Anda di halaman 1dari 15

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBAYARAN

HUTANG PIUTANG DENGAN BILYET GIRO DI PENGADILAN NEGERI


SURAKARTA

Ike Perwitasari
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nez_anastacia@yahoo.com

Abstract
Credit loans can be found in many different ways or forms among which the loan through a bank
draft. Giro it self is an order from the customer to the bank depositors to transfer funds from the
account in question to account anonymity. Agreement payable by bank draft guarantee to be
studied, performed orally which is held on trust without any written evidence. This causes
various problems that arise in the future because no verbal agreements have the force of binding
as a written agreement. If the performance is not met there was a default in the treaty accounts
payable.
Keywords: Loan, Breach of Contract, Bilyet Giro.

Abstrak
Pinjaman kredit dapat dijumpai dengan berbagai macam cara atau bentuk diantaranya yaitu pinjaman
dengan melalui bilyet giro. Bilyet giro sendiri adalah surat perintah dari nasabah kepada bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan
kepada rekening pemegangyang disebut namanya. Perjanjian hutang piutang dengan jaminan
bilyet giro yang akan diteliti, dilakukan secara lisan dimana diadakan atas dasar kepercayaan
tanpa ada bukti tertulis. Hal ini menyebabkan berbagai masalah yang timbul dikemudian hari
karena perjanjian secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti
perjanjian tertulis.
Apabila prestasi tidak terpenuhi terjadilah suatu wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang.
Kata Kunci : Hutang Piutang, Wanprestasi, Bilyet Giro.
A. PENDAHULUAN
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara
Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka. Dapat diartikan bahwa segala sesuatunya harus berdasarkan atas
hukum.
Perjanjian hutang piutang dalam masyarakat daerah sering diadakan dengan
kesepakatan kedua belah pihak untuk berjanji akan menepati segala aturan yang
ditetapkan dalam perjanjian yang telah dibuat. Bilamana kedua belah pihak sudah ada
kata sepakat, dan disaksikan oleh sejumlah saksi, maka dianggap perjanjian sudah lahir
seketika itu.
Pada umumnya bukti adanya kesepakatan seperti akta otentik dalam perjanjian
tidak terlalu diperhatikan, yang terpenting bagi para pihak yang melakukan perjanjian
adalah telah adanya itikad baik dan saling percaya satu sama lain, sehingga menganggap
bahwa kedua belah pihak yang terkait dalam perjanjian akan menepati janji sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Dalam perjanjian hutang piutang masyarakat juga sering menggunakan harta
benda seperti BPKB. Hal tersebut juga dilakukan atas dasar kepercayaan dan sepakat
untuk menyerahkan sejumlah harta benda milik debitur. Pemberian jaminan tersebut
adalah dengan maksud sebagai tambahan dalam perjanjian hutang piutang tersebut, dan
berguna sebagai bentuk itikad baik dari pihak debitur bahwa ia akan menepati janji atau
prestasinya kepada kreditur sehingga memperkuat kedudukan kreditur.
Pinjaman kredit dapat dijumpai dengan berbagai macam cara atau bentuk
diantaranya yaitu pinjaman dengan melalui bilyet giro. Bilyet giro sendiri adalah surat
perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk
memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening
pemegangyang disebut namanya.
Penggunaan bilyet giro semakin hari semakin meningkat bahkan dapat
diperkirakan melampaui penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya penggunaan
bilyet giro sebagai alat pembayaran tidak diiringi dengan pengaturan secara tegas, hal ini
berbeda dengan cek sebagai alat pembayaran giral yang telah diatur dalam KUHD.
Perjanjian hutang piutang dengan bilyet giro yang akan diteliti, dilakukan secara
lisan dimana diadakan atas dasar kepercayaan tanpa ada bukti tertulis. Hal ini
menyebabkan berbagai masalah yang timbul dikemudian hari karena perjanjian secara
lisan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti perjanjian tertulis.
Tulisan ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang Bagaimana
penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang dengan bilyet giro. Penggugat
dan Tergugat melakukan perjanjian hutang piutang dengan kasus Tergugat meminjam
sejumlah uang kepada Penggugat untuk keperluan usaha yang dijalankan Tergugat,
dengan bilyet giro. Bilyet giro yang diberikan tergugat kepada Penggugat terbukti tidak
dapat dicairkan, dengan ini Penggugat men-somasi Tergugat karena telah melakukan
wanprestasi. Kasus tersebut di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta.

B. METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan data – data yang akurat dan data – data yang dibutuhkan oleh
penulis dalam tulisan ini, penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta
yang beralamat di JI. Brigjen. Slamet Riyadi No.
290. Jenis penelitian yang digunakan penulis yaitu menggunakan :
1. jenis penelitian empiris. Penelitian hukum empiris yaitu yaitu penelitian terhadap
data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008 :
52).
Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
dengan mendasarkan pada data-data yang digunakan responden secara lisan atau
tulisan dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang
utuh (Soerjono Soekanto, 2008 : 250).
2. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu
a) Data Primer dengan studi wawancara. Wawancara diartikan sebagai
“situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang
yakni pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang dirancang
untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian kepada seseorang
responden”(Amirudin dan Zaenal Asikin, 2010: 82). Yaitu dengan wawancara
secara langsung kepada majelis hakim yang memutus perkara Putusan
Nomor 90/Pdt.G/2011/PN.Ska. Dan juga Salinan Putusan Nomor
90/Pdt.G/2011/PN.Ska.
b) Data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, literatur,
peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel, media masa, bahan dari
internet, dan sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Sumber data yang digunakan penulis dalam penyusunan penelitian adalah sumber
data sekunder berupa wawancara dan bahan dokumen, peraturan perundang-
undangan, literatur, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung data primer.
4. Teknik analisa data yang sesuai dengan penelitian ini dengan menggunakan
analisis kualitatif dengan model interaktif, yaitu komponen reduksi data dan
penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah
terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan
dirasakan kurang, maka perlu verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan
data dilapangan.
Ketiga komponen tersebut antara lain:
a) Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi data transformasi data
kasar yang muncul dari catatan tulis dilapangan.
b) Penyajian Data
Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan
penelitian dapat dilakukan.
c) Penarikan Simpulan
Menarik kesimpulan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan
sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan
pencatatan-pencatatan, pernyataan, konfigurasi yang mungkin berkaitan
dengan data (H. B. Sutopo, 2002: 91-95).
Ketiga komponen tersebut (proses analisa interaktif) dimulai pada waktu
pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data.
Dan setelah pengumpulan data selesai, tahap selanjutnya peneliti mulai menarik
kesimpulan dengan memverifikasi berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data.
Aktifitas yang dilakukan dengan suatu siklus antara komponenkomponen tersebut
akan didapatkan data-data yang benar- benar mewakili dan sesuai dengan masalah
yang diteliti. Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan
dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib
kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang
sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada
dan juga bagi pendalaman data. Penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam
bentuk siklus.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis (Prof. R. Subekti,
S.H, 1987 : 6). Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya
sumber-sumber lain.
Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Perjanjian ini mengandung unsur :
(a) Perbuatan
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini
lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum,
karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
(b) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
(c) Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang
muncul karena kehendaknya sendiri.
Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang
membuatnya. Hubungan hukum itu menimbulkan kewajiban dan hak yang timbal balik
antara pihak-pihak. Hubungan hukum itu terjadi karena peristiwa hukum yang berupa
perbuatan perjanjian, misalnya, jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan pemberian
kuasa (Abdulkadir Muhammad, 2010: 20).
Pada umumnya bukti adanya kesepakatan seperti akta otentik dalam perjanjian
tidak terlalu diperhatikan, yang terpenting bagi para pihak yang melakukan perjanjian
adalah adanya kesepakatan para pihak, adanya itikad baik dan saling percaya satu sama
lain, sehingga menganggap bahwa kedua belah pihak yang terkait dalam perjanjian
akan menepati janji sesuai dengan yang diperjanjikan
Dalam KUHPerdata, perjanjian hutang piutang tersebut digolongkan sebagai
perjanjian khusus dan disebut juga sebagai perjanjian bernama. Namun demikian
dalam hal pemenuhannya tidak selamanya sesuai dengan apa yang telah disepakati dan
diperjanjikan. Ketidak mampuan melakukan suatu prestasi atau disebut wanprestasi
seringkali menimbulkan masalah, walaupun perjanjian hutang piutang dinyatakan
secara jelas dan tegas dalam suatu perjanjian.
Dalam Pasal 1239 KUH Perdata diterangkan bahwa tiap-tiap perikatan untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi
kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi, dan bunga (Soeroso, 2010 : 28).
Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan, tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh
