ABSTRAK
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok
profesi, yang mengarahkan anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus
menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Arbiter adalah orang yang
ditunjuk atau disepakati oleh dua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan
keputusan yang akan ditaati oleh kedua belah pihak. Setiap lembaga arbitrase telah
menetapkan kode etik arbiter yang berlaku secara internal. Sebagai orang yang
ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa arbiter harus mempunyai tanggung jawab yang
besar kepada masyarakat. Kualitas dari seorang arbiter sangat menentukan efektivitas
dari proses arbitrase itu sendiri. Penulisan artikel ini bermaksud untuk membahas
mengenai kode etik profesi arbiter. Dalam penulisan artikel ini dilakukan
menggunakan metode deskriptif yakni mengamati permasalahan sebagaimana adanya
saat penelitian dilaksanakan, memaparkan serta menggambarkan fakta-fakta dan sifat-
sifat dari objek permasalahan tersebut. Sebagai sebuah profesi arbiter diharapkan
mengemban tugas sesuai dengan kode etik profesi, karena pertanggungjawaban
seorang arbiter terhadap masyarakat, kliennya. Arbiter diharuskan tetap menjaga
integritas diri, mempertahankan kehormatan profesi arbiter serta memiliki, rasa adil,
profesional dan memiliki kredibilitas dalam bidangnya, dan bijaksana. Sebagai bagian
dari sistem hukum arbitrase turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia
guna menyelesaikan perselisihan atau sengketa perdata dengan prinsip yang
mengutamakan usaha perdamaian..
Kata Kunci: Kode etik, Profesi, Arbiter
PENGANTAR
Etika Adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk dikatakan baik atau buruk,
dengan kata lain aturan ataupun pola-pola dari tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia. Karena adanya etika pergaulan dalam masyarakat atau bermasyarakat akan
terlihat baik dan buruknya. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang didapatkan dari
hasil pendidikan tertentu sesuai dengan profesi yang ditekuni yang dilakukan dengan
penuh tanggung jawab dan profesional. Kode etik arbiter adalah pedoman etika perilaku
yang berlaku bagi dan terhadap profesi arbiter.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase diselesaikan oleh para arbiter. Arbiter
adalah orang yang ditunjuk atau dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melalui proses arbitrase. Kualitas arbiter akan menentukan efektif tidaknya prosedur
arbitrase itu sendiri. Tidak semua orang dapat bertindak sebagai arbiter. Menurut UU
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa hakim,
jaksa, panitera, dan pejabat peradilan lainnya, tidak dapat diangkat atau diangkat
sebagai arbiter. Sebagai bagian dari sistem hukum, arbiter mempunyai tanggung jawab
yang besar kepada masyarakat dan kedua belah pihak yang bersengketa. Tanggung
jawab ini termasuk Kewajiban menaati kode etik profesi sebagai tatanan etika yang
disetujui. Semua Lembaga Arbitrase, telah menerbitkan Kode Etika dan Perilaku, yang
menetapkan pedoman standar untuk para arbiter yang umum berlaku dalam
menyelesaikan sengketa sesuai dengan bidangnya. Pedoman tersebut diterapkan dalam
seluruh proses di mana sengketa dimohonkan penyelesaiannya oleh satu atau lebih
arbiter yang ditunjuk sesuai dengan tata cara yang disepakati dalam perjanjian para
pihak, aturan arbitrase atau undang-undang. Dalam seluruh hal tersebut, orang-orang
yang diberi kewenangan untuk memutuskan wajib berpedoman pada standar dasar etika
dan perilaku.
Dari pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
pertama, apa pengertian, fungsi dan wewenang arbitrase? Kedua, apa itu Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)? Ketiga, apa itu Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS)? Keempat, apa perbedaan penyelesaian sengketa di
pengadilan dan di badan arbitrase? Kelima, bagaimana etika kepribadian arbiter?
