Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS AURIKULA SINISTRA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher

RS Bhakti Wira Tamtama Semarang

Disusun oleh :

Alya Nuraini

30101700018

Pembimbing :

dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp.THT -KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA
SEMARANG

1
2021

2
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah


satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang.

Nama : Alya Nuraini

NIM : 30101700118

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Telinga Hidung Tenggorok – Kepala


Leher

Judul : Otitis Media Supuratif Kronis

Diajukan : 29 September 2021

Pembimbing : dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp.THT -KL

Telah diperiksa dan disahkan tanggal : .............................

Mengetahui,
Pembimbing Klinik

dr. Moh. Andi


Fatkhurokhman, Sp.THT-KL

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya laporan
kasus ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini disusun pada saat
melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok –
Kepala Leher RST Bhakti Wira Tamtama Semarang, dengan berbekalkan pengetahuan,
bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada
saat kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus
ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
 dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp.THT -KL sebagai pembimbing laporan
kasus
 Pimpinan dan staff  RST Bhakti Wira Tamtama Semarang
 Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok – Kepala Leher RS Bhakti Wira Tamtama Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-
baiknya, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati
untuk perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 29 September 2021

     Alya Nuraini

4
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 53 tahun

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Krobokan, Semarang

No. RM : 01-59-xx

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 September

2021, pukul 09.45 WIB di poli THT RST Bhakti Wira Tamtama Semarang.

1. Keluhan Utama:
Telinga kiri keluar cairan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pada telinga kiri keluar cairan dan terasa

kurang mendengar selama ± 2 minggu, telinga terasa penuh, berdenging

hilang timbul, dan pusing . Keluhan mengganggu aktivitas dan tidak mereda

dengan istirahat. Pasien mengatakan pernah keluar cairan berbau dan darah

dari telinga kiri. Keluhan pilek (+), bersin (-) demam (-), batuk (-), gatal (-).

5
Riwayat kemasukan air dan korek-korek telinga disangkal. Pasien belum

pernah berobat sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa :+

 Riwayat ISPA :+

 Riwayat alergi : + (alergi debu dan obat amoxicillin)

 Riwayat hipertensi :+

 Riwayat diabetes mellitus :+

 Riwayat penyakit jantung : disangkal

 Riwayat Maag : disangkal

 Riwayat Vertigo : disangkal

 Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal

 Riwayat ISPA : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat hipertensi : disangkal

 Riwayat diabetes mellius : disangkal

 Riwayat penyakit jantung : disangkal

 Riwayat operasi : disangkal

6
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan berobat ke rumah sakit

menggunakan BPJS.

C. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
A. Status Generalisata

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Status gizi : Normal

Vital sign

 Tekanan darah : 143/68 mmHg

 Nadi : 82 x/menit

 Laju pernapasan : 20 x/menit

 Suhu : 36⁰C

Kepala dan Leher


 Kepala : Mesocephal

 Wajah : Simetris

 Mata : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

 Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-), massa (-), nyeri tekan

(-)

7
B. Status Lokalis
Pemeriksaan Telinga
KANAN TELINGA LUAR KIRI

Normotia Bentuk telinga luar Normotia

Udem (-), nyeri tekan(-), Daun telinga Udem (-),nyeri tekan(-),


nyeri tarik (-), warna nyeri tarik (-), warna
kulit sama dengan kulit sama dengan
sekitarnya sekitarnya

Warna kulit sama Preaurikular Warna kulit sama


dengan sekitar, nyeri dengan sekitar, nyeri
tekan (-), fistel (-), abses tekan (-), fistel (-), abses
(-) (-)

Normal, nyeri tekan (-), Retroaurikular Normal, nyeri tekan (-),


tidak ada benjolan tidak ada benjolan

Tidak ada Nyeri tekan tragus Tidak ada

Tidak ada Tumor Tidak ada

KANAN CAE KIRI

Lapang, edem (-) Lapang/Sempit Sempit, edem (-)

