Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK
“PEMBUATAN NATRIUM TIOSULFAT”

OLEH :

NAMA : NURLIAN
STAMBUK : A1L1 19 011
KELOMPOK : IA (SATU)
JURUSAN :PENDIDIKAN KIMIA
ASISTEN PEMBIMBING : LA ODE INDO, S.Pd

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa secara teliti dan di setujui oleh Asisten Pembimbing

Praktikum Kimia Anorganik “Pembuatan Natrium Tiosulfat” yang dilaksanakan

pada:

Hari/Tanggal : Senin, 25 Oktober 2021

Waktu : 13.30 WITA - Selesai


Tempat : Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari

Kendari, Oktober 2021


Mengetahui,
Asisten Pembimbing

LA ODE INDO, S. Pd
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu senyawa kimia biasanya berada dalam keadaan tercampur dengan

senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang

memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi

suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi, proses pemisahan perlu dilakukan.

Beberapa senyawa anorganik garam, terdiri dari kation dan anion, yang ditemukan

pada orbital ikatannya. contoh garam natrium yang biasanya terdiri dari ion Na + dan

ion Oksigen. Dalam beberapa garam ada beberapa yang tidak memiliki muatan jadi

dikatakan memiliki muatan netral (Hapsoro, 2012).

Natrium tiosulfat (Na2S2O3) merupakan kristal tak berwarna yang mengalami

berbagai reaksi dengan klorin bebas. Larutan Na 2S2O3 memiliki pH yang mendekati

netral. Tiosulfat merupakan jenis reduktor. Na 2S2O3 bereaksi dengan asam

menghasilkan sulfur dioksida dan hidrogen sulfida (H2S). Jika Na2S2O3 dipanaskan

pada proses dekomposisi, akan menghasilkan asap yang beracun dari sulfur dioksida

dan natrium nitrit yang bereaksi cepat dengan besi dan terhidrolisis oleh air (Stearns,

2006). Natrium tiosulfat (Na2S2O3) diproduksi dengan mereaksikan sulfur dengan

natrium sulfit atau dengan mereaksikan natrium hidrogen sulfit (natrium hidroksida

dan sulfur hidroksida) dengan sulfur. Penambahan sulfur pada natrium sulfit

berlangsung pada stirred vessels pada suhu 50 – 100 0 C (Buchel, 2000).


Pembuatan natrium tiosulfat berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi antara

natrium sulfit dengan serbuk belerang. Bila belerang ditambahkan berlebihan maka

semua natrium sulfit akan berubah menjadi natrium tiosulfat dengan metode refluks.

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan panas. Dengan adanya proses

perefluksan ini dapat membantu mempercepat belerang larut didalam natrium sulfat

membentuk natrium tiosulfat. Pentingnya melakukan percobaan ini agar mahasiswa

dapat mempunyai keterampilan membuat garam natrium tiosulfat dan bagaimana

mempelajari sifat - sifat kimianya (Kimberly et al, 2002).

Belerang adalah bagian yang penting dari protein dan asam amino. Umumnya

S merupakan sumber utama belerang untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman

menyerap belerang terutama dalam bentuk ion Sulfat (SO 42-) anorganik. Sulfat dalam

tanah sangat mudah tercuci sehingga pemberian pupuk yang mengandung SO 42-,

seperti pupuk ammonium sulfat (24 % S) dan mengandung 21% N dalam bentuk

NH4+ untuk membantu meningkatkan kandungan N dalam tanah (Kimberly et al,

2002).

Unsur belerang biasanya adalah padatan kuning dengan titik leleh 112,8 oC

disebut dengan belerang ortorombik (belerang α). Transisi fasa polimorf ini

menghasilkan belerang monoklin (belerang β) pada suhu 95,5oC. Telah ditentukan

pada tahun 1935 bahwa belerang-belerang ini mengandung molekul-molekul siklik

berbentuk mahkota. Tidak hanya cincin yang berannggotakan 8 tetapi cincin dengan

anggota 6-20 juga dikenal, dan polimer belerang heliks adalah belerang bundar yang
tak hinnga. Bila belerang dipanaskan, belerang akan mencair dan saat didinginkan

menjadi makromolekul seperti karet (Saito, 1996).