dua kemungkinan alasan, yaitu:
1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban
maupun karena kelalaian.
2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan
debitur. Debitur tidak bersalah.
Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi,
perlu ditentukan dalam keadaaan bagaimana debitur sengaja atau lalai tidak memenuhi
prestasi. (Abdulkadir Muhammad, 2000:203).
Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa:
a) Debitur sama sekali tidak berprestasi
b) Debitur keliru berprestasi
c) Debitur terlambat berprestasi
Debitur dianggap lalai ketika ia tidak memenuhi prestasi, maka untuk
menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat
peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan
tersebut disebut dengan somasi.
Surat peringatan kepada debitur tersebut dinamakan somasi, dan somasi inilah
yang digunakan sebagai alat bukti bahwa debitur telah
wanprestasiLathifahHanim,SH.M.Hum.M.Kn.http://hanim.blog.unissula.ac.id/2
011/10/07/wanprestasi-overmacht-dan-hapusnya-perjanjian-pengabdian masyarakat/)
Diakses pada tanggal 17 April 2013 pukul 20.00 WIB.
Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta dimana
debitur telah terbukti melakukan wanprestasi dengan tidak melakukan prestasi hal ini
dapat dibuktikan bahwa debitur meminjam sejumlah uang kepada kreditur dengan
jaminan berupa bilyet giro. Diketahui bahwa bilyet giro yang akan dicairkan oleh
kreditur di bank mengalami permasalahan, bilyet giro tersebut tidak ada nominalnya atau
kosong. Debitur sudah diberi surat peringatan tertulis untuk segera melunasi hutang,
namun debitur tidak memenuhi prestasi nya untuk membayar hutangnya.
Jadi, menurut penulis bahwa perjanjian yang dilakukan itu menimbulkan
hubungan hukum yang mengikat antara para pihak yang membuatnya. Pada prinsipnya
setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi kewajibannya secara
timbal balik. Dengan kata sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian, maka kedua pihak
mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri bentuk perjanjian. Hal ini sesuai
dengan sistem terbuka yang dianut dalam KUH Perdata.
Dalam perjanjian hutang piutang masyarakat juga sering menggunakan harta
benda. Hal tersebut juga dilakukan atas dasar kepercayaan dan sepakat untuk
menyerahkan sejumlah harta benda milik debitur. Para pihak yang mengadakan
perjanjian terikat untuk patuh terhadap perjanjian yang dibuat sesuai asas pacta sunt
servanda dan segala hal yang telah disepakati tersebut berlaku sebagai Undang-Undang
bagi para pihak dalam perjanjian. Akan tetapi perjanjian yang dibuat dalam bentuk lisan
mengandung banyak resiko jika dibandingkan dengan perjanjian yang dibuat secara
tertulis.
Apabila dibuat secara tertulis, maka hal ini dapat dipakai sebagai alat bukti
apabila terjadi perselisihan.Permasalahan seperti ini sering ditemukan dan dialami oleh
masyarakat di daerah-daerah pelosok Indonesia karena wawasan hukumnya masih
rendah akibatnya sering pula terjadi konflik antar anggota masyarakat karena adanya
ingkar janji atau wanprestasi.
Pinjaman kredit dapat dijumpai dengan berbagai macam cara atau bentuk
diantaranya yaitu pinjaman dengan melalui bilyet giro. Bilyet giro sendiri adalah surat
perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk
memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening
pemegangyang disebut namanya. Bilyet giro sendiri tidak diatur dalam KUHD,
melainkan dalam SE BI no28/332/UPG/1995.
Perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro yang akan diteliti,
dilakukan secara lisan dimana diadakan atas dasar kepercayaan tanpa ada bukti tertulis.
Hal ini menyebabkan berbagai masalah yang timbul dikemudian hari karena perjanjian
secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti perjanjian tertulis.
Hutang piutang pada kasus ini yaitu dengan jaminan bilyet giro,termasuk dalam
salah satu bentuk jaminan yaitu jaminan kebendaan. Dimana bilyet giro merupakan surat
berharga.
A Central concern of any lender-including the lenders/investors in bonds is
whether a potential or actual borrower is likely to repay the loan ( Markets the credit
rating agencies. Lawrence J. White)
Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berhutang, baik
yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Ini sudah
tepat bahwa harta benda yang dimiliki si berhutang dapat dijadikan tanggungan atau
jaminan atas hutang tergugat, terhadap nilai ekonomi seluruh harta maupun barang-
barang berharga milik Tergugat yang melakukan wanprestasi sebagai pelunasan dari sisa
prestasinya yang belum terpenuhi.
Dalam penelitian ini pula, penulis melakukan penelitian dengan melakukan
wawancara kepada Majelis Hakim terkait dengan putusan yang dijatuhkan hakim
terhadap perkara wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet
giro di kota Kudus. Adapun hasil dari penelitian berkaitan dengan hal – hal yang
berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dan juga pertimbangan-
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.
Berkaitan dengan kasus ini, perbuatan-perbuatan debitur telah terbukti
melakukan wanprestasi yaitu sama sekali tidak melakukan prestasi sesuai dengan yang
dimaksud dalam perjanjian hutang piutang. Wanprestasi dalam hal ini dapat
dikarenakan usaha Debitur mengalami kegagalan, sehingga tidak dapat memenuhi
kewajiban prestasinya sesuai dengan Pasal 1238 KUHPerdata.
Hasil wawancara dengan majelis hakim yang ikut memutus perkara mengatakan