Hiperemis (-) Warna Epidermis Hiperemis (-)

Tidak ada Sekret Ada, purulent berwarna


putih kekuningan

Tidak ada Serumen Ada

8
Tidak ditemukan Massa Tidak ditemukan

KANAN MEMBRAN TIMPANI KIRI

Intak Bentuk Perforasi

Normal Warna Suram

Normal Reflek Cahaya (-)

(-) Perforasi (+)


Jumlah 1, letak central,
tepi rata, luas >20%

(-) Kelainan Lain (-)

Pemeriksaan Hidung
KANAN HIDUNG LUAR KIRI

Warna sama dengan Kulit Warna sama dengan


sekitarnya sekitarnya

Terletak di linea Dorsum nasi Terletak di linea


mediana nasi mediana nasi

Nyeri tekan (-), krepitasi Nyeri tekan, krepitasi Nyeri tekan (-), krepitasi
(-) (-)

Selulitis (-), edema (-) Ala nasi Selulitis (-), edema (-)

Normal, tidak sempit, Nares anterior Normal, tidak sempit,


simetris simetris

Tidak ditemukan Tumor, fistel Tidak ditemukan

9
- Sinus Paranasal
Daerah sinus Nyeri tekan Nyeri ketok
Sinus frontal (-/-) (-/-)
Sinus ethmoid anterior (-/-) (-/-)
Sinus maxilla (-/-) (-/-)

- Rhinoskopi Anterior

Cavum Nasi Dextra Sinistra


Mukosa  Hiperemis (-), Livide (-) Hiperemis (-), Livide (-)
Septum Nasi Deviasi (-)
Konka nasi media Hipertrofi (-), Hiperemis (-) Hipertrofi (-), Hiperemis (-)
Konka nasi inferior Hipertrofi (+), Hiperemis (+) Hipertrofi (+), Hiperemis (+)
Sekret (+) (+)
Massa (-) (-)
Benda asing (-) (-)
Perdarahan (-) (-)

Pemeriksaan Cavum Oris


- Tenggorok
Lidah Beslag (-), bentuk (N), ukuran (N)
Mukosa buccal Ulkus (-), stomatitis (-)
Uvula Deviasi (-), hiperemis (-)
Palatum mole Edem (-), hiperemis (-), fluktuasi (-)

- Tonsil

10
Tonsil Dextra Sinistra
Ukuran T1 T1
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), granular (-)
Peritonsil Hiperemis (-), edem (-), Abses (-)

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Inspeksi dan palpasi tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening.

D. ABNORMALITAS DATA
Pasien datang dengan keluhan pada telinga kiri keluar cairan dan terasa

kurang mendengar selama ± 2 minggu, telinga terasa penuh, berdenging hilang

timbul, dan pusing. Keluhan mengganggu aktivitas dan tidak mereda dengan

istirahat. Pasien mengatakan pernah keluar cairan berbau dan darah dari telinga kiri.

Keluhan pilek (+), bersin (-), demam (-), batuk (-), gatal (-). Riwayat kemasukan air

dan korek-korek telinga disangkal. Pasien belum pernah berobat sebelumnya. Alergi

debu, obat amoxicillin (+), DM (+), HT (+)

Pemeriksaan fisik yang ditemukan :

Telinga kanan Dalam batas normal


Telinga kiri Sekret purulent putih kuning, Terdapat Membran
timpani perforasi (+) jumlah 1, letak pada central,
tepi rata, luas (>20% MT), Reflek cahaya (-),
Suram (+)
Hidung Ditemukan edema konka inferior (+/+) dan secret (+/+)

11
Tenggorok & KGB Dalam batas normal

Masalah Aktif Masalah Pasif

a. Otitis Media Supuratif Kronik a. Riwayat Otitis Media


tipe Benigna b. Hipertensi Derajat 1
b. Rhinitis Akut c. Rhinitis Alergi
c. Tinnitus d. DM