Keenam, bagaimana etika dan perilaku arbiter terhadap lembaga dan profesi? Ketujuh,
bagaimana etika hubungan sesama rekan arbiter? Kedelapan, bagaimana etika perilaku
menjaga integritas diri? Kesembilan, bagaimana etika pengawasan arbiter? Kesepuluh,
bagaimana kode etik profesi arbiter (dalam pemeriksaan, persidangan, kewajiban dan
larangan)? Kesebelas, apa saja syarat dan prosedur menjadi arbiter? Kedua belas,
bagaimana pengangkatan arbiter? Ketiga belas, bagaimana pemberhentian profesi
arbiter?
LITERATURE REVIEW
Mengkaji mengenai etika profesi Arbiter, pada penelitian ini terdapat beberapa
buku yang membahas mengenai etika profesi Arbiter. Pertama, Candra Irawan, S.H.,
M.Hum. yang berjudul "Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia". Dalam
buku ini banyak informasi tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan serta apa
saja yang menjadi kode etik pada lembaga arbitrase.
Kedua, Dr. Serlika Aprita, S.H., M.H Dr. dan Khalisah Hayatuddin, S.H. M.Hum
dalam bukunya yang berjudul "Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum" dijelaskan
bahwa setiap subjek hukum wajib tunduk pada hukum. Apabila yang bersangkutan
dinyatakan telah melanggar hukum. Maka seluruh proses hukum harus dilakukan di
bawah yurisdiksi sistem yang berlaku. Dengan demikian konsekuensi etis dari ketiadaan
pilihan bagi para pesakitan hukum tersebut adalah suatu tuntutan ketaatan etika profesi
yang sangat tinggi bagi para penyandang profesi hukum.
Pada kedua literature ini juga ternyata belum mampu memberikan pembahasan
yang komprehensif mengenai etika profesi arbiter Oleh karena itu, artikel ini hadir
untuk meramu pembahasan dari berbagai sumber hingga hadir sebuah pemahaman yang
spesifik dan komprehensif. Persamaan dari kedua buku tersebut adalah sama-sama
menyinggung tentang kode etik profesi hukum. Terdapat perbedaan antara kedua
literature tersebut dengan artikel kami, dalam kedua literature tersebut tidak secara
khusus membahas tentang etika profesi arbiter. Hal ini yang membedakan pembahasan
makalah kali ini dengan kedua sumber literature di atas.
METODE PENELITIAN
Metode dari penulisan artikel ini adalah metode penelitiannya deskriptif analitis,
yakni mengamati permasalahan sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan,
memaparkan serta menggambarkan fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek permasalahan
tersebut. Hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan cara pandang atau
kerangka berpikir (teori) tertentu untuk diambil kesimpulannya. Jenis penelitiannya
kualitatif dan berbentuk penelitian pustaka (library research).
HASIL PENELITIAN
Pengertian, Fungsi dan Wewenang Arbitrase
Menurut Priyatna Abdurrasyid arbitrase merupakan suatu tindakan hukum di
mana ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang atau
lebih maupun dua kelompok atau lebih kepada seseorang atau beberapa ahli yang
disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat.1
Sementara itu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 1 ayat (1) berbunyi:
“Arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
Arbitrase secara sederhana merupakan istilah yang dipakai untuk menjabarkan
suatu bentuk tata cara menyelesaikan sengketa yang timbul, sehingga mencapai suatu
hasil tertentu yang secara hukum final dan mengikat. Prasyarat utama terletak pada
kewajiban para pihak membuat suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase dan
menyepakati hukum dan tata cara yang ditempuh untuk mengakhiri sengketa.
Fungsi Arbitrase adalah membantu menyelesaikan penyelesaian suatu sengketa di
luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang
bersengketa. Arbitrase diberi fungsi dan kewenangan untuk menyelesaikannya dalam
bentuk keputusan.
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka
arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para
pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.2
Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang
Memutuskan untuk menyatakan sah atau tidaknya suatu perjanjian pokok
dan/atau Perjanjian Arbitrase.
Eksepsi kompetensi absolut
Memiliki segala kewenangan yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan
dan pengambilan keputusan, termasuk menetapkan jadwal sidang, tata tertib
sidang, acara pemeriksaan yang mungkin belum cukup diatur dalam Peraturan
dan Prosedur ini, dan hal-hal yang dianggap perlu untuk kelancaran pemeriksaan
Arbitrase
Berhak mengenakan sanksi terhadap Pihak yang lalai atau menolak untuk
menaati apa yang telah ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase
1
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2003).