bahwa debitur dianggap melakukan wanprestasi setelah tanggal 24 Mei 2012 sesuai
dengan surat keterangan penolakan pada tanggal tersebut. pada awalnya tergugat
memberikan bilyet giro yang pertama sebagai jaminan tertulis tanggal 2 Desember 2010
sedangkan jangka waktu pembayaran telah tercantum dalam bilyet giro tersebut yaitu
sejak tanggal 2 Desember 2010 sampai dengan
sebelum tanggal 24 Mei 2012. Debitur sudah diberi surat peringatan tertulis atau somasi untuk
segera melunasi hutang, namun debitur tidak memenuhi prestasi nya untuk membayar
hutangnya.
Mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana dengan
Nomor Putusan 90/Pdt.G/2011/PN.Ska yang berkaitan dengan kasus wanprestasi dalam
perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro yang terjadi di kota Surakarta
didasarkan atas peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia.
Pertimbangan hakim juga tidak selalu bersifat teoritis namun juga melihat fakta-fakta di
lapangan serta kronologis kejadian.
Kata perintah dalam Pasal 1238 tersebut berarti teguran atau tuntutan oleh pihak
berhak (kreditur) ditujukan kepada pihak berwajib (debitur) dengan perantaraan Juru Sita
supaya pihak berwajib (debitur) memenuhi apa yang termuat dalam perjanjian, segera
atau tempo yang disebutkan dalam teguran itu. Teguran agar debitur memenuhi perintah
itu dikenal dengan sebutan sommatie. “Surat perintah yang dimaksud Pasal 1238 KUH
Perdata ialah teguran (sommatie) resmi yaitu peringatan (teguran) oleh seorang Juru Sita
Pengadilan (R.Subekti 1987:53).
Teguran secara lisan dapat dilakukan asal cukup tegas menyatakan desakan si
kreditur supaya perjanjian dilakukan seketika atau dalam waktu yang disingkat. Teguran
(sommatie) ini diperlukan jika dalam perjanjian tidakditetapkan waktu yang tertentu
untuk melakukan perjanjian. Biasanya suratTeguran (sommatie) dilakukan 3 (tiga) kali,
dan jika tidak dilaksanakan prestasisudah dapat diajukan gugatan ke Pengadilan.
Apabila teguran ini tidak mendapat tanggapan yang beritikad baik, maka dapat
ditempuh beberapa cara secara kekeluargaan untuk menyelesaikan. Misalnya dengan
melakukan penjadwalan kembali untuk memberi waktu kepada Tergugat agar dapat
memenuhi semua prestasinya, memberi kesempatan kepada Tergugat untuk
mengemukakan alasan mengapa Tergugat tidak segera melakukan prestasinya.
Upaya-upaya penyelesaian wanprestasi yang telah dilakukan oleh Penggugat
diatas bila ini digambarkanteori berkaitan denganpenyelesian kredit secara 3R maka
pejelasannya yaitu sebagai berikut:
i. Penjadwalan kembali (Rescheduling)
Upaya hukum dengan melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian
kredit yang berkenaan denganjadwal pembayaran kembali atau jangka waktu angsuran
yang harus dilakukan oleh debitur, termasuk masa tenggang waktu (grace
period)pemenuhan kredit, termasuk perubahan jumlah angsuran.
ii. Persyaratan kembali (Reconditioning)
Persyaratan kembali meliputi yaitu perubahan jadwal pembayaran,perubahan
jumlah angsuran, perubahan jangka waktu, serta pemberian potongan bunga.
iii. Penataan kembali (Restructuring)
Restructuring yaitu dengan melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit
berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konvensi atas seluruh atau sebagian
kredit yang dilakukan denganatau tanpa reschedulingdan/atau reconditioning.
Upaya hukum Dalam sistem penyelesaian sengketa perdata terdapat tahapan
penyelesaian sengketa melalui ruang Non litigasi (di luar peradilan) sebelum sengketa
tersebut di proses di peradilan, penyelesain non litigasi tersebut dibagi dua yaitu Abritase
dan Alternative Dispute Resolution (ADR), pada kesempatan kali ini kita coba
membahas proses ADR tersebut.
ADR sendiri memiliki beberapa karakteristik yaitu :
a. Privat sukarela, dan konsensual (disepakati para pihak);
b. Kooperatif, tidak agresif/bermusuhan dan tegang;
c. Fleksibel, tidak formal dan kaku;
d. Kreatif;
e. Melibatkan partisipasi aktif para pihak;
f. Bertujuan untuk mempertahankan hubungan baik.
Adapun upaya penyelesaian yang lain yaitu hakim mencoba menawarkan kepada
kedua belah pihak untuk mediasi, Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh
mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Dasar hukum pelaksanaan mediasi di
Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan.
Kebijakan MA-RI memberlakukan mediasi ke dalam proses perkara di
pengadilan didasari atas beberapa alasan sebagai berikut:
1. Proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara.
2. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih
cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi.
3. Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak
untuk memperoleh rasa keadilan.
Menurut Majelis Hakim, Abdul Rochim, apabila dengan proses mediasi, tidak
dapat menyelesaikan kasus ini, maka dapat ditempuh dengan jalur hukum yaitu
menempuh upaya hukum dengan melakukan sita umum atas seluruh harta kekayaan
Tergugat. Sesuai dengan pernyataan pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa segala
kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang sudah
ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa bentuk wanprestasi yang
dilakukan debitur yaitu tidak melakukan prestasi dan upaya penyelesaian kasus tersebut
didasarkan atas peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia serta
pertimbangan – pertimbangan yang telah diuraikan di atas, sehingga hakim tersebut
dapat memutuskan perkara dengan seadil-adilnya dan juga hakim dalam menjatuhkan
putusan dengan berdasarkan keyakinannya dan hati nurani.