E. PROBLEM LIST & INITIAL PLAN


1. Otitis Media Supuratif Kronik tipe Benigna
- Anamnesis
a. Telinga kiri keluar cairan
b. Kurang mendengar
c. Onset ± 2 minggu
d. Telinga terasa penuh
e. Pernah keluar cairan berbau dan darah dari telinga kiri
- Pemeriksaan Fisik
a. Sekret purulent putih kuning
b. Terdapat Membran timpani perforasi (+) jumlah 1
c. Perforasi letak pada central, tepi rata, luas (>20% MT)
d. Reflek cahaya (-)
e. Suram (+)

- IP Dx
a. Anamnesis dan Pf (MT perforasi sentral)
b. Foto rontgen mastoid
c. Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga
d. Pemeriksaan Audiometri nada murni, nada tutur

12
- IP Tx
a. Konservatif atau medikamentosa
b. H2O2 3% 3-5 Hari untuk cuci telinga
c. Sekret berkurang  tetes telinga yang mengandung antibiotic
dan kortikosteroid (jgn lebih dari 1 minggu)
d. Antibiotik oral (ampisilin atau eritromisin) apabila hasil kultur
belum diterima
e. Sekret kering tp masih perforasi setelah 2 bulan 
miringoplasti atau timpanoplasti
2. Rhinitis Alergi
- Anamnesis
a. Pilek (+)
b. Alergi amoxicillin
- Pemeriksaan Fisik
a. Edem konka (+/+)
b. Sekret (+/+)
- IP Dx
d. Pf: allergic shiner, allergic crease, allergic salute, facies adenois,
cobblestone appearance, geographic tongue
PP:
e. Hitung eosinophil
f. IgE total
- IP Tx
a. Menghindari sumber alergi
b. Medikamentosa:
 antihistamin
 dekongestan agonis alfa adrenergic
 kortikosteroid
c. imunotherapy
3. Tinnitus
- Anamnesis
a. Telinga berdenging hilang timbul
b. Keluhan mengganggu aktivitas dan tidak mereda dengan
istirahat
- IP Dx
a. Mencari penyebab
- IP Tx

13
a. Terapi sesuai penyebab
b. Tinnitus Retaining Therapy
c. Bedah pada tumor akustik neuroma
d. Obat tidur pada pasien yang sangat terganggu

- IP Ex
Pasien perlu diberikan penjelasan yang baik dan meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan

4. Hipertensi Derajat 1
a. Pusing
b. TD: 143/68 mmHg
- IP Dx
Pemeriksaan TD Rutin pada klinik (Kunjungan kedua dalam 1
bulan dengan hasil TD ≥180/100 mmHg atau 140-179/90-109
mmHg dengan adanya kerusakan target organ atau diabetes)

- IP Tx
a. Menerapkan gaya hidup sehat
b. Mengurangi BB pada pasien obese, adaptasi pola makan
DASH
c. Farmakoterapi : ACEI, ARB, diuretic thiazide dosis rendah,
CCB

5. Diabetes Mellitus (+)


- IP Dx
a. Keluhan klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, disfungsi ereks,
pruritus vulva pd wanita

14
- IP Tx
a. Diet
b. Farmakoterapi: Biguanida, Sulfonilurea, Thiazolidinediones,
Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors, Insulin.
c. Pemeriksaan komplikasi rutin
d. Olahraga dan menjaga BB
e. Menghindari alkohol dan merokok

F. DIAGNOSIS KERJA

- Otitis Media Supuratif Kronis tipe Benigna Auricula sinistra

G. DIAGNOSIS BANDING
a. Otitis Media Supuratif Kronis tipe Maligna
Otitis Media Supuratif Kronik tipe Maligna
- Anamnesis

15
a. Telinga kiri keluar cairan
b. Kurang mendengar
c. Onset ± 2 minggu
d. Telinga terasa penuh
e. Pernah keluar cairan berbau dan darah dari telinga kiri
- Pemeriksaan Fisik
a. Sekret purulent putih kuning
b. Terdapat Membran timpani perforasi (+) jumlah 1
c. Reflek cahaya (-)
d. Suram (+)