Sifat-sifat dari belerang yaitu, belerang berwarna kuning pucat yang solid.

Lembut dan tidak berbau. Tidak larut dalam air. Ketika dibakar dan mencapai suhu

119 derajat belerang akan melebur memancarkan api berwarna biru dan meleleh ke

dalam cairan berwarna merah cair, pada saat itu partikelnya terpisah dan berubah

wujud menjadi gas yang bergabung dengan oksigen untuk membentuk gas beracun

yang disebut sulfur dioksida (SO2), dapat mengeras dengan cepat dan mudah

dikerjakan. Mempunyai ikatan yang bagus dengan batu atau bata. Mengurangi sifat

mengembang dari tanah. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah pembuatan

natrium tiosulfat dengan meraksikan natrium sulfit (Na2SO3) dan belerang bebas (S)

dengan menggunakan metode refluks.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini yaitu dapat membuat garam Natrium Tiosulfat dan

perubahan sifat-sifat kimianya.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini adalah Untuk mengetahui bagaimana pembuatan

garam Natrium Tiosulfat dan perubahan sifat-sifat garam Natrium Tiosulfat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Natrium Tiosulfat

Larutan Natrium Tiosulfat merupakan larutan standar yang digunakan dalam

kebanyakan proses iodometri. Larutan ini biasanya dibuat dari garam pentahidratnya

(Na2S2O3.5H2O). Garam ini mempunyai berat ekivalen yang sama dengan berat

molekulnya (248,17) maka dari segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan.

Larutan ini perlu distandarisasi karena bersifat tidak stabil pada keadaan biasa (pada

saat penimbangan). Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar

matahari dan adanya bakteri yang memanfaatkan Sulfur. Kestabilan larutan Na 2S2O3

dalam penyimpanan ternyata paling baik bila mempunyai pH antara 9-10. Cahaya

dapat mempengaruhi larutan ini, oleh karena itu larutan ini harus disimpan di botol

yang berwarna gelap dan tertutup rapat agar cahaya tidak dapat menembus botol dan

kestabilan larutan tidak terganggu karena adanya oksigen di udara (Silviana dkk,

2019).

Senyawa sulfit yang biasa digunakan berbentuk bubuk kering, misalnya

natrium atau kalium sulfit, natrium atau kalium bisulfit dan natrium atau kalium

metabisulfit. Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu: (1) untuk

mengawetkan (sebagai senyawa anti mikroba), dan (2) untuk mencegah perubahan

warna bahan makanan menjadi kecoklatan. Umumnya senyawa sulfit efektif terhadap

mikroba jenis A. niger, Aspergillus, Penicillium, dan efektif untuk mengawetkan


bahan makanan yang bersifat asam, serta tidak efektif untuk bahan makanan yang

bersifat netral atau alkalis. Sulfit juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang

dapat merusak atau membusukkan bahan makanan serta sebagai antioksidan yang

mampu mencegah ketengikan pada bahan makanan (Rianto, 2008)

2.2 Belerang (Sulfur)

Sulfur (Simbol S) atau belerang adalah unsur non-metal multivalen, tidak

berasa dan tidak berbau. Banyaknya valensi sulfur (dari S2-sampai S6+)

memungkinkan sulfur berpartisipasi dalam berbagai proses geokimia dan biokimia.

Dalam Tabel Periodik, unsur S terletak di Periode 3 Golongan VIA (atau Golongan

16) bersama -sama dengan unsur oksigen (O), selenium (S), telurium (Te) dan

polonium (Po) dan disebut sebagai golongan kalkogen, dari bahasa Yunani (Chalcos

= biji; gen = pembentuk). Jadi Kalkogen termasuk sulfur adalah unsur pembentuk biji

(Taroreh dkk, 2016).