D. SIMPULAN
Perbuatan-perbuatan debitur telah terbukti melakukan wanprestasi yaitu sama
sekali tidak melakukan prestasi sesuai dengan yang dimaksud dalam perjanjian hutang
piutang. Wanprestasi dalam hal ini dapat dikarenakan usaha Debitur mengalami
kegagalan, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban prestasinya sesuai dengan Pasal
1238 KUHPerdata. Debitur sudah diberi surat
peringatan tertulis atau somasi untuk segera melunasi hutang, namun debitur tidak
memenuhi prestasi nya untuk membayar hutangnya.
Teguran agar debitur memenuhi perintah itu dikenal dengan sebutan sommatie.
“Surat perintah yang dimaksud Pasal 1238 KUH Perdata ialah teguran (sommatie) resmi
yaitu peringatan (teguran) oleh seorang Juru Sita Pengadilan (R.Subekti 1987:53).
Teguran secara lisan dapat dilakukan asal cukup tegas menyatakan desakan si kreditur
supaya perjanjian dilakukan seketika atau dalam waktu yang disingkat. Teguran
(sommatie) ini diperlukan jika dalam perjanjian tidakditetapkan waktu yang tertentu
untuk melakukan perjanjian. Biasanya suratTeguran (sommatie) dilakukan 3 (tiga) kali,
dan jika tidak dilaksanakan prestasisudah dapat diajukan gugatan ke Pengadilan. Serta
upaya lain yaitu dengan cara memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk di
mediasi.