- IP Dx
g. Anamnesis dan PF (MT perforasi atik/marginal)
h. Foto rontgen mastoid
i. Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga
j. Pemeriksaan Audiometri nada murni, nada tutur

- IP Tx
a. Pembedahan  mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplast
b. Terapi medikamentosa sementara sebelum pembedaham
c. Abses subperiosteal  insisi sblm mastoidektomi

b. Otitis Media Akut Stadium Perforasi


Otitis Media Akut Stadium Perforasi
- Anamnesis
a. Telinga kiri keluar cairan
b. Kurang mendengar
c. Telinga terasa penuh
- Pemeriksaan Fisik
a. Sekret purulent putih kuning
b. Terdapat Membran timpani perforasi (+) jumlah 1
c. Reflek cahaya (-)

16
d. Suram (+)
- IP Dx:
a. Anamnesis (waktu dan keluhan  masih akut)
b. Pemeriksaan menggunakan otoskop

H. TERAPI

Medikamentosa :

R/ ciprofloxacin tab 500 mg no. X

s2dd tab 1

R/ Methil prednisolone 4 mg no VI

s2dd tab 1

Non Medikamentosa :

Ear toilet dengan menggunakan H2O2 3%

I. EDUKASI
- Menjelaskan kepada pasien penyakit yang dideritanya
- Hindari telinga jangan sampai kemasukan air
- Tutup telinga menggunakan kapas saat mandi
- Minum obat dan meneteskan obat secara teratur

J. KONTROL PASIEN (25 September 2021)


S: Kontrol dengan keluhan telinga kiri kurang mendengar, berdengung, nyeri
(-) masih ada sedikit cairan yang keluar
O: TD: 148/70 mmHg
S: 36C
N: 91 x/ menit

17
RR: 20x/menit
A: CAE dbn
MT perforasi sentral, jumlah 1, tepi rata, luas >20% MT
Dx: OMSK Auricula Sinistra

P: ciprofloxacin tab 500 mg no. X, Methil prednisolone 4 mg no VI, Ear toilet


dengan menggunakan H2O2 3%

K. PROGNOSIS 

- Quo Ad Vitam :  Dubia Ad Bonam


- Quo Ad Functionam :  Dubia Ad Bonam    
- Quo Ad Sanationam :  Dubia Ad Bonam

18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TELINGA
2.1.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara yang kemudian

gelombang mekanik ini diubah mejadi impuls listrik dan diteruskan ke

korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan organ

pendengaran dan keseimbangan. Telinga dapat dibagi menjadi 3 bagian :

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/auricula), saluran telinga

(canalis auditorius externus) dan pada ujung terdapat gendang telinga

(membran timpani). Canalis auditorius externus berfungsi untuk

meningkatkan sensitivitas telinga dalam regio 3000 Hz - 4000 Hz. Kanal

19
ini berukuran panjang sekitar 2,5 cm dengan sepertiga adalah tulang rawan

sementara dua pertiga dalamnya berupa tulang. Kanal ini dapat diluruskan

dengan cara mengangkat daun telinga ke atas dan ke belakang. Membran

timpani berfungsi menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil

telinga tengah. Tekanan suara yang melebihi 160 dB dapat memecahkan

gendang telinga.

2. Telinga tengah

Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang

mengandung udara. Rongga tersebut terletak sebelah dalam membran

timpani yang memisahkannya meatus auditorius externa. Dalam telinga

tengah bagian yang paling utama adalah osikulus. Yang terdiri dari :

palu(maleus), landasan (inkus), dan sanggurdi (stapes). Getaran suara yang

diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang pendengaran.