Belerang dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin kuning. Di

alam, belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral- mineral

sulfida dan sulfat. Belerang terdapat dua bentuk alotrop (polimorf). kedua alotrop ini

adalah belerang rombik, berwarna kuing yang disebut belerang -α .titik leleh 112 o C.

pada suhu 95,6 o C belerang rombik tidak berubah menjadi belerang monoklin yang

disebut belerang –β ( titil leleh 119,25 o C). Unsur ini mendidih pada 444,6 o C. Satuan

struktur kedua bentuk alotrop dalam keadaan cair mengkerut menjadi S 8. Jika

belerang cair dipanaskan, viskositasnya berubah karen perubahan struktur dalam


molekul belerang. pada suhu agak diatas titik leleh , terbentuk cairan berwarna

kuning muda yang mobil dan terdiri dari satuan S 8. Secara kimia, belerang dapat

bereaksi baik dengan oksidator maupun reduktor. Ia mengoksidasi hampir sebagian

besar logam dan beberapa non logam. Diantara Sifat-sifat dari Belerangyaitu

Belerang berwarna kuning pucat yang solid, Lembut dan tidak berbau, Tidak larut

dalam air, Ketika dibakar dan mencapai suhu 119° belerang akan melebur

memancarkan api berwarna biru dan meleleh ke dalam cairan berwarna merah cair,

pada saat itu partikelnya terpisah dan berubah wujud menjadi gas yang bergabung

dengan oksigen untuk membentuk gas beracun yang disebut sulfur dioksida (SO2)

(Rompas, 2018).

Sulfur dikenal dengan nama lain Belerang yaitu kumpulan kristal kuning

padat dengan berat jenis relatif sebesar 2,07 pada suhu 20 oC. Dalam keadaan padat,

struktur sulfur berbentuk belah ketupat dan tetap stabil dalam keadaan ini hingga

mencapai suhu 203 oF (95oC). Sulfur mencair pada suhu sekitar 240 o
F (116oC)
o
hingga 300 F (149oC). Pada pemanasan hingga 318 oF (159oC) melebihi tingkat

polimerisasi sulfur, akan meningkatkan nilaiviskositasnya. Diatas suhu 392 oF

(200oC), viskositas sulfur akan mulai menurun kembali. Titik didih dari cairan sulfur

sekitar 824 oF (440oC) (Setiawan, 2012).

2.3 Asam Klorida (HCl)

Larutan asam klorida (HCl) adalah cairan kimia yang sangat korosif, berbau

menyengat dan sangat iritatif dan beracun, larutan HCl termasuk bahan kimia
berbahaya atau B3.Asam klorida merupakan larutan gas hidrogen klorida (HCl)

dalam air.Warnanya bervariasi dari tidak berwarna hingga kuning muda.Perbedaan

warna ini tergantung pada kemurniannya.

Sifat fisika asam klorida yaitu sebagaiberikut:

Berat molekul : 36,5 gr/mol

Densitas : 1,19 gr/ml

Titik didih (1 atm) : 50,5oC

Titik lebur (1 atm) : -25oC

Tekanan uap pada 20oC : 16 kPa (Yurida, 2013).

2.4 Metode Refluks

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan pemanasan dan mampu

mengekstraksi andrografolid yang merupakan senyawa tahan panas. Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan waktu

ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena pada prinsipnya

volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang akan diekstraksi

(Laksmiani dkk, 2015).

Refluks merupakan ekstraksi cara panas, yaitu ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dan adanya pendingin balik. Ekstraksi dapat berlangsung dengan

efisien dan senyawa dalam sampel secara lebih efektif dapat ditarik oleh pelarut.

Prinsip dari metode refluks adalah pelarut yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang

tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke

dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung

(Susanty, 2016).

2.5 Kristalisasi

Kristalisasi merupakan suatu proses pemurnian dan pembentukan partikel

dalam bentuk padatan yang dihasilkan melalui fasa homogen. Salah satu penentu

keberhasilan dari proses kristalisasi ini yaitu tercapainya kondisi supersaturasi. Ketika

kondisi supersaturasi telah tercapai, banyak inti kristal baru (nukleus) yang akan

terbentuk dan kemudian nukleus tersebut akan tumbuh menjadi kristal baru (crystal

growth). Kondisi supersaturasi dapat diciptakan melalui metode pendinginan (cooling

crystallization). Variabel yang mempengaruhi laju pembentukan kristal adalah suhu,

viskositas, kecepatan pengadukan/agitasi, kecepatan pendinginan, adanya bahan

tambahan dan pengotor, serta tekanan antar permukaan antara pelarut dan zat terlarut.

dengan dilakukannya pengadukan, bentuk dan ukuran kristal yang dihasilkan

cenderung homogen, sedangkan kristal yang dihasilkan tanpa pengadukan cenderung

memiliki bentuk dan ukuran kristal yang heterogen (Khairunnisa dkk, 2019).