E. SARAN
Mengingat makin banyaknya bentuk-bentuk wanprestasi yang dapat dilakukan
oleh para pihak mengingat segala kemungkinan yang dapat terjadi. Maka diharapkan
dalam melakukan perjanjian para pihak telah mengantisipasi segala kemungkinan-
kemungkinan yang akan muncul dalam perjanjian.
Dalam hal mempertemukan kedua belah pihak yang berperkara disarankan
kepada mediator untuk memberikan solusi atau pemecahan permasalahan dengan adil
dan bijaksana. Dengan meyakinkan kedua belah pihak bahwa dengan proses mediasi
segalanya akan lebih mudah dan murah, tanpa menempuh jalur litigasi.
Bahwa harta benda yang dimiliki si berhutang dapat dijadikan tanggungan atau
jaminan atas hutang tergugat, terhadap nilai ekonomi seluruh harta maupun barang-
barang berharga milik Tergugat yang melakukan wanprestasi sebagai pelunasan dari sisa
prestasinya yang belum terpenuhi.
F. PERSANTUNAN
Terimakasih disampaikan kepada Pembimbing saya Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H atas bantuan,
nasehat, bimbingan dan ilmu yang diberikan, Ibu Ambar Budhisulistiowati, S.H.,M.Hum
dan bapak Suranto, S.H.,M.H atas bimbingan dan ilmu yang diberikan.
Daftar Pustaka

Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya


Bakti.

_. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung:


PT.Citra Aditya Bakti.

Amirudin dan Zaenal Asikin. 2010. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
R. Soeroso. 2010. Perjanjian Di Bawah Tangan, Pedoman Praktis Pembuatan
Dan Aplikasi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
R. Subekti. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Citra Aditya Bhakti.

Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di


Pengadilan.

Salinan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska

LathifahHanim,SH.M.Hum.M.Kn.http://hanim.blog.unissula.ac.id/2011/10/0
7/wanprestasi-overmacht-dan-hapusnya-perjanjian-pengabdian- masyarakat/)
Diakses pada tanggal 17 April 2013 pukul 20.00 WIB.

Lawrence J. White. Markets The Credit Rating Agrncies. Journal of Economic


Perspectives—Volume 24, Number 2—Spring 2010—
Pages 211–226.

Anda mungkin juga menyukai