudian, Tergugat I Sarita Jill Newson,menyewakan kembali tanah dan

rumah yang disewanya tersebut kepada:

1. Nicole Moia disebut sebagai Tergugat II;

2. Adrian Sabine Maxwell Batten disebut sebagai Tergugat III;

Sewa menyewa tersebut dituangkan dalam PERJANJIAN PEMINDAHAN dan

PENYERAHAN HAK SEWA tertanggal 18 November 2011 Sampai 1 Agustus

2014 (vide Pasal 4 huruf a). Pada tanggal 2 Juni 2014 dan tanggal 12 Juni 2014,

Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III melalui kuasanya MENSOMASI

Penggugat yang isinya berupa pemaksaan kehendak untuk melakukan

PERPANJANGAN SEWA tanah dan rumah warisan Penggugat tersebut, dengan

dasar somasiPasal 6 PERJANJIAN SEWA MENYEWA No. 267 Tanggal 28 Juli

1995.

Pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II, dan

Tergugat III untuk memperpanjang sewa menyewa rumah warisan Penggugat

tersebut atas dasar PERJANJIAN yang sudah TIDAK BERLAKU adalah

merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum(onrechtmatigdaad).

Didalam ketentuan article 3 SURAT PERJANJIAN MENYEWA TEMPAT,

disebutkan bahwa pada waktu perjanjian ini berakhir, semua bangunan dan alat

yang ditambah oleh pihak kedua akan menjadi milik pihak pertama, termasuk

kamar mandi dan alat-alat seperti lampu, tetapi meubel-meubel barang antik dan

perabot lain yang ditambah oleh pihak kedua tetap menjadi hak milik oleh pihak

kedua.

21
Berdasarkan hal tersebut pihak dari yang menyewakan atau pihak

Penggugat merasa dirugikan dan pihak dari yang penyewa atau para pihak

Tergugat telah melakukan wanprestasi karena tidak sesuai lagi dengan apa yang

telah diperjanjikan dan yang dituangkan dalam surat perjanjian tersebut.

4.2 Analisis Kasus


Lazimnya perjanjian bersifat bilateral atau timbal balik, artinya suatu

pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-

kewajiban yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang diperolehnya, dan

sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh

hak-hak yang dianggap sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang

dibebankan kepadanya itu.

Dalam analisa Putusan No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps mejelis hakim

memutuskan pertimbangan beberapa hal. Pertimbangan hakim pertama dalam

Eksepsi tidak dapat diterima atau menolak eksepsi para Tergugat untuk

seluruhnya. Hal ini dikarenakan atas pertimbangan hakim itu yang berisikan

bahwa, perihal gugatan Penggugat adalah perbuatan melawan hukum, oleh

karenanya majelis hakim hanya akan mempertimbangkannya apakah benar para

Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang

didalilkan oleh Penggugat dan tidak akan mempertimbangkannya dengan

pertimbangan hukum wanprestasi.

Pertimbangan hakim yang kedua dalam provisi atau permohonan kepada

hakim agar tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk dalam pokok

perkara Penggugat adalah memohon agar para Tergugat dihukum untuk

mengosongkan dan menyerahkan rumah yang terletak di Jalan Mertasari No. 6A

22
Desa Intaran, Sanur Kelod, Denpasar Selatan, Kota Denpadar. Namun,

pertimbangan hakim dalam mencermati dalil provisi Penggugat ternyata dalam

alasan Penggugat dalam provisinya adalah sudah menyangkut mengenai materi

pokok perkara, maka majelis hakim akan mempertimbangkan bersamaan dengan

pertimbangan hukum pokok perkara, dengan alasan dan pertimbangan tersebut

maka gugatan provisi dari Penggugat wajib ditolak.