Prinsip dari kristalisasi terbentuk melalui dua tahap yaitu nukleasi atau

pembentukan inti Kristal dan pertumbuhan Kristal. Faktor pendorong untuk laju

nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal adalah supersaturasi. Baik nukleasi maupun

pertumbuhan tidak dapat berlangsung didalam larutan jenuh atau tak jenuh. Inti
Kristal dapat terbentuk dari berbagai jenis partikel : molekul, atom, atau ion. Karena

adanya gerakan dari partikel- partikel tersebut beberapa partikel mungkin membentuk

suatu gerombol atau klaster, klaster yang cukup banyak membentuk embrio pada

kondisi leat jenuh yang tinggi embrio tersebut membentuk inti Kristal (Pinalla, 2011).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Anorganik “Pembuatan Natrium Tiosulfat” dilaksanakan

pada hari Senin 25 Oktober 2021 pukul 13.30 WITA- Selesai bertempat di

Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan,Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu 1 set alat refluks, 1 buah

batang pengaduk, 2 buah tabung reaksi, gelas kimia 100 mL, botol semprot, spatula, ,

botol timbang, pipet tetes, oven, corong kaca

Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah natrium

sulfit (Na2SO3) 10 gram, serbuk belerang 0,5 gram , HCl 0,1M, larutan Iodin 0,1M,

kertas saring, dan aquades.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Natrium Tiosulfat-5-Hidrat

Dimasukkan 10,0096 gram natrium sulfit ke dalam labu refluks. Ditambahkan

50 mL aquades dan 0,5046 gram serbuk belerang, lalu direfluks selama 1 jam.

Setelah direfluks didinginkan larutan dan disaring. Dipindahkan filtrat kedalam gelas

kimia dan diuapkan sampai volumenya menjadi 10 mL. Dibiarkan sampai larutannya
dingin dan dikeringkan kristal yang terbentuk dengan menekan kristal di antara dua

kertas saring, kemudian kristal ditimbang.

3.3.2 Mempelajari Sifat-Sifat Kimia Natrium Tiosulfat

3.3.3.1 Reaksi dengan Iod

Dilarutkan 3 gram kristal natrium tiosulfat dalam 20 mL aquades dan

direaksikan 3 mL larutan iod dengan larutan natrium tiosulfat secara berlebihan.

Kemudian diamati perubahan yang terjadi.

3.3.2.2 Pengaruh Asam Encer

Dilarutkan 3 gram Kristal natrium tiosulfat dalam 20 mL Aquades dan

direaksikan 3 mL larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer dengan voume

yang sama. Setelah beberapa menit. Diamati isi tabung reaksi dan bau yang

ditimbulkan.

.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

4.1.1 Pembuatan Natrium Tiosulfat-5-Hidrat

Tabel 1 Pembuatan Natrium Tiosulfat-5-Hidrat


No
Perlakuan Pengamatan
.
10,0096 gram natrium sulfit + 50 Natrium sulfit berwarna putih dan
1. mL aquades + 0,5 gram serbuk serbuk belerang berwarna kuning
belerang dan tidak larut dalam aquades
Larutan berwarna keruh dan
2. Direfluks selama 1 jam
terdapat endapan belerang
3. Larutan didinginkan dan disaring Filtratnya berwarna bening
4. Filtrat diuapkan hingga volume Terbentuk kristal yang berwarna
menjadi 10 mL, lalu didinginkan putih
dan disaring
Diperoleh kristal natrium tiosufat
5. Ditimbang kristal yang diperoleh
sebanyak 6,0628 gram

Perlakuan dalam pembuatan natrium tiosulfat yaitu dimulai dengan

menimbang 10 gram natrium sulfit, kemudian dimasukkan kedalam labu refluks,

selanjutnya ditambahkan 50 mL aquades dan 0,5 gram serbuk belerang. Na2SO3

mengendap pada aquades, sedangkan belerangnya berada di permukaan larutan. Lalu

direfluks selama 1 jam, dengan perkiraan bahwa natrium sulfit dengan belerang telah

bereaksi semua. Hasil refluks ini tampak larutan bening dan ada endapan belerang.