76.
2
Lihat Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
sebagaimana dimaksud ayat (3), dan/atau bersikap atau melakukan tindakan
yang menghina persidangan dan/atau yang dapat menghambat proses
pemeriksaan sengketa.3
5
Anik Entriani, Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, IAIN Tulungagung Research Collections,
Vol. 03, No. 02, (2017), 287.
7. Putusan pengadilan jika telah berkekuatan hukum tetap pelaksanaan putusannya
merupakan kewenangan pengadilan sendiri untuk melakukan eksekusi jika pihak
mengajukannya. Adapun putusan arbitrase pelaksanaan putusannya harus
melalui fiat eksekusi dari pengadilan.7
Perbedaan Pengadilan dengan arbitrase:
1. Status proses
Proses arbitrase sebagai jalur penyelesaian masalah bersifat pribadi, hanya
meliputi kedua belah pihak yang bermasalah dan satu atau dua orang arbiter
sebagai pembuat keputusan. Proses ini pun bersifat informal dapat dilakukan di
mana saja. Berbeda dengan proses pengadilan yang bersifat formal, hakim
sebagai pembuat keputusan dan dilakukan di ruang sidang pengadilan.
2. Lama waktu penyelesaian
Dalam proses di pengadilan suatu masalah baru bisa diselesaikan apabila
pengadilan memproses kasus tersebut, menunjuk hakim serta melakukan
panggilan. Penyelesaian kasus akan lama. Proses penyelesaian arbitrase lebih
singkat jika kedua belah pihak sudah memilih arbiter. Permasalahan akan segera
diproses dan keputusan bisa segera diambil.
3. Biaya yang dikeluarkan
Proses arbitrase umumnya tidak panjang, oleh karena itu biaya yang dikeluarkan
pun tidak terlalu tinggi. biaya ini hanya meliputi pembayaran arbitrer yang
sesuai dengan keahliannya. Dalam proses pengadilan butuh waktu yang cukup
panjang mulai dari pendaftaran, berkas ke pengadilan, pembayaran pengacara,
dan biaya pengadilan. Biaya tersebut akan bertambah apabila pengajuan banding
dan kasasi. Biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak.
4. Penggunaan dan peran pengacara
Dalam proses arbitrase pihak-pihak yang berselisih diperbolehkan menggunakan
pengacara. namun peran pengacara dalam proses ini terbatas, semua keputusan
ada pada arbiter. Sementara itu peran pengacara dalam proses di pengadilan
luas, dari mengumpulkan bukti hingga mengajukan hasil riset dan kasus ke
jajaran hakim di pengadilan untuk melakukan pembelaan.
5. Batasan barang bukti
Aturan barang bukti ini tidak berlaku dalam proses arbitrase. Kalaupun
diberlakukan prosesnya terbatas dan dikendalikan oleh arbiter. Hal ini karena
tidak ada panggilan pengadilan atau integrator dalam proses arbitrase.
Sementara barang bukti adalah yang wajib ada dan ditunjukkan oleh kedua belah
pihak di dalam proses pengadilan barang bukti ini berguna untuk menguatkan
pembelaan dan argumen masing-masing pihak di hadapan majelis hakim saat
persidangan.
6
Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiyani dan R. Serfianto D. Purnomo, Penyelesaian Sengketa Bisnis Litigasi,
Negosiasi, Konsultasi, Pendapat Mengikat, Mediasi, Konsiliasi, Ajudikasi, Arbitrase, Dan Penyelesaian
Sengketa Daring, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018), 137-138.
7
Khoirul Anwar, Peran Pengadilan Dalam Arbitrase Syariah, (Jakarta: Kencana, 2018), 87-88.
6. Proses banding sebagai upaya hukum
Semua putusan hukum bersifat mengikat, tak terkecuali arbitrase. Meskipun
demikian, pihak-pihak yang terlibat tidak memiliki pilihan banding. Berbeda
dalam proses penyelesaian di pengadilan yang bisa mengajukan banding dan
kasasi setelah putusan dikeluarkan.8
8
Lihat di https://blog.bplawyers.co.id/perbedaan-utama-penyelesaian-sengketa-dengan-jalur-arbitrase-
dan-litigasi/, diakses pada tanggal 29 Mei 2021.