Setiap tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang

berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh

meneruskan getaran ke koklea. Osikulus ini berperan penting dalam

menyesuaikan impedansi di gendang telinga dengan impedansi ruang-

ruang berisi air di telinga dalam. Pinggir tuba eustachius juga termasuk

dalam telinga tengah. Tuba Eustachius menghubungkan ruangan pada

telinga tengah ke kerongkongan. Dalam keadaan biasa, hubungan tuba

Eustachius dan telinga tengah tertutup. Dan terbuka ketika mengunyah atau

menguap.

20
3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea, yaitu sebuah struktur kecil berbentuk

spiral berisi cairan. Ketika gendang telinga bergerak, osikulus di telinga

tengah menyebabkan stapes menekan membran lentur yang menutupi

jendela oval koklea dan menyalurkan tekanan ke cairan ke dalam koklea.

Getaran ini menyebabkan gerakan di membran basilaris fleksibel. Gerakan

inilah yang merangsang sel-sel rambut atau hair cells di organ corti untuk

kemudian menghasilkan pulsa-pulsa listrik (potensial aksi). Sinyal ini

kemudian disalurkan ke otak melalui saraf auditorius. Dalam koklea

terdapat jendela oval yang terletak di salah satu ujung rongga vestibular,

pada ruang tengah adalah duktus koklearis, dan ruang ketiga adalah rongga.

Vaskularisasi dan Innervasi

Telinga   luar   mendapatkan   suplai   darah   dari   cabang   arteri  

carotis eksterna, adapun vaskularisasi bagian anterior dari a. Auriculo

temporalis (a. temporalis superficialis), bagian posterior dari a. Auricularis

posterior, bagian medial dari   a. Auricularis profunda (a.

maxillaris). Persarafan telinga luar terdiri dari Nervus auricularis mayor

cabang nervus spinalis C2-C3 yang menginervasi kulit auricula dan 1/3

lateral kulit di atas permukaan prosesus mastoideus. Nervus auriculo

temporalis merupakan cabang N. V yang menginervasi   kulit auricula 2/3

anterior, 1/2 bag anterior KAE dan membrana timpani.  Nervus

21
tympanicus, cabang dari N IX (N glosopharyngeus) yang menginervasi

permukaan luar membran timpani. Nervus Arnold cabang dari nervus

vagus (N. X) yang menginervasi sebagian kecil auricula, 1/2 bagian

posterior kanalis auditorius eksternus dan membran timpani.

2.1.2 Fisiologi Mendengar

1. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh dau

n telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang ke koklea.

2. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke

telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengamflikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap

lonjong.

3. Energi getar yang telah diamflikasikan ini akan diteruskan ke stapes

yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala

vestibule bergerak.

4. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara

membrane basalis dan membrane tektoria. Proses ini merupakan

rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia

sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion

22
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke

dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39 – 40 ) di lobus temporalis.

5. Gelombang tekanan yang tersisa dipindahkan ke perilimfa di dalam

skala timpani dan diserap saat jendela bundar sedikit menonjol

Gambar 2. Fisiologi Pendengaran

2.2 OTITIS MEDIA

Definisi

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachii, antrum mastoid dan sel-se mastoid. Otitis media

23
terbagi atas; (1) otitis media supuratif yaitu otitis media supuratif akut atau

otitis media akut dan otitis media supuratif kronik. (2) otitis media non

supuratif atau otitis media serosa yaitu otitis media serosa akut (barotrauma

atau aerotitis) dan otitis media serosa kronik (glue ear). (3) otitis media

spesifik seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa, dan (4)

otitis media adhesive.

2.2.1 Otitis Media Akut


Stadium dan gejala klinik OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi

atas 5 stadium: stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium

supurasi, stadium perforasi, stadium resolusi.

a. stadium oklusi tuba eustachius

Fungsi tuba terganggu, terjadi retraksi timpani akibat terjadinya

tekanan negative di dalam telinga tengah, didapatkan tanda dan

gejala penurunan pendengaran, sensasi penuh di telinga, tidak ada

demam, membran timpani retraksi dan suram (keruh pucat) atau

terkadang terlihat normal.