Kemudian larutan didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring, filtrat

yang diperoleh bening kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL lalu
diuapkan diatas hot plate sampai volume larutan menjadi 10 mL.. Setelah diperoleh

kristal natrium tiosulfat 5-hidrat kemudian kristal tersebut ditimbang. Massa Na 2SO3

yang diperoleh sebesar 6,0628 g. Kemudian dengan massa kristal Na2SO3 ini

selanjutnya diambil untuk dilakukan uji sifat-sifat kimia natrium tiosulfat.

Pembuatan natrium tiosulfat didasarkan pada reaksi oksidasi dan reduksi

antara natrium sulfit dengan serbuk belerang. Bila belerang ditambahkan berlebihan

maka semua natrium sulfit akan berubah menjadi natrium tiosulfat dengan metode

refluks. Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan panas. Dalam

percobaan ini diawali dengan natrium sulfit yang dilarutkan dalam air dan

ditambahkan dengan serbuk belerang membentuk suspensi, kemudian dilakukan

proses refluks. Suspensi merupakan suatu campuran yang mengandung zat padat

yang tidak larut dan terdispersi dalam fasa cair. Hal ini disebabkan karena senyawa

sulfur dalam suspensi tersebut dalam bentuk polisulfur yaitu S 8 (siklosulfur), dimana

siklookta sulfur tersebut membentuk cincin yang mengandung 8 atom. Cincin ini

terbentuk dari bentuk struktur rombik di bawah temperatur 96 o C (stabil) dan di atas

temperatur tersebut dalam bentuk monoklin. Sehingga ketika suspensi ini terbentuk

maka dilakukan proses refluks selama 1 jam, yang bertujuan agar struktur molekul

sulfur yang membentuk cincin dapat diputuskan sehingga dapat berikatan dengan

natrium sulfit. dilakukan proses perefluksan selama 1 jam diatas pemanas listrik.

Adapun fungsi pemanasan yaitu sebagai katalis untuk mempercepat berlangsungnya

suatu reaksi.
Hasil perefluksan berupa campuran berwarna putih kekuningan kemudian

didinginkan dan disaring. Tujuan pendinginan disini untuk menurunkan suhu, akibat

suhu yang sangat tinggi pada saat merefluks, kemudian proses penyaringan dilakukan

sebelum campuran tersebut terlalu dingin untuk mencegah adanya kristal yang ikut

tersaring. Penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan filtrat dengan residunya.

Filtrat yang diperoleh merupakan cairan hasil reaksi antara Na 2SO3, belerang dan air

yang membentuk Na2S2O3.5H2O (senyawa yang diinginkan) tetapi masih dalam

wujud cairan. Sementara Residu dalam percobaan ini dihasilkan serbuk sisa dari

belerang yang tidak ikut bereaksi dengan natrium sulfit dalam pelarut air. Adapun

penyebab adanya sisa residu dari proses perefluksan ini adalah kejenuhan dalam

pelarut sehingga pelarut kehilangan daya pelarutnya dan akibatnya sisa dari padatan

yang digunakan untuk dilarutkan akan menjadi residu dalam larutannya. Hal ini pula

yang menjadi salah satu tujuan dari perefluksan selama 1 jam agar belerang yang

digunakan terpakai maksimal dengan meningkatkan suhu pelarut sehingga daya serap

pelarut makin besar seiring dengan peningkatan energi kinetik sistem. Dalam reaksi

antara serbuk belerang dengan natrium sulfit dalam pembuatan natrium tiosulfat, ada

hal lain yang menarik selain ikatan cincin yang begitu sulit diputuskan dari belerang

