Anda di halaman 1dari 5

Landasan Teori

Garam natrium tiosulfat yang memiliki rumus molekul Na 2S2O3 merupakan padatan
kristal tidak berwarna dan tidak berbau dengan titik leleh 48,3 oC. Senyawa ini bersifat
higroskopis, yaitu mampu menyerap air dari udara. Sifat higroskopis ini disebabkan karena
ketidakstabilan strukturnya sehingga untuk menstabilkannya diperlukan air (Fessenden, 1990).
Oleh karena itu, natrium tiosulfat sering dijumpai dalam bentuk hidratnya yaitu natrium
tiosulfat pentahidrat atau Na2S2O3.5H2O. Morfologi kristal dari garam ini adalah monoklin,
artinya hanya terdapat satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Ketiga sumbu
tersebut memiliki panjang yang tidak sama, dengan dua sumbu tegak lurus satu sama lain
(Britannica, t.thn). Morfologi kristal sistem monoklin dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Morfologi kristal natrium tiosulfat adalah sistem monoklin

Natrium tiosulfat dapat disintesis dengan cara mereaksikan natirum sulfit heptahidrat
(NaSO3.7H2O) dengan belerang (S8). Karena ion tiosulfat dapat terbentuk jika ion sulfit (SO 32-)
direaksikan dengan belerang (S8), mengikuti persamaan reaksi berikut:

8 S8 (s) + 8 SO32- (aq) → 8 S2O32- (aq)

Belerang atau molekul S8 yang digunakan untuk sintesis natrium tiosulfat ini merupakan
molekul stabil, sehingga ikatannya akan sulit untuk diputuskan dan sulit untuk mencampur.
Oleh karena itu, digunakan metode refluks. Refluks adalah proses pemanasan cairan yang berisi
campuran suatu bahan di mana tidak ada bahan/senyawa yang hilang karena menguap akibat
pemanasan (Wilcox, 1995). Hal ini dapat terjadi karena proses pemanasan dilakukan di dalam
labu yang disambungkan ke kondensor sehingga uap yang dihasilkan larutan akibat pemanasan
akan terkondensasi, lalu kondensat akan jatuh kembali ke dalam labu. Maka dengan cara
refluks, tidak akan ada senyawa yang hilang dan reaksi pun dapat berlangsung karena
tersedianya energi yang cukup untuk keberlangsungan reaksi. Hasil refluks adalah campuran
bahan dalam bentuk cairan, untuk mendapatkan natrium tiosulfat dalam bentuk padatan
kristal, perlu dilakukan kristalisasi. Kristalisasi adalah suatu proses pembuatan bahan padat
dengan cara menjenuhkan larutan. Kristalisasi merupakan teknik pemisahan bahan padat
dengan cair. Pada proses tersebut terjadi perpindahan massa zat terlarut dari cairan ke fasa
kristal padat (Ningsih, 2016). Untuk bahan-bahan yang kelarutannya berkurang drastis dengan
menurunnya temperatur, kondisi lewat jenuh dicapai dengan pendinginan larutan panas yang
jenuh. Adapun cara lain untuk mendapatkan kondisi lewat jenuhnya yaitu dengan jalan
penguapan atau penghilangan pelarut (Cahyono, 1998). Pengukuran yang menunjukkan
seberapa sukses suatu reaksi atau sintesis disebut persen randemen. Untuk menghitung persen
randemen, pertama-tama perlu ditentukan berapa banyak produk yang harus dibentuk
berdasarkan stoikiometri, ini disebut hasil teoritis. Kemudian timbang hasil produk sebenarnya
yang terbentuk. Hasil persen adalah rasio hasil sebenarnya dengan hasil teoritis, dinyatakan
sebagai berikut:

massa hasil percobaan


Persen randemen= x 100 %
massa hasil teoritis

Biasanya, hasil persen kurang dari 100% akibat adanya kesalahan eksperimental, reaksi yang
tidak lengkap, reaksi samping yang tidak diinginkan, dan lain-lain. Namun, hasil persen lebih
dari 100% juga memungkinkan jika produk reaksi yang diukur mengandung pengotor yang
menyebabkan massanya menjadi lebih besar (Bewick, 2021).

Kristal garam natrium tiosulfat yang sudah terbentuk dapat diuji kemurniannya dengan
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan melalui analisis morfologi
kristal menggunakan mikroskop, uji titik leleh, serta analisis keberadaan kation Na + dan anion
S2O32-. Titik leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair berada dalam kesetimbangan yang
mana suatu zat padat akan berubah wujud menjadi cair pada tekanan satu atmosfer. Titik leleh
adalah salah satu sifat fisik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu zat. Kristal yang
murni biasanya memiliki kisaran titik leleh yang tajam dan khas antara 0,5 – 1 oC. Kisaran titik
leleh ditentukan dengan mencatat suhu ketika pelelehan pertama dimulai dan ketika pelelehan
selesai. Jika kristal meleleh pada kisaran suhu yang panjang, ini adalah tanda ketidakmurnian
kristal (Nichols, 2021). Analisis kation dapat dilakukan karena pada natrium tiosulfat terdapat
kation natrium yang dapat memberikan warna kuning kuat jika dibakar pada nyala bunsen.
Garam natrium dalam jumlah yang sedikit memberikan hasil positif pada uji ini dan keberadaan
natrium dalam jumlah yang berarti menunjukkan warna yang kuat serta bertahan lama (Vogel,
1979). Analisis anion juga dapat dilakukan karena keberadaan anion tiosulfat. Penambahan
asam ke dalam larutan natrium tiosulfat menyebabkan larutan keruh karena terjadinya
pemisahan belerang, dan asam sulfat akan terbentuk dalam larutan. Ketika larutan dipanaskan,
gas SO2 akan dilepaskan yang dicirikan oleh bau dan reaksinya pada kertas saring yang dibasahi
dengan larutan kalium dikromat yang diasamkan. Persamaan reaksi yang terjadi adalah:

S2O32- + 2H+ → S↓ + SO2↑ + H2O

(Vogel, 1979).

Dalam analisis kuantitatif, uji kemurnian natrium tiosulfat dapat dilakukan dengan titrasi
iodometri. Titrasi iodometri merupakan titrasi dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Titrasi ini
merupakan titrasi secara tidak langsung karena titrat yang bersifat oksidator direduksi dengan
kalium iodida dan akan mengkasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi oleh larutan baku
natrium tiosulfat. Iodida (I- ) adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator. Sehingga titrat yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi
dengan iodida (I-) pada kalium iodida untuk menghasilkan Iodium (I 2) yang berwarna
kecoklatan. Iodium (I2) yang terbentuk secara kuantitatif dititrasi dengan tiosulfat (S 2O32-) dari
natrium tiosulfat sehingga membentuk iodida (I -) kembali yang tidak berwarna. Penambahan
indikator amilum/kanji dilakukan ketika warna larutan kuning pucat yang menandakan sebagian
besar I2 telah tereduksi menjadi I -. Sehingga sisa I2 yang berada dalam larutan bereaksi dengan
indikator amilum membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Kelebihan titran S 2O32- akan
mereduksi sisa I2 tadi sehingga warna biru akibat I2 yang bereraksi dengan amilum akan
berubah menjadi tidak berwarna karena I 2 tersebut telah direduksi menjadi I- tidak berwarna
yang tidak bereaksi dengan amilum. Jadi pada titrasi ini, natrium tiosulfat bertindak sebagai
titran dan reduktor. Natrium tiosulfat adalah standar sekuder karena sifatnya yang tidak stabil
terhadap oksidasi udara, asam, dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam
pelarut. Sehingga kadar natrium tiosulfat dapat diketahui melalui standardisasi oleh standar
primer, yang dalam hal ini dapat digunakan larutan kalium iodat (KIO 3) atau kalium dikromat
(K2Cr2O7). Adapun persamaan reaksinya:

Jika dengan KIO3 :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O

3I2 + 6S2O32- → 6I- + 3S4O62-

Jika dengan K2Cr2O7 :

Cr2O72- + 6I- + 14H+ → 2Cr3+ + 3I2 + H2O

3I2 + 6S2O32- → 6I- + 3S4O62-

(Vogel, 1979).

Kegunaan garam natrium tiosulfat pada kehidupan sehari-hari salah satunya


dimanfaatkan sebagai photographic fixer. Proses fixing menggunakan photographic fixer ini
bertujuan untuk menghilangkan kristal perak halida dari kertas film, yang mana jika proses
fixing ini tidak dilakukan, sisa perak halida yang tertinggal pada kertas film akan menyebabkan
hasil gambar berkabut. Natrium tiosulfat dapat menjadi photographic fixer karena dapat
membentuk ion kompleks yang larut dengan perak, yaitu ditiosulfatoargentat(I) atau
[Ag(S2O3)2]3-. Berikut persamaan reaksinya:

S2O32- + 2Ag+ → [Ag(S2O3)2]3-

(Vogel, 1979).
Daftar Pustaka

Bewick, Sharon. 2021. Theoretical Yield and Percent Yield [Daring]. Tersedia:
chem.libretext.org [Diakses pada 22 September 2021]

Britannica. t.thn. Monoclinic System [Daring]. Tersedia: www.britannica.com [Diakses


pada 22 September 2021]

Cahyono, A. 1998. Bahan Asistensi dam Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan.
Yogyakarta: UGM

Fessenden. 1990. Fundamentals of Organic Chemistry. New York: Longman

Nichols, Lisa. 2021. Melting Point Theory [Daring]. Tersedia: chem.libretext.org [Diakses
pada 22 September 2021]

Ningsih, Sherly. 2016. Sintesis Anorganik. Padang: UNP Press

Vogel, et al. 1979. Qualitative Inorganic Analysis 5th Edition. New York: Longman

Wilcox, C.F. 1995. Experimental Organic Chemistry: A Small Scale Approach. United
States: New Prentice Hall

Kristal yang telah diperoleh dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Rekristalisasi
merupakan metode pemurnian suatu kristal dari pengotor-pengotornya (Cahyono, 1998).

Analisis morfologi kristal dapat dilakukan menggunakan mikroskop dengan memastikan bentuk
yang teramati adalah sistem monoklin.

Anda mungkin juga menyukai