9
Serlika Aprita dan Khalisah, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, (Pasuruan: Penerbit Qiara
Media, 2020), 128.
Etika Hubungan Sesama Rekan Arbiter
Terhadap sesama rekan arbiter harus:
a. Saling bekerja sama dan saling menghargai antar sesama rekan;
b. Memiliki loyalitas terhadap Korps Arbiter;
c. Menjaga nama baik dan martabat rekan;11
10
Candra Irawan, Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2017),
124.
11
Serlika Aprita, Etika Profesi Hukum, (Palembang: Refika, 2019).
12
Lihat di http://bapmi.org/pdf/Etika%20Perilaku%20(Code%20of%20Conduct).pdf, diakses pada
tanggal 3 Juni 2021.
3. Pemberhentian sementara sebagai Arbiter; atau pemberhentian selamanya
sebagai Arbiter.13
KESIMPULAN
18
Candra Irawan, Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2017),
120.
19
Lihat di http://www.bmai.or.id/Additional/Arbitrase/30.html ,diakses pada tanggal 9 Juni 2021
Etika Adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk dikatakan baik atau buruk,
dengan kata lain aturan ataupun pola-pola dari tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia. Karena adanya etika pergaulan dalam masyarakat atau bermasyarakat akan
terlihat baik dan buruknya. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang didapatkan dari
hasil pendidikan tertentu sesuai dengan profesi yang ditekuni yang dilakukan dengan
penuh tanggung jawab dan profesional. Kode etik arbiter adalah pedoman etika perilaku
yang berlaku bagi dan terhadap profesi arbiter.
Arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter adalah orang yang ditunjuk atau dipilih oleh para pihak untuk
menyelesaikan sengketa melalui proses arbitrase. Kualitas arbiter akan menentukan
efektif tidaknya prosedur arbitrase itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrasyid, Priyatna . 2003. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta:
Fikahati Aneska.
Anwar, Khoirul. 2018. Peran Pengadilan Dalam Arbitrase Syariah. Jakarta: Kencana.
Aprita, Serlika, Khalisah. 2020. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum. Pasuruan:
Penerbit Qiara Media, 2020.
Aprita, Serlika. 2019. Etika Profesi Hukum. Palembang: Refika.
Entriani, Anik. 2017. Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia. IAIN Tulungagung
Research Collections, Vol. 03, No. 02.
Fuadi, Munir. 2000. Arbitrase Nasional. Bandung: Citra Aditya Bukti.
Hariyani, Iswi, dkk. 2018. Penyelesaian Sengketa Bisnis Litigasi, Negosiasi, Konsultasi,
Pendapat Mengikat, Mediasi, Konsiliasi, Ajudikasi, Arbitrase, Dan
Penyelesaian Sengketa Daring. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Irawan, Candra. 2017. Hukum Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia.
Bandung: Mandar Maju.
Willya, Evra, dkk.2018. Senarai Penelitian : Islam Kontemporer Tinjauan
Multikultural. Yogyakarta: Deepublish.
Lihat Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Lihat di http://www.bmai.or.id/Additional/Arbitrase/30.html, diakses pada tanggal 9
Juni 2021
Lihat di http://bapmi.org/pdf/Etika%20Perilaku%20(Code%20of%20Conduct).pdf,
diakses pada tanggal 3 Juni 2021.
Lihat di https://basyarnas-mui.com/regulation/3/kode-etik-arbiter, diakses pada tanggal
24 Mei 2021.
Lihat di https://blog.bplawyers.co.id/perbedaan-utama-penyelesaian-sengketa-dengan-
jalur-arbitrase-dan-litigasi/, diakses pada tanggal 29 Mei 2021.
Lihat di https://lapspi.org/wp-content/uploads/2019/09/Peraturan-dan-Prosedur-
ARBITER.pdf, diakses pada tanggal 9 Juni 2021.