(S8) yaitu sifat resonansi dari ion sulfit dimana struktur lewis senyawa ion ini

membentuk suatu resonansi, dimana secara umum senyawa dalam bentuk

resonansinya lebih sulit diputuskan ikatannya dibandingkan dengan senyawa yang

tidak beresonansi.
Pendidihan dan perefluksan dari pereaksi–pereaksi yang digunakan seperti

sulfur dan natrium sulfit adalah inti dari pembuatan garam natrium tiosulfat, karena

setelah mengalami proses ini garam natrium tiosulfat sudah didapatkan hanya saja

masih berwujud cair (filtrat) dan untuk mengetahui massanya secara pasti maka

dilakukan kristalisasi filtrat setelah proses penguapan dari filtrat. Hal ini di

maksudkan agar kristal garam yang dihasilkan lebih murni, baik dari pengotor

maupun kelebihan pelarutnya. Sehingga garam tiosulfat yang didapatkan dapat

diketahui rumus molekulnya secara pasti. Pada proses penguapan (kristalisasi),

Tujuan dari proses penguapan ini yaitu untuk pemekatan konsentrasi agar airnya

menguap sehingga terbentuk kristal natrium tiosulfat. Setelah diuapkan, larutan

didinginkan agar kristal terbentuk dengan sempurna. Berdasarkan hasil percobaaan

diperoleh berat kristal natrium tiosulfat sebesar 6,068 gram dengan % rendemen yaitu

45,88 %, sedangkan berat teori sebesar 31,2151 gram. Perbedaan ini disebabkan oleh

beberapa faktor, baik karena faktor bahan yang digunakan maupun faktor perlakuan.

Faktor bahan seperti bahan yang sudah terkontaminasi dengan senyawa-senyawa

pengganggu. Sedangkan faktor perlakuan seperti pada saat memipet bahan atau

menimbang bahan yang kurang cermat, sehingga berakibat pada hasil akhir yang

diperoleh dari percobaan.

4.1.2 Mempelajari Sifat-Sifat Kimia Natrium Tiosulfat-5-Hidrat yang


Dihasilkan Secara Praktek

4.1.2.1 Reaksi dengan Iod

Tabel 2 Reaksi dengan Iod


Perlakuan Pengamatan
Ditimbang 3 gram natrium tiosulfat + 20 Berwarna bening kekuningan
mL air direaksikan dengan 3 mL larutan
iod

Perlakuan yang dilakukan dalam mempelajari sifat-sifat kimia natrium

tiosianat yaitu dengan menimbang 3 g kristal natrium tiosulfat yang merupakan hasil

perlakuan pertama dan ditambahkan dengan 20 mL aquades. Tampak bahwa natrium

tiosulfat larut sempurna dalam aquades, Lalu direaksikan iod dengan menambahkan 3

mL larutan iod dan menghasilkan larutan berwarna bening kekuningan tanpa bau. Hal

ini terjadi karena saat garam natrium tiosulfat dilarutkan dalam aquades, garam

natrium tiosulfat larut sempurna karena adanya persamaan sifat kepolaran dari kedua

senyawa tersebut dimana kedua senyawa tersebut bersifat polar berdasarkan teori

senyawa polar dapat larut dalam pelarut polar dan larutan natrium tiosulfat berwarna

bening. Tujuan dari pelarutan ini agar padatan Kristal natrium tiosulfat dapat

mengion sehingga pada saat ingin direaksikan dengan senyawa Iodium lebih mudah

beraksi secara sempurna.

Natrium tiosulfat dapat diidentifikasi sifat–sifat kimianya dengan

menggunakan pereaksi–pereaksi tertentu misalnya dengan larutan iod. Pada natruim

tiosulfat direaksikan dengan larutan iod tidak terjadi perubahan warna, tetap bening

kekuningan dan tidak berbau. Hal ini karena pada reaksi ini tidak terjadi pelepasan

ion belerang (sulfur). Berdasarkan teori bahwa larutan iod yang di reaksikan dengan

natrium tiosulfat akan menghasilkan larutan yang berwarna keruh. Karena reaksi
yang terjadi merupakan reaksi redoks (reduksi oksidasi ) yang ditandai dengan