b. stadium hiperemis

Patogen masuk dan menjadi radang di telinga tengah, tampak

pembuluh darah yang melebar di membrane timpani (membrane

24
timpani tampak hiperemis). Gejala muncul demam , tinnitus,

angguan pendengaran dan nyeri pada telinga.

c. stadium supurasi

Pus terbentuk di telinga tengah (bulging) dan terasa sangat sakit, nadi

dan suhu meningkat serta nyeri ditelinga bertambah hebat. Bila tidak

dilakukan miringotomi pada stadium ini maka membrane timpani

akan rupture dan nanah keluar keliang telinga luar.

d. stadium perforasi

Tekanan meningkat sehingga membrane timpani ruptur rupture dan

nanah keluar keliang telinga luar. Suhu badan turun dan anak yang

tadinya gelisah jadi tenang dan dapat tertidur.

e. stadium resolusi

Bila membrane timpani utuh maka perlahan akan normal kembali.

Bila sudah perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya

kering. OMA bisa menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan

secret keluar terus menerus.

B. Tatalaksana

Pengobatan OMA disesuaikan berdasarkan stadium penyakitnya.

- Pada stadium oklusi tuba bertujuan mengembalikan fungsi tuba

eustachius dengan diberikan obat tetes HCL efedrin 0,5% (anak <12

25
tahun), HCL efedrin 1% (>12 tahun). Dan pengobatan sumber infeksi

(ispa,rhinitis alergi,dll) jika oleh bakteri diberikan antibiotika .

- Stadium presupurasi diberikan analgetika,dekongestan,dan

antibiotika selama 10-14 hari dengan golongan yang paling sering

diberikan penisilin

- Stadium supuratif diberikan antibitik, miringotomi bila membrane

timpani masih utuh. Miringitomi adalah insisi pada pars tensa

membrane timpani, agar terjadi drainase secret dari telinga tengah ke

telinga luar.

- Stadium Perforasi diberikan Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5

hari, antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti ofloxacin tetes

telinga sampai 3 minggu.

- Stadium Resolusi dilakukan observasi selama secret tenang,dan

memperhatikan proses penutupan dari membrane timpani

C. Komplikasi

Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu

abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses

otak). Sekarang setelah ada antibiotic, semua jenis komplikasi itu biasanya

didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK

2.2.2 Otitis Media Supuratif Kronis

26
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media

perforate (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis

media supuratif kronis ialah infeksi di telinga tengah dengan perforasi

membrane timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus

atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa

nanah.

a. Perjalanan penyakit

Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi

otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2

bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media

supuratif subakut.

Beberapa factor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK

ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,

virulensi kuma tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang)

atau higieni buruk.

27
b. Letak perforasi

Letak perforasi di membrane timpani penting untuk

menentukan tipe/jenis OMSK. Perforasi membrane timpani dapat

ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena itu

disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada lerforasi sentral,

perforasi terdapat di pars tenda, sedangkan di seluruh tepi perforasi

masih ada sisa membrane timpani. Pada perforasi marginal sebagian

tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus

timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars

flaksida.

c. Jenis OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe

mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe

maligna). Berdasarkan aktivitas secret yang keluar dikenal juga

OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan

secret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK

tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau

kering.

Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada

mukosa saja. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe

28
aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK

tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Yang dimaksud dengan

OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.

OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe

tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau

atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan

perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan

fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.

Kelainan Tipe benigna Tipe maligna

Daerah terkena tubotimpanik Atikoantral

Perforasi Anterior atau sentral Atik atau marginal

Nanah Mucoid, tidak Tebal, bau busuk

berbau
Granulasi Tidak biasa didapat Biasa didapat

Polip Jika ada, pucat, Jika ada, hiperemis,

edem lunak
Tuli Konduktif ringan- Konduktif atau

sedang campuran
Radiografi mastoid Normal Tidak ada sel udara

Kolesteatoma Sangat jarang sering

d. Diagnosis

29
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan

pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala

merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan

pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni,

audimetri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA

(brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/anak yag tidak

kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan

penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji

resistensi kuman dari secret telinga.

e. Tanda klinik OMSK tipe bahaya

Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan

komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini.

Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar operasi,

namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya

OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal atau pada atik.

Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya,

sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihar; abses atau

fistel retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi

di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat

kolesteatoma pada telinga tengah, (sering terlihat di epitimpanum),

30
secret berbau nanah dan berbau khas atau terlihat bayagan

kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.

f. Terapi OMSK

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta

harus berulang-ulang. Secret yang keluar tidak cepat kering atau

selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau

beberapa keadaan, yaitu :

2. Adanya perforasi membrane timpani yang

permanen sehingga telinga tengah berhubungan

dengan dunia luar

3. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring,

hidung dan sinus paranasal

4. Sudah terbentuk jaringan patologik yang

irreversible dalam rongga mastoid

5. Gizi dan higiena yang kurang

Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan

medikamentosa. Bila secret yang keluar terus-menerus, maka

diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5

hari. Setelah secret berkurang, maka terpi dilanjutkan dengan

memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan

kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes

31
telinga yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang

bersifat ototoksik. Oleh karena itu penulis menganjurkan agar obat

tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2

minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan

antibiotic dari golongan ampisilin, atau eritromisin (bila pasien alergi

terhadap penisilin) sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi

yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin

dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.

Bila secret telah kering, terapi perforasi masih ada setelah

diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti

atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi

secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi,

mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang

lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada, atau

terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati

terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya

adenoidektomi dan tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu

mastoidektomi. Jadi, apabila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi

32
yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa

timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah

terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses

subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan

tersendiri sebelum mastoidektomi.

g. Jenis Pembedahan pada OMSK

Ada bebeapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman

atau bahaya. Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada

luasnya infeksi atau kolesteatom, sarana yang tersedia serta

pengalaman operator.

1. Mastoidektomi sederhana

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman

yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh.

Dengan tindakan operasi ini dilkakukan pembersihan

ruang mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah

supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.

Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

2. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya

dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas.

33
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani

dibersihkan dari semua jaringan patologik, dinding

batas antara liang telinga luar dan telinga tengah

dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketika

daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang

semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi

ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan

berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang

dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi

infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,

sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier

pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang

tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat

metoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering

permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus

liang telinga luar menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi

bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan

kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak

34
cavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan

dan dinding posterior liang telinga direndahkan.

Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan

patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan

pendengaran yang masih ada

4. Miringoplasti

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang

paling ringan, dikenal juga dengan nama

timpanoplasti tipe 1. Rekontruksi hanya dilakukan

pada membrane timpani. Tujuan operasi adalah untuk

mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada

OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang

sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya

disebabkan oleh perforasi membrane timpani

5. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan oada OMSK tipe aman

dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe

aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan

medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki

pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi

35
membrane timpani sering kali harus dilakukan juga

brekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan

bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang

dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe

II,III, IV dan V

Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu

dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau

tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan

patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa

dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12

bulan.

6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined

approach tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi

timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe

bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan

granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki

pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi

radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang

telinga).

36
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan

granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua

jalan yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid

dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik

operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati

oleh para ahli, oleh karena serinh terjadi kambuhnya

kolesteatoma kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R. D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. (Badan Penerbit
FKUI, 2007).
2. Hansen, J. T. Netter’s Clinical Anatomy. (Saunders Elsevier, 2010).
3. Chung, K. W. & Chung, H. M. Gross Anatomy. (Wolters Kluwer, 2012).
4. Amalia, Mirah Tarumanagara Medical Journal Vol. 1, No. 1, 230-236,
Oktober 2018
5. Yuniarti, D1 , Asman,ST 2 , Fitriyasti, B, Health and Medical Journal, Vol I
No 1 January 2019

37

Anda mungkin juga menyukai