Dengan alasan dan pertimbangan hakim tersebut, perbuatan para Tergugat

memaksa Penggugat untuk memperpanjang masa sewa sampai tanggal 1 Agustus

2024 dengan mensomasi Penggugat adalah sebagai perbuatan yang melanggar

hukum, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku dan melanggar hak

subyektif orang lain, yang berakibat merugikan pihak Penggugat sebagai sebab

yang kausalitas. Mengenai kekuatan hukum Akta Perjanjian No. 146, tanggal 13

Juli 1994 Jo. Akta Perubahan dan Perjanjian Sewa Menyewa No. 267, tanggal 28

Juli 1995 Jo. Perjanjian Sewa Menyewa Tempat, tanggal 1 Agustus 2010 Jo.

Perjanjian Pemindahan dan Penyerahan Hak Sewa, tanggal 18 Nopember 2011,

tentang perjanjian sewa menyewa bidang tanah.

Pihak majelis hakim mempertimbangkan bahwa Perjanjian Sewa

Menyewa, No. 146, tanggal 13 Juli 1994 (bukti T.1.2.3-1), Perubahan dan

Perjanjian No. 267, tanggal 28 Juli 1995 (bukti P-2 = T.1.2.3-2), adalah akta

notaris yang bersifat otentik dan dimuka persidangan tidak dibantah isi

kebenarannya oleh para pihak. Selain itu mejelis hakim juga menghukum

Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III, untuk membayar uang paksa

(dwangsom) setiap hari sebesar Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) atas

keterlambatannya menjalankan putusan perkara ini yang telah berkekuatan hukum

23
tetap. Hal ini dikarenakan bahwa para Tergugat telah terbukti melakukan

perbuatan melanggar hukum dan masa sewa yang telah berakhir terhitung sejak

tanggal 1 Agustus 2014 dan para Tergugat wajib secara hukum untuk

menyerahkan pada Penggugat tanah dan rumah obyek sengketa terhitung sejak

tanggal berakhirnya masa sewa tersebut.

Berdasarkan hal ini juga dapat dilihat bahwa hakim telah menerapkan

kepastian hukum yang diatur dalam hukum perdata, yaitu dengan mendengarkan

kedua belah pihak yang sesuai dengan fakta hukum, disini hakim bersifat netral,

tidak memihak pada salah satu pihak, tetapi hanya menjalankan apa yang telah

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hak dan kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa menurut

peraturan perundang-undangan mau pun perjanjian para pihak, yang

menjadi hak dari pihak yang menyewakan ialah menerima harga sewa

dari yang telah ditentukan. Dan kewajiban dari pihak yang

menyewakan yaitu, menyerahkan barang yang disewakan, memelihara

barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk

keperluan yang dimaksud, memberikan hak kepada penyewa untuk

menikmati barang yang disewakan, melakukan pembetulan pada waktu

yang sama, dan menanggung cacat dari barang yang disewakan. Hak

bagi pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam

keadaan baik. Sedangkan yang menjadi kewajiban bagi pihak penyewa

24
dalam perjanjian sewa menyewa tersebut adalah memakai barang sewa

sebagaimana barang tersebut seakan-akan kepunyaan sendiri, dan

membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

2. Akibat yang timbul dari wanprestasi ini adalah keharusan atau

kemestian bagi pihak si penyewa untuk membayar ganti rugi. Sebab,

jika pihak si penyewa telat dalam menunaikan kewajibannya, maka si

penyewa merupakan telah melakukan pelanggaran yang dapat disebut

perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).