adanya perubahan warna iod. Pada parsamaan reaksi antara Kristal natrium tiosulfat

dan larutan iodine, terlihat bahwa iod berfungsi sebagai oksidator yang mengoksidasi

ion tiosulf atau natrium tiosulfat mereduksi iod, dan iod sendiri mengalami reduksi

dari I2 menjadi I. Oleh karena itu dalam percobaan ini hasil yang tidak sesuai

disebabkan oleh beberapa faktor, yakni pada saat pengenceran dengan aquades terlalu

banyak menggunakan aquades sehingga tidak didapatkan hasil yang cermat pada

percobaan, disamping itu juga tidak dilakukan proses pengadukan sehingga hasil

akhir dari percobaan menandakan warna tidak merata pada larutan.

4.1.2.2 Pengaruh Asam Encer

Tabel 3 Pengaruh asam encer


Perlakuan Pengamatan
Ditimbang 3 gram natrium tiosulfat + 20 Berwarna bening dan berbau
mL air direaksikan dengan 3 mL larutan
asam klorida (HCl)

Sifat kimia lainnya yang diuji dalam percbaan ini yaitu reaksi antara natrium

tiosulfat dengan asam encer yang dilakukan dengan mereaksikan natrium tiosulfat

dengan 3mL asam klorida encer. Ketika keduanya direaksikan perubahan yang terjadi

pada larutan natrium tiosulfat yaitu larutan larutan berwarna bening dan berbau.

Berdasarkan teori bau yang ditimbulkan berasal dari gas SO2 (sulfur). Penambahan

HCl encer dapat menguapkan sulfur dioksida dan mengendapkan sulfur, dalam

percobaan menghasilkan larutan yang berwarna bening, sementara berdasarkan

konsepnya bahwa ketika natrium tiosulfat direaksikan dengan asam encer warna
larutannya akan menjadi kuning keruh yang menandakan larutan tersebut

mengandung belerang dan menghasilkan bau/aroma yang menyengat. Oleh karena itu

dalam percobaan ini hasil yang tidak sesuai disebabkan oleh beberapa faktor, yakni

pada saat pengenceran dengan aquades terlalu banyak menggunakan aquades

sehingga tidak didapatkan hasil yang cermat pada percobaan.

4.2 Reaksi yang Terjadi

a. Reaksi pembentukan natrium tiosulfat-5-hidrat

Na2SO3 + S + 5H2O Na2S2O3.5H2O

b. Reaksi dengan Iod

2Na2S2O3 + 4KI4 NaI + 2K2S2O3

c. Reaksi dengan HCl

Na2S2O3 + 2HCl NaCl + S + SO2 + H2O


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan yang telah dilakukan adalah :

a. Pembuatan natrium tiosulfat 5-hidrat dilakukan dengan mereaksikan natrium

sulfit (Na2SO3) yang berwarna putih dengan serbuk belerang yang berwarna

kuning. Menghasilkan kristal natriun tiosulfat 5-hidrat (Na 2S2O3. 5H2O) yang

berwarna putih dengan berat 6,0628 gram.

b. Sifat-sifat dari natrium tiosulfat yaitu dapat bereaksi dengan iod, dan asam klorida

(HCl) namun sedikit didapatkan endapan kuning tetapi memiliki bau menyengat

dalam larutan

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya

digunakan bahan yang lain dalam mempelajari sifat-sifat natrium tiosulfat misalnya,

asam sulfat yang digunakan untuk mempelajari reaksi dengan asam.


DAFTAR PUSTAKA

Khairunisa, L. F., Widyasanti, A., dan Nurjanah, S. 2019. Kajian Pengaruh Kecepatan
Pengadukan terhadap Rendemen dan Mutu Kristal Patchouli Alcohol dengan
Metode Cooling Crystallization. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem. 7(1).

Laksmiani, N. P. L., Susanti, N, M. P., Rismayanti, A. A. M. L., Wirasuta, M. A. G.


2015. Pengembangan Metode Refluks untuk Ekstraksi Andrografolid dari
Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees). Jurnal Farmasi
Udayana. IV (2).
Pinalla, A. 2011. Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan Sistem Pendinginan
Terkontrol untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat. Jurnal Teknologi
Dirgantara. 9(2).

Rianto, N. K., Nawansih, O., dan Erna, M. 2008. Kajian Penggunaan Natrium bisulfit
Dalam Pengawetan Krim Santan Kelapa. Jurnal Fakultas Peternakan Unila.

Rompas, C. Th., 2018. Pengaruh Pencampuran Belerang terhadap Kuat Geser Tanah.
Jurnal Sipil Statik.
Setiawan, A. 2012. Pengaruh Sulfur Terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic
Concrete Wearing Course (Ac-Wc). Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Transportasi. 2 (1).
Silviana, E., Fauziah., dan Andriana, A. 2019. The Comparison Of Potassium Iodate
Concentration In Jangka Salt Of Matang Glumpang Dua Production From The
Cooking And Natural Drying Process By Iodometri Method. Lantanida
Journal. 7(2).
Susanty dan Bachmid, F. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan
Refluks Terhadap Kadar Fenolik Dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays L.).
Jurnal Konversi 5 (2).

Taroreh, F. L., Jubhar, C., Mangimbulude., dan Karwur, F. F. 2016. Evolutionary


Perspective Of Sulfur Dynamics In Tomohon and Implications on Microbial
Corrosion. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia Yogyakarta.
Yurida, M., Evi A., dan Susila A.R. 2013. Pengaruh Kandungan Cao dari Jenis
Adsorben Semen Terhadap Kemurnian Gliserol. Jurnal Teknik Kimia 19(2).
ANALISIS DATA

Diketahui : Berat natrium sulfit = 10,0096 gram

Berat serbuk S8 = 0,5046 gram

Berat kristal praktek = 6,0628 gram

Mr Na2S2O3 = 158 g/mol

Mr S8 = 32 g/mol

Ditanyakan : Berat kristal Na2S2O3 ?

Penyelesaian :

8Na2SO3 + S8 + 5 H2O 8Na2S2O3.5 H2O

gram
Mol Na2SO3 =
Mr

10,0096 gram
= = 0,0794 mol
126 gram/mol

gram
Mol S8 =
Mr

0,5046 gram
= = 0,00197mol
256 gram /mol

Reaksi : 8Na2SO3 + S8 8Na2S2O3.5H2O

Mula- Mula : 0,0794 0,00197 -

Bereaksi : 0,01576 0,00197 0,01576

Akhir : 0,08364 - 0,01576


Sehingga :

Berat Na2S2O3 = mol Na2S2O3 x Mr Na2S2O3

= 0,08364mol x 158 g/mol

= 13,21512 gram

Berat secara praktek


% Rendamen = x 100%
Berat secara teori

6,0628 gram
= x 100%
13,2151 gram

= 45,88%
LAMPIRAN II
PROSEDUR KERJA

Prosedur Kerja Percobaan 1

a. Pembuatan Natrium Tiosulfat 5 Hidrit

10 g Natrium Sulfit

- Dimasukkan ke dalam labu


refluks
- Ditambahkan 50 mL aquades
- Ditambahkan 0,5 gram serbuk
belerang. Direfluks.
- Direfluks selama 1 jam

Larutan hasil refluks

- Didinginkan
- Disaring

Residu Filtrat

- Dipindahkan dalam gelas kimia


- Diuapkan hingga volume 10 mL
- Dibiarkan hingga terbentuk kristal
- Disaring

Residu Filtrat

- Dikeringkan
- Didinginkan
- Ditimbang
kemudian dihitung
rendemennya.

45,88 %
b. Pengujian Sifat-Sifat Natrium Tiosulfat

Reaksi dengan Iod

Larutan Natrium Tiosulfat

- Dimasukkan dalam tabung reaksi


- Direaksikan dengan Larutan Iodium
- Diamati perubahan yang terjadi

Larutan bnening

Pengaruh Asam encer

Larutan Natrium Tiosulfat

- Dimasukkan dalam tabung reaksi


- Direaksikan dengan Larutan Iodium
- Diamati perubahan yang terjadi

Larutan bening

Anda mungkin juga menyukai