3. Analisis perbuatan wanprestasi penyewa dalam perjanjian sewa

menyewa rumah pada Putusan MA RI No. 467/Pdt.G/2014/PN.Dps,

para pihak tergugat telah melakukan suatu perbuatan dimana para

pihak Tergugat telah melanggar suatu kesepakatan yang telah disepakti

dengan pihak Penggugat mengenai berakhirnya waktu sewa menyewa

rumah yang semestinya telah berakhir pada 1 Agustus 2014. Surat

Perjanjian Menyewa Tempat tanggal 1 Agustus 2014 dengan obyek

rumah yang terletak di Desa Intaran, Sanur Kelod, Denpasar Selatan,

Kota denpasar yang dibuat oleh kedua belah pihak adalah sah sebagai

pengganti Akta Perubahan dan Perjanjian Sewa Menyewa No. 627

tanggal 28 Juli 1995 sebagai alat bukti otentik yang dibuat dihadapan

notaris, yang masa berakhirnya tetap pada 1 Agustus 2014. Dengan

begitu, pihak para penyewa telah melakukan ingkar janji atau

wanprestasi yang tidak menyepakati batas berakhirnya sewa menyewa

rumah yang semestinya telah berakhir pada 1 Agustus 2014 dan harus

bertanggung jawab atas perbuatannya.

25
5.2 Saran

1. Agar para pihak memenuhi dan mengetahui hak dan kewajiban

masing-masing sampai dengan berakhirnya perjanjian sehingga tidak

ada pihak yang dirugikan dan tidak timbul saling sengketa antara para

pihak dalam perjanjian sewa menyewa rumah tersebut.

2. Agar para pihak terlebih dahulu dapat memahami dengan teliti

mengenai resiko bila tidak menepati janji dalam sewa menyewa

rumah. Supaya para pihak dapat terhindar dari jeratan hukum yang

dapat merugikan pihak itu sendiri.

3. Agar para pihak jika timbul perselisihan hendaknya terlebih dahulu

diselesaikan secara musyawarah. Jika dengan musyawarah tidak

tercapai kata sepakat barulah dilakukan melalui pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Amiruddin dan Zainal Asikin.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008

Algra, N.E et al, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia,

Bina Cipta, Jakarta, 1983.

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, USU Press, 1992.

26
Badrulzaman et al, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya

Bhakti, Bandung, 2001.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, 1991.

Djamin, Djanius dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata, Akademi

Kuangan dan Perbankan, Pernabas, Medan, 2000.

Erawati, Elly-Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian,

Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010.

Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

Liberty, Yogyakarta, 1984.

Hadikusuma, Hilman, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1984.

Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian, Asas Proposionalitas Dalam Kontrak

Komersial, kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

H.S, Salim, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,

Jakarta, 2004.

Ibrahim, Johanes, Cross Default and Cross Colleteral sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004.

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia suatu Kebutuhan yang Didambakan,

Alumni, Bandung, 2006.

Kansil, C.S.T. dan Cristine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata (Termasuk Asas-

asas Hukum Perdata), Pradnya Paramita, Jakarta, 2000.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

27
_______________________________, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Marzuki, Peter Muhammad, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika

Volume 18, No. 3 Mei Tahun 2003.

Purba, Hasim, Modul Kuliah Hukum Perikatan, Perpustakaan USU, Medan, 2010.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan

Tertentu, Sumur, Bandung, 1965.

Prawirohamidjojo, Soetojo, Itikad Baik (Goede Trouw/Good Faith), Pidato dalam

Rangka Memperingati Dies Natalis XXXVIII Universitas Airlangga

Surabaya, 11 November 1992.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1976.

Subekti, R, HukumPerjanjian, Internusa, Jakarta, 2005.

_________,Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1979.

_________,Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2005.

Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1986.

Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1979.

__________. Hukum Perikatan-perikatan pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung,

1987.

Satrio, J, Hukum Perjanjian,Citra Aditya, Bandung, 1992.

_______,Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1995.

_______, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002.

28
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,

1986.

Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,

2004.

Syamsuddin, Mohd Syaufii, Perjanjian-perjanjian dalam Hubungan Industrial,

Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remi, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbangan bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,

Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perutangan Bagian A, Seksi Hukum

Perdata, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1980.

Sirait, Ningrum Natasya, Hukum kontrak Bisnis, Diktat Hukum Perusahaan

Megister Kenotariatan USU, Medan, 2010.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, Edisi II, 1995.

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek).

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

29

Anda mungkin juga menyukai